SERANG, BANPOS – Buruh yang saat ini masih bersitegang dengan Pemprov Banten mengucapkan selamat atas ‘kemenangan’ Pemprov Banten dalam perseteruan tersebut. Namun, buruh bertekad ‘membalas kekalahan’ dengan tetap mengusung agenda revisi kenaikan upah minimum 2022.
Diketahui, aparat kepolisian melakukan tindakan cepat dengan menetapkan enam orang tersangka dari buruh penerobos ruang kerja Gubernur Banten. Dua dari mereka langsung ditahan setelah menerima laporan dari kuasa hukum gubernur. Sementara enam orang pelaku lainnya masih diburu.
Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga menyampaikan Polda Banten serius dalam menangani Laporan Polisi Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya. Setelah mengidentifikasi pelaku, tim penyidik bertindak cepat dengan mengamankan pelaku.
Shinto Silitonga menjelaskan Kurang 24 jam pasca pelaporan Ditreskrimum Polda Banten berhasil mengamankan para pelaku. “Pasca mengetahui identitas pelaku, kurang dari 24 jam pasca pelaporan, penyidik Ditreskrimum melakukan rangkaian penangkapan terhadap para pelaku sejak Sabtu (25/12) dan Minggu (26/12), yaitu AP (46), laki-laki, warga Tigaraksa, Tangerang, SH (33), laki-laki, warga Citangkil, Cilegon, SR (22), perempuan, warga Cikupa, Tangerang, SWP (20), perempuan, warga Kresek, Tangerang, OS (28), laki-laki, warga Cisoka, Tangerang, dan MHF (25), laki-laki, warga Cikedal, Pandeglang,” ujar Shinto Silitonga, saat konferensi pers yang didampingi oleh Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, dan Kuasa hukum Gubernur Banten Asep Abdulah Busro dari ABP Law Firm, Senin (27/12).
Shinto Silitonga menyampaikan bahwa personel pengamanan sudah ada bersamaan dengan peralatan dalam pelayanan penanganan aksi unjuk rasa buruh. “Kami Polda Banten saat itu ada untuk melakukan pengamanan saat penanganan aksi unjuk rasa buruh dengan mengedepankan pendekatan persuasif untuk tidak berbenturan dengan massa buruh dalam pelayanan aksi ketika itu,” ujar Shinto Silitonga.
Terakhir Shinto Silitonga menghimbau kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sesuai UU yang berlaku, “Polda Banten menghimbau untuk para pihak dapat menyampaikan pernyataan yang menyejukkan di ruang publik, dan mempercayakan penanganan terhadap para tersangka pada Polda Banten,” ujar Shinto Silitonga.
Sementara itu Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal menyampaikan dari hasil pemeriksaan atau proses penyelidikan terhadap enam tersangka tersebut, selanjutnya ke enam terperiksa tersebut dinaikan statusnya menjadi tersangka.
“Dari hasil penyidikan empat tersangka yaitu AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20) dikenakan pasal 207 KUHP tentang secara sengaja dimuka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja Gubernur, mengangkat kaki di atas meja kerja Gubernur dan tindakan tidak etis lainnya, dengan ancaman pidana 18 bulan penjara, terhadap 4 tersangka tersebut tidak dilakukan penahanan,” ujar Ade.
Sedangkan untuk dua tersangka OS (28) dan MHF (25), Ade menjelaskan mereka dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama, “Dua tersangka terakhir dikenakan Pasal 170 KUHP yaitu bersama-sama melakukan pengrusakan terhadap barang yang ada di ruang kerja Gubernur Banten, dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara,” kata Ade.
Dari hasil penangkapan para tersangka, Ade mengatakan Ditreskrimum Polda Banten berhasil mengamankan Barang bukti dari tersangka, “Hasil dari penangkapan para tersangka, Kami mengamankan barang bukti berupa dokumen video baik dari CCTV maupun dari sumber lainnya, anak kunci, engsel besi pintu, topi, hp dan beberapa baju,” ujar Ade.
Selanjutnya Ade menyampaikan hasil sesuai dengan fakta-fakta hukum dan dokumentasi yang sudah dimiliki penyidik, masih ada 6 pelaku lainnya yang masih dalam pencarian. Mereka diminta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, agar secara persuasif dapat datang ke penyidik Ditreskrimum Polda Banten.
Kuasa hukum Gubernur Banten Asep Abdulah Busro dari ABP Law Firm menyampaikan apresiasi kepada Polda Banten atas penanganan kasus yang progresnya cukup cepat. “Kami berterima kasih dan mengucapkan apresiasi kepada Polda Banten kurang dari 24 jam sudah mengamankan 6 tersangka pengrusakan dan penerobosan masuk ke ruang kerja Gubernur Banten,” kata Asep.
Asep Abdulah menyampaikan Gubernur Banten membuka peluang untuk proses Restorative Justice unutk menuntaskan kasus ini. “Gubernur Banten membuka peluang untuk Restorative Justice yaitu penyelesaian jalan damai namun semua ketentuan diserahkan sepenuhnya kepada penyidik Ditreskrimum Polda Banten,” ujar Asep.
Sementara itu dua orang tersangka dari serikat Buruh yaitu SWP (20) dan SH (33) meminta maaf atas perbuatan mereka yang telah memasuki ruangan Gubernur. “Kami meminta maaf kepada Gubernur Banten karena sudah masuk dan menduduki kursi serta menaikan kaki ke atas hal tersebut kami lakukan bersifat refleks atau secara spontan tanpa ada niat untuk menghina bapak Gubernur Banten,” ujarnya.
Sementara itu, Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengucapkan selamat kepada gubernur dengan adanya kasus penangkapan buruh tersebut. “Selamat Pak Gubernur atas keberhasilannya sementara menahan rakyat buruh, saya berharap Gubernur sadar diri bahwa yang dilakukannya ini bukan jalan keluar yang baik, namun malah sebaliknya dikhawatirkan menaikkan suhu perlawanan,” kata Ketua DPP SPN Puji Santoso, Senin (27/12)
Adanya proses hukum di Polda Banten atas beberapa buruh, pihaknya mengaku akan mengikuti proses yang ada. Serta terus memberikan suport kepada rekan-rekan buruh yang saat ini berstatuskan tersangka dan ditahan agar dibebaskan.
“Seluruh elemen Buruh Banten dan dukungan dari Nasional akan tetap menghormati proses hukum di Polda Banten ini sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada, salah satu upaya yang akan dilakukan dengan mengajukan penangguhan penahanan,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada WH agar mencabut laporanya, serta melakukan komunikasi yang baik dengan buruh. “Kami meminta Gubernur untuk mencabut laporan di Polda Banten, meminta maaf kepada buruh Banten untuk keseluruhan, dan selanjutnya perlu dipahami kejadian ini karena gagalnya Gubernur Banten membangun komunikasi dengan buruh, dan sebaliknya malah menutup komunikasi dari segala arah.
Selain itu, ia menyatakan buruh juga terpancing dengan ucapan WH yang dinilai arogan dan seakan mengimbau kepada para pengusaha di Banten untuk melakukan tindak pidana dan akhirnya menimbulkan reaksi buruh yang cukup besar. “Maka sudah dapat dikatakan bahwa Gubernur Banten telah gagal membawa amanah rakyat, maka sudah patut untuk dimakzulkan,” jelasnya.
WH menurutnya, seolah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menghasut para pengusaha untuk memecat buruhnya dan menggantikan dengan buruh yang diupah Rp2,5 juta per bulan. “Statement yang arogan tersebut, telah memicu dan memunculkan reaksi berupa kerusuhan dan keresahan rakyat, khususnya kaum buruh,” ungkap Puji
Dengan politik playing victim yang sedang dimainkan saat ini, lanjutnya, seolah diarahkan untuk konflik sesama rakyat Banten. Hal ini dilakukan untuk menutupi kesalahan atas ucapannya. “Gubernur Banten sudah gagal dalam memimpin, mengayomi dan membela rakyatnya saat ini. Dengan niatan memenjarakan rakyat buruh, maka Gubernur Banten sudah gagal dalam tugas sebagai abdi rakyat dan abdi negara,” tegasnya.
Ia menyatakan belum dapat menanggapi terkait tawaran jalan damai atau restorative justice yang ditawarkan oleh Gubernur Banten tersebut. Hal ini dikarenakan belum secara detail diketahui tawarannya. “Kalau ada restorative justice saya rasa ini langkah bagus. Tapi saya belum bisa berkomentar lebih banyak lagi atas itu, karena saya belum tahu perdamaiannya seperti apa,” katanya.
Dan jika nanti terjadi restorative justice antara buruh dengan WH, Puji mengaku kesepakatan perdamaian nantinya tidak akan menyurutkan tuntutan buruh yang ingin upah minimum dinaikan. “Kalau upah minimum karena itu bagian daripada perjuangan segera harus dituntaskan,” katanya.
Sementara itu, Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad meminta WH untuk membuka ruang komunikasi dengan buruh, bukan menutup rapat-rapat dan melaporkan aksi buruh pada 22 Desember lalu ke Polda. “Di tengah polemik persoalan buruh yang terus bergulir dan memanas, sudah seharusnya Gubernur juga menyadari bahwa fokus persoalan utama yang perlu ditempuh adalah segera melakukan dialog dengan representasi dengan buruh. Inilah yang dibutuhkan dan penting. Sebagai pemimpin, Gubernur sebaiknya tidak membiarkan kondisi ini tanpa dialog, saya pikir bukan hal yang berlebihan untuk dialog. Mengapa takut untuk berdialog?” jelas Ikhsan.
Saat ini yang dibutuhkan oleh buruh adalah berkomunikasi, bukan pelaporan layaknya seperti memberi hukuman kepada pelaku kriminalitas. Jangan sampai publik menilai pemimpin Banten saat ini adalah seorang yang ingin menang sendiri. “Mungkin lebih tepat, saatnya Pak WH mendengar dan mau berdialog dengan buruh, tidak boleh melulu melihat dari perspektif Pak WH, kalau tidak maka bisa dikatakan pemimpin yang egois,” ujarnya.(RUS/PBN/ENK)