Covid dan Percepatan Literasi Teknologi

DALAM 8 bulan terakhir, Covid-19 menjadi fokus perhatian semua orang. Masyarakat merasakan betul kekhawatiran terinfeksi virus asal Tiongkok tersebut. Apalagi, setiap hari kita disuguhkan beragam informasi, mulai dari penyebaran virus yang sudah mencapai ratusan ribu hingga banyaknya warga yang meninggal dunia.

Banyak aktivitas dan penghasilan masyarakat yang terganggu gegara korana ini. Tidak sedikit pula masyarakat yang terganggu secara ekonomi, seperti terkena pemutusan hubungan kerja dan mengalami kebangkrutan.

Itu salah satu sudut soal Covid-19. Karena dari sudut lain, kita melihat, Covid-19 membawa berkah tersediri, yaitu mempercepat akselerasi masyarakat Indonesia khususnya, dalam memsuki era baru, yaitu memasuki era informasi dan komunikasi.

Jauh sebelum ini, kebanyakan masyarakat Indonesia bertumpu pada sektor pertanian atau masyarakat agraris. Sejalan dengan perkembangan, Indonesia mulai bergeser ke era industrialisasi dan sekarang masyarakat dipaksa untuk mengikuti akselerasi ke era teknologi dan informasi.

Guru dituntut menguasai informasi dan teknologi, begitupun anak didik dituntut menguasai informasi dan komunukasi. Kita semua dipaksa mencari atau mengakses pengetahuan dari berbagai sumber belajar yang tidak terbatas. Orang tua dipaksa menyediakan infrastruktur.

Pemerintah juga dipaksa membuat regulasi pembelajaran daring. Dan kita semua dipaksa melakukan pendekatan daring. Belajar dengan daring, bekerja dengan daring, termasuk juga beribadah live streaming, seperti halnya tahlilan dan pengajian.

Jika akselerasi penggunaan informasi teknologi terus berkembang maka ke depan tidak terlalu diperlukan lagi gedung dan ruangan gedung, tidak memiliki ruang. Dalam bidang pendidikan, dulu ada rasio 1 guru mengajar 40 orang dan dua guru mengajar 80 orang. Dengan perubahan ini, seorang guru bisa mengajar puluhan bahkan ribuan hingga tak terbatas dalam satu kesempatan.

Kondisi ini jelas akan mempercepat apa yang dimaksud dengan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar. Mungkin ini menjadi kekuatan kata-kata bahwa ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim diangkat, muncul istilah-istilah baru, seperti bayar sekolah online, belajar online dan semuanya di rumah. Kenyataannya, sekarang sebagian dari kita belajar, berjualan dan bekerja di rumah.

Diakui atau tidak, pandemi membantu proses akselerasi, untuk memasuki era baru dan semuanya dilayani dengan pendekatan baru bernama digital. Dan kalau berbicara dunia usaha, mereka sudah lebih awal membangun bisnis digital, seperti e-commerce.

Dalam sektor birokrasi, digitalisasi layanan juga sudah mulai dilaksanakan. Kita mengenal istilah MAL pelayanan kependudukan dan juga smart citty. Beberapa daerah di Indonesia sudah melakukan inovasi layanan dan penggunaan digital. Tujuanya untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan.

Namun, tidak ada yang lebih lebih hebat dari Covid-19 untuk mendorong percepatan akselerasi kita memasuki era baru. Pembelajaran e-learning yang sudah diwacanakan sejak lama, kini benar-benar dilaksanakan.

Hanya saja, jangan sampai proses pembelajaran e-learning diwarnai malapraktik. Karena sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari malapraktik bidang kesehatan. Jika ada seorang tenaga kesehatan salah memberi obat maka dampaknya hanya terhadap satu orang. Bagaimana ketika seorang tenaga pendidik melakukan kesalahan dalam memberikan materi pelajaran. Tentu akan sangat banyak yang terdampak.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *