BANPOS – Wabah virus korona (Covid-19) membuat berbagai macam aspek kehidupan mengalami goncangan. Mulai dari segi sosial, ekonomi, hingga pendidikan.
Sektor pendidikan merupakan salah satu aspek yang sejak awal munculnya wabah ini langsung mengalami perubahan. Dengan alasan menghindari kerumunan agar tidak menyebarkan virus korona, lembaga–lembaga pendidikan di Banten baik negeri maupun swasta langsung meliburkan proses pembelajaran tatap muka, dan melakukan proses pembelajaran secara jarak jauh di rumah saja.
Alternatif model pembelajaran tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 13 ayat 2 yang menyatakan, pembelajaran dapat berlangsung secara tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Namun ternyata, walaupun sudah ada dalam Sisdiknas. Pendidikan di Indonesia belum menyiapkan secara teknis tentang pembelajaran jarak jauh tersebut. Hal ini mendapat kritikan dari Kepala Sekolah Mobil Kelas Berjalan (MKB) Kak Seto, Jova Octaviansyah.
Menurut alumni Pendidikan Luar Sekolah Untirta ini, saat sekarang, beberapa guru masih menunggu bagaimana sebenarnya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang efektif dan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
“Saat ini belum ada juklak juknisnya. Jadi sebenarnya guru-guru agak mengalami kebingungan. Seharusnya Pemda juga dapat inisiatif untuk membuat aturan turunan yang rinci,” jelasnya kepada BANPOS, Minggu (10/5).
Ia menyatakan, Pemda juga dapat memberikan beberapa stimulus kepada para pendidik. Utamanya yang mengajar di daerah terpencil dan kesulitan secara sarana maupun prasarana. Dengan belum siapnya Indonesia, saat ini terpaksa yang dilakukan adalah dengan cara mendaringkan semua pembelajaran, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mulai dari materi dan praktek.
“Pemda dapat memberikan stimulus seperti uang transportasi bagi guru-guru yang melakukan pembelajaran dari rumah ke rumah, dikarenakan sulitnya sinyal dan orangtua yang tidak memiliki hp,” paparnya.
Sementara itu, menurutnya saat ini parenting menjadi penting, karena peran sentral orangtua yang menggantikan guru untuk belajar di rumah. Untuk masalah parenting, orang tua perlu membuat skala prioritas. Misalkan orang tua khawatir anaknya kecanduan gadget, maka dalam hal ini, orang tua perlu tahu bagaimana cara agar anaknya tersebut tidak terlalu kecanduan gadget.
“Selalin itu orangtua harus tidak tertinggal informasi. Sehingga pihak sekolah dan orangtua harus membuat jejaring informasi yang efektif,” katanya.
Di salah satu SDN di Kecamatan Panggarangan, KBM di masa lockdown korona ini nyaris padam. Hal ini lantaran susahnya jaringan internet dan juga kendala orang tua yang tidak semua memiliki handphone android.
“Kalau saya tinggal di Ciwaru Bayah tapi anak saya sekolah di salah satu SD Panggarangan, kebetulan dekat dari rumah karena perbatasan dengan Bayah. SD di sana jelas gak ada kegiatan belajar, karena banyak kendala, kalau harus pakai HP tidak semua punya, anak saya masih kelas tiga SD, paling setiap seminggu dua kali guru kelasnya selalu datang ke rumah untuk memberi tugas atau hapalan, itu aja,” ujar Didin, warga Ciwaru Bayah.
Salah seorang guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Mathla’ul Anwar (MA) yang berada di Kampung Cempakasari Desa Sukaraja Kecamatan Malingping, Rina Pebriani mengungkapkan, kendati dalam suasana perintah lockdown namun KBM tiap hari tetap berjalan, dan itu dilakukan dengan cara menggunakan aplikasi internet melalui handphone android.
“Kita oleh sekolah harus tetap ngisi absen belajar dan juga laporan harian pengajaran setiap hari sesuai bidang study masing-masing dengan melalui jaringan internet via WA dan Zoom Meeting,” ungkapnya.
Menurutnya, kendala terkadang ditemui, seperti gangguan jaringan internet, namun semua bisa teratasi. “Gangguan jaringan internet adalah kendala utamanya, bisa dari listrik mati karena hujan sehingga jaringan pun terganggu. Bisa juga karena hape di orangtua murid sedang tidak ada paketan. Tapi kita retap sabar, mulai pagi sampai sore kita pantau terus melalui orang tua masing-masing. Dan kita biasa suka tugaskan murid untuk baca dan hapalkan, misal buku anu halaman anu hapalkan atau hapalan lainnya sesuai kurikulum,” kata Rina.
