SERANG, BANPOS – Program uji coba 200 juta nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia di tanah air mendapat reaksi keras dari DPRD Banten. Pasalnya, program tersebut akan mengancam semua lini kehidupan masyarakat, salah satunya adalah sektor pariwisata Banten.
Anggota Komisi III DPRD Banten, Indah Rusmiati, Jumat (1/12) menegaskan, program uji coba pelepasan Wolbachia akan menganggu semua sektor, salah satunya pariwisata. Apalagi saat ini Banten sedang melakukan gebyar pariwasata dengan menargetkan 70,1 juta wisatawan berkunjung di semua destinasi lokal.
“Tentunya uji coba pelepasan nyamuk Wolbachia ini akan merembet ke semua sektor wisata bukan hanya di Bali, tapi juga di Banten,” katanya.
DIikatakan Indah yang merupakan politsi PDI Perjuangan ini, program Wolbachia saat ini tengah menjadi keresahan dan kecemasan semua pihak. Pasalnya, kegiatan itu diinisiasi oleh relawan asing yakni Australia, ditambah dampaknya tidak baik bagi bangsa Indonesia.
“Jadi bila dibiarkan nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung Wolbachia ditebar di Bali, maka jumlah nyamuk Cullex akan langsung meningkat. Pandemi yang akan datang awalnya justru akan terjadi di Bali, karena pandemi akan datang bukanlah demam berdarah, tapi pandemi Japanese enchepalitis yang disebabkan meningkatnya nyamuk Cullex. Dan jika pariwisata Bali runtuh, ini akan merembet ke Banten, dan akan meluas secara nasional,” ungkapnya.
Alasan sangat penting itulah yang membuat Indah bersikeras menolak, karena bisa merugikan seluruh dunia. Pandemi akan datang justru malah akan terjadi, dan berasal dari Bali.
“Ini jelas merugikan kita. Nyamuk Wolbachia ini tujuannya untuk melindungi warga Australia dari ancaman demam berdarah dengue (DBD) saat berlibur di Bali. Padahal kita ketahui, DBD di tanah air, baik Provinsi Bali, Banten dan lainnya, trendnya membaik, dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Karena program dari pemerintah yang dijalankan sudah tepat,” katanya.
Masih dijelaskan Indah, program Wolbachia, saat ini banyak ditentang oleh berbagai pihak. Mulai dari masyarakat umum, kalangan pariwisata maupun sejumlah komunitas kesehatan ditanah air.
“Penolakan terhadap program Wolbachia karena di balik itu telah berdampak (buruk), contohnya di Srilanka dan Colombia. Ada kegagalan metode Wolbachia di beberapa negara itulah yang akhirnya muncul banyak gerakan penolakan,” ungkapnya.
Apalagi kata dia, bernagai pihak atau lembaga yang menolak semuanya memiliki disiplin ilmu yang mumpuni, seperti Profesor Richard, Profesor Suryadarma, Profesor Yuda. Dan mantan Menteri Kesehatan Sitti Fadilah Supari
“Program 3 M, menguras, menutup, dan mengubur dalam menekan penyebaran nyamuk DBD yang sudah kita lakoni. Jadi saya rasa penolakan dari berbagai pihak termasuk para profesor atas program Wolbachia ini sangat mengerikan,”ujarnya.
Diketahui, Wolbachia sendiri merupakan bakteri simbiotik yang secara alami ada pada hampir 70 persen spesies serangga di dunia, termasuk nyamuk. Kementerian Kesehatan menerapkan teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran DBD. Wolbachia dapat melumpuhkan virus Dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti.
Wolbachia adalah bakteri alami yang umum ditemukan pada serangga. Wolbachia terdapat pada lebih dari 60 persen serangga, termasuk capung, kupu-kupu, dan ngengat. Bakteri ini disuntikkan ke telur nyamuk yang nantinya bisa berkembang biak melalui proses perkawinan. (RUS)
Tinggalkan Balasan