Anak-anak Daring, Orangtua Darting

Sekolah di zaman corona anak anak daring orang tua darting

JAKARTA,BANPOS- Sistem pembelajaran jarak jauh di zaman corona tak semudah dibayangkan di awal-awal. Masalah muncul di sana-sini. Mulai dari anak kurang konsentrasi, orangtua kesulitan membeli kuota internet, sampai repotnya orangtua membagi waktu mendampingi anak saat sekolah. Akhirnya, saat anak-anak belajar daring, para orangtua darting alias darah tinggi.

Sudah hampir enam bulan anak-anak belajar dari rumah. Belum ada kejelasan kapan sekolah akan dibuka kembali. Jangankan untuk zona merah atau kuning, untuk zona hijau saja belum jelas. Kondisi ini membuat sebagian masyarakat dongkol. Sebab, sekolah daring yang berjalan selama ini ternyata merepotkan.

Meski banyak keluhan, Mendikbud Nadiem Makarim masih belum memberikan solusi konkret. Dia hanya bilang, belajar mengajar sejatinya dapat dilakukan kapan dan di mana saja, termasuk dalam kondisi apapun.

“Situasi yang sulit bukannya mematahkan semangat belajar tetapi justru semakin menguatkan,” kata Nadiem, melalui rekaman video pada diskusi daring dalam rangkaian Hari Anak 2020, di Jakarta, kemarin.

Dia pun meminta peran serta orangtua agar lebih optimal dalam mendidik anak, terutama saat pembelajaran jarak jauh masih diterapkan. Menurutnya, pendidikan yang baik dan menggembirakan hanya dapat terwujud apabila semua pihak, mulai dari siswa, orangtua, dan guru saling bergotong royong dalam mengerjakannya.

Ketua Komisi X DPR Saiful Huda merasakan betul kesusahan para orangtua mengenai sekolah daring ini. Termasuk beratnya membeli kuota internet. Karena itu, dia mendesak Kemendikbud mengajukan dana darurat. Dana ini salah satunya digunakan untuk menyediakan kuota internet gratis.

Pengajuan dana ini, kata dia, juga bisa membantu meningkatkan serapan anggaran di Kemendikbud yang masih rendah. “Sekaligus juga menjadi jawaban atas keluhan Presiden terkait rendahnya penyerapan dana Covid-19,” ujar Saiful, kemarin.

Huda menjelaskan, belajar daring memunculkan banyak masalah. Antara lain banyak siswa yang belum punya ponsel pintar, keterbatasan dana untuk membeli kuota data, hingga tidak meratanya akses internet di sejumlah daerah. Kondisi ini memaksa para siswa melakukan berbagai upaya agar bisa tetap belajar.

“Sebagian siswa nongkrong di warung kopi untuk dapat wifi gratis, ada yang patungan dan berkumpul bersama untuk beli modem data, hingga naik ke ketinggian untuk dapat sinyal. Bahkan ada siswa yang nekat berangkat sekolah sendirian karena tidak punya smart phone,” ujarnya.

Komisioner KPAI Retno Listyarti ikut bicara. Kata dia, sekolah daring maupun luring selama pandemi Covid-19 sarat kendala. Sayangnya, tiidak terlihat langkah-langkah konkret Nadiem mengatasi berbagai ini.

Dia memaparkan, jutaan anak Indonesia saat ini terkurung di rumah. Para orangtua cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah. “Mereka kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi, dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah,” tegasnya.

Para guru juga sudah capek dengan kondisi sekarang. Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriawan Salim menyatakan, yang darting bukan hanya orangtua, tapi juga guru-guru. Dia membeberkan keluhan yang dialami murid dan orangtua sama dengan keluhan para guru.

Dia mencontohkan, seperti terbatasnya provider, uang untuk membeli paket data, hingga para siswa yang belum mempunyai smartphone. Apalagi, di sejumlah daerah, relokasi dana BOS untuk membeli paket internet belum diterima para guru. “Iya betul ini membuat kami mengeluh. Baru dua hari lalu kami bertemu para Serikat Guru dan keluhannya hampir sama di daerah,” jelasnya. (UMM/AZM/RMCO)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *