BAKSEL, BANPOS – Keberadaan praktik galian tambang batu andesit alias batu belah yang berada di Blok
Cinagrog Desa Malingping Utara, Kecamatan Malingping yang sudah puluhan tahun beroperasi, didesak
untuk segera ditutup.
Pasalnya, aktivitas penambangan batu belah dengan menggunakan alat berat di Kampung Warung
Haseum Blok Cinagrog yang bersebelahan dengan Desa Rahong itu, diduga tidak semua memiliki
perizinan lengkap. “Kegiatan tambang batu andesit di sana diduga tidak berizin alias ilegal,” ujar Ketua
DPW Badak Banten, Siprandani, Kamis (26/10).
Diketahui, material hasil galian C yang diduga ilegal itu dikirim ke dua kegiatan mega proyek milik
pemerintah. Di antaranya yakni untuk menunjang pekerjaan pembangunan breakwater yang berlokasi di
Desa Cikiruhwetan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang.
Selain ke proyek dermaga tersebut, batu hasil penambangan juga manfaatkan untuk pekerjaan
pembangunan jalan tol Serang-Panimbang (Serpan) Tahap 3.
“Kok proyek pemerintah penyedia barangnya dari tambang diduga ilegal, termasuk untuk jalan tol yang
di sekitar Bojong itu, pasti ini ada permainan oknum,” tudingnya.
Siprandani memandang bahwa aktivitas praktik tambang yang berada di Blok Cinagrog ini berdampak
pada perusakan lingkungan. Sehinggam pihaknya meminta agar pemerintah daerah baik kabupaten
maupun provinsi, untuk segera bertindak tegas terhadap pelaku yang merugikan negara.
“Jika benar itu, pemerintah provinsi atau kabupaten harus tegas terhadap keberadaan tambang itu.
Bahkan itu sudah berlangsung puluhan tahun,” ungkapnya.
Menurutnya, jika dibiarkan terus, kerusakan lingkungan akibat penambangan secara besar-besaran itu
akan berimbas terjadinya bencana alam. "Yang dikhawatirkan dampak ke depan, rawan bencana,"
terangnya.
Pria yang kerap disapa Ki Ragil ini mengaku bukan antipati terhadap pemanfaatan alam untuk
pengembangan ekonomi, hanya saja harus mengacu kepada aturan yang sudah ditetapkan.
“Alam rusak, bumi jadi hancur, berbeda kalau penambangannya atas izin pemerintah, pastinya ada
aturan-aturan yang mesti ditaati oleh perusahaan, misalnya ada jaminan reklamasinya,” tutur
Siprandani.
Begitupun dari sisi gangguan, lanjutnya, hilir mudik armada pengangkut batu puluhan ton dari lokasi
juga mengganggu warga yang rumahnya dilintasi kendaraan. “Warga yang rumahnya di pinggir jalan ke
lokasi tambang pasti sangat terganggu,” jelasnya.
Ia pun meminta agar perusahaan menyetop praktik itu sebelum semua proses perizinan minerbanya
selesai ditempuh. Dan pihaknya juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) tidak tutup mata, dan
menangkap pengusaha yang tidak taat aturan.
Sementara, warga Kampung Babakan Jaha Desa Rahong, Iyang, membenarkan bahwa lokasi tambang itu
tak jauh dari perkampungan dekat rumahnya. Menurutnya, warga juga sering merasakan getaran oleh
aktivitas itu.
“Iya, itu paling 100 meter dari rumah saya. Dan setiap malam kita selalu merasakan getaran dan suara
bising mesin pemecah batu. Kadang juga selalu pakai bahan peledak,” ujarnya.
Selain itu, pihak perusahaan juga tidak pernah memberi kompensasi, padahal tak sedikit rumah-rumah
warga yang retak. “Kalau kompensasi tak pernah ada, paling cuma nyumbang kegiatan agama aja. Kalau
mau tau itu akibat getaran banyak dinding rumah yang retak,” ungkapnya. (WDO/DZH)
Caption: Tampak salah satu titik lokasi praktik tambang batu belah yang berada di blok Cinagrog, Desa
Malingping Utara. Foto beberapa waktu lalu.
Tinggalkan Balasan