SERANG, BANPOS – Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Mazda Eko Sri Tjahjono, menyebut bahwa pengelolaan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi (WPOP), utamanya nonkaryawan perlu untuk dioptimalkan. Hal ini dikarenakan, jumlah wajib pajak pekerja bebas semakin bertambah, seiring dengan perkembangan industri digital belakangan ini.
Hal itu diungkapkan olehnya, dalam webinar series DDTC bertajuk ‘Pengelolaan Pajak Penghasilan WPOP’. Menurutnya, PPh OP terkait dengan pekerja bebas dan transaksi digital perlu dioptimalkan.
“Penerimaan PPh OP perlu ditingkatkan, karena secara jumlahnya masih minim. Selain itu, masih terdapat sektor yang belum bisa di-cover, seperti transaksi-transaksi yang dilakukan pekerja bebas dan tranksaksi digital,” ujar Mazda, Kamis (6/8).
Ia mengatakan, subjek pajak WPOP terbagi menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN), yang terdiri atas pegawai tetap dan tidak tetap, penerima pensiun, pengusaha, serta pekerja bebas dan subjek pajak luar negeri yaitu tenaga kerja asing.
Dalam kesempatan itu juga, Mazda menjelaskan teknis perhitungan PPh untuk pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan pekerja bebas.
“Setiap wajib pajak memiliki kewajiban yang sama, tetapi masing-masing memiliki tata cara perhitungan penghasilan kena pajak berbeda,” tandasnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ayu Noorida Soerono menyatakan ada dua permasalahan utama terkait WPOP.
Ia menyebutkan, diantaranya adalah kepatuhan pajak rendah. Persoalan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan mahasiswa Sultan Ageng Tirtayasa di wilayah Banten.
“Dari penelitian itu, terdapat beberapa temuan atau kesimpulan,” jelasnya.
Persoalan lainnya adalah, rendahnya realisasi penerimaan pajak dari PPh Pasal 25/29 orang pribadi pada 2018, yang hanya 42,35 persen dari target.
Temuan yang dihasilkan dari penelitian itu berupa pengetahuan perpajakan masyarakat yang masih rendah, kemudian kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tidak berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak.
Diketahui pula, sanksi administrasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan yang terakhir yaitu, masyarakat memiliki NPWP hanya untuk memenuhi persyaratan tertentu, misal melamar kerja.
“Namun, mereka tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan,” tandasnya.
Dalam webinar series DDTC itu, hadir pula Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Akhmadi. Ia menyampaikan dalam sambutannya, bahwa FEB Sultan Ageng Tirtayasa terus berupaya memberikan terobosan dan perhatian khusus pada sektor perpajakan.
Mulai dari membentuk tax center, program studi khusus perpajakan, bekerjasama dengan Kanwil DJP Banten dalam program relawan pajak selama dua tahun terakhir, termasuk menjalin MoU dengan DDTC.
“Ini adalah jalan yang baik untuk mendekatkan kalangan akademisi dengan praktisi, karena kolaborasi keduanya akan menghasilkan value yang pasti lebih baik dibandingkan kita berjalan sendiri-sendiri,” ucapnya.
Sementara itu, Partner of Tax Research & Training Services DDTC, Bawono Kristiaji menilai topik pengelolaan PPh WPOP sangat strategis dan relevan. Pasalnya, Pemerintah masih harus menggali beberapa objek terkait dengan PPh OP, agar penerimaan pajak optimal.
“Apalagi Indonesia memasuki bonus demografi, sehingga memiliki basis pajak yang besar,” katanya.
Menurutnya, penting untuk memperhatikan cara agar pengelolaan basis pajak tersebut dapat tercermin dalam pos penerimaan pajak, baik dari segi kebijakan maupun administrasi.
“Tahun lalu sudah ada SE dirjen pajak mengenai implementasi compliance risk management (CRM). Dengan adanya penerapan CRM kita juga berharap semoga pengelolaan dan perlakuan WPOP semakin baik,” ujar Bawono.
Sekadar informasi, webinar tersebut merupakan seri keenam dari 14 webinar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT ke-13 DDTC, yang jatuh pada 20 Agustus. Webinar ini dilakukan bersama 15 perguruan tinggi dari 26 perguruan tinggi yang telah menandatangani kerja sama pendidikan dengan DDTC.
DDTC adalah sebuah lembaga riset dan konsultan yang bergerak dalam bidang perpajakan.(MUC)
Sumber: DDTC
Tinggalkan Balasan