Ketua Komisi III DPRD Lebak, Yayan Ridwan kepada BANPOS, Minggu (10/5) mengaku prihatin dengan kondisi sekarang terutama untuk dunia pendidikan.
Keprihatinan tersebut kata Yayan, karena banyak hal yang tidak mendukung terutama dalam proses kegiatan belajar mengajar jarak jauh bagi anak didik diperkampungan.
“Iya betul, belajar jarak jauh tidak efektif, saya sangat prihatin dengan kondisi sekarang ini, terutama untuk dunia pendidikan, anak didik jadi tidak jelas apalagi anak yang berada di perkampungan, karena banyak hal yang tidak mendukung,”katanya
Ditanya soal ada rencana dari Mendikbud bahwa dana BOS dapat digunakan untuk subsidi kuota bagi pelajar dan guru, serta ada skenario dimana belajar daring diperpanjang hingga akhir tahun, Ketua Komisi III DPRD Lebak mengaku belum mengetahui.
“Secara lembaga kami belum tahu rencana tentang itu, rencana besok kami mau ngobrol dengan Diknas untuk diskusi tentang itu. Hasilnya nanti kami sampaikan,” ungkapnya.
Salah satu orang tua siswa di Cilegon, Diana Ayu Farhah mengatakan untuk pembelajaran daring sebenarnya memiliki kekurangan dan kelebihan. “Kalau belajar dirumah anak-anak lebih terpantau untuk berkegiatannya selama tidak pernah disekolah. Kalau disekolah kan kita semua sudah serahkan kesekolah, cuman tidak efektifnya mungkin masalah dari pihak sekolah tugas terlalu banyak. Sebagai orang tua kadang-kadang repot juga kemudian apa saja kegiatanya kita harus melaporkan. Mulai bangun tidur, solat duha, solat lima waktunya, sampai ke tarawihnya. Jadi sekarang lebih ke situ (kegiatan ramadan),” terangnya.
Diana juga mengeluhkan sering terjadinya gangguan signal dari operator saat anaknya sedang belajar daring tersebut. “Sinyal telepon masalah banget, pengaruh banget seperti operator XL jelek banget jadi sering hilang-hilang gitu ngga bagus sinyalnya. Tapi karena pake wifi juga, alhamduliah bisa dilanjutkan pelajarannya,” tutup orangtua dari Affan Abdul Jabar tersebut.
Salah satu guru SMPN 7 Kota Cilegon Muinudin menambahkan bahwa sejauh ini keluhan dari siswa terkait dengan kuota internet.
“Ya paling kendalanya ngga semua siswa ada kouta, ada yang tidak tapi selama ini alhamdulilah lancar aja. Keluhan dari orangtua sama murid paling keluhannya masalah kuota,” tandasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon Ismatullah menerangkan bahwa pihaknya saat ini memaksimalkan pembelajaran daring melalui sarana dan prasana yang ada.
“Adapun terkait kaitan dengan pemkot sudah memandatkan kepada dinas pendidikan aktifitas daring itu sehingga berjalan dengan baik dan lancar,” kata Ismatullah.
Menurutnya sejauh ini Dindik Kota Cilegon sudah melakukan pembelajaran dengan sistem online atau daring sesuai dengan arahan dari pemerintah daerah maupun pusat.
“Untuk daring ini ada yang efektif untuk sekolah, orangtua yang memiliki fasilitas lengkap tapi kalau fasilitas yang tidak lengkap itu seperti contoh di Cipala di Gunung Batur terus beberapa daerah di Cibeber yang akses internetnya terkendala itu pada akhirnya kita menggunakan WA (Whatshap), menggunakan daring secara program yang kita lakukan kalau yang dari murni bisa mengakses dari laptop dari akses wifi maupun internetnya ada, sehingga itu berjalan karena fasilitas sekolah, fasilitas orang tua lengkap,” terangnya.
“Jadi kalau disebut efektifnya ya efektif untuk yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai,” sambung Ismatullah.
Mantan Kabag Kesra Setda Kota Cilegon ini mengatakan terkait dengan keluhan yang masuk dari pihak guru, orang tua maupun murid, pihaknya mengaku banyak sekali masukan salah satunya mengenai sinyal internet dan lain-lain.
“Murid tentunya tidak berkembang, kemampuan kreatifitas dalam pembelajarannya. Dikarenakan mereka tidak memiliki sarana tanya jawab, berinteraksi dengan gurunya secara langsung padahal kemampuan bertanya jawab itu merupakan tujuan pendidikan juga. Dengan daring ini seakan-akan tanya jawab itu hanya dengan literasi tertulis tidak bisa secara ekspresi mereka kepada gurunya dan guru juga tidak memiliki keleluasaan untuk menjawab pertanyaan siswa karena melayani siswa yang 30 orang misalkan sekelas dalam waktu yang bersamaan,” tuturnya.
