Penulis: admin

  • Polisi Ungkap Puluhan Kasus Curanmor dan STNK Palsu

    Polisi Ungkap Puluhan Kasus Curanmor dan STNK Palsu

    TANGERANG, BANPOS – Sebanyak 52 motor hasil curian berhasil diamankan Polres Metro Tangerang Kota selama dua pengungkapan sejak 15 Februari 2022 lalu. Dari jumlah itu, polisi juga telah mengamankan 28 pelaku dari jaringan yang berbeda-beda di wilayah hukum Polres Metro Tangerang Kota.

    Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Komarudin mengatakan, dari hasil itu polisi mengungkap kasus penerbitan STNK palsu. Modusnya, pelaku menitipkan motor kepada pembuat STNK. Kemudian, di sana dibuka nomor mesinnya.

    Lalu, dilakukan pengecekan dan perubahan nomor mesin. Caranya, kata Komarudin sederhana dan sangat mudah yakni diubah dengan menggunakan silet. Kemudian, hanya ditambal dengan pensil dan dimasukkan kembali. Setelah diubah, motor tersebut dijual dengan STNK yang sesuai dengan angka dan nomor mesinnya.

    “Ini yang menjadi menarik dari permasalahan ini, artinya bahwa di tengah masyarakat kita motor-motor hasil curian yang dilengkapi dengan STNK namun STNK-nya yang sudah diubah,” kata Komarudin, Senin (7/3).

    Komarudin mengatakan, modus ini telah dilakukan sejak lama. Pelaku telah menjual 50 STNK palsu dengan kisaran harga Rp 300 hingga Rp 500 ribu. “Ini masih kami kembangkan kepada siapa yang berangkutan menjual, tentunya pasti dimungkin akan bertambah tersangka yang akan kita ungkap,” katanya.

    Kata Komarudin, STNK palsu ini memang sulit bedakan dengan mata telanjang. Artinya butuh penelitian lebih dalam. Sebab, proses pemalsuan tersebut mendekati sempurna. “Jadi modusnya STNK yang lama modusnya mendapatkan dari tempat-tempat, pengakuannya mencari ke limbah-limbah kertas dan STNK, mereka menemukan,” katanya.

    Komarudin mengimbau kepada masyarakat untuk tak tergiur dengan harga murah motor yang ditawarkan, terutama di media sosial. Sebagian kasus kata dia terungkap di media sosial. Menjual motor mudah dengan kelengkapan STNK namun bodong. “Untuk masyarajat tergiur secara online harap berhati-hati,” pungkasnya.

    Dia mengungkapkan, pengungkapan kasus curanmor ini berawal pada Selasa, (15/02) malam saat tim jajarannya patroli dan mengamankan dua orang yang mencurigakan. Saat itu kedua pelaku ditemukan saat tengah berputar-putar di wilayah Kota Tangerang kemudian dihentikan oleh petugas. “Namun yang bersangkutan melakukan perlawanan. Namun berhasil juga dihentikan,” ujarnya.

    Dari tangan pelaku diamankan sejumlah barang bukti yang digunakan pelaku untuk melancarkan aksinya. Di antaranya, dua set kunci letter T, satu golok kemudian senjata api mainan. “Saat interograsi, mengembang kepada tindak pindana pencurian kendaraan bermotor, di mana dari hasil tersebut kami berhasil mengembangkan ke sejumlah TKP lain,” kata Komarudin.

    Hasil pengembangan itu selama dua pekan sejak 15 Februari 2022, polisi berhasil mengamankan 27 pelaku. Mereka bertugas sebagai pelaku pencurian hingga penadah. Dengan total kendaraan yang diamankan sebanyak 52 motor.
    “Untuk kami juga mengimbau masyarakat termasuk kota tangerang, kabupaten sekiranya ada laporan kecurian sepeda motor, silahkan kroscek ke Polres Metro dengan bukti kepemilikan. Karena beberapa yang berhasil kami temukan dari laporan polisi yang kami temukan,” pungkasnya.

    Salah seorang warga yang menjadi korban curanmor Fajar mengatakan, motornya bermerek Vario dengan pelat nomor B 4939 BJL hilang di kawasan Perum III Jalan Danau Maninjau 8, Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang pada Minggu (26/12/2021) lalu sekira pukul 18.24 WIB.

    “Alhamdulillah motor saya akhirnya ditemukan, setelah dua bulan hilang,” ujarnya di Mapolres Metro Tangerang Kota. Namun demikian, motornya mendapat sedikit perubahan pada warna menjadi kuning yang semula hitam. Lalu, pelat nomornya juga diganti menjadi B 6010 CUD. “Iyah enggak papa (diubah) yang penting motor saya sudah ketemu. Terimakasih Polres Metro Tangerang Kota,” katanya.

    (IRFAN/MADE/BNN)
    CAPTION FOTO: Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Komarudin, saat

  • Diduga Lecehkan ‘Wartawan’, Kades Wanakerta Dilaporkan ke Polisi

    Diduga Lecehkan ‘Wartawan’, Kades Wanakerta Dilaporkan ke Polisi

    TANGERANG, BANPOS – Kepala Desa Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten, Tumpang Sugian, dilaporkan ke pihak Kepolisian atas pernyataannya yang diduga melecehkan profesi wartawan.

    Dalam rekaman yang beredar di media sosial (medsos), pria yang kerap disapa Lurah Tumpang Sugian (LTS) itu menyebut bahwa wartawan dan LSM cukup diberikan amplop berisi uang Rp50 ribu.

    “Kepala Desa angkatan tanggal 10 bulan 10 bukan kepala desa kaleng kaleng. Kepala Desa Baja full, baja Krakatau Steel. Wartawan LSM lewat, kalau mau diberi Rp50 ribu diamplop silahkan, kalau tidak mau akan saya tunjukan ketika saya dididik di Pusdikif Cimahi Bandung. Wartawan LSM jangan macam-macam ke LTS (Lurah Tumpang Sugian,Red),” kata Tumpang dalam rekaman yang beredar.

    Atas viralnya rekaman yang menyinggung profesi wartawan dan LSM tersebut, Tumpang pun memberikan klarifikasi atas pernyataannya tersebut.

    “Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada rekan wartawan dan LSM jika perkataan saya menyinggung saudara-saudara saya, soalnya saya manusia biasa khilaf, dosa kekurangan ada pada diri saya sebagai manusia, kesempurnaan milik Allah SWT,” ujarnya.

    Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Tangerang, Sangki Wahyudin, menilai bahwa pihaknya sangat mengecam pernyataan yang dilontarkan oleh oknum Kades Wanakerta.

    “Jelas pernyataan ini sangat merendahkan kami yang berprofesi sebagai wartawan. Untuk itu kami sangat mengecam dan akan meminta klarifikasi dari oknum kades tersebut,” ujarnya.

    Sangki pun menegaskan bahwa apabila ada oknum wartawan yang kerap meminta uang, bisa langsung dilaporkan ke Dewas Pers.

    “Kalaupun yang bersangkutan merasa ada wartawan yang kerap meminta uang, itu hanyalah oknum. Jangan mengeneralisir jika seluruh wartawan seperti itu, jika ada yang meminta terlebih memeras silakan laporkan ke Dewan Pers,” tegasnya.

    Ketua Aliansi LSM Tangerang Raya, Taslim, mengatakan bahwa pelaporan oknum Kades Wanakerta ini didasari oleh pernyataannya yang menyinggung profesi wartawan dan juga LSM.

    “Karena pernyataan oknum Kades Wanakerta yang menghina dan melecehkan profesi LSM dan Wartawan, oleh sebab itulah kami membuka laporan polisi,” ungkapnya.

    Taslim menilai pernyataan oknum Kades Wanakerta ini sangat melukai dan menyinggung profesi wartawan dan LSM di seluruh Indonesia.

    “Omongannya lurah Tumpang sudah keterlaluan kita tidak bisa menerima hal tersebut karena dia telah menghina profesi wartawan dan LSM,” tandasnya.

    Meskipun demikian, Kepala Desa Wanakerta itu resmi dilaporkan ke Kepolisian Resort Tangerang pada Minggu (6/3) malam. Dengan nomor laporan TBL/B/206/III/2022/SPKT/Polresta Tangerang Polda Banten diterima oleh tim penyidik Polresta Tangerang.

    Kapolresta Tangerang, Kombes Pol. Zain Dwi Nugroho, mengatakan bahwa pihaknya akan menangani laporan ini secara profesional.

    “Kita akan menangani perkara ini secara profesional, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan tentunya kita juga memiliki Program Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi), yang menjadi program Pak Kapolri,” ujarnya. (MG-03/MUF)

  • Tuntut Kenaikan Upah yang Manusiawi, Karyawan Borongan PT Kekir Jaya Indonesia Gelar Demo

    Tuntut Kenaikan Upah yang Manusiawi, Karyawan Borongan PT Kekir Jaya Indonesia Gelar Demo

    SERANG, BANPOS – Sejumlah Karyawan Borongan PT. Kekir Jaya Indonesia (KJI) menggelar aksi demonstrasi di Kawasan Industri Buditexindo, Kampung Laes Tegal RT 18 RW 05, Desa Junti, Kecamatan Jawilan, Senin (7/3). Dalam aksinya, puluhan karyawan tersebut menuntut kenaikan upah secara manusiawi.

    Aksi ini memicu karyawan borongan untuk mogok kerja dan meminta kepada perusahaan agar menaikkan upah kerja yang sesuai dan manusiawi. Pasalnya, para karyawan borongan tersebut hanya menerima upah dengan hitungan Rp45 per pcs, dan apabila terlambat, maka mereka dikenakan hukuman berupa push up dan menyapu.

    Salah satu karyawan borongan, Neneng, menuntut kepada pihak perusahaan untuk menaikan upah kerja borongan yang sebelumnya dihitung Rp43 rupiah per pcs, menjadi upah harian Rp65.000 per hari. Warga Kampung Junti, RT 005 RW 002 Desa Junti ini pun membenarkan adanya hukuman push up dan menyapu apabila terlambat.

    “Contoh amanah karyawan borongan dalam satu hari kerja dari pukul 7:30 sampai pukul 15:00 WIB, mendapatkan 300 pcs dikali Rp43 per pcs. Satu hari kerja selama 8 jam hanya menerima upah nominal Rp12.900 per hari,” ungkapnya.

    Pihaknya kemudian menuntut untuk ditetapkan sebagai karyawan harian, dengan nominal gaji harian Rp65.000 per hari. Meskipun tanpa ada tunjangan uang makan, transport dan BPJS.

    “Jauh dari sejahtera dan jauh dari upah minimum yang ditetapkan Pemerintah,” ucapnya.

    Manajemen perusahaan yang diwakili oleh David, selaku HRD PT. Kekir Jaya Indonesia, menegaskan bahwa penerimaan karyawan melalui satu pintu kepada Kepala Desa (Kades) Junti, Jakra Akot. Adanya aksi demonstrasi tersebut, diduga disebabkan oleh tindakan Kades yang tidak menyampaikan informasi kepada karyawan, terkait upah yang disampaikan pihak perusahaan melalui Kades.

    “Sehingga terjadi miskomunikasi. Perusahaan belum produksi 100 persen, sekarang masih dalam tahap trial atau percobahan, dan karyawan yang kerja hanya sebatas training atau belajar, tapi dibayar,” ucapnya.

    David menjelaskan, yang saat ini bekerja adalah karyawan lama yang dibawa dari Bogor, yang sudah memiliki keahlian dan terampil dalam melakukan pekerjaan. Ia mengungkapkan, dari hasil evaluasi karyawan borongan asli warga Junti selama 11 hari kerja, disebut sudah ada peningkatan.

    “Sangatlah wajar jika karyawan yang berdemo menerima upah kecil, karena baru bekerja 11 hari kerja dipotong upah gantungan yang akan dibayarkan pada bulan April mendatang,” tuturnya.

    Dari hasil pertemuan antara Kepala Desa Junti, Akot, Karang Taruna, warga Junti, koordinator keamanan dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh David,
    pihak Pemerintah Desa Junti meminta kepada perusahaan yang disampaikan oleh perwakilan karyawan, Sutisna, diantaranya yaitu:
    1. Upah borongan dari 43 Rupiah/pcs menjadi 65 Rupiah per pcs;
    2. pembayaran upah kerja dibayarkan per 2 minggu, jangan bulanan; dan
    3. Sistem pembayaran upah borongan dibuatkan perincian atau slip gaji.

    Tiga hal tuntutan dari perwakilan pekerja borongan tersebut diterima oleh pihak perusahaan untuk diajukan pada rapat manajemen sore hari ini, Senin (7/3). Hasil keputusan rapat, akan disampaikan ke Kepala Desa Junti.

    “Kami berharap jika tuntutan karyawan borongan dipenuhi manajemen perusahaan kepada karyawan borongan untuk bekerja lebih serius dan jangan banyak libur, agar hasil mendapatkan hasilnya,” tandas David. (MUF)

  • PVTM X FISIKA PEDULI Buka Stand Servis Motor Gratis Bagi Terdampak Banjir kota Serang

    PVTM X FISIKA PEDULI Buka Stand Servis Motor Gratis Bagi Terdampak Banjir kota Serang

    SERANG, BANPOS – Himpunan Mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin (Hima PTM) dan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Fisika (Himafi) FKIP Untirta berkolaborasi membuka stand PVTM X FISIKA PEDULI yang melayani servis motor gratis bagi warga terdampak banjir di Serang.

    Stand servis motor ini berlokasi di Perumahan Puri Delta, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten dan berlangsung selama dua hari, terhitung sejak tanggal 7 Maret hingga 8 Maret 2022.

    Ketua Umum Hima PTM, Muhamad Hendi, menuturkan bahwa Perumahan Puri Delta merupakan sasaran awal, selanjutnya pihaknya berencana membuka stand di wilayah lain.

    “Alasan memilih Puri Delta ini merupakan salah satu lokasi sasaran awal, selanjutnya akan membuka stand servis gratis di tempat lain, curah hujan yang relative tinggi membuat Sungai Cibanten yang berada di belakang Perumahan Puri Delta membuat sejumlah rumah terendam banjir selama 2 hari,” tururnya.

    Hendi juga menuturkan bahwa dipilihnya bantuan servis motor gratis ini, karena menurut pantauan pihaknya belum ada yang membuka jasa servis motor secara gratis bagi korban terdampak banjir.

    “Karena setelah survei untuk kebutuhan pokok sudah banyak maka dari itu kami berinisiatif membuka servis motor gratis, bantuan yang diberikan kepada warga itu, sesuai yaitu dengan servis gratis bagi sepeda motor warga yang terendam banjir, kegiatan ini sesuai dengan kompetensi mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin,” ujarnya.

    Hendi pun mengatakan bahwa untuk servis motor ini pihaknya hanya melayani 10 motor perharinya.

    “Untuk persyaratan tidak ada, kita hanya koordinasi dengan pihak desa sehari memperbaiki 10 motor,” tegasnya.

    Ia pun mengatakan bahwa stand tersebut melayani servis dan juga ganti oli secara gratis.

    “Di antaranya mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Mesin melayani servis dan ganti oli secara gratis bagi warga,” paparnya.

    Ia pun berharap dengan adanya stand PVTM X FISIKA PEDULI ini dapat meringankan beban warga terdampak banjir.

    ”Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Mesin kepada masyarakat yang terdampak banjir. Kegiatan ini juga merupakan bentuk implementasi dari tri dharma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan ini diharapkan juga dapat meringankan beban masyarakat yang terdampak banjir,” tuturnya.

    Menurut warga setempat, Heri, kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa FKIP Untirta ini sangat membantu warga, terlebih warga yang sumber penghasilannya dari kendaraan roda dua.

    “Sangat membantu warga di Perumahan Puri Delta ini, terlebih masyarakat disini juga ada yang berprofesi menjadi tukang ojek yang menjadi sumber penghasilan warga disini,” tandasnya. (MG-03)

  • Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    SERANG, BANPOS – Usai polemik jabatan Sekda Banten, Pengamat Tata Negara, Yhanu Setyawan meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten harus semakin fokus mengejar ketertinggalan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    “Harmoni penyelenggaraan pemerintahan diperlukan utk mengejar capaian pembangunan yang tertuang dalam RPJMD dan sebagai peta jalan untuk mewujudkan tujuan dari pembentukan Provinsi Banten,” kata Yhanu Setiawan, Senin (7/3/2022).

    Menurut Yhanu, polemik jabatan Sekda merupakan ujian kedewasaan para pemimpin birokrasi. Ujian itu telah dilalui.

    “Mereka mendapat apresiasi dari masyarakat atas permintaan masing-masing pihak yang berkonflik untuk saling meminta maaf dan berkomitmen untuk sama-sama membangun Banten,” katanya yang juga Dosen di Universitas Lampung (Unila).

    Katanya, situasi beberapa bulan ke belakang yang relatif terbaca adanya disharmoni, sepatutnya menjadi pelajaran, agar semua pihak kembali bekerja sesuai tugas, fungsi dan  kewenangannya sebagaimana diatur oleh  peraturan perundangan-undangan.

    Rangga Galura Gumelar, Pengamat Komunikasi Media yang juga Dosen FISIP Untira mengatakan, Pemprov Banten perlu memperhatikan aspek komuniasi organasi dan interpersonal dalam menjalankan pemerintahan, komunikasi organisasi yang saling membangun, menguatkan dan menegaskan visi pelayanan kepada masyarakat.

    Sedangkan pada sisi komunikasi interpersonal  agar tidak saling memelintir informasi sehingga tidak mengundang intrepretasi yang berlebihan, bahkan menimbulkan kecurigaan yang berujung saling menjatuhkan.

    Menurut Rangga, saat ini para pejabat di Pemprov, terutama kepala daerah, sekda dan eselon dua agar menyaring informasi dan tidak melempar informasi kepada masyarakat dalam sebuah pendekatan yang dapat menyudutkan pemerintah secara kelembagaan dan secara personal.

    Jangan terjebak pada diksi dan narasi yang di dalamnya memiliki kepentingan pribadi ataupun golongan. Dalam konteks ini sudah saatnya media berperan sebagai implementasi kekuatan kedaulatan rakyat turut membangun dan memberikan informasi positif yang dapat menguatkan peran dan fungsi pemerintahan. 

    “Kegaduhan-kegaduhan yang selama ini terjadi, hendaknya tidak terulang kembali,” kata Rangga.

    PBN/ENK

  • Dari Dalam Penjara, Samad Siap Bongkar Dalang Kasus Samsat Malingping

    Dari Dalam Penjara, Samad Siap Bongkar Dalang Kasus Samsat Malingping

    SERANG, BANPOS – Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada, mengunjungi Samad, terpidana kasus Pembebasan Lahan Samsat Malingping, di Rutan Kelas II Pandeglang, Senin (7/3/22). 

    Ditemui awak media usai kunjungan itu, Uday menjelaskan tujuannya untuk memberikan dukungan kepada mantan kepala samsat Malingping itu, dan ingin mencari tahu kebenaran atas dugaan korupsi tersebut.

    “Sejak ditetapkan sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini (pengadaan lahan Samsat Malingping, red) saya menaruh perhatian khusus. Ada sesuatu yang janggal. Karenanya hari ini saya berkesempatan menemui kang Samad. Alhamdulillah ia sehat dan menyambut baik kedatangan saya,” katanya.

    Lebih lanjut Uday menjelaskan kejanggalan dimaksud, lantaran Samad diduga tidak bermain sendiri. Di belahan bumi manapun, tidak ada teorinya korupsi itu berdiri sendiri. Pernyataan semacam itu pernah dinyatakan juga oleh Kajati Banten Reda Mantovani saat itu.

