SERANG, BANPOS – Ratusan buruh menduduki kantor Gubernur Banten, Rabu (22/12) malam. Mereka kecewa karena tak berhasil menemui Gubernur Banten, Wahidin Halim untuk menyampaikan tuntutan merevisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Aksi itu dinilai
Berdasar pantauan BANPOS, aksi yang digelar buruh yang datang sejak tengah hari, berlangsung cukup panas. Sejak siang, mereka menuntut Wahidin Halim merevisi besaran UMK di kabupaten/kota se-Provinsi Banten. Tuntutan juga disampaikan dengan kata-kata pedas yang menyerang Gubernur Banten.
Aksi buruh Banten yang kesekian kalinya itu terpantau sampai memblokade jalan Syekh Nawawi Al Bantani di depan KP3B. Akibatnya kendaraan yang melintas di jalur itu tidak bisa lewat dan menimbulkan kemacetan yang sangat panjang.
Hingga sore hari, tak ada tanda-tanda bakal ada pejabat Pemprov Banten yang bakal menemui buruh. Sementara buruh semakin gerah dan terus mendesak bertemu Wahidin.
Pada pukul 16.00-an, buruh berhasil masuk ke dalam kawasan KP3B. Namun, aparata keamanan masih bisa menahan buruh untuk merangsek lebih jauh.
Namun, sekira pukul 17:15, buruh bergerak menuju Pendopo Gubernur Banten dan tetap menuntut bertemu dengan orang nomor satu di Provinsi Banten itu. Massa buruh sempat tertahan di depan Kantor Gubernur.
Buruh yang sudah terlanjur kecewa akhirnya merangsek masuk ke dalam ruang kerja Gubernur Wahidin Halim. Namun, gubernur yang dicari tak ada di tempat sehingga buruh hanya menemui ruang kosong.
Buruh yang makin kesal akhirnya menduduki ruang kerja Gubernur Banten. Bahkan beberapa masa aksi juga melontarkan kalimat umpatan. Beberapa diantaranya juga melakukan penjarahan makanan dan minuman di dalam lemari pendingin yang ada dalam ruangan itu.
“Mana gubernurnya. Wahhh…enak amat ini ruang kerja gubernur,” teriak salah seorang pendemo dalam sebuah video yang beredar di kalangan wartawan.
Mereka berhasil masuk ke ruang kera WH, karena jumlah aparat kepolisian dan petugas keamanan dalam (Pamdal) Pendopo Gubernur Banten kalah banyak.
“Saya lihat buruh sepertinya dibiarkan masuk ke dalam ruang kerja gubernur. Saya lihat ada petugas polisi dan Pamdal, tapi mereka diam saja,” kata seorang pengunjuk rasa, Sri.
Karena sadar yang dicari tak ada di ruangannya, para buruh kemudian kembali ke lokasi aksi. Mereka bergabung dengan buruh lain yang melanjutkan aksi di tempat itu.
Setelah para buruh keluar dari ruangan Gubernur, sekitar pukul 21:00 WIB, sebenarnya Pemprov Banten mengutus kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Banten Al Hamidi untuk menemui para demonstran. Namun, buruh keukeuh untuk bertemu dengan Wahidin Halim.
Hingga tulisan ini diturunkan, massa buruh masih bertahan di areal pendopo Pemprov Banten. Mereka menyatakan akan tetap bertahan sampai tuntutannya dikabulkan.
Ardani salah seorang buruh mengatakan, demo ini merupakan akumulasi persoalan dari tuntutan kenaikan upah. Para buruh juga melakukan aksi penuh emosi karena disulut pernyataan Wahidin Halim yang meminta agar pengusaha mencari pegawai baru ketimbang mempertahankan buruh yang memperjuangkan kenaikan upah.
“Terlebih setelah gubernur Banten Wahidin Halim, menyatakan pengusaha cari pegawai baru saja. Kalau buruh tidak mau,” katanya.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten, Intan Indria Dewi mengatakan, aksi demonstrasi ini menuntut Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) untuk segera merevisi UMK 2022. Dimana buruh menuntut kenaikan UMK sebesar 5,4 persen.
“Kita masih menuntut (kenaikan UMK 2022) 5,4 persen. Dengan dasar pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional,” kata Intan.
Intan juga menilai, Gubernur Banten seharusnya mencontoh kepala daerah lain dalam menentukan besaran kenaikan UMK 2022 tanpa berpatokan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
“Gubernur (DKI Jakarta) Anis Basweda sudah merevisi UMK 2022. Alasannya merujuk data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan pertimbangan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi di Jakarta,” paparnya.
