SERANG, BANPOS – Anggota DPR RI, Muhamad Nasir menuding PT Krakatau Steel (KS) telah melakukan praktik penyelundupan baja dari Cina. Namun, banyak pihak yang menilai tuduhan terhadap produaen baja terbesar di Asia Tenggara itu tak mendasar.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Rabu (24/3/2021) lalu, Muhamad Nasir menyebutkan, bahwa ada potensi kehilangan uang negara hampir Rp10 triliun akibat impor baja dari Cina. Adapun modus yang dilakukan dengan cara mengecap baja impor asal China dengan merek Krakatau Steel. Rapat itu dihadiri juga Dirut PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, Dirut PT Krakatau Steel (Persero), dan Dirut PT Krakatau Daya Listrik.
Namun, tudingan itu banyak diragukan kebenarannya, karena dinilai tidak mendasar dan tidak masuk akal. Seperti disampaikan akademisi Universitas Sahid Jakarta, Natalis Situmorang. Dia mengaku sangat menyayangkan tudingan yang dialamatkan kepada PT KS itu.
“Sebenarnya sebagai seorang pejabat negara (anggota DPR), Muhammad Nasir harus bisa membuktikan ucapannya soal baja yang dari Cina tetapi dicap Krakatau Steel. Anggota DPR Muhammad Nasir harus menjelaskan, PT apa di Bekasi, yang beliau datangi, apalagi kalau bon fakturnya dari PT Krakatau Steel. Kok, PT itu bisa tahu, itu baja dari Cina,” tegas Natalis di sela-sela rapat Dewan Pengurus Nasional (DPN) Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI), di Slipi, Jakarta, Sabtu (27/3/2021).
Natalis selaku Sekretaris Dewan Pakar, DPN MPI mengatakan, Muhammad Nasir harus bisa mempertanggungjawabkan tudingannya sehingga tidak menjadi fitnah.
“Hal ini penting supaya jangan menjadi fitnah. Apalagi ini masih ditangani Polda Metro Jaya seperti yang disampaikannya. Jangan sampai ini menjadi bola liar yang bisa menekan aparat, karena disampaikan oleh pejabat negara terhormat,” ujar Natalis.
Sementara itu, salah satu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini sering membeli produk PT KS, Awara, membantah tudingan yang ditujukan terhadap PT KS terkait adanya penyelundupan baja dari Cina.
Awara mengaku, selama ini Direktur Utama (Dirut) PT KS Silmy Karim sangat profesional dan dekat dengan para pelaku UMKM di Cilegon. Malah, sejak dinakhodai Silmy Karim, PT KS mengalami perkembangan yang cukup pesat.
“Terbukti nih, saya sebagai UMKM yang merambah untuk pembelian produk prime (produk utama) di PT KS saat ini untuk membeli mesti ngantri. Ini karena saking banyak peminatnya,” ujar Awara.
Menurut Awara, PT KS justru telah melakukan ekspor produk baja Hot Rolled Coil (HRC), Hot Rolled Plate (HRP) dan Hot Rolled Pickled Oil (HRPO) ke Malaysia pada 1 Februari 2021 lalu, melalui pelabuhan PT Krakatau Bandar Samudera, Cilegon Banten.
Selain Malaysia, di tahun 2021 Krakatau Steel akan melakukan ekspor ke Australia maupun ke Eropa untuk negara Italia dan Spanyol. Masing-masing negara berbeda spesifikasi ekspornya. Untuk Malaysia Krakatau Steel mengekspor HRC, HRP, dan HRPO. Di Australia Krakatau Steel mengekspor HRP, sedangkan HRC diekspor untuk Italia dan Spanyol.
“Jadi, PT KS sudah memiliki banyak perubahan dan kemajuan setelah dipimpin Dirut Silmy Karim,” ujar Awara.
PT KS sendiri telah menjawab tudingan Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir terkait penyelundupan baja dari China. Silmy Karim membantah tudingan yang disebut merugikan negara hingga Rp10 triliun. Sejak diangkat menjadi orang nomor satu PT KS pada September 2018, Silmy mengaku tidak pernah menemukan atau melakukan aksi penyelundupan tersebut.
“Selama saya menjabat 2,5 tahun, Krakatau Steel tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan,” ujar Silmy dalam keterangan tertulis, Rabu (24/3/2021).
Justru, lanjut Silmy, Krakatau Steel sangat mengecam keras derasnya impor produk baja asal Negeri Tirai Bambu ke Indonesia.
“Dan terus berupaya agar industri baja Indonesia mendapatkan dukungan dan proteksi dari pemerintah,” katanya.
Silmy memastikan, berdasarkan data yang ia miliki, tidak ada produk jadi atau baja asal Cina yang dicap dengan logo Krakatau Steel.
“Sangat tidak logis tuduhan itu dilayangkan ke Krakatau Steel yang sejak dulu selalu memerangi unfair trade untuk baja impor khususnya dari Cina,” tegasnya.
Kendati demikian, Silmy memastikan, Krakatau Steel akan menindaklanjuti tuduhan ini dan terus melakukan pengecekan terkait hal tersebut.
“Kami berharap hal ini dapat ditindaklanjuti dan kami akan bersikap kooperatif jika ada penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwajib dalam menemukan kebenaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mengungkapkan bahwa ada potensi uang negara yang hilang hampir Rp10 triliun akibat impor baja dari China. Adapun modus yang dilakukan dengan cara mengecap baja impor asal China dengan merek Krakatau Steel.
“Mereka melebur bajanya dari China tetapi barang dari China ini sudah dicap dengan merek Krakatau Steel. Ada harga selisih yang dinikmati Krakatau Steel dan pengemplangan pajak. Sekarang kasusnya ada di Polda Metro hampir Rp10 triliun,” ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Demokrat tersebut, mengaku pernah menemukan produk asal Cina yang distempel Krakatau Steel, sehingga seolah-olah baja tersebut diproduksi oleh BUMN itu.
Nasir mengungkapkan, hal tersebut diketahuinya ketika mendatangi salah satu perusahaan besar peleburan besi dan baja. Dari situ ditemukan faktur yang menunjukkan bahwa suplai baja terbesar perusahaan tersebut berasal dari Krakatau Steel. Namun setelah diperiksa ternyata baja tersebut tidak diproduksi di dalam negeri melainkan hasil impor dari China.
“Ini barang tidak diproduksi sama Krakatau Steel. Ini produk impor. Gasnya selama ini dipakai untuk apa. Coba tolong dicek. Saya minta perlu rapat khusus melibatkan komisi III,” ujarnya.(ENK)