Kalangan pelaku industri minyak nabati mengingatkan, larangan ekspor palm oil (minyak sawit) Indonesia akan membuat banyak negara menderita.
Keputusan Indonesia menghentikan ekspor minyak kelapa sawit mulai 28 April nanti akan berpengaruh besar bagi harga minyak nabati dunia yang sudah mengalami kekurangan, karena faktor cuaca dan juga invasi Rusia ke Ukraina.
Harga makanan di Asia dan Afrika juga diperkirakan ikut naik, karena banyak produksi makanan yang menggunakan minyak nabati seperti minyak sawit, kedelai, minyak bunga matahari hingga minyak canola, yang pasokannya berkurang
“Keputusan Indonesia tidak saja mempengaruhi ketersediaan minyak sawit, namun juga minyak sayur di seluruh dunia,” kata Direktur Lembaga Konsultasi Komoditi LMC International, James Fry kepada Reuters, dilansir Guardian, kemarin.
“Ekspor minyak nabati sedang bermasalah: minyak kedelai karena musim kering di Amerika Serikat, minyak canola karena masalah panen di Kanada, dan minyak bunga matahari karena perang di Ukraina,” katanya.
Minyak sawit mentah digunakan untuk membuat kue, bahan kosmetik dan bahan pembersih. Minyak tersebut meliputi 60 persen dari pengapalan minyak nabati global. Indonesia dan Malaysia adalah dua negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, menguasai 85 persen produksi minyak sawit.
Harga minyak goreng sudah naik lebih dari 50 persen dalam enam bulan terakhir karena faktor lainnya. Seperti kekurangan tenaga kerja di Malaysia, musim kemarau di Argentina dan Kanada yang mempengaruhi produksi minyak kedelai dan canola.
Semula, para pembeli berharap di musim panas ini panen minyak bunga matahari akan berlimpah dari salah satu produsen utama, yaitu Ukraina. Namun pasokan dari Kiev terganggu karena invasi Rusia.
Menurut Ketua Asosiasi Lembaga Perdagangan India, Atul Chaturvedi, mereka semula berharap bahwa pasokan minyak sawit dari Indonesia bisa menutupi kekurangan produksi minyak nabati lainnya.
Sekarang, para importir di kalangan pelaku industri nabati mengingatkan, larangan ekspor minyak sawit Indonesia akan membuat banyak negara menderita.
India, Bangladesh, dan Pakistan berusaha meningkatkan pembelian minyak sawit dari Malaysia. Namun menurut Chaturvedi, Malaysia sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia tidak akan bisa menutupi kurangnya pasok minyak nabati itu akibat larangan ekspor dari Indonesia.
Indonesia saat ini memasok sekitar 50 persen dari kebutuhan minyak sawit India. Sedangkan ekspor Indonesia ke Pakistan dan Bangladesh sekitar 80 persen dari kebutuhan di sana.
“Tidak seorang pun bisa menutupi hilangnya minyak sawit asal Indonesia. Setiap negara akan menderita,” kata Kepala Asosiasi Pengilang Minyak Nabati Pakistan (PEORA), Rasheed JanMohd.
Menurut seorang pedagang di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, karena larangan ekspor Indonesia baru mulai berlaku 28 April besok, maka negara-negara pembeli masih akan memiliki pasokan minyak sawit mentah sampai pertengahan Mei.
“Para pengilang minyak tidak menduga hal ini akan terjadi. Sekarang mereka tidak bisa menunggu selama beberapa minggu. Mereka harus melakukan pembelian agar pabrik pengilangan mereka tetap bekerja,” katanya.
Ditambahkannya, kekurangan minyak nabati akan mulai terasa di pasar pada pertengahan Mei.
Presiden Joko Widodo mengumumkan pada 22 April lalu, Indonesia akan menghentikan ekspor bahan baku minyak goreng sawit dan minyak goreng sawit (MGS) yang disebut refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein. Larangan itu akan mulai berlaku 28 April nanti, sampai batas waktu yang belum ditentukan. Pemerintah Indonesia bukan melarang ekspor crude palm oil (CPO).[MEL/RM.ID]