Salah satu guru SD di Kabupaten Serang, Titin Uliawati, mengatakan bahwa saat ini dirinya memang kesulitan dalam melakukan pembelajaran secara daring. Apalagi di tempat ia mengajar, mayoritas peserta didik merupakan anak dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ataupun buruh pabrik yang anaknya dititipkan kepada kakek dan nenek mereka.
“Banyak dari mereka yang tidak memiliki ponsel pintar untuk menunjang pembelajaran daring. Terlebih yang mengasuh mereka merupakan kakek dan nenek mereka yang masih tidak terbiasa dengan teknologi,” ujarnya.
Senada disampaikan oleh salah satu guru di Kota Serang, Fatmawati. Ia mengatakan, banyak dari para peserta didik yang tidak memiliki fasilitas penunjang dalam pembelajaran daring. Kalaupun ada, ia mengaku bahwa sedikit sekali peserta didik yang benar-benar mengikuti pembelajaran.
“Gak semua siswa punya WhatsApp. Kalaupun ada, yang benar-benar mengikuti pembelajaran itu palingan hanya tiga atau empat orang saja yang mengikuti. Padahal kan satu kelas itu ada 26 orang lebih dan yang memiliki WhatsApp itu ada 15 orangan,” katanya.
Menurutnya dalam kondisi seperti saat ini, orang tua didik dapat benar-benar memantau pola belajar dari anaknya. Dengan demikian, meskipun pembelajaran tidak dilakukan dengan tatap muka, para peserta didik dapat mengikuti pembelajaran semaksimal mungkin.
“Karena kami para guru juga tidak mungkin mengontrol murid kami secara daring. Peran orang tua sangat penting pada saat ini. Dampingi terus anak-anaknya, sehingga pendidikan dapat terus terjaga meskipun tidak tatap muka,” tegasnya.
Sementara itu, Dindikbud Kabupaten Serang menyatakan bahwa dalam menunjang pembelajaran jarak jauh atau daring, banyak hal yang telah dilakukan oleh pihaknya. Baik berupa aplikasi seperti google classroom, dan ada juga pembelajaran melalui media televisi.
“Dalam kondisi seperti ini, metode seperti itu yang dinilai paling efektif. Mau bagaimana lagi, karena sekarang kan peraturan dari pusat tidak diperbolehkan ada belajar di ruangan sekolah, maka dari itu kami menggunakan fasilitas yang ada,” ujar Kepala Dindikbud Kabupaten Serang, Asep Nugraha Jaya, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (9/5).
Menurutnya, tak sedikit keluhan yang diungkapkan oleh guru, tenaga pengajar, orangtua maupun murid. Pembelajaran yang menggunakan media daring, memiliki keterbatasan baik dari media pendukung saat melakukan aktivitas belajar mengajar melalui aplikasi, seperti dituntut untuk memiliki kuota dan koneksi internet yang bagus.
Asep mengatakan, meskipun tidak ada kewajiban dari Pemerintah pusat untuk melakukan proses belajar sesuai dengan kurikulum, pihaknya tetap melaksanakan upaya pembelajaran. Hal itu merujuk kepada SE dari Kemendikbud nomor 4 tahun 2020.
“Disitu dinyatakan, tidak boleh ada aktivitas belajar mengajar di kelas. Sekolah tidak boleh dilakukan pembelajaran. Peraturan yang dibuat ini sangat longgar sekali,” jelasnya.
Menurutnya, orientasi belajar yang dilakukan di rumah lebih ke arah pengembangan life skills atau ketrampilan hidup di masa Covid-19, dan tidak mengejar target kurikulum. Namun ia menegaskan, pihaknya terus berupaya menjalankan proses aktivitas belajar mengajar.
“Pembelajaran daring itu tidak menjadi keutamaan, namun tetap kami lakukan. Adapun pemerintah daerah menyiapkan pembelajaran daring tersebut, adalah sebagai alternatif,” tegasnya.
Dalam SE Kemendikbud dinyatakan bahwa dana BOS dapat digunakan untuk subsidi kuota bagi pelajar dan guru. Menanggapi hal tersebut, Asep mengaku bahwa bukan digunakan untuk membeli kuota. “Akan tetapi untuk menunjang yang proses belajar semasa Covid-19. Bukan hanya untuk kuota saja, kalau anak-anak dibagikan kuota seperti itu, kepentingan yang lain mau bagaimana,” ucapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang, Taufik Hidayat, menyatakan bahwa konsep belajar di rumah sebenarnya tidak asing bagi beberapa kalangan, bahkan disebut sebagai salah satu pendidikan alternatif dari jalur Pendidikan Non Formal. Menurut Taufik, efektifitas belajar di rumah harus dievaluasi secara keseluruhan.