“Harusnya Gubernur Banten juga berpatokam ke arah sana. Jangan berpatokan PP 36, ada nilai-nilai kemanusiaan yang jadi pertimbangan. Kan di sini bisa mencontoh DKI Jakarta, Gubernur Sumatera Barat yang (dalam menetapkan UMK) tidak berpatokan pada PP 36,” sambungnya.
Lebih lanjut, menurut Intan, dengan adanya surat rekomendasi LKS Tripartit, seharusnya Gubernur Banten tak ada lagi ketakutan untuk merevisi UMK.
“Ajuan LKS Tripartit sudah disepakati. Di dalam (Tripartit itu juga) ada unsur Apindo dan serikat buruh. Harusnya Gubernur tak ada ketakuan lagi merevisi UMK 2022,” ujarnya.
Masih dikatakan Intan, aksi buruh yang masuk ke ruang kerja WH merupakan bentuk kekecewaan. Selama ini WH tidak permah mau menemui teman-teman buruh. Bahkan membuat pernyataan yang menyakiti perasaan buruh.
“Kita hanya mau audiensi dengan gubernur, tapi tidak ada satupun orang yang mau menemui kita, makanya tadi ada yang masuk (pendopo). Dan kita sudah melihat dan mendengar hanya gubernur Banten saja yang tidak mau mendengar aspirasi kami, aksi kami dari tanggal 6 sampai 10 Desember 2021 kemarin, tidak satu kalipun kami ditemui oleh gubernur,” kata Intan.
Adapun keinginan WH yang meminta pengusaha menggantikan buruh, dikatakan Intan yang layak adalah mengganti gubernur.
“Mengganti tenaga kerja yang jumlahnya ratusan ribu yang memiliki skill atau keahlian tidak gampang dan murah. Lebih mudah mengganti Gubernur Banten yang hanya satu orang. Lebih baik gubernurnya diganti saja. Ingat gubernur itu jabatan politis. Tidak seperti kita. Dan kita akan bertahan disini, sampai gubernur mau menemui kita,” kata Intan.
Terpisah, aksi buruh yang merangsek masuk dan menduduki ruangan Gubernur Banten, Wahidin Halim dituding menandakan wibawa Gubernur secara pribadi dan Pemprov Banten secara umum sudah runtuh. Sekjen Jaringan Informasi Kinerja Aparatur (JIKA), Tb Hadi Mulyana menyampaikan keheranannya atas peristiwa itu. Menurutnya, sangat aneh jika ruangan kerja Gubernur bisa dimasuki oleh para pengunjuk rasa.
“Dalam beberapa video yang beredar, para buruh mendobrak pintu masuk ruangan Gubernur. Mereka bebas berkeliaran, sepertinya ini baru terjadi di negeri ini,” beber Hadi Mulyana.
Dia juga mempertanyakan protap keamanan di Pemprov Banten, sehingga ruangan kerja Gubernur dengan gampangnya diacak-acak pihak luar.
“Saya melihat ini seolah ada pembiaran. Untuk lingkungan pemerintahan, ruangan gubernur adalah tempat sakral. Lantas ke mana Satpol PP? Aparat keamanan harus menyelidiki kasus ini dengan serius. Ada apa dibalik kejadian ini,” ungkap Hadi Mulyana penuh tanya.
Mengetahui ruang kerjanya diduduki buruh, Wahidin Halim pun berang. Dia meminta polisi bertindak tegas dan menangkap massa buruh yang disebutnya bertindak anarkis karena telah merusak fasilitas pemerintah.
“Saya sangat menyesalkan tindakan anarkisme dan ketidaksantunan dari buruh,” ujar Gubernur WH dalam siaran persnya, Rabu (22/12) malam.
“Saya meminta agar aparat kepolisian dapat bertindak tegas terhadap oknum pendemo yang telah anarkis dan merusak fasilitas pemerintah,” kata dia.
Sedangkan soal tuntutan buruh untuk merevisi UMK, Wahidin keukeuh keputusannya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tentang pengupahan. Dia juga mengaku tidak akan merevisi UMP dan UMK selama tidak ada intruksi aturan dari pemerintah pusat.
“Saya patuh terhadap aturan yang berlaku, dan tidak akan merevisi keputusan selama tidak ada intruksi dari pemerintah pusat, dan sampai saat ini tidak ada intruksi revisi dari pemerintah pusat,” tegas WH.(RUS/ENK)