Ada Pasal Kontroversi, LMND Banten Kaji Revisi UU Polri

SERANG, BANPOS – Merespon mengenai isu adanya revisi terkait undang-undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri), Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Banten, menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertema Revisi UU Polri, Memperkuat atau Memperlemah Demokrasi?.

Diketahui, pembahasan tentang UU Polri ini dimulai pada Mei 2024 lalu. Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berinisiatif mengusulkan perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU POLRI), yang sebelumnya tidak masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024.

Ketua EW-LMND Banten, Muhammad Abdullah mengatakan, isu tersebut dirasa sangat penting untuk dibahas, karena telah mendapatkan perhatian dari banyak kalangan.
Karena sebagian isi dalam draf revisi UU Polri memiliki wewenang lebih jauh, sehingga menuai banyak kritik dari publik, beberapa di antaranya seperti penambahan kewenangan Polri hingga terkait perpanjangan batas usia pensiun.

“Draft UU Polri yang telah beredar menciptakan kekhawatiran di setiap lini masyarakat, maka dari itu kami merasa, hal ini sangat perlu untuk dibedah” ucapnya, Kamis (22/8)

Abdullah menjelaskan, dalam draf revisi tersebut, Polri juga memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan, pemblokiran, hingga upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Reformasi kepolisian memang diperlukan, namun revisi UU Polri ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem hukum di Indonesia, sehingga pembahasannya harus dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati. Karena beberapa hal tersebut, sontak memicu kekhawatiran masyarakat sipil dari berbagai lapisan kalangan, pasalnya beberapa pasal yang tertuang dianggap mengindikasikan menodai demokrasi.

Abdullah juga mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan jajak pendapat dari berbagai kalangan masyarakat Banten.

“Untuk menghimpun lebih banyak data kami (EW-LMND Banten, red) juga membuat jajak pendapat terkait kinerja kepolisian dan revisi UU Polri kepada 135 responden se-Banten satu minggu sebelum acara FGD digelar.” ungkapnya.

“Dan setelah FGD, kami akan melakukan gerakan lanjutan. Nanti akan dirumuskan bersama” tandasnya.

Adapun hasil jajak pendapat yang telah dilakukan EW-LMND Banten yakni, sebanyak 41,5 persen menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 16,3 persen menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 42,2 persen menyatakan netral.

“Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kinerja kepolisian masih belum memuaskan,” ujar Abdullah.

Selain itu, sebanyak 58,5 persen menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 14 persen menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 28,1 persen menyatakan netral.

“Secara keseluruhan, pelayanan kepolisian masih belum memuaskan,” lanjutnya

Sementara terkait biaya layanan kepolisian, sebanyak 49,7 persen menyatakan biaya layanan kepolisian masih tidak wajar dan tidak terjangkau, sedangkan sebanyak 15,3 persen menyatakan biaya layanan kepolisian wajar dan terjangkau, dan 34,8 persen menyatakan netral.

“Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, biaya pelayanan kepolisian masih belum memuaskan,” katanya.

Lalu dari segi keramahan pelayanan kepolisian, sebanyak 25,2 persen menyatakan keramahan pelayanan masih buruk, sedangkan sebanyak 27,4 persen menyatakan keramahan pelayanan sudah baik, dan 46,7 persen menyatakan netral.

“Berdasarkan hasil jajak pendapat tersebut, didapat kesimpulan bahwa mayoritas masyarakat masih menilai kinerja kepolisian masih buruk dan mayoritas masyarakat menolak pasal-pasal kontroversial,” ujarnya.

Sementara itu, anggota DPR RI Komisi III, Ahmad Dimyati Natakusumah berharap kepolisian Indonesia dapat diperkuat mengingat banyaknya persoalan di Indonesia.

“Saya berharap, kepolisian ini diperkuat, kenapa diperkuat? Karena permasalahan banyak yang ada di Republik ini,” kata Dimyati.

Meski begitu, Dimyati menekankan, bahwa pentingnya pengawasan terhadap penguatan kewenangan polisi, yang dimaksudkan dalam UU Polri tersebut.
“Kalo di Republik ini, di negara berkembang Indonesia ini kejahatannya banyak sekali maka diperlukan kewenangan polisi itu harus kuat tapi harus dikoreksi sama-sama begitu,” ucapnya.(MPD/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *