SERANG, BANPOS – Polemik buruh versus Gubernur Banten yang berujung terhadap penangkapan membuat Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, menyatakan akan turun tangan dalam konflik tersebut. Andika mengaku akan turun tangan sebagai mediator, sehingga permasalahan yang terjadi tidak berkepanjangan.
Hal itu disampaikan oleh Andika usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Provinsi Banten. Andika mengaku bahwa dirinya selaku Wakil Gubernur mengapresiasi perjuangan yang dilakukan oleh massa aksi buruh.
“Kami melihat memang kondisi kemarin merupakan kondisi yang tidak baik. Namun mudah-mudahan kami bisa selesaikan, mencari jalan keluarnya,” ujarnya, Selasa (28/12).
Andika mengaku bahwa dirinya saat ini bertugas sebagai mediator antara Gubernur dengan buruh. Targetnya, kedua pihak yang berseteru itu dapat segera selesai.
“Saya sedang berupaya untuk memfasilitasi, mediasi, agar persoalan ini tidak berkepanjangan. Kami sesegera mungkin, bagaimana caranya segera mediasi untuk bisa duduk bersama-sama,” katanya.
Ia pun meyakini bahwa Gubernur Banten merupakan orang yang bijaksana, sehingga bisa diajak duduk bersama dan berdialog. Agar nantinya, permasalahan yang terjadi bisa mencapai jalan keluar.
“Nanti dari mediasi itu, dari komunikasi itu, harus ada jalan keluarnya (termasuk mencabut laporan). Saya berupaya sebagai Wakil Gubernur, akan menjembatani. Kita jaga kondusifitas Banten,” terangnya.
Terpisah, Dua Presiden Serikat Buruh menyambangi Polda Banten untuk menjemput dua buruh yang dijadikan tersangka dalam pembajakan kantor Gubernur Banten, Selasa (28/12). Kedua buruh tersebut keluar dari Rutan Polda Banten yang dijemput langsung oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, mengaku bahwa pihaknya telah mengajukan penangguhan hukum melalui tim kuasa hukum. Ia berharap kepada Gubernur Banten, Wahidin Halim, agar mencabut laporannya, untuk menciptakan restorative justice yang digaungkan oleh Polri.
“Kita menunjukkan kebesaran hati kita dan kejelasan kita menghadapi penegakan hukum dengan sangat baik. Kami berharap Gubernur Banten mencabut laporannya, untuk menciptakan restorative justice yang digaungkan oleh Polri,” ujarnya, di Mapolda Banten.
Menurutnya, tidak ada gunanya memperpanjang masalah ini, karena hal itu merupakan persoalan antara bapak dengan anak. Anak ingin mendapatkan perhatian bapaknya, kata dia, harusnya Gubernur bisa memberikan ruang dialog.
“Semua ini terjadi karena pak Gubernur tidak menemui buruh,” ucapnya.
Ia menyebutkan bahwa penangguhan penahanan tersebut merupakan sebagai salah satu upaya langkah restorative justice. kedua buruh tersebut yaitu Omsar Simbolon dan Muhammad Mamdan Fakih.
“Saya bersama dengan Said Iqbal melakukan penjemputan dua rekan kami yang saat ini ditangguhkan penahanannya, kami yakin tidak ada kesengajaan dan niat jahat dari mereka untuk menghancurkan, merusak, terjadi dengan spontanitas,” jelasnya.
Andi mengungkapkan, pada saat aksi demonstrasi saat itu, tidak ada ruang pertemuan dan tidak ada pejabat Pemprov yang menemui buruh, hingga terjadi emosi. Pihaknya mengakui tindakan memasuki ruang Gubernur, duduk-duduk di atas meja itu salah.
“Tetapi tidak ada unsur kesengajaan di sana, itu spontanitas yang terjadi pada saat itu,” katanya.
Ia menegaskan, buruh sudah meminta maaf terhadap Gubernur Banten. Pihaknya berharap Wahidin Halim dengan kebesaran hati bisa membuka ruang restorative justice yang digaungkan oleh Polri, yaitu bisa terjadi ruang dialog layaknya bapak dengan anak.
“Sebagai presiden buruh, saya dengan Said Iqbal punya tanggungjawab dan siap menjaminkan diri kami untuk menangguhkan penahanan kawan-kawan tersebut,” tegasnya.
Langkah kedepan, proses hukum siap diikuti dengan baik sebagai warga negara yang baik. Akan tetapi ia berharap, restorative justice lebih dikedepankan dulu.
“Buruh bisa membuktikan, tidak ada yang melarikan diri sama sekali, menghadapi penegakkan hukum,” ucapnya.
Berpijak pada harapan, kata dia, yang diperjuangkan para buruh adalah hak-hak sebagai buruh. Hak-hak sebagai buruh yang memang terdzolimi untuk membela haknya dan keluarganya.
“Tidak ada hal lain dan tidak ada perintah, instruksi organisasi untuk merusak, tidak ada sama sekali. Semua sudah dibebaskan, ada 3 yang kena pasal 170, ditangguhkan penahanannya. Kami berharap dengan pencabutan pelaporan dari Gubernur, kasusnya akan selesai dengan restorative justice,” tandasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga, membenarkan adanya penangguhan penahanan yang diajukan oleh pihak buruh terhadap dua tersangka. Menurutnya, dikabulkannya penangguhan penahanan itu atas dasar kemanusiaan yang juga diatur dalam hukum acara pidana, terutama pasal 31.
“Dengan alasan kemanusiaan, Polda Banten Banten mengabulkan permohonan penangguhan yang diajukan oleh para tersangka,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh BANPOS.
Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa penjamin dalam penangguhan penahanan tersebut bukan hanya dari pihak keluarga saja. Akan tetapi, bertindak sebagai penjamin lainnya yaitu pimpinan serikat pekerja dimana mereka berkumpul atau menjadi anggota.
“Kemudian pertimbangan penangguhan penahanan dikabulkan bahwa tersangka ini adalah tulang punggung dari keluarga, sehingga dengan pekerjaannya sebagai buruh, diharapkan setelah penangguhan mereka tidak di PHK tetapi tetap produktif untuk menghidupi keluarganya,” jelas Shinto.
Ia menjelaskan, satu tersangka bahkan istrinya baru saja melahirkan putra kembar pada Oktober lalu yang membutuhkan perhatian besar dari tersangka. Hal itulah yang menjadi alasan kemanusiaan, sehingga Ditreskrimum Banten mengabulkan permohonan penangguhan atas kedua tersangka tersebut.
“Kedua tersangka juga telah menyampaikan ungkapan penyesalan dan permohonan maaf atas peristiwa yang mereka lakukan secara terbuka kepada bapak Gubernur Banten ,” tandasnya.(MUF/DZH/PBN)