    “Namanya korupsi tidak mungkin satu, pasti berjamaah, bersama-sama. Saya merasa punya tanggung jawab moral untuk membantu mengungkap kebenaran itu,” terangnya.

    Ditanya soal materi yang dibicarakan, Uday mengatakan bahwa Samad siap bongkar semuanya.

    “Ia tidak punya pilihan lain, kecuali membongkar semuanya. Karenanya tadi ia cerita banyak hal, mulai dari kronologis, para pihak yang juga harus turut bertanggung jawab, dan beberapa kasus lain, termasuk hak yang bersangkutan,” terang Uday.

    Mengenai beberapa kasus lain dimaksud, Uday enggan menyebutkan. “Sabar, saya investigasi dulu, dikaji agar terukur dan tepat sasaran. Yang pasti masih di lingkungan Bapenda,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Samad divonis bersalah atas tindakan korupsi dalam pengadaan Samsat Malingping. Samad dijatuhi hukuman selama enam tahun enam bulan oleh Pengadilan Negeri Serang.

    Namun, kemudian vonis tersebut mendapat koreksi di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Banten mengkoreksi hukuman Samad menjadi enam tahun, dikurangi enam bulan dari vonis awal di PN Serang.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda sejumlah Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” demikian bunyi vonis yang dikutip dari situs PN Serang.

    (RUS)

  • Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    BANJIR yang terjadi di Banten, khususnya di Kota Serang, dinilai sebagai bentuk enggannya pemerintah untuk belajar dari sejarah. Pasalnya, kalimat langganan banjir, siklus hujan tahunan, dan kalimat-kalimat yang menggambarkan peristiwa itu sebagai peristiwa normal untuk terjadi di waktu-waktu tertentu, kerap dilontarkan oleh pemerintah.

    Seorang penyintas Banjir di Kampung Benggala Tengah, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Danie Abdullah mengisahkan bahwa banjir serupa pernah terjadi di wilayah itu pada tahun 1974. Dia mendapat menceritakan banjir itu dari orangtuanya yang ikut mengalami banjir besar tersebut.

    “Orang-orang tua di Benggala menjadi saksi waktu banjir pada tahun 1974 yang parahnya sama dengan banjir tahun 2022. Artinya, tak menutup kemungkinan banjir serupa bisa terjadi di masa depan,” kata Danie yang juga merupakan ketua RT di lingkungannya.

    Sekretaris Yayasan Saung Hijau Indonesia (SAHID), Ridho Ali Murtadho, menyayangkan bahwa hingga saat ini, pemerintah baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi yang enggan belajar dari sejarah.

    “Jika memang bahasanya adalah ini kerap terjadi, maka jangan dibuat sebagai alasan untuk membuat peristiwa itu sebagai peristiwa yang normal. Harusnya mencari solusi untuk bagaimana kejadian ini tidak kembali terulang, bukan berlindung dibalik kata langganan, siklus dan lain sebagainya,” ujar Ridho.

    Menurutnya, pemerintah saat ini seolah-olah bergerak berkebalikan dari upaya pengantisipasian bencana langganan tersebut. Sebab, yang dilakukan oleh pemerintah justru merubah tata ruang yang seharusnya menjadi pencegah terjadinya banjir, menjadi perumahan dan industri.

    “Kita bisa lihat banyak sekali kavling-kavling yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Pada akhirnya, air yang seharusnya bisa tertahan, meluncur bebas ke Kota Serang yang merupakan dataran rendah,” tuturnya.

    Apalagi Pemprov Banten membangun Banten International Stadion (BIS) yang berada di Kecamatan Curug. Padahal menurutnya, Kecamatan Curug termasuk daerah resapan air dan pencegah terjadinya banjir.

    “Mungkin pak Gubernur sengaja membangun BIS untuk menjadi bukti kemegahan Banten. Namun percuma saja jika pembangunannya justru menjadi petaka bagi Kota Serang dan sekitarnya. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak pernah mau belajar dari sejarah bencana yang pernah terjadi,” ungkapnya.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengatakan bahwa pihaknya sudah berkali-kali meminta agar sungai Cibanten dapat segera dinormalisasi. Namun ternyata, permintaan dari pihaknya tidak kunjung dilakukan, hingga terjadilah banjir pada Selasa lalu.

    “Saya sudah berkali-kali meminta agar Cibanten ini segera dilakukan normalisasi. Tapi ternyata tidak dilakukan juga. Padahal dari tahun-tahun sebelumnya saya sudah tegaskan, banjir ini karena terjadi pendangkalan di sungai Cibanten,” ujarnya.

    Budi mengatakan, sebenarnya pemerintah pun sudah tahu bahwa pendangkalan sungai merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Akan tetapi, normalisasi sungai yang merupakan upaya untuk menyelesaikan masalah pendangkalan malah tidak kunjung dilakukan.

    “Kalau seperti ini, kita berkali-kali diingatkan dengan adanya banjir, namun permasalahannya tidak kunjung diselesaikan. Artinya ada yang salah dalam menangkap pelajaran dari setiap bencana yang terjadi,” tegasnya.

    Terpisah, Bupati Pandeglang, Irna Narulita, juga meminta agar sungai Ciliman dan Cilemer untuk dapat dilakukan normalisasi. Hal itu dikarenakan kedua sungai tersebut mengalami pendangkalan, sehingga mengakibatkan banjir terjadi di Pandeglang.

    “Saya mohon bantuan dari Kepala Balai agar segera menormalisasi sungai Ciliman dan Cilimer, karena untuk sungai kewenangannya ada di Pemerintah Pusat,” kata Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat meninjau lokasi Banjir di Kecamatan Patia beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, BWSC3 mempunyai tugas untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai, sehingga untuk melakukan normalisasi memiliki kewenangan. “Dengan adanya normalisasi dapat meminimalisir terjadinya banjir karena sudah tidak ada lagi pendangkalan, sehingga masyarakat kami bisa lebih nyaman tinggal disini,” ungkapnya.

    Sementara itu, Camat Patia, Entus Maksudi mengatakan, ada sekitar kurang lebih lima desa di wilayah Kecamatan Patia, terendam banjir. “Yang paling parah itu ada tiga desa yaitu Desa Idaman, Surianen dan Desa Babakan Ciawi,” katanya.

    (MG-01/DHE/DZH)

  • Menolak Banjir dengan Doa

    Menolak Banjir dengan Doa

    DALAM menghadapi bencana banjir yang terjadi saat ini di sejumlah daerah di Provinsi Banten, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, meminta para tokoh alim ulama mendoakan Provinsi Banten agar terhindar dari segala malapetaka, bencana alam serta wabah penyakit.

    “Permohonan ini saya sampaikan mewakili Pemerintah Provinsi dan masyarakat Banten mengingat kita di Banten, khususnya di Serang, baru saja mengalami musibah banjir yang skalanya besar dan pertama dalam sejarah,” kata Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat menghadiri peringatan Isra Mi’raj di Ponpes Jami’atul Ikhwan, Tunjungteja, Kabupaten Serang, Kamis (3/3) malam.

    Andika mengulas, banjir di Kota Serang dan sekitarnya yang terjadi pada Selasa (1/3) lalu disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi, yang dalam catatan ilmu cuaca disebut sebagai hujan besar siklus 200 tahunan.

    Akibatnya, Bendungan Sindangheula yang menampung air untuk aliran Sungai Cibanten yang melintasi Kota Serang menjadi kelebihan kapasitas. Kapasitas maksimal Bendungan Sindangheula sebesar 9 juta kubik, namun akibat hujan intensitas tinggi yang terjadi mengakibatkan volume air di bendungan tersebut menjadi 11 juta kubik.
    “Nah, kelebihan 2 juta kubiknya itu mengalir secara alami ke aliran Sungai Cibanten,” imbuhnya.

    Aliran air yang meningkat tersebut pun mengalir ke badan Sungai Cibanten yang mengalami penyempitan, sehingga tidak mampu mengalirkan secara aman kelebihan volume air di Bendungan Sindangheula ke muara sungai di perairan laut Kota Serang.

    “Jadi kemarin banyak yang bilang Bendungan Sindangheula jebol. Bukan jebol itu, tapi kelebihan kapasitas yang sebetulnya jika aliran sungainya tidak mengalami penyempitan, banjir tidak akan terjadi,” kata Andika.

    Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Banten telah mendorong agar Pemerintah Pusat melalui BBWSC3 sebagai pihak yang berwenang atas Sungai Cibanten, untuk menormalisasi badan Sungai Cibanten.

    “Kami sedang menunggu DED (detail enginering design) dari BBWSC3, nanti tiba pelaksanaanya, kami Pemprov Banten akan mendorong Pemkot Serang untuk melakukan penertiban DAS (daerah aliran sungai) di Cibanten,” papar Andika.

    Sebelumnya saat meninjau Bendungan Sindangheula, Kepala BBWSC 3 I Ketut Jayada menerangkan kepada Andika dan Syafrudin, bahwa pada malam hari sebelum terjadinya banjir di Kota Serang tersebut, wilayah Kota Serang dan wilayah hulu aliran Sungai Cibanten di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang diguyur hujan deras dengan intensitas tinggi dan di luar kebiasaan.

    “Curah hujannya mencapai 243 mm dengan durasi yang sangat lama, dan (hujan) ini yang disebut dengan hujan kala ulang yang siklusnya 200 tahunan. Ini luar biasa sekali,” kata Ketut.

    Akibat curah hujan yang luar biasa tinggi tersebut, Bendungan Sindangheula mengalami kelebihan volume air sebanyak 2 juta kubik dari kapasitas maksimumnya yang sebesar 9 juta kubik. Kelebihan volume air sebesar 2 juta kubik itu lah, kata Ketut, yang kemudian secara alami mengalir ke sungai Cibanten.

    “Masalahnya Sungai Cibanten kondisinya mengalami penyempitan dan sedimentasi sehingga tidak mampu secara aman mengalirkan kelebihan daya tampung Bendungan Sindangheula yang sebesar 2 juta kubik tersebut ke wilayah hilir Sungai Cibanten di perairan laut di Kota Serang dan Kabupaten Serang,” paparnya.

    Pada kesempatan itu Ketut meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat memperlakukan sungai bukan sebagai halaman belakang sehingga kemudian tidak memperdulikan kondisi sungai.
    “Nanti kalau sudah kita tata, mari kita jaga sungai bersama-sama. Jadikan sungai itu sebagai beranda, sebagai teras depan rumah sehingga kita ingin mempercantik dan menjaganya terlihat baik,” kata Ketut.

    (RUS/ENK)

  • Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    SUDAH enam hari dilewati pasca-bencana banjir terjadi di Kota Serang dan sekitarnya pada 1 Maret lalu. Banjir yang diakibatkan oleh meluapnya sungai Cibanten karena bendungan Sindangheula melebihi kapasitas itu menelan sebanyak lima korban jiwa. Bendungan yang dibangun untuk jadi penyangga itu telah berubah menjadi sumber petaka?

    Bendungan Sindangheula yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang ini mulai dibangun pada tahun 2015 lalu. Pembangunan bendungan itu dilakukan untuk mengendalikan banjir yang kerap kali terjadi di daerah yang dilalui oleh sungai Cibanten dan anak-anak sungainya, hingga 50 meter kubik per detik.

    Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 lalu, bendungan Sindangheula memakan anggaran hingga Rp458 miliar. Megaproyek tersebut dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk dan PT Karya Hutama (Persero) selama empat tahun.

    Berdasarkan data yang dikutip dari situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Sindangheula direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 9.26 M kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 Hektare. Selain itu, bendungan itu ditargetkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 Meter kubik per detik dan punya kapabilitas mengurangi debit banjir sebesar 50 M kubik per detik.

    Namun pada kenyataannya, seperti disampaikan Walikota Serang, Syafrudin, Bendungan Sindangheula justru menjadi sumber petaka bagi Kota Serang. Karena menurutnya, bendungan Sindangheula yang seharusnya mereduksi banjir di Kota Serang, justru malah mengakibatkan banjir yang terjadi semakin parah.

    Hal itu pun dibenarkan oleh para relawan yang tergabung dalam Relawan Banten, saat menggelar konferensi pers di Rumah Singgah Fesbuk Banten News (FBN) pada Minggu (6/3). Dalam konferensi pers tersebut, relawan Banten menyinggung terkait kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan Bendungan Sindangheula yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) dan juga peran pemerintah pasca banjir.

    Juru bicara Relawan Banten, Nana, mengungkap beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir di Serang pada Maret 2022 ini.

    “Ya kalau dibilang penyebab banjir banyak faktor ya, mulai ada perubahan tata guna lahan di hulu, ada penambangan di tengah, kemudian setelah Bendungan Sindangheula ada penyempitan yang diakibatkan oleh bangunan,” ujarnya.

    Nana juga menuturkan bahwa hal-hal tersebut perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah, agar bencana semacam ini dapat diminimalisir.

    “Itu yang harus dievaluasi oleh pemerintah, sehingga masyarakat tau, siapa tau juga penyebab banjir itu juga disebabkan oleh masyarakat, misalnya membuang sampah atau juga mereka melakukan hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya kali Cibanten,” tuturnya.