“Kalau berbicara efektif, kita harus melakukan evaluasi secara keseluruhan. Yang pasti didalam surat edaran Menteri tersebut bahwa kegiatan yang pertama adalah Ujian Nasional dan Ujian Sekokah ditiadakan, untuk kelulusan sendiri sudah menjadi kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang dengan melihat hasil ujian semester awal sampai semester akhir,” jelasnya.
Untuk keluhan para guru, orang tua dan murid sendiri, ia menuturkan bahwa fasilitas di Kabupaten Pandeglang belum semua kecamatan memiliki sinyal internet yang memadai. Sehingga masih ada beberapa hal yang tidak dilakukannya daring.
“Tapi kami meberi tugas kepada semua guru melakukan dengan luring atau memberikan tugas seminggu sekali kepada muridnya. Meskipun tidak seluruh rumah disambangi oleh guru tersebut, paling menyambangi salah satu murid atau ketua kelompoknya karena kita harus tetap melakukan protokol kesehatan,” ungkapnya.
Kepala Dindikbud Kota Serang, Wasis Dewanto, menjelaskan bahwa sejak awal mula ditetapkannya status Provinsi Banten menjadi kejadian luar biasa (KLB), pihaknya telah melakukan antisipasi dengan menggelar rapat bersama jajaran Dindikbud.
Hasilnya, Dindikbud Kota Serang mengambil keputusan untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh kepada seluruh instansi pendidikan yang berada di bawah naungan mereka.
“Tujuannya yaitu pertama untuk menyelamatkan peserta didik dan yang kedua menyelamatkan masyarakat sekitar. Karena bisa kita bayangkan, ada berapa banyak jumlah peserta didik di Kota Serang ini, sedangkan sekolah adalah tempat guru dan murid saling berkontak erat,” ujarnya.
Menurut Wasis, pihaknya telah mempersiapkan metode pembelajaran yakni dalam jaringan (Daring) dan luar jaringan (Luring) agar proses belajar mengajar tetap berjalan.
“Mungkin untuk yang sudah memiliki ponsel cerdas atau komputer serta berada di wilayah dengan jaringan yang mumpuni, akan dengan mudah mengikuti belajar daring. Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki itu semua? Makanya kami juga mempersiapkan metode luring,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan Wasis, metode luring yang dimaksud olehnya yakni setiap peserta didik dipersilahkan datang ke sekolah satu persatu untuk diberikan tugas. Hal ini khusus bagi mereka yang tidak memiliki fasilitas penunjang pembelajaran daring.
Wasis mengakui, baik pembelajaran daring maupun luring masih belum efektif dalam pelaksanaannya. Namun menurutnya, di tengah pandemi saat ini, yang harus dikedepankan ialah bagaimana upaya maksimal dari pemerintah dalam memfasilitasi para peserta didik.
“Dinas Pendidikan mengupayakan untuk memfasilitasi secara maksimal. Memang dirasa kurang efektif tapi tetap diupayakan untuk maksimal, karena ini semua demi kebaikan bersama, untuk menyelamatkan anak didik kita,” jelasnya.
Selama masa pembelajaran di rumah ini juga Wasis mengakui bahwa banyak sekali keluhan yang masuk, baik dari peserta didik maupun orang tuanya. Salah satunya ialah bosan ketika harus terus berada di rumah.
“Jadi ada cerita seperti ini. Ada siswa yang bosan, bahkan merasa sedih dan kangen banget untuk bertemu dengan teman sekolahnya. Tapi selain itu memang keluhan-keluhan soal kuota yang boros, tidak ada jaringan dan tidak ada gawai yang memadai sering kami dapatkan,” ungkapnya.
Soal subsidi kuota internet melalui dana BOS, Wasis mengaku hal itu sudah diatur oleh Kemendikbud RI. Menurutnya, berdasarkan surat edaran Mendikbud, sekolah diperbolehkan untuk menyubsidi kuota bagi guru dan murid. Namun untuk teknisnya, diserahkan kepada setiap sekolah.
“Kuota data internet akan dibagikan kepada guru dan ataupun nantinya untuk siswa, itu ada di kebijakan dari masing-masing sekolah, kan ada juknisnya. Kami hanya rekomendasi dan mengawasi,” ucapnya.(MG-02/CR-01/MUF/DZH/LUK/PBN)
Tinggalkan Balasan