Penulis: admin

  • Komisaris Utama BANPOS Tutup Usia, Mahfud MD: Salah Seorang Sahabat Terbaik Wafat

    Komisaris Utama BANPOS Tutup Usia, Mahfud MD: Salah Seorang Sahabat Terbaik Wafat

    JAKARTA, BANPOS – Kabar duka datang dari keluarga besar Rakyat Merdeka. CEO Rakyat Merdeka Group/Direktur Utama Harian Rakyat Merdeka yang juga mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) H Margiono menghembuskan napas terakhirnya di RS Pertamina Modular Simprug, Jakarta, Selasa (1/2) sekitar pukul 09.02 WIB.

    Sebelum tutup usia, Margiono sempat menjalani perawatan intensif akibat Covid-19 dan komplikasi penyakit sejak 23 Januari lalu. Sejumlah pejabat dan politisi ramai-ramai mengucapkan duka cita di akun media sosial atas kepergian tokoh pers Indonesia ini.

    Seperti Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di akun Twitter-nya @LaNyallaMM1.

    “Innalillahi wainnailaihi rojiun. Turut berduka sedalam-dalamnya atas wafatnya Saudara Margiono, Ketua Umum PWI masa kepemimpinan 2008-2018.Semoga almarhum Husnul Khotimah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan oleh Allah SWT,” kicaunya.

    Senada, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD lewat akunnya @mohmahfudmd juga ikut berduka. “Turut berduka, salah seorang sahabat terbaik telah wafat. Semoga mendapat surga-Nya,” tulis Mahfud MD.

    Serupa, akun Twitter politisi Partai Demokrat Imelda Sari @isari68 juga memanjatkan doa.

    “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, turut berduka yang dalam atas berpulangnya salah satu tokoh Pers Indonesia Mas Margiono menjelang Hari Pers Nasional 9 Februari 2022 mendatang. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik bagi Alm. Al Fatehah u Mas Margiono,” kicaunya.

    Akun resmi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) @PKSejahtera juga turut memanjatkan doa. “Turut berduka atas berpulangnya Bpk H. Margiono, Direktur Utama @rakyatmerdeka. Semoga Allah SWT menerima amal kebaikannya, dan berkenan menempatkan almarhum di tempat yang terbaik disisiNya. Aamiin.”

    Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mengamini. “Innaliillahi wainnaailaihi rajiun. Turut berdukacita atas wafatnya Bpk H Margiono (Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat) dan Pimpinan Redaksi @rakyatmerdeka. Semoga Allah karuniakan husnul khatimah, wa min ahlil jannah. Lahu al- Fatihah. Amin,” doa @hnurwahid.

    Margiono dimakamkan di TPU Jelupang Griya Asri pada hari yang sama. Ambulans dan rombongan yang mengantar jenazah almarhum tiba di lokasi pemakaman, disambut puluhan warga dan Satpol PP sekitar pukul 14.04 WIB.

    Margiono tercatat mengawali karier jurnalistik profesionalnya sebagai wartawan Jawa Pos selepas kuliah di Bandung, hingga menjadi Pemimpin Redaksi Jawa Pos dan Direktur Jawa Pos.

    Tahun 2008, Margiono terpilih menjadi Ketua Umum PWI Pusat. Selama dua periode hingga 2018. Dan sejak tahun 2018 sampai sekarang, menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat.

    Di masa kepemimpinan Margiono, PWI memulai sistem verifikasi media dan uji kompetensi wartawan melalui Piagam Palembang. Yang tujuannya menetapkan standar kualitas pers dari sisi pemberitaan, SDM dan perusahaan agar lebih baik.

    (FAQ/ENK/RMID)

  • Covid-19 Mulai Ganggu Kompetisi BRI Liga 1, Pertandingan Persipura vs Madura United Ditunda

    Covid-19 Mulai Ganggu Kompetisi BRI Liga 1, Pertandingan Persipura vs Madura United Ditunda

    JAKARTA, BANPOS – Meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, merambah para pesepakbola. Akibatnya, kondisi itu mulai berdampak pada pagelaran BRI Liga 1 2021/2022, salah satunya adalah penundaan pertandingan.

    Laga antara Madura United dan Persipura Jayapura dalam lanjutan kompetisi BRI Liga 1 2021/2022 yang sedianya akan digelar Selasa (1/2) kemarin di Stadion Kompyang Sujana, Denpasar, ditunda. Hal itu disebabkan sebanyak 19 pemain plus ofisial Madura United positif covid-19, sehingga total ada 24.

    Pada Minggu (31/1) malam, Waketum PSSI Iwan Budianto, Sekjen Yunus Nusi dan pihak PT Liga Indonesia Baru langsung mengadakan rapat darurat. Rapat kemudian dilanjutkan hingga Senin (1/2) pukul 09.00 WIB.

    Sebelum rapat darurat, waketum, sekjen dan Dirut LIB Ahmad Hadian Lukita melaporkan persoalan ini ke Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.

    Hasilnya karena Madura United kehilangan hampir 80 persen pemainnya dan merujuk kepada regulasi BRI Liga 1 2021/2022 Pasal 52 terkait hasil tes covid-19 dan eligibilitas, pertandingan bisa ditunda.

    Selain itu pada ayat 5 disebutkan jika ada pemain dan/atau ofisial yang tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam pertandingan karena kasus covid-19 yang terkonfirmasi oleh Satuan Tugas Covid-19, klub diminta untuk mendatangkan bila ada pemain standby di kota domisili/lainnya yang telah terdaftar dari 35 pemain yang didaftarkan.

    Itu dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pertandingan tetap dapat dijalankan sesuai jadwal. (Prosedur pengesahan pemain tetap sama).

    Sedangkan dalam ayat 6, untuk menghindari keraguan, keberadaan kasus covid-19 yang dikonfirmasi untuk Individu mana pun tidak akan berdampak pada penjadwalan pertandingan. Hanya individu tersebut yang tidak diizinkan bertanding dan mendapat penanganan Satgas Covid-19. Sedangkan Pertandingan tetap dilaksanakan sesuai jadwal.

    Kemudian di ayat 7, dalam keadaan luar biasa, di mana setelah swab tes rapid antigen pada hari pertandingan membuat klub yang akan bertanding hanya menyisakan kurang dari 14 pemain (termasuk salah satu di antaranya adalah penjaga gawang), maka LIB dan PSSI segera menggelar rapat darurat untuk memberikan keputusan dalam tempo cepat dan setiap Keputusan bersifat final.

    Menurut Sekjen PSSI Yunus Nusi dari referensi regulasi tersebut, LIB sudah melakukan rapat internal dan selanjutnya dilakukan emergency meeting dengan Waketum dan Sekjen PSSI.
    Maka, keputusan dan Langkah yang diambil adalah PT LIB tetap akan melakukan tes PCR ulang pada 1 Februari pagi kepada seluruh pemain dan ofisial Madura United yang positif.

    PT LIB juga akan menggelar rapat darurat dengan Madura United dan Persipura pada Selasa, 1 Februari, pukul 09:00 WIB.

    Sebelumnya, LIB berkomunikasi dengan Madura United, berdasarkan Pasal 52 ayat 5 di atas, maka kita komunikasi terkait kemungkinan mendatangkan pemain lain di luar yang ada di Bali. Namun, dari jawaban lisan disampaikan bahwa waktu terlalu singkat dan hal tersebut tidak mungkin dilakukan di pertandingan kemarin.

    Maka ada dua opsi keputusan tergantung pada hasil tes PCR ulang pada 1 Februari pagi, yang pertama pertandingan akan kita tunda sampai waktu yang belum dapat ditentukan, dengan beberapa konsekuensi logis yang akan disampaikan, seperti ending Kompetisi akan lewat dari bulan Maret 2022. Kedua, jika hasil tes PCR menunjukkan hasil ada pemain minimal 14 (termasuk penjaga gawang), makan pertandingan akan dilaksanakan.

    Seluruh prosedur ini dilakukan sesuai regulasi, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada klub peserta lain, maupun publik.

    “Setelah kami melaporkan ke Ketua Umum PSSI, akhirnya diambil kesimpulan Madura United dan Persipura sepakat pertandingan ditunda demi memutus rantai covid. Pertandingan tunda akan dijadwalkan dan diinfo sesegera mungkin,’’ jelas Yunus Nusi.

    (ENK)

  • Mengenang Pak Margiono

    Mengenang Pak Margiono

    SAYA mengenal Pak Margiono ketika kami sama-sama menjadi pengurus PWI Pusat di kepimpinan Bang Tarman Azzam yang kedua (2003-3008). Waktu itu saya menjabat Ketua Bidang Pendidikan dan Pak MG (begitu panggilan anak buahnya) Ketua Bidang Daerah.

    Waktu itu kenalnya juga samar-samar karena kalau rapat pleno Pak MG senang duduk di barisan belakang dan jarang sekali bersuara. Kecuali kalau ditanya. Jadi lebih banyak menyimak perbincangan.
    Kami bertemu lagi di lobi hotel Savoy Homan Bandung, ketika puncak acara Hari Pers Nasional tahun 2006 diadakan di Gedung Asia Afrika. Waktu itu pembagian kamar, dan saya ternyata dapat jatah satu kamar dengan Pak MG, meskipun ternyata saat malam dia tidak muncul dan saya nginap sendirian. Yang menari, saat bincang-bincang, saat itu menyinggung koran Lampu Merah yang disomasi karena beritanya dianggap merugikan. Saya bilang,” Gampang saja menghindari kasusnya. Ganti saja menjadi Lampu Hijau,” dengan berkelakar. Ternyata tidak lama kemudian nama koran diganti, entah karena pendapat saya atau tidak.

    Saya menjadi dekat dengan Pak MG ketika dia terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat dalam Kongres PWI tahun 2008 di Banda Aceh. Tidak lama setelah ditetapkan sebagai formatur dan ketua umum, dia menghampiri saya yang duduk bersama pengurus lain di panggung. “Pak Hendry menjadi Sekjen ya,” katanya. “Baik, Pak MG,” kata saya secara spontan. Sebelumnya Pak Tarman dan beberapa pengurus memang memberi info saya sudah dicalonkan menjadi Sekjen.

    Lalu dia mengajak saya ngobrol ke luar Hotel Hermes. Dia ditelpon atau menelpon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang konon dekat dengan beliau. Pak MG bertanya-tanya tentang nama pengurus yang perlu dipertahankan dan yang tidak produktif, sebelum rapat dengan formatur lain. Saya memberi saran dan catatan. Setelah beberapa waktu dia keluar dari ruangan. Ternyata beberapa nama yang saya minta dicoret, oleh formatur lain diminta dipertahankan. Dan orang yang saya minta, malah mau dicoret. Akhirnya tercapai susunan yang kompromistis, karena perubahan memang harus gradual. Yang pasti dua nama yang diminta dicoret, saya selundupkan dengan melebarkan bidang dari satu menjadi dua.

    Yang menjadi catatan dalam menjalankan tugas sebagai Sekjen, saya selalu diberi kepercayaan penuh. Apa saja yang saya usulkan pasti diterima. Agar tidak kebablasan maka saya membiasakan diri berkonsultasi dengan Sasongko Tejo yang menjadi Ketua Bidang Organisasi, Marah Sakti Siregar sebagai Ketua Bidang Pendidikan, terkadang juga dengan Atal S Depari yang menjabat Ketua Bidang Daerah. Karena itu proses berorganisasi berjalan baik.

    Salah satu hal yang luar biasa adalah penekanan Pak MG pada peningkatan pelatihan anggota PWI. “Kalau ada 10 program, maka 1,2, 3 sampai 9 adalah pendidikan,” kata Pak MG. Dan itu memang dibuktikan tidak hanya dengan Safari Jurnalistik yang sudah jalan tetapi dengan penyelenggaran Sekolah Jurnalisme Indonesia, yang angkatan pertamanya di Palembang, mendapat kuliah umum 6dari Presiden SBY. Setelah itu SJI diadakan di belasan provinsi dan terus berlanjut atas dukungan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang waktu itu dipimpin Mohammad NUH, kini Ketua Dewan Pers.

    Karena lobby-nya maka PWI dapat bekerja sama (disponsori) Bank Mandiri dalam melakukan uji kompetensi secara gratis di 34 provinsi pada tahun 2013. Bank nasional itu membiayai semuanya, mulai dari sewa tempat, tiket dan honorarium penguji, dan tetek bengeknya. Pengurus PWI Provinsi sangat gembira karena mereka tidak perlu susah payah mencari dana untuk mensertifikatkan anggotanya.
    Oleh karena itu tidak heran PWI menjadi organisasi dengan jumlah anggota yang bersertifikat paling banyak, dibanding organisasi wartawan lainnya. Apalagi kemudian mereka berhasil melakukan UKW mandiri, bekerja sama dengan pemerintah daerah, BUMN, perusahaan swasta.

    Pak MG sempat digadang-gadang menjadi menteri di periode kedua kepengurusannya dan rumornya santer terdengar. Dia pun kerap dimintai pendapat oleh RI 1 dan bahkan menjadi panelis Konvensi Partai Demokrat untuk Pilpres 2014. “Pak Sekjen saja yang menjadi Ketua Umum ya, saya banyak sekali kesibukan,” katanya suatu hari. Saya bilang,” Jangan, Pak. Pak MG itu simbol PWI silakan sibuk di luar, kami akan mengerjakan semuanya.”

    Nah ketika Pak MG mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung, dia sempat non aktif beberapa bulan dan Sasongko Tejo menjabat sebagai PLT Ketua Umum PWI Pusat. Pada saat inilah ada yang mengkritik karena seharusnya Pak MG melepas jabatan, tetapi dalam PD PRT PWI hal itu tidak diatur dan tidak dianggap sebagai konflik kepentingan sehingga sifatnya hanya nonaktif. Dan kami semua pengurus harian, tidak mempermasalahkan karena memang unsur-unsur PWI di Jawa Timur ataupun Tulung Agung bersikap netral. Mereka faham kode etik.

    Satu ciri Pak MG adalah malas pakai sepatu, yang di acara formal diakali dengan memakai sepatu yang belakangnya terbuka. Kalau diacara internal lebih sering menggunakan sepatu sandal, dan itu dimaklumi. Nggak masalah karena soal sepatu tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan.

    Kenangan terindah dari Pak MG barangkali adalah sambutannya yang selalu ditunggu-tunggu ketika berlangsung Hari Pers Nasional. Presiden SBY dan Jokowi pasti tertawa, bahkan terpingkal-pingkal, ketika dia berpidato. Melakukan kritik, tetapi enak didengar dan dengan Bahasa yang santun. Terakhir itu dilakukannya saat menjadi Penanggungjawab HPN di Surabaya, Jawa Timur, tahun 2019.

    Saya terakhir ngobrol dengan Pak MG dalam acara pernikahan anak saya di kawasan Serpong, tanggal 9 Januari lalu. Kami ngobrol walau tidak lama. Pada tanggal 10 ketika ada acara Dewan Pers di Hotel Swissbell Serpong, kami jumpa lagi, dia sedang duduk-duduk di lobi hotel dan saya akan makan siang di lantai 2. Menyapa beberapa kalimat saya berjanji akan ngobrol setelah itu. Ternyata ketika saya turun Pak MG sudah pergi bersama anaknya.

    Sebelum itupun kami sering ngobrol dalam beberapa bulan terakhir. Terutama kalau ada event Dewan Pers di Swissbell, atau kalau istri saya diundang ngopi atau makan siang oleh istri Pak MG. Kesan saya, dia cukup sehat dan kami bisa ngobrol sampai 2 jam lebih dan diskusi berlangsung hangat.

    Umur memang di tangan Sang Pencipta. Ketika Pak MG dibawa ke RS Pertamina di Simprug, saya berharap dapat berjumpa lagi dan ngobrol seperti biasa. Ternyata itu hanya harapan.
    Selamat jalan Pak MG. Begitu besar jasamu bagi PWI. Tempat terbaikmu adalah surga. Alfatihah. (*)

    *(Hendry Ch Bangun, jurnalis senior)

  • Dihadiahi Timah Panas, Gembong Spesialis Pencurian Mobil Ditangkap

    Dihadiahi Timah Panas, Gembong Spesialis Pencurian Mobil Ditangkap

    SERANG, BANPOS – Tim Reserse Mobile (Resmob) Polres Serang berhasil meringkus TK alias Aceng (28), gembong spesialis pencurian mobil kendaraan pickup atau bak terbuka berhasil diringkus. Residivis yang pernah mendekam di Lapas Serang selama 2 tahun ini tercatat sudah melakukan aksinya sebanyak 15 kali dalam kurun waktu 5 tahun.

    Selain pelaku pencurian, Tim Resmob juga mengamankan tersangka So alias Rehan (40), perantara penjualan mobil hasil pencurian. Dan dari kedua tersangka, Tim Resmob berhasil mengamankan barang bukti, satu diantaranya adalah kendaraan losbak Daihatsu Grand Max.

    Tersangka TK warga Kampung Batu Lingga, Desa Kadu Maneuh, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang ditangkap di tempat persembunyiannya di wilayah Jasinga Kabupaten Bogor, Kamis (20/1). Tersangka terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas karena melawan.

    Di hari yang sama, Tim Resmob juga menangkap rekan TK yaitu So alias Rehan (40) di kediamannya di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang pada Kamis (20/1). Sedangkan satu rekan lainnya yakni RD masih buron.

    “Kasus ini agak unik karena kasus yang dilaporkan hilang mobil losbak warna putih. Tapi yang ditemukan dari tangan tersangka mobil losbak silver hasil kejahatan di wilayah hukum Polres Serang Kota, tepatnya di Polsek Baros,” jelas Kapolres Serang AKBP Yudha Satria didampingi Kasatreskrim AKP Dedi Mirza saat ekspose, kemarin.

    Saat dilakukan penggeledahan di rumah tersangka So, polisi juga menemukan 3 tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram dan satu unit sepeda motor yang merupakan hasil curian.

    “Kami juga menemukan barang bukti sepeda motor yang pelakunya sudah diamankan terlebih dahulu di luar Serang, jadi pelaku So ini sebagai penadah dari curanmor,” katanya.

    Mobil losbak yang TK curi, biasanya ia jual seharga Rp10 juta dan uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sebelumnya TK pernah ditangkap oleh Polda Banten dan harus mendekam di Lapas Serang pada 2019 lalu, saat itu TK dihukum 2 tahun penjara.

    “Untuk 15 laporan polisi (LP) lainnya kita masih harus mencocokan data keterangan dari tersangka apakah di wilayah Polres Serang Kota atau di wilayah hukum kami. Dan untuk satu pelaku lainnya masih kita lakukan pengejaran,” jelasnya.

    Akibat perbuatannya, kedua tersangka kini dijerat dengan Pasal 363 dan Pasal 480 KUHPidana dengan ancaman 7 tahun penjara. Yudha juga mengimbau kepada warga yang mengalami kehilangan kendaraan bermotor maupun tindak kejahatan lainnya, agar segera melapor ke Polres Serang.

    Setelah diselidik, kendaraan bak terbuka tersebut milik Muhdi, warga Kampung Penanggulan, Desa Curug Agung, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang yang hilang pada Januari kemarin.

    Identitas pemilik diketahui setelah proses penyidikan terhadap pelaku selesai, Kapolres Serang AKBP Yudha Satria, mengundang Muhdi untuk menerima kembali kendaraannya setelah hilang dicuri.

    “Barang bukti mobil ini kita kembalikan kepada pemiliknya. Untuk penanganan kasus, kita limpahkan ke penyidik Polres Serang Kota (Polsek Baros, red) sesuai locus delictinya. Jadi jika nanti dibutuhkan penyidik, pemilik kendaraan langsung ke Polsek Baros,” ujar Yudha.

    Sementara Muhdi terlihat tidak dapat menutupi kegembiraannya saat kendaraannya yang hilang telah berhasil ditemukan Tim Resmob Polres Serang. Pasalnya, pedagang kelontongan ini sudah putus asa lantaran mobil yang digunakan untuk usahanya tidak ada asuransinya.

    “Awalnya saya sudah putus asa karena mobil itu untuk usaha dan juga tabungan keluarga. Begitu ditemukan gembira bukan main. Secara pribadi dan keluarga saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Kapolres dan anggota Reskrim karena telah menemukannya dan mengembalikan tanpa dipungut biaya sepeserpun,” kata Muhdi. (MUF)

  • SMSI Berduka, Direktur Utama Rakyat Merdeka dan Pemilik BantenPos Tutup Usia

    SMSI Berduka, Direktur Utama Rakyat Merdeka dan Pemilik BantenPos Tutup Usia

    SERANG, BANPOS – Kabar duka datang dari masyarakat Pers Indonesia. Direktur utama Rakyat Merdeka Grup dan pemilik harian BantenPos, sekaligus mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dua periode, Margiono, tutup usia pada Selasa (1/2).

    Direktur Utama Rakyat Merdeka dan CEO Rakyat Merdeka Group ini meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Modular, Jakarta pada pukul 09.45 WIB. Berdasarkan informasi, jenazah akan disemayamkan di Rumah Duka di BSD, Villa Serpong, Tangerang, Banten.

    Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, Firdaus, dalam rilis resminya, Selasa (1/2) mengucapkan turut berbela sungkawa dan duka yang mendalam atas kepergian sang senior tersebut.

    “Semoga amal ibadah almarhum diterima disisi Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” ucap Firdaus.

    Firdaus mengungkapkan, Margiono adalah senior sekaligus sosok mentor baginya. Banyak kenangan dan pelajaran yang diberikan semasa hidupnya.

    Ia mengaku, SMSI yang dilahirkan dari para fungsionaris PWI, tidak dapat lepas daripada kader-kader Margiono, yang berada diseluruh penjuru tanah air. Dengan berpulangnya sosok senior sekaligus mentor tersebut, SMSI merasa kehilangan.

    “Dalam rangka mengenang dan mendoakan almarhum, besok siang, Rabu (2/2) SMSI akan mengirim doa bersama di Sekretariat, jalan Veteran Jakarta Pusat,” tandasnya. (MUF)

  • Lapas Cilegon Fasilitasi Napi Budha Beribadah di Vihara

    Lapas Cilegon Fasilitasi Napi Budha Beribadah di Vihara

    CILEGON, BANPOS – Peribadatan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Budha di Vihara Graha Winaya Dharma Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cilegon, Senin (31/1) berlangsung khidmat.

    Para WBP melakukan ibadah bersama Ketua Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Provinsi Banten yang dipimpin oleh Jumarni Jassasirini dengan tema Kebahagiaan. Menurut Jumarni, kegiatan ini untuk kembali membangkitkan kerohanian bagi WBP beragama Budha.

    “Kebahagiaan adalah pada saat kita memberi sesuatu dan sifatnya lama karena saat kita memberi atau membantu orang lain nilai yang kita rasakan akan abadi serta akan terus diingat orang dan membuat hidup kita lebih berarti,” tuturnya.

    “Ibadah di Vihara Lapas Cilegon adalah pada saat kita mendapat sesuatu dan sifatnya sementara/tidak lama,” tambahnya.

    Sementara itu, Kepala Subseksi Bimaswat, Aldi Perwira mengatakan jika pelaksanaan kegiatan kerohanian Buddha ini bertujuan untuk meningkatkan iman para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang beragama Buddha agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat.

    “Kita berikan hak-hak mereka (narapidana) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 UUD RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menegaskan bahwa narapidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya pendidikan dan pengajaran,” jelasnya. (LUK)

  • Diduga Rudapaksa Gadis Tuna wicara, Kakek Uzur Asal Carenang Ditangkap

    Diduga Rudapaksa Gadis Tuna wicara, Kakek Uzur Asal Carenang Ditangkap

    SERANG, BANPOS – Seorang kakek uzur warga Desa Mandaya, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang, MS (67), ditangkap Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Serang.

    Penangkapan kakek yang berprofesi sebagai petani itu dilakukan di rumahnya pada Selasa (25/1/) sore, karena diduga melakukan rudapaksa gadis penyandang tuna wicara.

    Kapolres Serang, AKBP Yudha Satria, menjelaskan bahwa peristiwa asusila yang menimpa gadis penyandang tuna wicara berusia 15 tahun ini, terjadi sekitaran bulan Juli tahun lalu. Korban yang tinggal bersama pamannya ini, diketahui sering main di sekitaran rumah MS.

    “Karena lama menduda, MS akhirnya melampiaskan nafsu bejadnya kepada korban di rumah tersangka. Setelah melampiaskan nafsu bejadnya, korban diberi uang sambil mengancam agar korban tidak memberitahu kepada orang lain dengan bahasa isyarat,” terang Kapolres saat ekspose di Mapolres Serang, Senin (31/1) didampingi Kasatreskrim, AKP Dedi Mirza dan Kanit PPA, Ipda Stefany Panggua.

    Karena takut dengan ancaman, korban tidak berani menceritakan kepada paman maupun bibinya. Diamnya korban kemudian dimanfaatkan pelaku untuk mengulangi perbuatan bejadnya hingga korban mengalami kehamilan.

    “Korban diketahui hamil setelah pamannya curiga dengan kondisi perut korban yang buncit. Dan setelah diperiksa, korban dinyatakan positif hamil,” tuturnya.

    Setelah dinyatakan hamil, pihak keluarga meminta korban untuk memberitahu pelakunya. Karena tidak bisa bicara, korban membawa pamannya ke rumah MS yang hanya berselang beberapa rumah dan menunjuk MS sebagai pelakunya.

    Setelah mengetahui siapa pelaku yang telah menghamili ponakannya, pihak keluarga melakukan visum dan kemudian melaporkan kasus pencabulan tersebut ke Mapolres Serang.

    Berbekal dari laporan tersebut, Tim Unit PPA yang dipimpin Ipda Stefany Panggua, mulai diterjunkan untuk melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan tersangka MS, di rumahnya saat sedang minum kopi di ruang tamu.

    “Setelah diamankan, tersangka langsung dibawa ke Mapolres untuk dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, tersangka MS mengakui perbuatannya,” tandasnya. (MUF)

  • Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    KEPOLISIAN Resort (Polres) Serang Kota kembali melanjutkan penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kasemen. Dilanjutkannya penyidikan tersebut setelah adanya rekomendasi atas gelar perkara khusus yang diasistensi langung oleh Bidpropam dan Wasidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Untuk diketahui, gelar perkara khusus dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama yaitu tahapan yang digelar secara terbuka dan dihadiri oleh insan pers dan pihak pelapor maupun terlapor.
    Sedangkan tahap berikutnya digelar secara internal, dihadiri oleh Bagwasidik Polda Banten, Bidkum Polda Banten, Bidpropam Polda Banten, Kapolres Serang Kota, Wakapolres Serang Kota, Kasi Pengawas, Kasi Propam, Kasikum, Kasatreskrim dan penyidik Satreskrim Polres Serang Kota.

    Gelar perkara khusus tersebut pun akhirnya menghasilkan keputusan bahwa penyidikan terhadap kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kecamatan Kasemen yang sempat dihentikan oleh Polres Serang Kota, harus kembali dilanjutkan.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, melakui Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan bahwa surat perintah penyidikan lanjutan telah dikeluarkan untuk perkara pemerkosaan tersebut.

    “Benar, sesuai rekomendasi gelar perkara khusus, penyidikan pemerkosaan gadis difabel akan dilanjutkan,” ujar David dalam pers rilis yang diterima BANPOS, kemarin.

    Menurutnya, penghentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut telah menimbulkan gelombang reaksi negatif dari masyarakat. Sehingga, dilanjutkannya penyidikan perkara tersebut diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

    “Guna memenuhi rasa keadilan masyarakat, Penyidik Satreskrim Polres Serang Kota akan menyelesaikan pemberkasan terhadap dua tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan,” tutur David.

    Kembali dilanjutkannya proses penyidikan pada perkara pemerkosaan tersebut dinilai oleh Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang, sebagai bukti bobroknya penegakkan hukum oleh Polres Serang Kota.

    “Keputusan dilanjutkannya penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas, mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polres Serang Kota. Ini justru membuka kepada publik bagaimana bobroknya penanganan hukum oleh mereka,” ujar Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, Sabtu (29/1).

    Ega mengatakan, sejak awal pihaknya sudah merasa aneh dengan keputusan yang diambil oleh Polres Serang Kota, yang menghentikan perkara pemerkosaan penyandang disabilitas dengan dalih restorative justice.

    “Bagi kami ini sudah cacat sejak awal. Karena kok bisa kasus pemerkosaan dilakukan restorative justice. Apalagi posisi perwalian korban pada saat dilakukan perdamaian itu sarat akan kepentingan, karena diwalikan oleh istri dari pelaku,” terangnya.

    Ia menuturkan bahwa pada hasil gelar perkara khusus pun, tidak menyebutkan siapa yang bertanggungjawab pada penghentian penyidikan itu. Padahal seharusnya, jika memang terjadi kekeliruan bahkan pelanggaran terhadap aturan, harus ada yang bertanggungjawab.

    “Aneh, kalau emang ada yang dilanggar, maka siapa yang melanggar itu yang harus dihukum. Tapi dalam pemberitaan yang kami dapatkan, tidak ada yang bertanggungjawab. Kalau gitu, akan ada potensi melanggar kembali,” ungkapnya.

    Selain itu, ia pun mendesak agar motif utama diberhentikannya kasus pemerkosaan tersebut dapat diungkap. Karena menurutnya, tidak mungkin motif pemberhentian kasus tersebut hanya karena alasan kemanusiaan sebagaimana yang beredar.

    “Kami rasa tidak mungkin pemberhentian hanya karena alasan kemanusiaan. Lagi pula setahu kami, kasus yang paling dibenci oleh siapapun adalah kasus pelecehan seksual. Bahkan oleh sesama narapidana pun juga sangat dibenci. Tapi ini kok bisa-bisanya dengan mudah diberhentikan,” katanya.

    Sedikit kilas balik, Ega menuturkan bahwa dalam kurun waktu kepemimpinan Kapolres Serang Kota saat ini, yaitu AKBP Maruli, banyak terjadi tindakan yang dianggap telah melanggar aturan, bahkan mengancam demokrasi.

    “Sebagai contoh, ketika demisioner Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang dan pimpinan Komisariat Unbaja periode kemarin ditangkap dan ditahan selama hampir satu hari oleh Satreskrim Polres Serang Kota, hanya karena kami ingin menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa hal tersebut sudah sangat mencederai demokrasi, dan melanggar aturan. Karena menurutnya, dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tidak ada larangan untuk menyampaikan aspirasi di hadapan Presiden.

    “Terlebih kami sangat ingat betul, kami tidak berorasi atau unjuk rasa seperti halnya yang biasa dilakukan. Kami hanya ingin membentangkan poster dengan tulisan ayat suci al-Quran, mendoakan beliau (Jokowi) agar menjadi pemimpin yang adil,” katanya.

    Termasuk pada saat akan digelar aksi protes di Markas Polres Serang Kota, dimana pada saat itu anggota dari Polres Serang Kota menghalau massa aksi di persimpangan lampu merah menuju Mapolres.

    “Kan sudah jelas bahwa dalam Undang-undang nomor 9 itu, Markas Kepolisian tidak termasuk tempat yang dilarang untuk menggelar unjuk rasa. Maka dari itu, ini jelas-jelas merupakan bobroknya Kapolres Serang Kota dalam memimpin,” tegasnya.

    Ia pun mendesak agar Kapolres Serang Kota untuk secara jantan mengakui kesalahan dari para anak buahnya, baik dari kasus penculikan hingga pemberhentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas.

    “Tidak ada anak buah yang salah, tapi pimpinannya yang salah. Karena tentu baik tindakan penculikan maupun pemberhentian kasus pemerkosaan itu atas persetujuan Kapolres. Jadi lebih baik minta maaf dan mundur atau silahkan pimpinan baik Polda maupun Polri segera mencopot Kapolres Serang Kota. Dari pada wilayah hukum di bawah Polres Serang Kota ini terus tidak kondusif,” tegasnya.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak mau merespon banyak mengenai hal tersebut. Ia pun menyuruh agar pihak yang mendesak agar Kapolres meminta maaf dan mengundurkan diri untuk datang ke Polres Serang Kota.

    “Suruh datang ke Polres aja, nanti kita temui. Datang ke Polres nanti dihadapkan pada Kasatreskrim yang bagian penyidikan, nanti tinggal ketemu. Begitu aja. Ini kan atas nama Polres, nah penanganan penyidikan ada di Reskrim, nanti siapa yang mengoordinir silahkan ketemu, biar kami tahu,” katanya.

    Sementara Kabid Humas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp belum kunjung membalas.

    Untuk diketahui, dilaksanakannya gelar perkara khusus oleh Polda Banten atas penghentian penyidikan kasus pemerkosaan disabilitas asal Kasemen, lantaran banyaknya protes yang dilakukan oleh masyarakat dan rekomendasi yang diberikan oleh Kompolnas.

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.

    “Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.

    Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

    “Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku pemerkosaan dengan korban,” tuturnya.

    (MUF/ENK)

  • Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    PEMERINTAH melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), telah resmi menyatakan penghapusan pegawai berstatus honorer mulai yahun 2023 mendatang. Namun, pemerintah daerah masih menunggu kelanjutan dari pemberlakuan aturan itu.

    Kepala BKPSDM Kota Serang, Ritadi, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima secara resmi wacana penghapusan pegawai honorer. Menurutnya, hal itu baru merupakan wacana yang diucapkan oleh Menpan-RB, Tjahjo Kumolo.

    “Pada prinsipnya kota/kabupaten kan menunggu regulasi. Itu kan baru pernyataan dari Menteri Pan-RB saja kan, bahwa tahun 2023 itu harus dihapus,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Jumat (28/1).

    Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada ketentuan terkait dengan bagaimana tatacara penghapusan honorernya, dan lain sebagainya masih belum diketahui oleh pihaknya. “Apa yang disampaikan oleh pak menteri itu kan berdasarkan PP 48 tahun 2010 tentang tenaga honorer,” katanya.

    Sedangkan untuk persiapan Pemkot Serang menghadapi kebijakan penghapusan honorer tersebut, Ritadi mengaku belum ada. Sebab, pihaknya tetap harus menunggu regulasi dari pusat mengenai mekanisme kebijakan tersebut.

    “Ya itu kan persiapannya nunggu peraturan dulu, mekanismenya seperti apa. Kalau di PP 49 tahun 2016 tentang PPPK atau PP 48 tahun 2010 tentang honorer, itu kan sudah tidak ada lagi yang namanya pengangkatan honorer atau pembiayaan selain PNS dan PPPK, tidak diperkenankan,” jelasnya.

    Namun meski dilarang untuk menambah tenaga honorer, RItadi menuturkan bahwa di beberapa daerah, termasuk Kota Serang, penambahan tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang masih terjadi lantaran kebutuhan.

    “Memang kekurangan sekali, sehingga masih ada perekrutan tenaga honorer seperti di Satpol PP, di Dishub, di Dinas LH. Nah mereka (honorer) sudah eksis untuk membantu kami dalam menjalankan pemerintahan,” ungkapnya.

    Menurutnya, penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023 mendatang merupakan hal yang cukup berat untuk dilakukan. Mengingat Pemkot Serang sudah sangat terbantu dengan keberadaan tenaga honorer, dan membutuhkan SDM dalam menjalankan roda pemerintahan.

    “Nah tentu ini menjadi PR yang berat bagi pemerintah kota, apabila tenaga honorer ini akan dihapus. Perlu solusi yang terbaik terkait dengan hal itu,” terangnya.

    Sementara terkait dengan jumlah tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang, Ritadi menuturkan bahwa pihaknya tidak mendata. Sebab, tupoksi dari BKPSDM hanya mengelola SDM Pemkot Serang yang berstatus ASN.

    “BKPSDM itu tidak membawahi itu. Yang dikelola oleh BKPSDM adalah ASN. Kalau untuk honorer itu ada di masing-masing OPD. Jadi semua tersebar, ada yang di Setda, ada yang di Dishub, ada yang di Satpol PP,” ucapnya.

    Begitu pula dengan jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK. Menurutnya, sampai saat itu data tersebut masih berada di masing-masing OPD. “Itu belum, saat ini masih tahap pemberkasan. Tapi setahu saya ada staf di Bagian Hukum yang diterima, namun di Disnaker,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian BKPSDM Kabupaten Serang, Hamimi, mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer yang tersebar di pemerintah kabupaten Serang di luar guru honorer berjumlah sekitar 500 orang. Apabila digabungkan dengan guru honorer, maka jumlah tenaga honorer di Kabupaten Serang berjumlah lebih dari 1.000 orang.

    Jumlah tersebut dilihat dari pendaftar PPPK tahun lalu dengan formasi lebih dari 3.000. Meskipun demikian, ia mengaku tidak mendata secara detail untuk lama masa kerja dan usia dari tenaga honorer se-Kabupaten Serang.

    “Karena data yang ada di honorer yang K1, sisa K2, paling itu saja. Kalau data di kami (BKPSDM) tidak ada data rinci berapa tahun bekerja, karena kita data awal saja, itupun dari OPD-nya tidak ada laporan ke kami,” ungkapnya, Minggu (30/1).

    Ia menjelaskan, sebagian besar OPD di Kabupaten Serang tidak melaporkan berapa jumlah tenaga honorer yang bekerja. Sehingga pihaknya tidak mengetahui berapa saja jumlah tenaga honorer yang tersebar di OPD-OPD.

    Hamami mengaku, jauh di tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 pernah ada pendataan honorer. Dimana honorer yang sebutannya TKK atau tenaga kerja kontrak, dimasukkan ke data dan ada juga TKS atau tenaga kerjas sukarela.

    “TKK dulu itu kan diangkat langsung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Kami ada beberapa yang tidak masuk ke data itu, akhirnya masuk ke data TKS,” tuturnya.

    Sejumlah TKS yang merupakan sisa dari pengangkatan PNS tahun 2007 sampai tahun 2010, kemudian dilakukan pendataan kembali. Pada tahun 2014, dilakukan tes untuk pengangkutan CPNS.

    “Sekarang kita dapat data yang kisarannya belum diketahui kebenarannya, data honorer saat ini yang kami tahu ada sekitar 500 orang,” katanya.

    Menurutnya, data guru honorer dan data tenaga honorer Pemkab Serang pendataannya berbeda. Guru honorer secara otomatis terdata di dapodik yang induknya adalah Kementerian Pendidikan, sedangkan untuk tenaga honorer Pemkab, tidak ada pendataan dalam waktu dekat ini.

    Hamami menjelaskan, tahun 2021, jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK adalah formasi guru, dan penyuluh pertanian saja. Sebab, dari formasi yang ditetapkan oleh pusat, hanya dua formasi saja.

    “Hanya di tahun 2020, kita perekrutan banyak tenaga honorer di bidang kesehatan. Tapi untuk PPPK, hanya ada guru dan penyuluh pertanian serta pamong,” ucapnya.

    Ketentuan penghapusan honorer yang tercantum dalam Pasal 96 PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini, belum ada teknis yang disampaikan secara gamblang, dan membuat tenaga honorer bimbang. Menurutnya, keputusan pemerintah sudah benar, seperti halnya mengintruksikan pendataan tenaga honorer pada tahun 2005, yang mana akan dibiayai melalui APBD atau APBN.

    “Semuanya didata, dan ada pengangkatan semuanya. Ada beberapa yang tidak diangkat, karena faktor usia,” ucapnya.

    Meskipun demikian, ia menyebut tidak menutup kemungkinan kedepan pun sama. Saat ini sudah beda era, ketika dulu ada PNS dan honorer, di aturan baru disebutkan PNS dan PPPK.

    “ASN itu penyebutan untuk PNS dan PPPK di dalamnya, secara otomatis mungkin kedepan sebutan honorer itu tidak ada apakah nanti yang honor sekarang ini akan diangkat menjadi PPPK atau bagaimana, itu nanti petunjuk teknisnya kita menunggu, apakah ini akan tetap diberlakukan penghapusan, kami menunggu kajian dari pusat,” jelasnya.

    Hamami mengaku pihaknya belum mengetahui benar atau tidaknya akan dilakukan penghapusan honorer, sebab saat ini baru wacana dari pemerintah pusat. Saat ini, kata dia, pemerintah pusat terkena teguran dari Ombudsman terkait dengan tenaga honorer, yang bekerja di waktu yang sama dengan ASN namun digaji jauh dibawah standar atau dibawah UMR.

    “Gaji mereka (honorer) kecil, kerja sama saja dengan PNS, tapi gaji dibawah standar akhirnya Ombudsman mengajukan hal itu ke pusat dan merespon dengan penghapusannya,” katanya.

    Ia mengungkapkan sedikitnya cukup terbantu dengan adanya tenaga honorer. Namun untuk mengajukan formasi ASN, tidak mudah karena tergantung dari pemerintah pusat.

    “Kita usulkan reformasi sesuai kebutuhan yang ada di daerah, tapi pada kenyataannya, kita hanya dapat formasi sedikit. Karena mungkin kaitannya dengan pembagiannya,” terangnya.

    Ia menjelaskan, apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkolaborasi dalam mengangkat honorer menjadi PPPK, tinggal menambah sebagian gaji yang diperuntukkan bagi tenaga honorer tersebut. Sebab, saat ini pun sebagian tenaga honorer sudah digaji melalui APBD.

    “Misal yang tadinya gaji honorer, dialihkan saja dengan gaji PPPK. Kalaupun ada penambahan, menurut saya tidak terlalu besar,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon Ahmad Jubaedi menegaskan, kendati sudah ada informasi soal kebijakan penghapusan namun, pihaknya masih menunggu arahan dari Kemenpan RB.

    “Belum ada Juknis Kemenpan. Kita tunggu saja dulu sampai clear payung hukumnya,” kata Jubaedi kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, kemarin.

    Sementara itu, terkait jumlah honorer yang ada di lingkungan Pemerintah Cilegon, Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan Pemberhentian, Pembinaaan, Kesejahteraan, dan Administrasi Umum BKPP Cilegon Budhi Mustika mengatakan kurang lebih sekitar 4.600 non PNS.

    “Kalau untuk data yang diminta kami perlu mengecek kembali dahulu. Yang kami ketahui data non PNS Cilegon adalah lebih kurang 4.600 orang dan ini memang mayoritas honorer yang telah lama mengabdi di Pemkot Cilegon,” katanya.

    Budhi menyampaikan, jika diberlakukan maka ada kurang lebih 4.600 tenaga honorer yang akan dihapuskan. Namun, lagi-lagi hal tersebut masih menunggu arahan dari pemerintah pusat.

    “Sifatnya kami masih menunggu bagaimana arahan dari Pemerintah Pusat,” ujarnya.

    Adanya kabar tersebut, ujar Budhi, diharapkan tidak mengganggu kinerja para tenaga honorer dalam bertugas. Sebab, BKPP Kota Cilegon masih mencarikan solusi terbaik terhadap persoalan tersebut.

    “Kami minta para honorer untuk semangat bekerja, karena kami terus berupaya yang terbaik untuk memperjuangkan nasib para honorer Pemerintah Kota Cilegon. Sesuai dengan amanat Bapak Walikota Cilegon (Helldy Agustian) dan (Ketua) DPRD Kota Cilegon (Isra Miraj),” tandasnya.

    (LUK/MUF/DZH/PBN/ENK)

  • Honorer di Ujung Tanduk

    Honorer di Ujung Tanduk

    PEMERINTAH memutuskan untuk menghapus tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah. Kebijakan yang mulai berlaku pada 2023 mendatang dinilai bisa menimbulkan gejolak di daerah, termasuk di Provinsi Banten. Lonjakan pengangguran pun dikhawatirakna bakal terjadi menyusul penerapan kebijakan ini.

    Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada lagi tenaga honorer di instansi pemerintah. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

    Dalam beleid itu, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku atau 2023. Artinya, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni PPPK. Para eks tenaga honorer itu pun tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, tapi harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK maupun CPNS.

    Kebijakan itu pun menimbulkan keresahan di kalangan honorer di Provinsi Banten. Mereka berharap ada upaya dari pemerintah daerah untuk melindungi para honorer agar tidak terjerumus dalam jurang pengangguran ketika kebijakan itu resmi diberlakukan.

    Sementara itu, salah seorang pegawai honorer atau Non ASN Pemprov Banten yang juga Ketua Umum Persatuan Pengamanan Dalam Indonesia (PERADA) Regional Banten, Asep Bima kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang akan mengahus tenaga honorer, terlebih terdapat ketentuan bahwa wacana penghapusan yang dibarengi dengan rekruitmen CPNS, didalamnya tidak termasuk petugas pengamanan dalam atau Pamdal.

    “Saya masuk sebagai pegawai Non ASN tahun 2015, dan bertugas sebagai Pamdal di Setwan Banten. Miris memang saat mendengar kabar seluruh honorer atau pegawai Non ASN akan diberhentikan. Terlebih lagi untuk profesi Pamdal tidak diberikan porsi untuk mengikuti seleksi CPNS. Dan yang lebih sadisnya lagi, untk profesi Pamdal akan di pihak ketigakan (outshorching),” kata Asep.

    Dengan adanya wacana-wacana saat ini yang disampaikan oleh pemerintah pusat, posisi Pamdal bemar-benar terjepit, seakan-akan terdiskrimibasi.

    “Lantas dimana sisi penghargaan pemerintah atas pengabdian rekan-rekan Pamdal yang sudah mengabdi cukup lama. Seharusnya ini jadi pertimbangan pula, bahwa honorer bukan hanya staf administrasi, guru, tenaga kesehatan atau Nakes,dan penyuluh pertanian saja, namun ada juga profesi Pamdal di dalamnya,” ujarnya.

    Seharusnya lanjut Asep, pemerintah pusat, jika membuat kebijakan disesuaikan dengan konstitusi negara, yakni Pancasila. Sila Ke-5, disebutkan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Terkecuali jika memang profesi Pamdal tidak dalam bagian Itu,” imbuh Asep.

    Apalagi untuk menjadi Pamdal di pemerintahan, ia bersama rekan-rekannnya mengikuti rangkaian tes yang panjang dan melelahkan.

    “Untuk Pamdal sendiri ada tahapan-tahapan. Proses seleksi mulai dari psikotes, capacity building, wawasan kebangsaan, tes fisik, hingga wawancara. Dan
    saya mewakili seluruh Pamdal KP3B, menyatakan bahwa seluruh Pamdal yang saat ini statusnya sebagai pegawai Non ASN, memastikan sudah mengikuti seleksi. Dan terkait tingkat kesulitan pasti ada. Namun ini adalah hal yang wajar dalam setiap proses, apalagi dimaksudkan guna mencetak pegawai yang profesional dan ahli di bidangnya,” ujarnya.

    Selain kecewa akan wacana penghapusan honorer lantaran tidak ada kriteria Pamdal masuk dalam rekruitmen CPNS, Asep mengaku sistem managerial ASN di Pemprov Banten belum seragam atau sama.

    “Memang sebetulnya program ini bagus (peghapusan honorer). Tapi sekali lagi menurut saya kurang berkeadilan. Menurut saya, pusat ingin mereformasi birokrasi seluruh tatanan sistem, namun di daerah saya nilai belumlah siap untutk masuk kesana. Ini bisa dibuktikan dengan sistem managerial pegawai Non ASN yang belum termerger dan masih terkesan kurang rapi. Sistem pegawai yang dikatakan baik adalah sistem yang berbasis 1 pintu, dimana 1 OPD memanage dan mendistribusikan seluruh pegawai ke berbagai OPD, bukan seperti sekarang, beda OPD beda pula cara mainnya, sehingga sampai saat ini jumlah seluruh pegawai Non ASN Banten masih samar-samar,” terangnya.

    Meski demikian pihaknya berharap wacana penghapusan honorer pada praktiknya berpihak ataa nasib teman-teman yang belum diangkat menjadi PNS.

    “Kami berharap dengan adanya program ini seluruh honorer dapat diangkat menjadi ASN tanpa membeda-bedakan profesinya guna mencapai titik keadilan dalam berproses, dan semoga pemerintah Provinsi Banten dapat mengambil langkah tepat dan bijak,” harapnya.