    Nana pun mengungkap bahwa sejak tahun 1974 tidak pernah ada banjir separah yang terjadi saat ini. “Tapi yang pasti sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sedahsyat ini, justru terjadi setelah bangunan Bendungan Sindangheula ada,” ungkapnya.

    Nana pun menganggap wajar apabila banyak masyarakat yang menilai bahwa ada yang salah dari tata kelola Bendungan Sindangheula. “Barangkali wajarlah kalau banyak orang kemudian mencurigai ada sesuatu yang salah dari pengelolaan Bendungan Sindangheula, yang operatornya adalah BBWSC3 gitu. Itu gak salah, karena memang sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sebesar dan sedahsyat hari ini,” paparnya.

    Ia pun dengan tegas meminta pengelola Bendungan Sindangheula dapat menekan resiko adanya kelebihan kapasitas air di bendungan tersebut. “Kalau memang kapasitasnya katanya hanya 9 juta, bagaimana caranya agar over capacity dari Bendungan Sindangheula itu tidak lagi jadi masalah,” terangnya.

    Ia pun menyarankan agar Bendungan Sindangheula dapat menggunakan sistem yang diterapkan di Bendungan Katulampa, yang dapat memberi informasi mengenai banyaknya volume air yang dilepas.
    “Mereka pasti taulah metode yang paling aman untuk itu, ya kita belajar dari Bendungan Katulampa, ya walaupun di Jakarta banjir tapi kan sudah ada sistem yang dibangun, sehingga Katulampa memberi informasi bahwa hari ini dia melepas air sebanyak sekian, nah kawasan terdampaknya dimana, nah itu yang kita butuhkan,” imbuhnya.

    Pihaknya pun sangat menyayangkan tidak adanya peringatan dari pemerintah dan pengelola Bendungan Sindangheula mengenai kapasitas air yang dilepas, sehingga terjadilah banjir.

    “Kan ketika kejadian, tidak ada peringatan apapun yang disampaikan pemerintah, apakah itu dari pemerintah kota, pemerintah provinsi, maupun dari Bendungan Sindangheula sendiri,” katanya.

    Ia pun menekankan bahwa pasca-banjir, pemerintah masih harus memperhatikan keadaan masyarakat terdampak banjir. “Setelah banjir ini, kita masih punya permasalahan-permasalahan krusial, ada orang yang kehilangan rumah, kehilangan mata pencaharian, itu juga harus diurus bukan dibiarkan,” tandasnya.

    Branch Manager ACT Banten, Ais Komarudin, mengatakan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang adalah banjir besar pertama yang menyebabkan ribuan unit rumah warga terendam banjir. Ia pun menolak bahwa ada langganan dalam kejadian bencana.

    “Semacam stereotip lah, bencana itu bukan langganan, itu asumsi atau bahasa-bahasa yang tidak perlu sebetulnya terucap. Kalaupun dianggap langganan kenapa terjadi lagi. Harusnya ketika persepsi bahwa itu adalah langganan maka harus dipersiapkan mengantisipasinya gitu,” ucap Ais melalui pesan yang dikirim via whatsapp, Minggu (6/3).

    Selain curah hujan yang tinggi, menurutnya pembangunan-pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

    “Benar curah hujan cukup tinggi, tapi ada sebab-akibat kenapa bencana banjir ini menimpa Kota Serang yang notabene belum pernah mengalami begitu. Ini tidak bisa ditarik langsung di event kejadiannya, pasti ada sebab akibat. Mungkin ada pembangunan-pembangunan yang tidak aware dengan AMDAL, juga mungkin ada beberapa ketidaksadaran masyarakat terkait sanitasi dan lain sebagainya begitu,” terangnya.

    Dalam hal ini, Ais mengatakan bahwa tidak ada yang bisa disalahkan. Namun Pemerintah harus mengevaluasi dan berupaya agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi. Salah satu caranya yaitu memberikan edukasi bagi masyarakat akan mitigasi bencana.

    “Pemerintah harusnya bisa mengantisipasi ini karena kan memang diberikan otoritas, anggaran, dan lain sebagainya. Dan masyarakat juga harus beredukasi tentang mitigasi bencana sehingga mengantisipasi supaya tidak terjadi bencana seperti yang kita alami saat ini,” ujar Ais.

    Pemerintah pun diminta untuk membangun kesadaran masyarakat dan penguatan mitigasi, baik mitigasi struktural berupa pembangunan infrastruktur maupun mitigasi non struktural pembangunan SDMnya, sebagai upaya meminimalisir jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan bencana yang terjadi.

    “Bencana itu tidak bisa ditolak, yang bisa dilakukan adalah meminimalisir terjadinya korban dan kerugian. Caranya bagaimana? Membangun kesadaran masyarakat juga kesiapan pemerintah penguatan mitigasi. Mitigasi itu ada mitigasi struktural, infrastruktur yang dibangun dan mitigasi non struktural yaitu capacity building terhadap masyarakat tentang wearnes, tentang kesiapsiagaan dan lain sebagainya begitu. Nah ini harus dibangun oleh pemerintah dan pemerintah punya otoritas punya anggaran untuk itu,” tuturnya.

    Peristiwa serupa mungkin akan terjadi lagi apabila penyebabnya belum ditemukan. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan assessment untuk mencari akar permasalahannya.

    “Ini sangat mengejutkan karena memang tidak pernah terjadi sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan terulang lagi kalau tidak ditemukan penyebabnya. Maka tugas pemerintah melakukan deep assessment, analyze dijalankan hingga ketemu akar permasalahannya dimana dan diperbaharui lagi,” ujarnya.

    Ais pun mengatakan bahwa hingga masa tanggap darurat usai, ACT berkomitmen tetap hadir untuk membantu siapa saja yang memerlukan bantuan.

    “ACT totalitas untuk bisa membantu sampai hari ini walaupun tanggap darurat itu sudah dicabut, kita tetap terus beroperasi. Biasa kita sering tag line kita tuh ‘datang pertama pulang terakhir’,” pungkasnya.

    Kerugian Banjir

    Di sisi lain, selain korban jiwa, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Serang itu juga mengakibatkan kerugian materil yang sampai saat ini belum dapat dihitung total nominalnya. Kerugian materil yang diakibatkan oleh banjir tersebut meliputi rumah rusak, rumah hanyut, jembatan rusak, tanah longsor hingga kerusakan barang milik warga mulai dari alat elektronik hingga perlengkapan hidup sehari-hari.

    Berdasarkan data yang dirilis oleh BPBD Kota Serang saja, tercatat sebanyak 83 titik banjir terjadi di Kota Serang. Ketinggian banjir pun terjadi dalam rentang 20 cm hingga 5 meter. Dari 83 titik banjir tersebut, sebanyak 4.872 rumah, 1.811 KK, dan 11.951 jiwa terdampak akibat banjir itu.

    Di sisi lain, tercatat sebanyak 9 rumah hanyut, 7 rumah roboh dan empat rumah mengalami rusak berat. Data tersebut masih dapat bertambah, mengingat Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi dan Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, menemukan adanya rumah warga yang hanyut, roboh maupun rusak berat yang tidak masuk ke dalam data.

    Pada 1 Maret lalu, Walikota Serang mengumumkan penetapan kondisi siaga bencana alam banjir di Kota Serang hingga 5 Maret. Penetapan status siaga bencana banjir itu pun digaungkan lantaran banjir yang terjadi merupakan banjir terparah dalam sejarah Kota Serang. Namun pada saat ini, Pemkot Serang menurunkan level tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan.

    “Sudah diturunkan levelnya,” ujar Asisten Daerah bidang Pemerintahan atau Asda 1 Kota Serang, Subagyo, Minggu (6/3).

    Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022, Pemkot Serang menjadikan sejumlah pertimbangan dalam menurunkan level ketimbang mencabut status siaga bencana.

    Pertimbangan tersebut yakni keadaan darurat bencana banjir masih berlangsung. Kendati banjir sudah mulai surut, namun diperlukan kewaspadaan terhadap ancaman banjir di kemudian hari, mengingat Kota Serang masih masuk ke dalam wilayah dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

    Selanjutnya, dengan dialihkannya status bencana dari siaga menjadi transisi darurat ke pemulihan, penanganan keadaan darurat harus dilakukan secara cepat, tepat dan terpadu sesuai dengan standar dan prosedur pada masa transisi darurat ke pemulihan.

    Status transisi darurat ke pemulihan ini ditetapkan oleh Pemkot Serang selama 60 hari, dimulai sejak 6 Maret hingga 2 Juni 2022. Pemulihan yang dilakukan oleh Pemkot Serang meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat.

    Selanjutnya yakni pemulihan utilitas pendukung agar dapat berfungsi kembali, seperti perbaikan komunikasi, kelistrikan, air bersih, air minum, gas dan limbah atau sanitasi. Pemkot Serang pun akan berfokus pada perbaikan lahan pertanian dengan memberikan bantuan bibit pangan.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” kata Syafrudin saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah instansi dan lembaga kemasyarakatan pun mulai menutup posko mereka di lapangan. Namun mereka tetap membuka posko bantuan bagi para penyintas bencana banjir Kota Serang di markas instansi maupun lembaga masing-masing.

    Saat ini, hanya posko di Lingkungan Kenari, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen saja yang masih dibuka. Sebab, kondisi di sana cenderung masih belum kondusif. Relawan dari berbagai daerah pun menyasar lingkungan Kenari untuk menyalurkan bantuan mereka.

    (MG-02/MG-03/DZH/ENK)

  • Menelisik Proyek Gedung ‘Tulang Lunak’ di Kota Serang

    Menelisik Proyek Gedung ‘Tulang Lunak’ di Kota Serang

    GEDUNG pelayanan milik Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang ambruk kembali setelah baru dibangun akibat rusak tahun lalu. Proyek yang menelan biaya untuk rehabilitasi sebesar Rp3.971.790.473,57 dengan biaya untuk pengawasan mencapai Rp 201.723.000,00 terlihat seperti proyek ‘tulang lunak’, tidak tahan terhadap tekanan.

    Diketahui, bagian gedung yang ambruk merupakan kanopi bagian depan. Terlihat, kanopi tersebut ambruk cukup parah dan dapat terlihat dari jalan raya depan kantor. Namun saat ini, bagian gedung yang ambruk itu sudah ditutup menggunakan terpal berwarna biru.

    Berdasarkan keterangan petugas keamanan di sana, kanopi itu ambruk pada Jumat (4/3) dini hari. Pada saat itu, hujan cukup deras sehingga membuat kanopi tersebut tak kuat menahan air hujan yang ditampung.

    Akan tetapi menurut salah satu pegawai di sana yang enggan disebut namanya, kondisi kanopi gedung baru tersebut memang kurang layak. Pasalnya, kanopi itu hanya ditahan dengan rangka kawat yang kurang kuat.

    Pantauan BANPOS, kanopi yang mengelilingi gedung tersebut terlihat bergelombang. Selain itu, secara kasat mata terlihat kanopi tersebut pun sangat tipis seperti kaleng dan mudah copot.

    Di dalam gedung, BANPOS melihat terdapat sejumlah titik yang bocor. Bahkan, kebocoran yang terjadi sampai membuat dinding gedung baru bernuansa kaleng dan berwarna biru itu berbekas serta kotor.

    Sisi dari gedung bagian dalam pun terlihat banyak celah. Bahkan, ada sejumlah sambungan yang seharusnya tersambung, malah tidak tersambung, baik itu bertumpukan maupun benar-benar tidak tersambung.

    Di toilet pria, terdapat urinoir yang airnya terus mengalir. Menurut keterangan pegawai DPMPTSP, berbagai kekurangan yang terjadi di sana sudah dilaporkan, namun belum ada perbaikan meskipun sudah dilakukan finishing.

    Plt. Sekretaris DPMPTSP Kota Serang, Sugiri, mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini masih belum melakukan serah terima bangunan tersebut. Diakui, banyak kekurangan yang terjadi sehingga saat ini kontraktor masih melakukan perawatan.

    “Memang di dalam gedungnya pun juga masih ada yang bocor. Tapi kami belum menerimanya, kami akan menerima jika gedung itu sudah benar-benar selesai keseluruhan, tidak ada yang bocor dan benar-benar rapi,” ujarnya.

    Terkait kanopi yang ambruk, Sugiri mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPUTR selaku OPD yang melakukan pengerjaan pembangunan tersebut.

    “Tadi sudah koordinasi, Alhamdulillah tadi dari DPUTR sudah datang ke sini. Kontraktor dan pengawasnya juga sudah datang untuk melihat kondisi bagian gedung yang ambruk,” tutur Sugiri di ruang kerjanya.

    Menurutnya, DPMPTSP hanya bertindak sebagai pengguna gedungnya saja. Adapun pembangunan keseluruhannya diurus sepenuhnya oleh DPUTR Kota Serang.

    “Kami di sini hanya bertindak sebagai user (pengguna) saja. Kalau pembangunan, semua ada di DPUTR,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, seharusnya pembangunan itu sudah selesai di awal tahun. Namun karena belum kunjung selesai, maka pihaknya menyerahkan penyelesaian pembangunan itu kepada DPUTR Kota Serang, hingga nanti benar-benar dilakukan serah terima gedung.

    “Harapan kami mah sebenarnya cepat selesai. Karena saat ini kan gedung pelayanan kami masih menumpang di BJB. Enggak enak juga kami pinjam pakai bangunannya sudah lama,” ucapnya.

    Kabid Cipta Karya pada DPUTR Kota Serang, Iphan Fuad, saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon tidak menjawab. Saat dikirimkan pesan melalui WhatsApp, Iphan meminta agar konfirmasi dilakukan pada Senin (6/3) hari ini.

    “Besok (hari ini) saja ya, sayanya lagi di RSUD dulu,” ujar Iphan melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan informasi yang dikumpulkan BANPOS melalui situs LPSE Kota Serang, diketahui proyek pembangunan gedung pelayanan tersebut bernama ‘Rehabilitasi Gedung BPTPMSP Kota Serang’.

    Proyek tersebut memiliki nilai pagu anggaran sebesar Rp4.351.020.000. Namun dari hasil lelang yang diikuti sebanyak 36 peserta itu, didapati bahwa nilai anggaran terkoreksi setelah lelang berulang yaitu sebesar Rp3.971.790.473,57.

    Adapun pemenang dari lelang proyek tersebut yakni CV. Wirasantika yang berkantor di Perumahan Ciceri Indah, Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.

    Informasi yang didapat dari situs opentender.net milik Indonesia Corruption Watch (ICW), CV. Wirasantika merupakan perusahaan persekutuan antara Deden Wirakusuma dan Jaka Jaya Santika. Berdasarkan informasi yang didapat, CV. Wirasantika juga masih memiliki kaitannya dengan salah satu anggota DPRD Kota Serang.

    Berdasarkan informasi yang didapat, dalam pelaksanaan pembangunan terjadi Contract Change Order (CCO) atau revisi atau perubahan perencanaan awal pada proyek konstruksi yang dikondisikan dengan keadaan dilapangan. Revisi yang terjadi adalah pada aspal dan pagar gedung, namun CCO tersebut dilakukan terlebih dahulu sebelum ada persetujuan dari PPK.

    BANPOS pun mencoba menghubungi Jaka Jaya Santika yang diketahui merupakan direktur CV Wirasantika. Mulanya, BANPOS tidak dapat menghubungi melalui sambungan telepon seluler, namun setelahnya Jaka dapat dihubungi melalui sambungan WhatsApp.

    Kepada BANPOS, Jaka mengaku bahwa ambruknya plafon gedung baru DPMPTSP Kota Serang itu lantaran terdapat penyumbatan pada lubang saluran air lisplang ACP yang terpasang di bagian depan gedung.

    “Jadi ada beberapa yang mampet, tersumbat dari plastik bekas lisplangnya. Karena tidak mengalir, airnya menggenang. ACP itu kan hanya menggunakan hollow saja, tidak ada tiang penyangga. Makanya saat menumpuk-menumpuk, jatoh akhirnya,” ujar Jaka.

    Sedangkan kebocoran yang terjadi di dalam gedung, Jaka menuturkan bahwa hal itu dikarenakan air yang tergenang pada lisplang tersebut. Sehingga, air itu naik dan rembes ke dalam gedung yang akhirnya mengakibatkan kebocoran.

    “Kalau kebocoran yang terjadi itu arus balik dari air yang tidak mengalir, sehingga mengalir ke atas. Jadi memang saat melaksanakan pembangunan, itu belum di musim penghujan,” ucapnya.

    Menurutnya, gedung itu pun memang belum diuji terkait dengan ketahanannya pada saat musim penghujan. Sehingga, pihaknya pun saat ini baru mengetahui bahwa masih ada kekurangan pada pembangunan gedung tersebut.

    “Makanya saya menyarankan kepada PU, meskipun tidak ada di dalam anggarannya, sudah saya buatkan saja lubang aliran air yang banyak. Karena ketika mampet, air itu tidak bisa mengalir kemana-mana karena hanya ada dua saluran air,” ucapnya.

    Kendati demikian, Jaka mengakui bahwa ambruknya plafon gedung tersebut merupakan kelalaian dari pihaknya. Sebab, pekerja konstruksi pihaknya ternyata kurang bersih dalam membersihkan sisa plastik belas lisplang.

    “Saya sendiri pun tidak bisa memantau langsung ya kondisi di atas seperti apa. Karena kan saya hanya bisa memantau dari bawah, jadi tidak tahu kalau ada yang mampet di atas sana,” ungkapnya.

    Dia pun memastikan bahwa pihaknya sama sekali tidak mengurangi spesifikasi material yang digunakan dalam pembangunan itu. Menurutnya, semua sudah sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam kontraknya.

    “Kalau terkait dengan spesifikasi bangunan, insyaAllah tidak ada yang kami kurang-kurangi pak,” tuturnya.

    Sejauh ini, pihaknya pun tetap bertanggung jawab atas berbagai kekurangan yang terjadi pada pembangunan gedung baru itu. Sebab, hingga saat ini status gedung tersebut masih dalam perawatan pihaknya.

    “Bahkan kan kami tanyakan kepada DPMPTSP, apa saja yang masih kurang (bermasalah-Red). Kemarin memang sempat tidak mengalir air ke toilet, kami benarkan. Lalu ada urinoir yang juga ternyata airnya mengalir terus, itu akan kami perbaiki juga,” jelasnya.

    Di sisi lain, pihaknya pun mengaku kecewa dengan konsultan atau pengawas proyek pengerjaan gedung pelayanan itu. Pasalnya, mereka terkesan hanya sekadar mengawasi seadanya saja.

    “Saya juga sempat marah dengan pihak pengawas. Kan maksudnya mereka ada fungsi pengawas, seharusnya mereka lebih tahu terkait dengan teknisnya, kami yang melaksanakan. Tapi kenapa mereka tidak memberikan koreksi jika memang pelaksanaan kami kurang benar,” ujarnya.

    Sebagai contoh, ia menuturkan bahwa seharusnya konsultan pengawas merekomendasikan untuk menambah pipa air di sejumlah titik aliran air, karena di dalam perencanaan bangunan tidak ada.

    “Tapi kenapa awalnya mereka diam saja. Malah kami yang berinisiatif untuk menambahkan pipa air itu. Karena kami sadar kalau itu tidak akan kuat kalau tidak menggunakan pipa air. Harusnya kan mereka yang lebih tahu kalau ada yang kurang pas,” tandasnya.

    Berdasarkan data yang didapatkan, konsultan pengawas adalah PT. Jabez Pratama Konsultan dengan nilai kontrak Rp201.723.000,00. Namun BANPOS belum dapat menelusuri lebih lanjut dikarenakan tidak ada kontak yang dapat dihubungi.

    (DZH/PBN)