SERANG, BANPOS – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Banten, menerima surat dari Dirjendikti Kemendikbud RI terkait bantuan sarana pembelajaran daring kepada mahasiswa.
Dalam surat yang ditekan oleh Plt. Direktur Jendral Dikti, Nizam, menuliskan bahwa untuk membuat mahasiswa fokus penerapan proses pembelajaran daring, maka PTN dapat memberikan bantuan berupa pulsa kepada mahasiswa dengan sumber dana dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Adapun jumlah nominal bantuan pulsa yang diberikan kepada mahasiswa, disesuaikan dengan kebijakan setiap PTN. Selanjutnya, PTN harus membuat petunjuk teknis pelaksanaan bantuan dan membuat laporan pertanggung jawaban.
“Berkenaan hal tersebut di atas, pelaksanaan bantuan agar dapat dilaksanakan secara transparan serta memperhatikan pertanggungjawaban keuangan APBN sesuai dengan peraturan yang berlaku dan akuntabel,” tulis Nizam.
Sebagai tindak lanjut, Untirta mengeluarkan surat Keputusan Rektor nomor : 217/UN43/KPT.KM.01.01/2020 tentang pemberian subsidi pulsa kepada mahasiswa aktif dalam pembelajaran daring di lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun 2020.
Dalam surat itu, diputuskan bahwa Untirta siap memberikan subsidi kuota internet bagi mahasiswa aktif semester II hingga semester VIII sebesar Rp50 ribu per bulan selama tiga bulan ke depan. Pemberian subsidi tersebut berbentuk pemotongan besaran UKT pada semester ganjil nanti.
Namun ternyata, kebijakan subsidi tersebut tidak disambut baik oleh mahasiswa. Mereka beranggapan, nominal Rp50 ribu per bulan tersebut tidak sebanding dengan UKT yang mereka bayarkan dan tidak dapat menutup biaya kuota internet dalam melaksanakan perkuliahan daring.
Humas Untirta, Veronica Dian, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa banyak mahasiswa yang mengeluh terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh rektorat. Namun ia mengaku tidak bisa berbuat banyak, dan meminta mahasiswa agar ‘survive’ dengan kebijakan tersebut.
“Saya kira kita juga harus survive yah dengan kebijakan itu. Saya searching di beberapa PTN Badan Layanan Umum (BLU) memang hampir sama kebijakannya. Jangan samakan dengan PTN Badan Hukum (BH),” ujarnya saat dihubungi melalui aplikasi WhatsApp.
Menurutnya, sebelum kebijakan tersebut dikeluarkan, sudah pasti para pimpinan Untirta, khususnya Wakil Rektor II Kurnia Nugraha serta bagian keuangan dan perencanaan, telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak yang berkaitan.
Untuk keinginan mahasiswa terkait penyesuaian besaran UKT, Dian mengatakan untuk lebih detailnya dapat bertanya kepada Wakil Rektor II serta bagian keuangan dan perencanaan. Sebab sampai saat ini, pertanyaan para mahasiswa yang disampaikan kepada Kurnia tak kunjung dibalas.
“Saya WhatsApp dan telpon gak dibalas-balas oleh beliau. Sehubung dengan kebijakan Work From Home, jadi jarang tatap muka. Hanya bisa komunikasi lewat handphone. Baru-baru ini balas (pesan) namun tidak menjawab yang dipertanyakan oleh mahasiswa. Jadi mungkin lebih baik ketemu langsung, syukur-syukur bisa dijawab,” terangnya.
40 persen masyarakat Banten terpukul ekonomi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, sebanyak 40 persen masyarakat Banten secara ekonomi tergerus akibat Covid-19. Dibutuhkan sedikitnya Rp2,1 triliun per bulan untuk membantu mereka.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BPS Banten, Adi Wiryana. Ia mengungkapkan, angka 40 persen warga Banten yang terdampak Covid-19 tersebut, masuk kedalam kategori berpenghasilan rendah.
“Jumlah tersebut berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh pihak BPS Banten. Sebenarnya hitungan kita lebih, ada 40 persen penduduk berpenghasilan rendah. Hitung-hitungan kita sekitar Rp 2,1 triliun per bulan,” katanya, Rabu (15/4).
Mahasiswa yang juga demisioner Ketua BEM FKIP Untirta, Ahmad Fauzan, mengatakan bahwa data yang disampaikan oleh BPS Banten seharusnya dapat menjadi landasan utama Untirta, dalam melakukan penyesuaian besaran UKT.
“Data yang dibeberkan oleh BPS Banten membuktikan bahwa Covid-19 ini sangat berdampak terhadap ekonomi masyarakat. Padahal kita ketahui, Banten saat ini masih belum mengambil langkah yang lebih jauh seperti di beberapa provinsi lainnya,” ucap Fauzan.
Fauzan menegaskan, pandemi yang terjadi saat ini bisa menjadi langkah awal Untirta untuk mulai terbuka dengan masyarakat, khususnya mahasiswa Untirta, berkaitan dengan anggaran yang selama ini dikelola oleh mereka.
“Saat ini kita bisa sama-sama cari solusi, kira-kira biaya apa yang bisa diefisienkan oleh Untirta agar penyesuaian besaran UKT pada semester depan dapat dilakukan. Beban apa yang seharusnya dapat dikesampingkan oleh Untirta agar dapat mensubsidi mahasiswa demi kelancaran perkuliahan daring,” terangnya.
Namun jika Untirta tetap pada pendirian untuk tidak terbuka dan mengambil kebijakan sendiri, ia mengaku jangan salahkan mahasiswa apabila mereka ‘mogok’ untuk membayar UKT di semester depan.
“Kita menunggu kebijakan Untirta yang bijaksana. Kalau Untirta merasa bodo amat dengan kondisi mahasiswanya, yah bisa-bisa mahasiswanya juga merasa bodo amat dengan kampus ini. Mari kita diskusikan, solusi terbaik seperti apa yang bisa dilakukan,” ucapnya.
“Tidak ada alasan lagi untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang pro mahasiswa. Kali ini harus benar-benar dikeluarkan kebijakan yang dapat meringankan mahasiswa,” tandasnya.(DZH)
Tinggalkan Balasan