Lebaran tinggal menghitung hari. Sebagian masyarakat, sudah mulai mudik. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, puncak arus mudik akan terjadi pada H-3 Idul Fitri 1443 Hijriah atau Kamis (28/4) mendatang. Potensi penularan Covid-19, harus diwaspadai di tengah peningkatan mobilitas tersebut.
Saat ini, jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air kian melandai. Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama pun mengingatkan, jangan sampai, aktivitas mudik menimbulkan lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air.
“Semua tentu berharap agar angkanya dapat terus ditekan dan jangan sampai ada lonjakan kasus tidak terkendali sebagai dampak mudik kali ini,” ujar Prof Tjandra, dalam keterangan tertulis yang diterima RM.id, Senin (25/4).
Untuk itu, mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara itu memberikan lima tips yang dapat dilakukan para pemudik.
Tips pertama, sesuai kebijakan yang sudah ada, maka bagi calon pemudik yang belum melakukan vaksinasi booster, diimbau untuk segera melakukannya.
Prof Tjandra menyarankan, sebaiknya bukan hanya bagi pemudik yang menerima vaksin dosis ketiga itu, tapi juga bagi keluarga di kampung halaman.
“Ini bukan hanya bermanfaat bagi para pemudik tetapi juga tentu diharapkan juga punya dampak bagi memberi perlindungan juga bagi kemungkinan penularan di kampung halaman yang dikunjungi,” tuturnya.
Tips kedua, para pemudik harus tetap menjaga protokol kesehatan dalam hal memakai masker secara ketat dan juga secara rutin mencuci tangan.
Berikutnya tips ketiga, para pemudik perlu berupaya optimal untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan. “Tentu tidak terlalu mudah dan perlu disesuaikan dengan situasi lapangan yang ada,” imbuh Tjandra.
Diingatkannya, sesuai anjuran WHO, setidaknya ada tiga hal kalau yang bisa dilakukan ketika seseorang terpaksa berada dalam kerumunan.
Pertama, sebisa mungkin, berada di ruang terbuka, daripada di ruang tertutup. WHO menyebutnya sebagai open air spaces safer than enclosed spaces.
“Memang akan jauh lebih baik kalau dilakukan di udara terbuka saja,” terangnya. Tapi, kalau terpaksa harus di dalam ruangan, maka seharusnya ada ventilasi terbuka dengan udara luar.
Kemudian, kedua, tetap berupaya maksimal untuk menjaga jarak dengan orang lain di sekitar kita. WHO menyebutnya sebagai farther away from others safer than close together.
“Langkah ini untuk mencegah penularan kalau barangkali di sekitar kita ada yang batuk, bersin atau berbicara keras, dan lain-lain,” ucap Tjandra.
Kemudian yang ketiga, jika ada dalam kerumunan, sebaiknya hanya dalam waktu singkat. Semakin pendek waktu seseorang berada dalam kerumunan, maka akan lebih kecil kemungkinan tertular Covid-19.
Sebaliknya, kalau berlama-lama maka makin makin besar kemungkinan penularannya. WHO menyebutnya sebagai shorter time period with others are safer.
“Artinya, kalau memang terpaksa harus berada dalam kerumunan maka baik kalau direncanakan dengan baik tentang apa yang akan dilakukan, sehingga dalam waktu singkat dapat diselesaikan,” terang Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI.
Tjandra kemudian melanjutkan tips keempat, yakni menjalani tes Covid-19 jika pemudik merasakan ada keluhan. “Memang tidak ada aturan melakukan tes sebelum bepergian kalau sudah vaksin booster. Tetapi, kalau ada keluhan dan atau ada kontak maka tentu tetap harus dilakukan tes,” sarannya.
Untuk itu, Tjandra mengingatkan, masyarakat harus diberi kemudahan untuk melakukan tes. Ditegaskannya, hanya dengan jumlah tes yang memadai maka kita dapat mengetahui situasi epidemiologi yang sebenarnya.
“Pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) juga perlu ditingkatkan karena kita tahu bahwa yang paling diwaspadai sekarang ini adalah ada tidaknya varian atau sub varian baru,” tutur Tjandra.
Sementara tips terakhir, kelima, yakni persiapan kemudahan masyarakat untuk mendapat pelayanan di Puskesmas atau rumah sakit, jika terkena Covid-19 di masa arus mudik kali ini. [OKT/RM.ID]