    Keresahan juga dialami 4.600 honorer di Kota Cilegon yang terancam kehilangan pekerjaan ketika PP nomor 49 resmi diterapkan. Mereka masih terus mencari kejelasan soal penerapan aturan ini agar dapat memperjuangkan nasib mereka.

    Ketua Honorer Kategori 2 (K2) Kota Cilegon, Syamsudin menjelaskan, pihaknya sudah mencoba mencari kejelasan soal aturan tersebut. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon, Bagian Hukum Kota Cilegon dia datangi untuk mencari tahu duduk persoalan dan solusi apa yang akan dilakukan pemerintah.

    Namun, hasil dari pencarian itu hanyalah permintaan untuk wait and see, karena Pemkot Cielgon pun masih akan menunggu arahan dari pusat.
    “Kami sudah berkeliling menanyakan itu ke BKPP Kota Cilegon dan Bagian Hukum. Kami ingin pastikan ada Peraturan Walikota (Perwal) untuk melindungi kami,” ujarnya.

    “Sebab, kami tanyakan juga hanya bagaimana aturan pusat,” sambungnya.

    Jika memang tenaga honorer dihapuskan, maka bukan hanya pegawai non ASN struktural saja. Namun, juga para guru honorer akan terdampak jika benar-benar diberlakukan. Total ada 4.600 lebih honorer bakal menganggur. Terlebih tahun ini tunjangan honorer tak naik untuk yang struktural.

    “Kalau melihat berita di TV, penjaga kantor dan cleaning service itu akan outsourcing. Namun, honorer seperti kami dan guru itu terdampak dengan penghapusan,” tuturnya.

    Terpisah, Hilman Faruk, warga Kampung Pasir Eurih, Desa Panancangan, Kecamatan Cibadak yang saat ini telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengatakan, sebelum diangkat menjadi PPPK, ia menjadi guru honor di sebuah pendidikan dasar (SD) mulai dari tahun 2004 hingga 2019.

    Selama kurang lebih 15 tahun ia mengabdi menjadi tenaga guru honor, pada tahun 2019 kata Hilman, ia mengikuti tes seleksi PPPK dan berhasil lulus seleksi dan diangkat. Banyak proses yang dialami selama menjadi guru honor. Melihat masih banyaknya tenaga honor yang belum beruntung baik menjadi PNS maupun PPPK, ia berharap pemerintah mengkaji ulang wacana tersebut.

    “Saya berharap tetap ada solusi dari pemerintah untuk mengakomodir tenaga honorer terutama bagi tenaga honorer yang jenjang kerjanya udah cukup lama. Kalau saya secara pribadi saya bersyukur telah menjadi guru PPPK,” katanya, Minggu (30/1) kepada BANPOS.

    Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Abdul Kholiq, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengkonfirmasi ke BKPSDM terkait penghapusan honorer. Beberapa hari yang lalu pun, ia menerima berbagai keluh kesah dari honorer di berbagai OPD.

    “Beberapa hari yang lalu banyak dicurhatin teman-teman honorer dari dinas, terkait berita Serang Kabupaten dan Serang Kota tidak ada data honorer,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, pihaknya sudah pernah meminta data honorer kepasa BKPSDM. Hanya saja, belum ada data yang dikirim ke Komisi I.

    “Awal tahun 2022 ini komisi I sudah berkoordinasi ke kantor BKPSDM terkait formasi P3K, Open Biding dan urusan-urusan kepegawaian lainnya,” tuturnya.

    Tentang penghapusan pengangkatan dan penerimaan honorer yang sedang ramai diperbincangkan, pihaknya juga belum menerima petunjuk pelaksanaan (Juklak) maupun Petunjuk Teknis (Juknis) yang bisa dipedomani.

    “Kami berharap, Pemkab Serang harus memikirkan para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi untuk Kabupaten Serang, tentu disesuaikan dengan kemampuan anggaran,” tandasnya.

    Di bagian lain, Anggota DPRD Kota Cilegon Qoidatul Sitta mengatakan adanya peraturan terbaru dari pusat terkait tenaga honorer di 2023 akan dihapuskan. Menurutnya harus dikaji terlebih dahulu secara menyeluruh.

    “Saya melihatnya ini perlu dikaji dulu juklak-juknis nya seperti apa. Jangan sampai kita mendapatkan informasi itu setengah – setengah,” katanya.

    Ia menyarankan agar dinas terkait untuk mempelajari secara utuh adanya aturan tersebut bilamana diberlakukan.

    “BKPP sebagai leading sektor kepegawaian harus secara komprehensif untuk mendapatkan informasi secara utuh bagaimana, dan ini perlu dipelajari lagi bagaimana lebih lanjutnya pola teknisnya seperti apa, juklak juknisnya seperti apa, harus dilihat kembali, dipelajari kembali adanya informasi seperti itu. Apalagi itu di pusatnya juga baru dari Kemenpan-RB nya belum secara detail untuk turunan ke bawanya seperti apa, apakah nanti polanya dikembalikan kemampuannya kepada daerahnya masing-masing atau bagaimana, ini juga belum dijelaskan,” tandasnya.

    Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Aep Syaefullah, menyebut bahwa apabila melihat di lingkungan Pemkab Serang, ada beberapa OPD yang jumlah honorernya berlebih. Dia menilai, solusi bagi honorer untuk mengikuti tes PPPK merupakan altaernatif yang biosa diterima.

    “Bagus juga sih, artinya ada kepastian bagi teman-teman honorer kalau memang diberikan saluran untuk bisa diangkat menjadi PPPK dengan cara tes dan sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

    Hanya saja, kata dia, dalam penyeleksian atau tes nanti, tentu tidak semua terakomodir. Sehingga masing-masing daerah diminta untuk memiliki inovasi lain.

    “Kalau memang apabila tenaga itu masih dibutuhkan di OPD, dicarikan solusi lain,” ujarnya.

    Apabila belum bisa terakomodir, ia mengkhawatirkan terjadi penambahan jumlah pengangguran di Kabupaten Serang. Oleh karena itu, ia berharap agar Pemerintah daerah bisa diberikan kewenangan untuk berinovasi.

    “Kalau misal itu sudah diwacanakan dan sudah diberlakukan nanti, harapannya semua tenaga baik PPPK atau ASN, bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jangan sampai banyak tenaga, justru pelayanan publik terbengkalai,” tuturnya.

    Di Kabupaten Lebak, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya sudah melarang setiap OPD merekrut tenaga honorer. Bahkan Iti mengancam pejabat yang mengangkat honorer dengan pemeriksaan khusus dan memberikan sanksi tegas terhadap pejabat terkait.

    “Saya sudah sampaikan tidak ada lagi OPD yang boleh merekrut tenaga honorer atau supporting staff, kecuali sudah menganalisa kebutuhan personelnya yang nanti kita sampaikan ke Kementerian RB (Reformasi Birokrasi). Kalau ada yang merekrut saya riksus dan saya akan turunkan jabatannya,” kata Iti.

    (CR-01/RUS/LUK/MUF/PBN/ENK)