PARA tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di 2023. Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.
Dengan demikian, pegawai pemerintah hanya akan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).
Nantinya, pegawai honorer yang ada saat ini dapat diangkat menjadi PNS dengan melalui proses seleksi CASN.
Berdasarkan data dari BKD Banten, jumlah pegawai honorer di pemprov baik yang bekerja diorganisasi perangkat daerah (OPD) dan para guru terbilang cukup banyak yakni, 15 ribu. Bisa dikatakan over alias melebihi kapasitas.
Dari jumlah 15 ribu honorer tersebut, 8.700 orang di antara berada di sekolah-sekolah SMA dan SMK negeri se-Provinsi Banten, dengan 6.000 lagi tersebar di OPD-OPD yang ada di lingkungan Pemprov Banten lainnya.
Pemprov sendiri pada tahun 2021 lalu telah melakukan kebijakan dengan melakukan pengurangan tenaga honorer yang ada di OPD-OPD, sementara guru dengan status honorer masih tetap dipertahankan karena tenaganya masih dibutuhkan.
Sementara uang yang dikeluarkan untuk membayar gaji kurang lebih 15.000 tenaga honorer tersebut setidaknya jika mereka menerima gaji Rp1,5 juta sampai Rp3 juta. Atau dirata-ratakan Rp2 juta per bulan per orang, maka uang yang dikeluarkan dari APBD Banten setiap tahunnya Rp360 miliar, atau, setiap bulan dibutuhkan anggaran Rp30 miliar untuk membayar honor.
Sekwan Banten, Deden Apriandhi Hartawan dihubungi melalui telepon genggamnya, Minggu (30/1) membenarkan, keberadaan tenaga honorer sangat diperlukan untuk menunjang pekerjaan di OPD yang dipimpinnya. Akan tetapi diakuinya, jumlahnya saat ini bisa dikatakan lebih dari cukup atau over.
“Awal Januari (2022) kemarin ada sekitar 12 honorer di Setwan (Sekretaris Dewan) Banten ini terpaksa kami keluarkan, tidak dilakukan perpanjangan kontrak, karena hasil evaluasi dari kami mereka ini dianggap tidak bisa menerapkan pekerjaanya dengan baik, sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelumnya,” katanya.
Ke-12 tenaga honorer yang bekerja di Setwan ini lanjut Deden, tidak bekerja tiga hari berturut- turut atau mangkir dari pekerjaan empat hari selama sebulan. “Jadi kami menjalankan perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya antara pegawai non PNS dengan pejabat di Sekwan yang dibuat pada awal Januari 2021 lalu,” kata Deden yang baru menjabat sebagai Sekwan Banten pada Agustus 2021 ini.
Dengan adanya pengurangan 12 pegawai honorer di Setwan, jumlah pegawai yang tersisa diangka 500 orang tersebut lanjut Deden dirasa masih banyak. Rencananya pada September tahun 2022 ini akan dilakukan analisa jabatan khusus honorer dengan melibatkan BKD dan BKN.
“Di Perubahan APBD 2022 nanti, kita akan melakukan analisa jabatan. Ini kami lakukan untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya jumlah honorer yang dibutuhkan di Setwan. Yang jelas jumlahnya dibawah 500,” ujarnya.
Analisa jabatan itu kata Deden, akan mempertimbangkan kriteria diantaranya, menghitung beban kerja, menghitung fungsi dab akomodasi, tempat, tenaga yang dibutuhkan harus sesuai antara tipoksi di Setwan dan kemampuan honorer, serta anggaran.
“Kita juga kedepan akan melakukan evaluasi pegawai di Setwan. Tidak hanya non ASN atau honorernya tapi juga staf pelaksana ASN dan jajaran eselon dengan mengundang BKD dan BKN,” terangnya.
Disinggung adanya pembeban anggaran untuk memberikan gaji kepada para honorer hal tersebut dianggapnya tidak masalah sepanjang kinerja honorer tersebut baik.
“Keberadaan teman-teman honorer di OPD-OPD itu sangat membantu, kalau mereka benar- benar bekerja maksimal. Saya sebelum di Setwan, menjabat sebagai Kepala Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga), di Dispora ada sekitar 80 orang honorer, dan saya sangat terbantu dengan mereka. Tidak dibayangkan kalau tidak ada teman-teman honorer atau Non PNS/ASN, pekerjaan kita di Dispora tidak akan maksimal, karena di Dispora itu jumlah personel ASN tidak banyak, sedangkan semua cabang olahraga harus kita layani,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo menyambut vaik wacana pemerintah pusat dengan menghapus honorer. “Kebijakan pemerintah patut diapresiasi,” katanya.
Namun dikatakan Budi yang merupakan politis PKS ini, untik penempatan PPPK harus benar benar memperhatikan analisa kebutuhan pegawai di lingkungan provinsi. “Yang terpenting lagi adalah pada saat penerimaan personel PPPK harus benar-benar berkompeten dengan mempertimbangkan kebutuhan,” ujar Budi.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan atau memperhitungkan skema penghapusan honorer dengan penerimaan PPPK.
“Kekosongan tenaga yang selama ini diisi honorer tanpa penggantian bisa berdampak pada penurunan kualitas layanan publik. Seperti honorer di sekolah negeri, rumah sakit dan puskesmas serta layanan perpajakan daerah,” katanya.
(RUS/ENK)