Korban Lapor Ke Polres Lebak, Perdamaian Pemerkosaan Janggal

LEBAK, BANPOS – Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh lima orang pemuda terhadap seorang gadis di bawah umur kembali menjadi sorotan setelah kesepakatan damai antara kedua belah pihak gagal terlaksana.

Pada Rabu (11/10), korban dan keluarganya beserta pendamping datang ke Polres Lebak untuk membuat laporan terkait kekerasan yang dialami oleh korban, setelah kesepakatan damai sebelumnya batal lantaran keluarga korban merasa tidak ada hak korban yang terpenuhi dalam penyelesaian secara damai tanpa proses hukum.

Paman korban mengaku bahwa kesepakatan damai dianggap tidak memikirkan kondisi korban dan seolah menyepelekan hak korban.

“Bukan perdamaian yang ada, malah timbul kejanggalan. Makanya kita ingin mencari keadilan untuk korban,” ucapnya dengan nada tegas.

Kanit PPA Reskrim Polres Lebak, IPDA Sutrisno, membenarkan kehadiran keluarga korban dan mengatakan bahwa korban beserta kedua orangtuanya tengah dimintai keterangan oleh pihaknya. Setelah mendapatkan keterangan, Unit PPA Polres Lebak akan melakukan pendalaman dan memanggil saksi-saksi terkait untuk dimintai keterangan atas kasus tersebut.

“Penanganan perkaranya saat ini sudah ditangani oleh Unit PPA satreskrim Polres Lebak. Sekarang Prosesnya masih penyelidikan,” tandasnya.

Pegiat PATTIRO Banten, Martina Nursaprudianti, menekankan pentingnya penegakan hukum dan keadilan bagi korban kasus kekerasan seksual, terutama dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ia menyayangkan penyelesaian kasus secara damai yang tidak memberikan keadilan bagi korban dan menyepelekan hak korban. Martina juga menekankan perlunya penerapan UU Perlindungan Anak dan KUHP dengan tegas dan adil dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Baginya, keadilan bagi korban harus selalu diprioritaskan untuk memperoleh pembelajaran bagi pelaku dan masyarakat sekitar.

“Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, menyelesaikan kasus secara damai tanpa adanya pengadilan dapat memberikan dampak yang buruk bagi korban, karena tidak dapat menjamin keadilan dan hanya memperkuat budaya perempuan sebagai objek dan menindas martabat perempuan itu sendiri,” ujarnya.

Menurutnya, korban harus selalu didampingi dan mendapat hak-haknya sesuai aturan yang berlaku. Peran masyarakat dan lembaga negara harus sama-sama menjaga dan memperjuangkan hak-hak korban kekerasan, dalam kasus ini anak-anak.
“Harus ada upaya-upaya preventif dan intervensi terintegrasi untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual yang kerap kali dianggap sebagai masalah pribadi atau keluarga dan tidak diberikan perhatian serius,” jelasnya.

Ia mengimbau agar masyarakat harus saling peduli dan bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual, membantu korban, dan memberdayakan korban menjadi kuat.

“Semoga kasus ini dapat segera ditangani dengan baik dan memberikan keadilan bagi korban,” tandasnya.

Sebelumnya, Kabid Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk -KB (DP3AP2KB) Kabupaten Lebak, Lela Nurlela Hasani, menyayangkan penyelesaian secara damai yang dianggap tidak memberikan keadilan bagi korban. Ia mengatakan bahwa keputusan tersebut bukanlah keputusan terbaik bagi anak apalagi sebagai korban. Menurutnya, tindak kekerasan harus selalu dilaporkan dan diproses secara hukum agar tidak ada lagi korban yang tidak mendapatkan keadilan.

“Harusnya tidak ada kata damai, harus tetap diproses. Kasihan korban masih dibawah umur dan agar pelaku jera dan menjadi pembelajaran buat masyarakat luas,” kata Lela kepada BANPOS.

Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, terdapat Pasal-pasal dalam UU Perlindungan Anak yang mungkin bisa dilanggar oleh para pelaku, di antaranya Pasal 80-82 yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual pada anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Dalam KUHP, pelaku juga dapat diancam hukuman penjara selama 12-15 tahun, tergantung dari kondisi korban dan keadaan yang terjadi. Penting untuk diingat bahwa penyelesaian kasus secara damai tanpa proses hukum dapat menimbulkan kejanggalan serta menyepelekan hak korban, maka dari itu, setiap kasus kekerasan harus tetap diproses melalui jalur hukum dengan tepat dan adil, sehingga keadilan bagi korban dapat terpenuhi. (CR-02/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *