Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa berusaha menstabilkan pemerintahannya setelah unjuk rasa mendorong sebagian besar anggota kabinet mengundurkan diri. Disebutkan, 26 orang menteri telah meletakkan jabatan.
Pengunduran diri berjamaan itu diikuti Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Ajith Cabraal. Hanya saudara laki-lakinya Presiden, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa yang bertahan saat pemerintah bergulat dengan krisis ekonomi besar.
Belum cukup masalah melanda Negara Mutiara Samudera Hindia itu, demonstran juga mendesak Rajapaksa mengundurkan diri. Namun untuk menguatkan pemerintahannya, Rajapaksa mengundang partai-partai oposisi untuk bergabung dalam kabinet.
“Presiden mengundang seluruh partai politik dalam parlemen untuk menerima jabatan kabinet dan bergabung dalam upaya mencari solusi untuk krisis nasional,” demikian pernyataan terbaru dari kantor Rajapaksa.
Sri Lanka yang diwarnai kekurangan pangan, bahan bakar, listrik minyak dan obat-obatan. Ini krisis terburuk sejak negara itu merdeka dari Inggris tahun 1948. Tidak ada tanda-tanda situasi krisis ekonomi akan berakhir dalam waktu dekat.
Pemerintah telah mengumumkan rencana mencari bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF), namun pembicaraannya belum juga dimulai.
Usai Jam Malam
Tentara dan polisi Sri Lanka ditempatkan dalam kondisi siaga tinggi setelah jam malam selama 36 jam diakhiri pada Senin pagi (4/4) waktu setempat. Jam malam diberlakukan demi menekan terjadinya kerusuhan, namun laporan intelijen memperkirakan lebih banyak kerusuhan akan terjadi di negara tersebut.
Sebelumnya, sepanjang Minggu (3/4) malam, ratusan orang menggelar unjuk rasa damai di berbagai kota dengan mengecam cara Rajapaksa yang dinilai gagal menangani krisis di Sri Lanka. [MEL/RM.ID]