CILEGON, BANPOS – Sejumlah warga Taman Cilegon Indah (TCI) mengeluhkan adanya bau belerang yang menyengat yang diduga berasal dari stockpile atau tempat penampungan batu bara yang berada di sekitaran Perumahan TCI.
Warga TCI, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon meminta kepada Pemkot Cilegon bantu mengatasi permasalahan bau belerang yang masuk ke wilayahnya.
“Kita sebagai warga sangat keberatan adanya bau menyengat belerang ini. Untuk itu, kami meminta kepada Pemkot Cilegon untuk turun tangan bantu mengatasi permasalahan ini, karena efeknya dikhawatirkan bulan hanya sehari dua hari tapi bisa bertahun-tahun,” kata Ketua RT 7 RW 5 Lingkungan TCI, Rachmat Sri Harimulyanto, Selasa (29/8).
Dirinya menuding, bahwa keluhan warga yang dirasakan saat ini adalah dampak dari polusi udara yang diakibatkan aktivitas stockpile batu bara. Tetapi ia juga mencurigai bukan hanya dari satu stockpile saja melainkan ada tiga stockpile di sekitaran Perumahan TCI yang menyebabkan bau belerang tersebut.
“Kurang lebih tiga bulan terakhir ini bau menyengat belerang yang dirasakan oleh warga, sehingga ada beberapa warga juga mengalami pusing dan mual akibat bau belerang dari stockpile batu bara itu,” ujarnya.
Selain bau menyengat yang dirasa setiap pagi, dampak polusi yang disebabkan stockpile tersebut juga menyisakan debu hitam yang mengotori halaman rumah.
“Banyak yang dirasa efek dari itu, selain menyangkut kesehatan, keramik dan kaca mobil juga agak hitam akibat debu dari stockpile itu,” tuturnya.
Sebagai bentuk protes keberadaan stockpile itu, pihaknya membuat petisi keberatan yang ditandatangani puluhan warga TCI untuk tidak melakukan aktivitasnya. Karena menurutnya, keberadaan tempat penampungan batu bara tidak boleh berada di dekat pemukiman warga.
“Seharusnya keberadaan stockpile itu berada di radius tujuh kilo dari pemukiman warga, sehingga dampak dari aktivitas batu bara itu tidak begitu mengkhawatirkan, tapi ini semua dekat dengan pemukiman warga,” ujarnya.
“Kita juga sudah melayangkan surat ke pak RW untuk teruskan surat ke DLH dan C1 (Walikota Cilegon-red) tapi belum ada tanggapannya hingga saat ini,” sambungnya.
Untuk itu, dirinya berharap, agar pemerintah melalui instansi terkait bisa segera menanggapi keluhan dari warga TCI. Sehingga di TCI kembali merasakan udara sejuk di waktu pagi hari.
Menanggapi hal itu, Kepala DLH Kota Cilegon Sabri Mahyudin mengaku pihaknya sudah menindaklanjuti laporan dari Perumahan TCI terkait keluhan bau belerang yang masuk ke permukimannya.
Bahkan dirinya juga sudah melakukan pengecekan di lokasi, namun karena lokasi stockpile yang diduga penyebab bau belerang itu berada di wilayah Kabupaten Serang.
“Laporan dari RW itu ditujukan ke DLH Kota Cilegon, kami sudah ke lokasi ternyata lokasinya ada di Kabupaten Serang. Jadi sudah kami tembuskan ke DLH Kabupaten Serang dan infonya mereka besok bakal cek lokasi,” tandasnya. (LUK/PBN)
SERANG, BANPOS – Pelaksanaan pembangunan di Provinsi Banten dinilai masih diskriminatif karena terlalu difokuskan di wilayah Utara, sementara pelaksanaan pembangunan di Selatan cenderung terkesan diabaikan.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang dan Lebak mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mampu mewujudkan pembangunan di Selatan yang setara dengan Utara.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat ditemui usai menghadiri acara pertemuan Kick Off Meeting Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Banten di Hotel Swiss-Bellin, Kabupaten Serang pada Selasa (29/8).
Padahal untuk dapat membuka potensi pertumbuhan ekonomi yang baru, menurutnya, harus ada pembangunan yang merata di Provinsi Banten.
“Untuk membuka akses pertumbuhan ekonomi yang baru, ya harus merata,” katanya.
Oleh karenanya, melihat hal tersebut ia pun turut mempertanyakan komitmen Pemprov Banten dalam upaya melaksanakan pembangunan yang merata di Provinsi Banten.
“Kalau mau pembangunan terus di Utara mau ngapain?” tanya Irna.
Berbicara soal potensi investasi, Irna menyampaikan bahwa wilayah Selatan tidak kalah jauh dengan potensi investasi yang dimiliki oleh wilayah di Utara.
Wilayah Selatan, khususnya Pandeglang, menyimpan banyak potensi investasi di sektor pariwisata yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Bahkan, berdasarkan data yang disampaikannya, potensi pariwisata di Kabupaten Pandeglang mencapai lebih dari 200 obyek pariwisata, salah satunya adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.
“Banten bisa membuat destinasi pariwisata nasional adanya di Pandeglang, karena hampir ada 256 objek wisata di sana yang bisa kita bangun,” tuturnya.
Melihat banyaknya peluang investasi tersebut, ia pun mendorong Pemprov Banten untuk mampu menggaet para investor, baik berskala nasional maupun internasional untuk mau berinvestasi di Kabupaten Pandeglang.
Harapannya dengan begitu, maka kesenjangan pembangunan antara Selatan dengan Utara dapat teratasi karena adanya pemerataan pembangunan dan investasi di Provinsi Banten.
“Investor-investor dimohon ditarik oleh Pemprov Banten untuk mewujudkan kegiatan kawasan industrinya di Selatan, sehingga akan berkembang tuh, tidak ada lagi kesenjangan si kaya dan si miskin antara Utara sama Selatan,” terangnya.
Senada, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya juga mendesak Pemprov Banten untuk dapat berlaku adil terhadap wilayah Selatan terkait dengan pemerataan pembangunan.
Di samping itu ia juga meminta perlakuan khusus dari Pemprov Banten terkait dengan Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten.
Sebab, jika melihat permasalahan yang terjadi di dua wilayah tersebut, Pandeglang dan Lebak, menurut Iti jumlah bantuan keuangan yang selama ini disalurkan masih terlalu kecil besarannya.
Ia meminta supaya ada peningkatan jumlah besaran bantuan keuangan untuk Lebak dan Pandeglang, agar kedua wilayah Selatan itu mampu mengejar ketertinggalan dari wilayah Utara Banten.
“Kami minta dibedakan, karenakan yang menyumbang IPM terendah, LPE terendah di Lebak dan Pandeglang. Jadi, makanya mungkin bankeu intervensi provinsinya lebih besar,” katanya.
Terlebih lagi menurutnya, tuntutan itu menjadi wajar, sebab selama ini Pandeglang dan Lebak menjadi penyumbang pajak terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten.
“Kami kan penyumbang pajak terbesar, masa kami sedikit (Bankeu Provinsi nya),” keluh Iti.
Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah menggarisbawahi isu strategis terkait ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, lingkungan hidup dan upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dalam menanggulanginya.
Sumber daya manusia, berharap untuk Banten menuju Indonesia Emas yaitu tercapainya peningkatan lama harapan sekolah 12 tahun, tersedianya SDM sesuai dengan kebutuhan kerja, tersedianya sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus, dan tersedianya fasilitas kesehatan di Banten untuk penyakit kronis dan berat.
“Kita ketahui kewenangan SMA/SMK ini kan ada di provinsi, begitu juga madrasah kewenangannya ada di Kementerian Agama. Harapannya kita perlu duduk bersama, berkomunikasi dan berkoordinasi agar cita-cita kita mewujudkan Banten menuju Indonesia Emas dapat terwujud,” jabar Arief.
Selain itu, Arief juga membahas terkait kemacetan, pengendalian banjir, kebutuhan infrastruktur pengelolaan sampah, pengelolaan sampah yang belum ramah lingkungan dan lain sebagainya. “Jadi dari berbagai upaya yang sudah dilakukan kita berharap sama – sama bisa wujudkan Banten Menuju Indonesia Emas dan tentunya pemerintah pusat dan provinsi bisa terus bersinergi dengan Pemkot Tangerang,” kata Arief.
Menanggapi tuntutan tersebut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Mahdani mengakui bahwa memang telah terjadi ketimpangan pembangunan di Banten.
Hanya saja ia menilai ketimpangan itu seharusnya dapat dijadikan peluang bagi Kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Karena selama ini kedua kabupaten tersebut dikenal sebagai kawasan penghasil produksi pertanian, sehingga nantinya kedepan Kabupaten Lebak dan Pandeglang mampu menjadi pemasok hasil pertanian bagi kawasan-kawasan lainnya di Utara yang tidak memiliki lahan pertanian.
“Bagaimana kedepan Lebak-Pandeglang bisa menjadi sumber yang mengisi kebutuhan-kebutuhan masyarakat kita yang di Tangerang Raya,” ujarnya.
Oleh karenanya, melihat potensi tersebut maka Pemprov Banten berencana akan mengembangkan potensi pertanian di wilayah Selatan menjadi jauh lebih modern dan maju.
“Di sana ditekan sektor pertanian yang modern sehingga bisa memenuhi kebutuhan Tangerang Raya,” tandasnya.
Pj Gubernur Banten, Al Muktabar yang hadir memberikan arahan sekaligus membuka kegiatan kick off meeting penyusunan RPJPD Provinsi Banten tahun 2025-2045 dan launching Banten Development Forum. “Masukan-masukan dari seluruh kepala daerah se-Provinsi Banten, kami harapkan bisa terus memajukan Provinsi Banten untuk Indonesia Emas,” ucap Al Muktabar. (MG-01/DHE/PBN)
TANGERANG, BANPOS – Dalam upaya meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) masyarakat sekitar, PT. Indah Kiat Pulp and Paper TBK. (IKPP) Tangerang menyalurkan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan program pemberdayaan masyarakat melalui budidaya ikan dan pertanian.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Humas PT. IKPP Tangerang, Achmad Junaedi saat menggelar konfrensi pers di Hotel Episode Tangerang, Rabu (30/8).
Achmad mengatakan, program pemberdayaan SDM melalui CSR tersebut telah dilakukan dalam lima tahun terakhir.
“Kita tidak lagi mau memberikan CSR sekadar sumbangan atau sembako, kita beri pemahaman juga bahwa CSR bukan hanya sekadar bantuan (santunan),” katanya kepada wartawan.
Achmad menjelaskan, alasan pihaknya memilih program tersebut yakni agar masyarakat dapat lebih mandiri dan tidak terbiasa kebergantungan kepada pihak lain.
“Sebelumnya kita bina terlebih dahulu, kita berikan pelatihan agar mereka menguasai ilmunya,” jelasnya.
Ia menerangkan, seluruh masyarakat berhak menerima CSR tersebut. Namun, harus melalui mekanisme yang ditentukan oleh perusahaan, mulai dari pengajuan dan lain sebagainya.
“Semuanya bisa dapat, tidak ada kategori khusus untuk CSR tersebut. Karena kami ingin mendorong dan mendukung kemandirian masyarakat,” tandasnya. (MYU)
KABUPATEN TANGERANG, BANPOS – Ratusan aktivis mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Tangerang (AMT), mengingatkan masyarakat agar tidak lagi memilih anggota dewan yang ndablek alias cuek bebek dengan kepentingan publik.
Kecaman tersebut dilontarkan aktivis AMT yang menggelar aksi unjukrasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Tangerang, kawasan Puspemkab Tangerang, Tigaraksa, Senin (28/8).
Aksi unjukrasa aktivis mahasiswa itu, ditujukan kepada pimpinan DPRD Kabupaten Tangerang yang dinilai tidak transparan dalam proses pengajuan nama-nama calon Penjabat (PJ) Bupati Tangerang.
Mereka juga mengecam seluruh anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang disebut hanya bisa diam alias cuek melihat adanya ketidakterbukaan dalam proses pengajuan nama-nama calon PJ Bupati Tangerang.
“Beredarnya dua surat usulan PJ Bupati Tangerang yang disampaikan ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) membuktikan kalau anggota dewan itu cuek alias ndablek dengan kepentingan masyarakat,” ungkap Findo Alam Samsara, aktivis AMT dalam orasinya di depan Gedung Dewan.
Aktivis mahasiswa yang juga Ketua PC PMII Kabupaten Tangerang itu, menuntut pimpinan DPRD menjelaskan secara gamblang proses pengusulan nama-nama calon PJ Bupati Tangerang kepada publik.
Dia mengungkapkan, saat ini beredar dugaan adanya dua surat usulan PJ Bupati Tangerang yang ditandatangani Ketua DPRD. Kemudian susulan berita acara yang masuk ke Kemendagri pada tanggal 18 Agustus 2023 tanpa tanda tangan dari Ketua DPRD.
“Jadi ada dua surat yang di dalamnya terdapat usulan nama-nama calon PJ Bupati, dengan ada perbedaan dalam formasinya,” katanya.
Menurutnya, sikap pimpinan DPRD yang tidak mau bersuara terkait dengan beredarnya dua surat usulan PJ Bupati dengan versi berbeda justru menciptakan opini liar di tengah masyarakat.
“Kami gak tahu mana yang asli dan surat palsu walau Kemendagri menyatakan sudah sampai tahap akhir,” katanya.
Unjukrasa sempat memanas, aktivis mahasiswa sempat membakar ban bekas di depan gedung dewan. Imbasnya terjadi aksi saling dorong antara mahasiswa dengan petugas kepolisian yang berjaga-jaga di depan gedung dewan.
Akhirnya beberapa perwakilan sekretariat DPRD bernegosiasi dengan para mahasiswa. Namun, negosiasi tidak menemui titik terang, lantaran perwakilan sekretariat DPRD hanya mempersilahkan 15 perwakilan mahasiswa untuk masuk.
Sedangkan pengunjukrasa menginginkan seluruh massa aksi yang jumlahnya sekitar 100 orang bisa berdialog langsung dengan para pimpinan dewan.
“Kami sebagai rakyat ingin tahu penjelasan wakil rakyat tentang calon PJ Bupati yang notabenenya nanti menjadi pimpinan kami di Kabupaten Tangerang. Jangan wakil rakyat malah ndablek, cuek terhadap kepentingan rakyatnya,” timpal Bagus, aktivis himpunan mahasiswa Islam (HMI).
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Adi Tiya Wijaya mengaku telah berupaya mengajak para mahasiswa untuk bisa duduk bersama, terkait persoalan yang menjadi tuntutan mereka.
“Kami sudah menyampaikan duduk bersama, di forum ruang rapat gabungan ini, tapi kalau 50 orang yang masuk tempatnya gak cukup,” katanya.
Kendati demikian, Adit menyatakan pimpinan DPRD akan segera memberikan penjelasan secara terbuka terkait tuntutan dari mahasiswa tersebut. Ia juga menyebut tidak hadirnya Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Kholid Ismail dikarenakan ada tugas lain.
“Pasti kami jelaskan, kami tidak akan lari, kami selalu stay sampai jam kerja kami yaitu jam 4 sore,” tandasnya.
Sebelumnya diduga ada 2 versi surat usulan nama-nama calon PJ Bupati Tangerang. Versi pertama bernomor B/100.1.4/.053/Pim-DPRD/2023 yang ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Kholid Ismail.
Ketiga nama yang diusulkan menjadi PJ Bupati Tangerang untuk menggantikan A Zaki Iskandar yang masa jabatannya akan berakhir pada 23 September nanti adalah Belly Isnaini, pejabat Kemendagri, Deden Apriandi, Sekretaris DPRD Banten dan Moch Maesyal, Sekda Kabupaten Tangerang.
Surat versi pertama ini sempat disanpaikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Tangerang, M Amud bersama Jayusman, Ketua Fraksi Partai Gerinda dan Nazil Fikri anggota Fraksi PPP kepada wartawan di Ruang Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Rabu (9/8) lalu.
Sedangkan surat versi kedua bernomor B/100.1.4/.5203/pim-DPRD/VIII/2023 yang juga ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Kholid Ismail. Fotokopi dan softcopy surat tersebut dengan format PDF beredar di sejumlah kalangan.
Surat versi kedua itu berbeda pada nama-nama yang diusulkan sebelumnya ke Kemendagri. Ketiga nama itu, Moch Maesyal Rasyid, Sekda Kabupaten Tangerang, M Yusuf, Staf Ahli Gubernur Banten dan Tabrani yang menjabat Kepala Dindikbud Banten. (ODI/DZH)
SERANG, BANPOS – Tokoh pendiri provinsi Banten, KH Embay Mulya Syarief, meminta semua pihak berpikir objektif soal tudingan PLTU di Banten penyebab utama polusi Jakarta. Dia meminta agar dilakukan penelitian khusus terkait penyebab tersebut.
Embay berpendapat, jika aktifitas PLTU di Banten yang sudah puluhan tahun memproduksi listrik menyebabkan polusi di Jakarta, secara otomatis, kata dia, yang paling terdampak dari polusi itu adalah warga sekitar PLTU.
“Harus kita akui lah bahwa PLTU terbanyak itu ada di Banten dan sudah sejak lama, kalau tudingan itu (sumber polusi Jakarta dari PLTU di Banten) benar, pasti yang terkena dampaknya terparah adalah yang terdekat di lokasi, buktinya kan tidak ada,” katanya di Serang, Jumat (25/8/2023).
Soal tudingan sumber polusi Jakarta dari PLTU, lanjutnya, dinilai mengada-ada dan dipenuhi kepentingan. Terlebih, kata dia, isu ini muncul di tahun politik dan ditengarai ada kepentingan bisnis di balik tudingan tersebut.
“Ya, saya kira ini mengada-ada ya khawatir itu ada unsur persaingan bisnis kemudian juga ada unsur politik misalnya gitu ya, di tahun politik ini,” ujarnya.
Selaku tokoh di Banten, dirinya mendukung rencana transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Namun, transisi itu membutuhkan waktu agar masyarakat terbiasa dan tidak terjadi gejolak.
“Kemudian memang saya juga mendukung ya bahwa kita harus berupaya mencari energi terbarukan pengganti bahan bakar karena batu bara juga lama-kelamaan akan habis juga kan karena dia sumbernya dari alam. Nah, ini juga kita perlu waktu juga untuk transisi ini jangan sampai akibat terganggu supply masyarakat kita kan sudah sangat ketergantungan kepada listrik sekarang,” ungkapnya.
Sementara, Direktur Utama PLN IP, Edwin Nugraha Putra, menjelaskan bahwa dalam mengoperasikan pembangkit, pihaknya menjunjung tinggi prinsip Enviromental, Social and Governance (ESG) sehingga PLN IP sangat memperhatikan emisi gas buang dari pembangkit.
“Selama PLTU atau PLTGU beroperasi, kami selalu berupaya tekan emisinya semaksimal mungkin, serta dimonitor secara realtime terhubung langsung dengan dashboard Kementerian LHK,” kata Edwin.
Operasional PLTU di bawah PLN IP telah dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan termutakhir Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continous Emission Monitoring System (CEMS), untuk memastikan emisi gas buang dari operasional pembangkitan ditekan semaksimal mungkin.
“CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Sehingga emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time dan dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ucapnya
Di kawasan Jabodetabek, seluruh pembangkit PLN IP mulai dari PLTU Suralaya 1-7, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTGU Priok, PLTU Labuan, PLTU Lontar, dan PLTU Suralaya 8 telah dilengkapi CEMS.
“Berbagai upaya yang dilakukan PLN IP di atas berhasil memperbaiki kualitas udara ambien di sekitar lokasi pembangkit di Jakarta dan Banten. Parameter PM 2.5 di sekitar lokasi pembangkit menunjukkan tren yang cenderung menurun dan masih di bawah Baku Mutu Ambien (BMA) yang ditetapkan pemerintah,” tandasnya. (ZIK/DZH)
CILEGON, BANPOS – Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinkop-UKM) Kota Cilegon menggelar acara Pelatihan Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) Wilayah Banten di Klinik UMKM Kota Cilegon, Kamis (24/8).
Kegiatan yang diikuti 65 pegiat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) itu digelar sebagai langkah untuk memfasilitasi para pelaku UMKM dalam membuat izin atau memperoleh pengakuan atau legalitas hak intelektual atau merk.
“Kegiatan Pelatihan dan Fasilitasi UMKM ini kami gelar sebagai upaya untuk memfasilitasi para pelaku UMKM agar mendapatkan izin merk atau HKI dari Kemenkumham. Atas dasar itu, agenda yang kami gelar rutin setiap tahun ini merupakan kerjasama dengan Kemenkumham Wilayah Banten,” kata Kepala Dinkop dan UKM Kota Cilegon Didin S Maulana.
Dijelaskan Didin, kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari terhitung Rabu (23/8) hingga Kamis (24/8) itu diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi para pelaku UKM dalam memperoleh izin merk atau HKI.
“Ada petugas dari Kemenkumham yang memberikan pelatihan dan arahan bagaimana mengurus izin HKI ini. Petugas Kemenkumham langsung memfasilitasi dan mengawal prosesnya. Langkah ini sangat membantu memberikan kemudahan bagi para UMKM,” jelasnya.
Menurut Didin, jumlah akumulasi para pelaku UMKM yang tercatat di Kota Cilegon mencapai 18.186 dan baru ada 267 diantaranya yang sudah memiliki izin HKI dan atau dalam proses pengajuan.
“Kami akan berupaya maksimal membantu para pelaku UMKM agar usahanya berkembang dan maju, mulai dari proses perizinannya, peningkatan mutu produknya hingga promosi atau pasar,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Banten, Rahadyanto, mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik langkah yang dilakukan Pemkot Cilegon dalam memberikan pendampingan dan dukungan terhadap para pelaku UKM.
“Kemenkumham memiliki fungsi dalam memberikan pelayanan terkait pendaftaran untuk hak intelektual, sementara pembinanya adalah Dinkop (Dinas Koperasi) atau dinas terkait lainnya. Sejauh ini, kerjasama Kemenkumham dan Pemerintah Daerah (Pemda) sudah berjalan baik. Kali ini, kami diundang untuk melakukan pendampingan kepada para pelaku UMKM yang ingin mendapatkan izin HKI,” katanya.
Diterangkan Rahadyanto, pihaknya berupaya sebaik mungkin untuk memberikan pendampingan kepada para pelaku UMKM yang ingin mengurus izin HKI agar pengajuannya bisa diterima atau tidak tertolak.
“Saat pengajuan izin HKI ini ada peluang untuk diterima dan ditolak, kami berupaya untuk meminimalisir potensi penolakan tersebut. Indikator yang menjadi penyebab ditolak itu diantaranya merk yang diajukan mengandung unsur sara, bertentangan dengan ideologi Negara atau nama yang diajukan sudah digunakan oleh pihak lain. Kemenkumham memberlakukan dua tarif bagi HKI ini, yakni untuk kategori umum sebesar Rp 1,8 juta, sementara untuk para pelaku UMKM hanya Rp 500 ribu,” terangnya.
Dalam hal ini, Rahadyanto berharap, program pelatihan dan fasilitasi itu bisa terus dilakukan oleh Pemkot Cilegon sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat melalui sektor UMKM.
“Keberadaan UMKM ini sangat bagus, bahkan mampu menjadi bagian penting dalam ketahanan ekonomi nasional. Harapan saya, Pemerintah Daerah terus mendorong UMKM kita agar terus berkembang dan maju,” harapnya. (ADV)
MESKI pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah program antisipasi dan mitigasi terkait bencana kekeringan dan gagal panen, namun usaha tersebut dinilai masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan.
Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Banten Oong Syahroni menilai, langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten terhadap sejumlah lahan pertanian di Banten masih terbilang belum begitu optimal.
”Sejauh ini program itu ada tetapi belum optimal,” ucapnya saat ditemui oleh BANPOS di ruangannya pada Kamis (24/8).
Kurang optimalnya pelaksanaan program mitigasi itu menurutnya, disebabkan oleh masih rendahnya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Anggaran yang disediakan selama ini hanya berkisar di angka 3,2 persen dari total APBD. Idealnya menurut Oong, anggaran untuk penanganan masalah di sektor pertanian berkisar di angka 6-7 persen dari total APBD.
”Anggaran sektor pertanian ini minimal di kisaran 6 persen sampai 7 persen,” tuturnya.
Oleh karena itu di pembahasan perubahan APBD tahun ini, Komisi II DPRD Provinsi Banten akan mendorong adanya peningkatan anggaran untuk pelaksanaan program di sektor pertanian.
”Tentunya kita di hak budgeting, kita akan berusaha menambah alokasi anggaran untuk beberapa kegiatan yang menurut kita penting,” tandasnya.
Anggota dewan sekaligus Ketua Komisi II DPRD Kota Cilegon Faturohmi, mengaku telah mendorong sejumlah instansi pemerintah untuk mengentaskan krisis air bersih di wilayah perbukitan di Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Menurutnya, DPRD selalu intens membahas persoalan tersebut dalam setiap rapat bersama organisasi perangkat daerah.
Sementara menyikapi kondisi krisis air bersih yang terjadi di Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Faturohmi meminta PDAM ataupun OPD lain untuk segera mengirimkan bantuan demi memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah perbukitan tersebut. “Jadi memang setiap rapat soal itu jadi pembahasan kami, kalau menyikapi kondisi di Cipala kami meminta PDAM untuk segera mengirimkan bantuan air bersih bagi warga di sana,” ujar Faturohmi.
Dia menyampaikan, bantuan air bersih memang disediakan oleh pemerintah melalui PT Krakatau Tirta Industri yang memasok air untuk PT Indonesia Power di Suralaya. Meski begitu, diakuinya, ada beberapa kendala sehingga memperlambat penyaluran bantuan kepada warga. “Memang ada mobil tangka yang disediakan pemerintah untuk menyalurkan air bersih, tapi mungkin kemarin ada kendala,” terang Politisi Partai Gerindra ini.
Faturohmi berujar, problematika kekurangan air bersih memang bersifat klasik sehingga perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengentaskan persoalan tersebut. Ia juga kembali menegaskan, bahwa hal tersebut sering menjadi pembahasan saat rapat bersama OPD. “Ini sebenarnya masalah klasik yang dari dulu sudah ada, jadi perlu ketegasan pemerintah dalam mengentaskan persoalan ini,” katanya.
Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid, mengungkapkan, untuk menanggulangi semakin meluasnya kerugian akibat kekeringan yang saat ini terjadi, Distanak telah menyiapkan sejumlah program pengentasan masalah, salah satu di antaranya adalah program AUTP atau asuransi usaha tanaman padi.
Program asuransi tersebut diperuntukkan bagi petani yang lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat musim kemarau seperti saat ini.
Berdasarkan penuturannya, para petani dibebankan premi sebesar Rp36 ribu per hektar per musim. Dari premi yang dibayarkan itu para petani mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp6 juta.
”Kalau yang 20 hektar yang berat masuk ke dalam AUTP (asuransi usaha tanaman padi) mereka mendapat klaim asuransi satu hektar Rp6 juta,” jelasnya.
Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua petani di Provinsi Banten bersedia untuk ikut bergabung ke dalam program tersebut.
Oleh karenanya, perlu dilakukan edukasi secara terus menerus kepada para petani tentang betapa pentingnya tergabung dalam program asuransi petani. Dengan begitu, menurutnya, kerugian akibat dampak kekeringan dapat diminimalisir.
”Melihat potret gambaran ini kalau seandainya mereka masuk kepada AUTP, ya mungkin dengan berita acara dan sebagainya, tingkat kerugian bisa ditekan,” terangnya.
Selain menyiapkan program asuransi, Distanak Provinsi Banten juga memberlakukan program-program lainnya seperti pemberian bibit gratis, bantuan pompanisasi, hingga pembuatan sumur bor.
”Melalui APBD perubahan ingin memberikan bantuan sumur pantek atau sumur bor,” tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, Distan Provinsi Banten juga telah memiliki Petugas Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh Kecamatan di Provinsi Banten. Dimana posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menerima dan memberikan laporan daerah mana saja yang terjadi bencana kekeringan maupun banjir.
“Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” ucapnya.
Upaya pemulihan sawah atau padi yang sudah ditanam lanjut Agus membuahkan hasil. “Periode Mei sampai Juni saja, sawah masyarakat terdampak kekringan yang dapat dipulihkan sebanyak 649 hektar dan yang panen 29 hektar.
“Upaya ini terus kami dengan pemerintah kabupaten/kota dan seluruh jajaran agar sawah terdampak dapat dipulihkan,” jelas Agus.
Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana mengaku telah menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023. “Di antara fokus perhatian adalah ketersediaan air bersih untuk masyarakat dan pompanisasi untuk keberlanjutan produksi padi,” katanya.
Nana menuturkan sejumlah dampak yang mungkin terjadi akibat fenomena El Nino, diantara kekeringan air, kebakaran hutan dan lainnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Bapak Pj Gubernur Banten telah mengarahkan OPD terkait untuk melaksanakan langkah-langkah strategis yang terdapat pada rencana aksi yang telah ditentukan.
“Semua pihak terlibat dalam mengantisipasi akibat fenomena El Nino, seperti TNI/Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, BMKG, serta unsur Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian, Dinsos, Dinas ESDM, Dinas PUPR, BPBD, Dinas PRKP dan instansi-instansi terkait lainnya,” katanya.
Selanjutnya, terkait dengan kekurangan air bersih, pihaknya telah menyiapkan sejumlah sarana prasarana seperti 10 armada yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih ke sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan sehingga dapat membantu masyarakat.
“Untuk mobil angkutan air bersih, Provinsi Banten memiliki 10 unit dan setidaknya di setiap Kabupaten/Kota juga memiliki 10 sampai dengan 25 unit, mudah-mudahan itu dapat dioptimalkan,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Disperindag Banten untuk berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki armada pengangkut air bersih untuk membantu dalam pendistribusian ke wilayah yang mengalami kekurangan air bersih.
“Kita juga berkoordinasi dengan Disperindag Provinsi Banten untuk meminta perusahaan swasta yang memiliki angkutan itu agar dapat membantu akibat dampak kekeringan,” imbuhnya.
Pihaknya juga telah menyiapkan sistem pompanisasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di wilayah persawahan.
“Kita juga menyiapkan pompanisasi, baik itu di BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang biasa kita gunakan itu saat banjir, pada saat ini kita bisa gunakan untuk menyedot air dari sumber yang nantinya dapat mengairi persawahan,” tuturnya.
Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan, upaya yang pihaknya lakukan, selain melakukan pemetaan atau mapping atau identifikasi yang menyeluruh secara terus menerus, juga melakukan beberapa penyelesaian permasalahan.
“Misal, apabila gagal panen seperti itu, maka kita mengajukan gagal panen karena kekeringan yang tidak bisa disematkan. Lalu kita usulkan adanya bantuan benih untuk musim yang akan datang. Kemudian bilamana ada daerah-daerah yang airnya mencukupi, maka dilakukan percepatan tanam,” ujarnya.
Kemudian, bilamana sumber airnya ada dan bisa dilakukan upaya-upaya atau sebagai solusi permasalahan pihaknya juga melakukan pengeboran untuk menyiapkan pompa air.
“Itu beberapa yang sedang kami lakukan. Kemudian sedang kami terus-menerus konsolidasikan di lapangan bersama penyuluh dan POPT. Kemudian yang akan kita lakukan adalah kita mencoba ke BPPTH (balai perbenihan tanaman hutan) atau Dinas Pertanian Provinsi Banten untuk memohon bantuan benih untuk mengganti panen yang gagal. Di musim kedua sekitar bulan Mei, Juni Atau Agustus, ini untuk penanamannya berikutnya sudah ada benih. Dengan catatan sudah musim hujan.” ucapnya.
Dengan luas tanam Kota Serang, yakni seluas 3000 hektar dan yang terkena puso sekitar 18 hektar. Menurutnya, hal tersebut hanya sepersekian persen saja dari total keseluruhan dan tidak akan begitu berdampak besar terkait ketersediaan pangan.
“Insyaallah tidak mempengaruhi ketersedian pangan. Karena banyak yang sudah panen,” tandasnya.
Fungsikan Bendungan Sindangheula
Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri mengungkapkan bahwa terkait dengan efek dari El Nino, yakni kekeringan dan bahkan sampai adanya gagal panen, hal tersebut di luar dari kuasa manusia.
“Karena ini kan alam, tapi semoga kedepan bisa lebih baik. Kalau pun ada peran dari pemerintah daerah, terutama dinas pertanian, ini aga sulit partisipasinya karena ini alam,” ungkapnya, Kamis (24/8).
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa disaat timbulnya masalah kekeringan seperti saat ini. Seharusnya bendungan Sindangheula bisa dipergunakan untuk kebaikan masyarakat.
“Yang lain mungkin kita juga berharap, Bendungan Sindangheula bisa segera dipergunakan agar terlihat perannya. Mestinya itu juga bisa ada manfaatnya untuk masyarakat kota serang. Terutama disaat kekeringan seperti ini. Agar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena kan sepanjang Kali Cibanten ini melintasi Kota Serang. Ketika disana dibendung, manfaat untuk Kota Serang apa. Terutama saat kering seperti ini,” tandasnya.
Namun demikian, dirinya menuturkan bahwa memang saat ini dalam pengelolaan air juga masih dirasa belum maksimal. Secara teknologi memang El Nino ini terprediksi, karena terkait perubahan iklim dan lainnya.
Hasan juga menyayangkan terkait proyek perbaikan irigasi yang saat ini dikerjakan pada saat musim yang panas ini. Pasalnya, hal tersebut membuat aliran air yang ada di irigasi tidak tersalurkan karena di bendung.
“Sehingga mestinya jadwal perbaikan irigasi dan sebagainya menyesuaikan. Tidak pas kalau sekarang pas kering-keringnya malah perbaikan, sehingga akibatnya kemana-mana,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)
PROVINSI Banten saat ini menjadi salah satu wilayah yang secara perlahan turut mengalami dampak kekeringan akibat terjadinya cuaca ekstrim El Nino. Hal itu terbukti di mana saat ini wilayah Provinsi Banten ditetapkan status darurat air bersih dan kekeringan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian (Distan) Banten, sampai dengan 21 Agustus kemarin, kondisi kekeringan di lapangan yang terdampak sekitar 1.438 hektar.
Paling banyak yang terdampak di Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid Kamis (24/8) menyebutkan dari 1.438 hektar luas lahan pertanian padi, tidak semuanya mengalami puso atau gagal panen. “Ada yang kekeringan ringan, sedang, berat dan puso,” kata Agus.
Ia menjelaskan, dari kriteria kerusakan lahan sawah, untuk rusak sedang sebanyak 1.143 hektar, sedang 253,5 hektar, berat 22 hektar dan puso 20 hektar. “Kami terus melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota, dan mencoba melakukan pemulihan bagi sawah masyarakat agar tidak rusak maupun puso,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Rahmat mengatakan, data terbaru yang diterima oleh pihaknya dari POPT Provinsi Banten terhadap kondisi Puso atau gagal panen di Kabupaten Lebak yakni seluas satu hektar lahan.
“Kalau ancaman (puso) pasti ada, karena banyak wilayah yang kekeringan di kondisi sekarang. Tapi untuk yang bisa mengeluarkan data kan dari POPT, yang resmi kami terima kemarin seluas satu hektar,” kata Rahmat kepada BANPOS.
Rahmat menjelaskan, pihaknya telah menghimbau kepada masyarakat terutama petani sedari jauh hari sebelum fenomena kekeringan terjadi guna mengantisipasi adanya gagal panen.
“Sejak bulan Mei lalu kita sudah menghimbau ke masing-masing BPP untuk menyampaikan bahwa antisipasi sedini mungkin harus dilakukan seperti menanam padi tahan kekeringan, melakukan pemanfaatan air dengan baik,” jelasnya.
Ia menerangkan, dirinya telah mengajukan bantuan pompa kepada Pemerintah Provinsi dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk petani yang mengalami kekeringan.
“Kita belum tau ya turun (bantuan) kapan, yang jelas kita sudah mengajukan dan mendapatkan informasinya,” ujarnya.
“Yang jelas, sampai saat ini kita harus bisa memanfaatkan sumber air yang ada terlebih dahulu untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen,” tandas Rahmat.
Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan bahwa menurutnya gagal panen karena dampak El Nino memang benar adanya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Kota Serang sudah mengeluarkan surat edaran pada beberapa waktu yang lalu menjelang adanya el Nino. Kemudian dengan berjalannya waktu sekitar hampir tiga bulan, dampak El Nino semakin terasa dengan adanya musim yang semakin kering atau panas.
“Ya, memang karena dampak El Nino ya. Jadi pemerintah kan harus melakukan beberapa upaya baik upaya preventif atau antisipasi. Kebetulan juga dengan adanya beberapa laporan dari petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT). kami dalam hal kekeringan kemudian Puso, kategori-kategori dampak negatif itu memang sudah ada petugasnya tersendiri yang bisa memverifikasi atau memastikan bahwa ini kekeringan kategori berat, ringan atau sedang, atau bahkan puso sekalipun,” ujarnya, Kamis (24/8).
Ia juga menjelaskan, selain karena efek El Nino, juga dampak dari adanya perbaikan saluran irigasi. Karena di wilayah Kasemen, sumber airnya berasal dari Pamarayan Barat.
“Kebetulan adanya pengerjaan perbaikan dari pusat Karena itu adalah wilayah Pusat dan dipicu juga oleh level debit air di Bendungan Pamarayan yang semakin menurun jadi memang pasokan-pasokan air juga mengalami penurunan. Jadi saya kira, dampak El Nino ini berdampak dari beberapa aspek, baik pasokan air dari irigasi menurun karena level air dari bendungan menurun,” jelasnya.
Dirinya menerangkan bahwa memang ada beberapa daerah di Kota Serang yang laporannya masuk. Akan tetapi, laporan yang ada sifatnya dinamis. Saat ini data yang sudah terkumpul ada sekitar 85 hektar yang mengalami kekeringan, dengan kategori ringan. Dirinya mengatakan, bahwa data tersebut merupakan data dua tiga hari yang lalu.
“Kemudian ada yang Puso 18 hektar, kemudian yang masuk pada kategori berat, itu kalau nggak salah ada enam sampai tujuh hektar. Kalau tidak lihat kategori, itu ada lebih dari 100 hektar,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, M Nasir membantah adanya petani yang gagal panen. Karena menurutnya pihak dinas sebelumnya sudah melakukan antisipasi dampak el Nino.
“Nggak ada, belum ada laporan gagal panen. Kita kan dari awal sudah antisipasi, yang namanya dampak kekeringan atau el Nino yang diperkirakan pada bulan September-Oktober dan sampai hari ini tidak ada yang melaporkan. Karena yang pertama daerah kita sudah panen, tradisi kita kalau musim kemarau kan menanam palawija seperti di Kecamatan Sobang dan Panimbang,” katanya.
Menurutnya, agar produksi padi tidak menurun. Pemerintah pusat telah menurunkan program Gerakan Nasional (Gernas) el-nino seluas 500 ribu hektar se-Indonesia.
“Kita saat ini diminta seluas 5 ribu hektar dari hasil koordinasi dan sekarang sedang kita persiapkan penetapan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL),” terangnya.
Untuk Kabupaten Pandeglang, saat ini telah diintervensi oleh Kementerian Pertanian untuk bibit dan pupuknya. “Intervensinya mempercepat masa tanam, untuk daerah-daerah yang memungkinkan. Kedua untuk daerah Peningkatan Indeks Pertanaman (PIP), yang tadinya dua kali kita cepat suruh tanam cepat jangan menunggu,” ujarnya.
Nasir menambahkan, untuk lahan yang belum ditanami padi lagi dan membutuhkan air. Jika ada sumber airnya difasilitasi dengan alkon untuk mengairi areal sawahnya.
“Untuk mempercepat masa tanam, nanti difasilitasi seperti sumur pantek, pompa atau alkon. Seperti di Kecamatan Picung, kan ada sumber air dan lahannya belum ditanam kita suruh percepat tanam,” ucapnya.
Menanggapi petani yang gagal panen, Nasir mengatakan bahwa petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Provinsi Banten, hingga saat ini belum memberikan laporan.
“Seperti di Margagiri, disana kan ada petugas POPT. Petugas POPT belum ada laporan, kalau ada laporan kan pasti sudah masuk karena dia memiliki kewenangan yang menyatakan bahwa kena puso atau rusak berat atau sedang. Kalau seperti itu di Pagelaran segera mengusulkan untuk sumur pantek atau pompa,” pungkasnya.
Tapi, jika tidak bisa diselamatkan berarti masuk padi rusak dan yang menyatakan puso dan gagal panen itu petugas POPT Provinsi Banten.
“Jadi yang menyatakan puso itu dari POPT, bukan penyuluh atau dinas. Jika faktanya ada yang gagal panen, agar segera berkoordinasi kalau kita bisa bantu bila ada sumber air usahakan agar tanaman itu bisa diselamatkan. Dari awal sudah disampaikan agar melihat kondisi, jangan dipaksakan tanam padi jika tidak air,” pungkasnya.
“Mungkin petani itu tidak masuk kelompok bisa saja, saya kira kalau petani yang lain itu kan sudah paham.Kalau tidak ada sumber air jangan dipaksa tanam padi, kalau ada sumber air mungkin kita bisa bantu menyediakan alkon,” ungkapnya.
Pengakuan beberapa Kordinator Wilayah (Korwil) Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di beberapa kecamatan Baksel mengaku musim kemarau El Nino tidak terlalu berdampak kuat.
Seperti halnya, Korwil BPP Kecamatan Panggarangan, Rahmat Saehu kepada BANPOS menyebut dari luas lahan 2.677 Hektar lahan sawah yang ada di Panggarangan sebagian besar untuk lahan pertanian di wilayah kerjanya sudah panen belum lama ini. “Untuk di Panggarangan tak ada kendala, kebetulan pas masuk musim kemarau sudah panen pas masuk awal bulan. Paling kita menghadapi musim ke depan aja, jadi El Nino di kita belum berdampak besar,” ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan Korwil BPP Kecamatan Cibeber, Nopa yang menjelaskan untuk di Cibeber dampak kekeringan tidak terlalu berdampak, dikarenakan selain petani sedang dan sudah pada panen, petani setempat juga terikat dengan sistem adat.
“Untuk di Cibeber mah kita saat ini sedang memulai panen serempak. Jadi tak ada masalah. Karena kita di sini sesuai aturan adat tanam padinya setahun cuma sekali. Jadi petani disini belum merasakan dampak, apalagi kebanyakan lahan pertanian di sini berada di ketinggian, jadi aman pa,” ungkap Nopa.
Terpisah, Kepala Bidang Bina Usaha dan Perlindungan Tanaman, Distan Lebak, Irwas mengatakan dalam menghadapi fenomena el nino, Distan Lebak mengaku telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua Korwil BPP Se Kabupaten Lebak,
“Untuk menghadapi el Nino pada Tanggal 12 Mei lalu kita sudah mengeluarkan surat edaran. Yang intinya mengantisipasi dampak el nino dengan melakukan percepatan tanam di wilayah yang masih tersedia sumber air,” ujarnya.
Selain itu, semua Korwil diminta menggunakan varietas yang tahan kekeringan. “Dengan cara melakukan pemeliharaan terhadap saluran irigasi, pipanisasi dan embung, melakukan gilir air yang dikelola oleh P3A, serta menginventarisasi wilayah-wilayah yang rawan terjadinya kekeringan serta ketersediaan sumber air,” terangnya.
“Berdasarkan data yang kami peroleh dari Koordinator POPT Kabupaten Lebak, sampai dengan tanggal laporan 15 Agustus 2023 per 21 Agustus 2023 telah terjadi kekeringan dengan luasan mencapai 153 hektar, yang terdiri dari kategori ringan seluas 93 hektare, sedang seluas 32 hektar, berat seluas 5 hektar dan puso seluas 1 hektar,” jelas Irwas.
Atas kasus tersebut, Distan telah berkoordinasi dengan BPTPH Provinsi Banten untuk melakukan gerakan penanganan kekeringan serta permohonan bantuan pompa. Adapun mengenai kalkulasi capaian hasil panen di tahun ini sebenarnya di Lebak sudah termasuk lebih.
“Jadi sampai dengan Bulan Juli 2023 produksi padi di Kabupaten Lebak sebanyak 422.522 Ton, Gabah Kering Panen atau setara 221.850 Ton beras. Apabila Kebutuhan beras perkapita pertahun sebesar 101,6 Kilogram, produksi beras itu masih termasuk surplus selama 11 bulan terakhir ini,” paparnya.
Sementara, akibat kemarau yang terjadi beberapa bulan terakhir, petani di Desa Margagiri, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang mengaku mengalami gagal panen karena kurangnya pasokan air.
Salah seorang petani di Desa Margagiri, Mamah mengaku padi yang ditanamnya tiga bulan yang lalu, saat ini kondisinya tidak bisa dipanen karena kurangnya pasokan air.
“Seperti inilah kondisi padi di sawah saya yang gagal panen, karena kurangnya pasokan air akibat kemarau,” kata Mamah kepada BANPOS seraya menunjukan tanaman padi yang gagal dipanen.
Mamah menjelaskan, sebelumnya ia tidak menyangka kemarau yang terjadi saat ini begitu parah. Sehingga tanaman padinya mengering dan tidak bisa dipanen.
“Saya kira kemaraunya tidak separah ini, sehingga membuat tanaman padi tidak bisa dipanen. Bahkan kondisi tanah sawah saya menjadi kering dan belah-belah,” jelasnya.
Menurutnya, untuk menunggu musim tanam kembali, ia ingin sekali menanam tanaman yang lain. Namun tidak ada yang membantunya, karena suaminya sudah tidak ada.
“Dulu sebelum suami saya meninggal sih suka menanam tanaman lain seperti sayuran atau semangka, akan tetapi sekarang sudah tidak sehingga tidak ada yang membantu saya,” terangnya
Namun begitu, lanjut Mamah, meskipun ia bisa menanam tanaman yang lain, belum tentu juga bisa dipanen sesuai keinginan. Mengingat, petani lain yang menanam semangka juga gagal panen.
“Lahan yang disebelah juga yang ditanami semangka gagal panen, karena kemarau sekarang begitu parah. Meskipun ada air juga rasanya asin, sehingga dapat merusak tanaman,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Mamah, meskipun gagal panen, namun ia membiarkan sawahnya tidak ditanami tanaman lain.
“Mau bagaimana lagi, dengan kondisi seperti ini saya biarkan saja sawah saya tidak ditanami tanaman lain sambil menunggu musim penghujan,” pungkasnya.
Terpisah, petani semangka, Daming mengaku bahwa pada musim tanam tahun ini merugi hingga puluhan juta akibat kemarau yang terjadi.
“Akibat kemarau, tanaman semangka saya tidak tumbuh dengan sempurna, sehingga gagal panen dan merugi puluhan juta,” katanya.
Menurutnya, dari lahan seluas 1,5 hektar ini, untuk modal tanamnya saja sebesar Rp 60 juta. Sedangkan hasilnya panennya tidak sebanding dengan modal yaitu sebesar Rp 20 juta.
“Modal tanamnya saja Rp 60 juta, hasilnya cuma Rp 20 juta. Jadi ruginya itu sebesar Rp 40 juta. Itu juga belum termasuk tenaga,” jelasnya.
Daming mengaku, gagal panen semangka akibat kurangnya pasokan air, sehingga semangka tersebut tidak tumbuh dengan sempurna.
“Kemarau sekarang ini begitu parah tidak seperti pada tahun sebelumnya, bahkan sumur yang kita buat juga sudah ada yang kering,” ungkapnya.
Seorang petani di Malingping, Rijal mengaku sudah tidak ke sawah lagi karena sawahnya kering kerontang. “Mau ke sawah gimana, sawahnya juga kering. Irigasinya juga tak ada airnya. Paling nanti aja kalau musim hujan. Harusnya saat ini kita masuk panen kedua, ini mah liburan paceklik,” keluhnya. Kamis (24/8).
Pantauan BANPOS di lapangan, petani hortikultura warga Bayah, Didin mengatakan saat ini tanaman tidak bisa tumbuh, lahan pertanian kering kerontang. Menurutnya dampak kekeringan ini menyebabkan lahan garapannya lebih empat bulan mati fungsi.
“Ini jelas berdampak. Lahan saya sudah lebih 4 bulan nganggur, kering tak ada air. Jangankan untuk sawah, di Bayah ini air untuk kebutuhan sehari-hari aja susah. Nunggu bantuan pemerintah gak ada, katanya harus punya kartu tani, ribet. Upaya dari dinas untuk menghadapi kekeringan ini belum ada yang terlihat nyata,” kata Didin.
Salah satu petani asal Kecamatan Sajira, Rohman mengaku dirinya tak berdaya menghadapi kekeringan yang terjadi di area persawahannya. Hingga saat ini ia masih mengharapkan datangnya hujan untuk membantu mengairi lahan yang ia tanam.
“Lebih sering ngelamun aja sekarang mah, petani lain juga sama bingung jadinya,” kata Rohman kepada BANPOS.
Hal senada diungkapkan oleh Umam, petani asal Kecamatan Cibadak. Ia mengaku saat ini saluran air kecil yang biasanya dijadikan media pengairan sawahnya tidak mengaliri air sama sekali.
Ia menjelaskan, belasan hektar sawah milik keluarganya terancam gagal panen karena jauh dari sumber air.
“Kalau lihat yang banyak duit mah mereka bisa pake airnya sendiri kan enak. Kita mah cuma bisa liatin aja,” papar Umam.
Warga lingkungan Puji, Kelurahan Terumbu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Sahlabi (52) mengungkapkan bahwasannya sawah yang ditanami padi olehnya alami gagal panen.
Dirinya menuturkan bahwa lahan miliknya dan beberapa lahan milik warga lain yang ada di lingkungannya gagal panen akibat irigasi yang tidak lancar.
“Iya gagal panen, sawah saya yang gagal panen luasnya 8000 meter persegi. Tapi kalau di total dengan milik yang lain di sekitar 2 hektar,” tuturnya.
”Yang lain juga ada yang bisa dipanen, tapi hasilnya sedikit. Ini akibat irigasi yang tidak lancar,” tandasnya.
Terpisah, sejumlah Ibu Rumah Tangga (IRT) warga RW 05, Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, harus naik turun bukit serta masuk ke hutan demi mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil pantauan pada Senin 21 Agustus 2023, ibu-ibu warga setempat terpantau antre menunggu giliran untuk memenuhi jerigen yang dibawanya untuk di isi air dari sumber mata air yang mulai mengering.
Tak hanya berkumpul di satu tempat, mereka juga kerap masuk hutan untuk mencari alternatif sumber air bersih. Tak jarang, ada warga yang mencuci dan mandi di lokasi tersebut.
Untuk mendapatkan air, warga di lokasi ini memanfaatkan sumur resapan dari aliran sungai yang telah mengering karena kemarau panjang. Selain itu, sepanjang jalan di lokasi ini terpantau jerigen tempat mengisi air yang berjejer.
Salah seorang ibu rumah tangga, Asti yang tengah mengantre di lokasi ini menyampaikan, sudah satu bulan terakhir kondisi krisis air bersih dirasakan di lingkungannya. Apabila sumur tersebut kering, Asti terpaksa harus membeli air bersih di tempat lain. Kata dia, warga tidak bisa langsung mengambil air di lokasi sumur kecil itu. Sebab, warga harus menunggu terlebih dahulu agar air sumur penuh sebelum diambil. Hal ini tentunya memperlambat proses pengisian air bersih. “Kalau di sini harus giliran,” tutur Asti.
Hal senada juga diungkapkan warga lainnya Santeni. Dia bilang, warga yang mengambil air juga bisa sampai tengah malam. Itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan untuk mandi, memasak, hingga minum. “Iya sampai malam, ya giliran itu sampai pagi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, bantuan memang ada namun tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. “Ada bantuan tiga hari sekali jatahnya, itupun tidak memenuhi cuma meringankan aja dari sumur,” terangnya.
Diketahui, sebagian wilayah permukiman penduduk di area perbukitan di Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Grogol serta Kecamatan Purwakarta, menjadi langganan krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Apabila tak ada sumber air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air di lokasi lain.
Terpisah, Kokom Sunesih warga Warunghuni Desa Hegarmanah, Panggarangan mengaku sudah hampir sebulan kawasan di desanya kekurangan air bersih. “Kami mah saat ini butuh bantuan air bersih pak. Sudah hampir sebulan di sini kesusahan air. Tolong kami minta bantuan air bersih pak,” ungkapnya.
Sementara itu, warga RT 15 Kampung Sukajadi Desa Cemplang Kecamatan Ciomas, Nono mengaku saat ini warga yang ada di wilayahnya sudah krisis air bersih.
“Sudah satu bulan ini masyarakat Kampung Sukajadi di RT 15 sudah kekurangan air bersih,” ujarnya.
Ia mengaku hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah, memberikan air bersih. “Kami sekeluarga kalau mau mandi harus pergi k sumber air yang jaraknya lumayan dari rumah,” katanya.
Air untuk mandi yang digunakan warga jumlahnya sedikit, sehingga air digunakan berkali-kali. “Saya dan keluarga kalau mandi itu airnya tidak dibuang. Jadi kalau habis mandi airnya ditampung lagi, dan dipakai lagi buat mandi,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)
SALAH satu pencegahan terjadinya praktik mafia tanah salah satunya adalah memastikan administrasi pertanahan lengkap. Termasuk oleh pihak kelurahan yang seharusnya memiliki buku induk tanah, yang berisikan peta kepemilikan tanah, termasuk risalahan perpindahan kepemilikan atas tanah di wilayahnya.
Meski termasuk sebagai arsip yang penting, sejumlah kelurahan di Kecamatan Kasemen justru tidak memiliki buku induk tanah di wilayahnya. Salah satu kelurahannya yakni Kelurahan Terumbu. Diketahui, kelurahan tersebut tidak memiliki buku induk tanah sejak berganti status dari desa menjadi kelurahan.
Lurah Terumbu, Mujino, saat dikonfirmasi BANPOS membenarkan hal tersebut. Menurutnya, hal itu lantaran lurah-lurah sebelumnya, tidak memberikan arsip buku induk tanah, kepada lurah setelahnya. Hal itu pada akhirnya membuat pihak kelurahan kehilangan atas riwayat pertanahan di sana.
“Selama saya di sini memang saya belum pernah melihat. Memang saat pergantian pejabat lurah itu tidak ada menyerahkan buku catatan dari pejabat yang lalu kepada yang baru, termasuk saya,” ujarnya saat diwawancara di ruang kerjanya.
Menurut dia, untuk saat ini, pelayanan pertanahan di Kelurahan Terumbu mengandalkan catatan-catatan yang sudah ada dari surat-surat terdahulu seperti AJB maupun SHM. Namun tetap, pihaknya terkendala dengan penelusuran riwayat pertanahan di sana.
“Jadi untuk saat ini, selain dengan catatan yang sudah ada juga dari pegawai-pegawai yang sudah lama di kelurahan ini, yang bisa menjelaskan riwayat tanah, bagaimana blok-blok di sana. Jadi sebenarnya kendalanya cukup banyak, apalagi masyarakat masih kurang tertib terkait dengan administrasi pertanahan. Misalkan ketika menjual, hanya memindahtangankan sertifikat, tidak membuat AJB,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang diterima BANPOS, mantan Sekretaris Desa Terumbu, Ahmad Yani, justru memiliki data lengkap terkait dengan pertanahan di wilayah tersebut. Bahkan terkadang, pihak BPN kerap menghubunginya untuk memastikan lokasi tanah di Kelurahan Terumbu.
Ahmad Yani saat diwawancara BANPOS, membenarkan bahwa dirinya masih memiliki arsip administrasi pertanahan, yang ada di Kelurahan Terumbu. Menurutnya, arsip tersebut merupakan milik pribadi, selama dirinya menjabat sebagai Sekretaris Desa.
Ia pun sempat menunjukkan kepada BANPOS, peta tanah dan buku induk buatannya sendiri. Peta tanah tersebut dibuat dengan cara menggabungkan sejumlah kertas, dan dibuat dengan gambar tangan. Selain administrasi itu, ia juga mengetahui pemilik dan penguasaan terhadap blok-blok yang ada di sana.
“Jadi ini sebenarnya salinan, buatan saya sendiri. Saya juga hapal untuk lokasi-lokasinya dimana saja. Kalau dokumen yang asli sebenarnya ada di Kantor Kelurahan,” ujar Ahmad Yani kepada BANPOS.
Namun saat diberitahu bahwa kelurahan tidak memiliki dokumen tersebut, menurutnya kemungkinan besar dokumen itu dibawa pergi oleh lurah-lurah sebelumnya. Pasalnya, dia mengaku telah memberikan seluruh dokumen tersebut setelah selesai menjabat sebagai Sekretaris Desa.
“Mungkin dibawa pergi sama lurah sebelumnya. Karena sudah saya berikan. Kalau yang ini hanya salinan, arsip pribadi saja sebenarnya,” ungkap dia.
Meski arsip pribadi, Ahmad Yani mengaku siap memberikannya kepada pihak Kelurahan Terumbu, asalkan untuk penggandaannya dilakukan sendiri oleh pihak kelurahan. “Silakan kalau pihak kelurahan butuh, tapi modal dong,” ucapnya.
Menurut dia, beberapa kali pihak BPN dan pihak-pihak lainnya, mendatangi dirinya untuk menanyakan terkait dengan peta pertanahan di Kelurahan Terumbu. Bahkan, dirinya juga sempat mendamaikan permasalahan pertanahan yang terjadi di sana.
“Alhamdulillah dengan adanya arsip ini, saya sering didatangi banyak pihak, termasuk BPN. Saya sendiri bisa menjelaskan setiap blok yang ada di Kelurahan Terumbu itu milik siapa, pernah juga menyelesaikan sengketa tanah karena tahu riwayat pertanahan di sini,” tandasnya. (DZH)
SEJUMLAH upaya dilakukan oleh pemerintah guna menangani permasalahan mafia tanah. Salah satunya yakni dengan menggencarkan gerakan pemasangan patok tanda batas (Gemapatas), agar tidak diserobot oleh pihak-pihak lainnya. Selain itu, Kementerian ATR/BPN, khususnya Kanwil BPN Provinsi Banten, juga memiliki sejumlah program guna memberantas mafia tanah.
Sekretaris Direktur LKBH DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan mafia tanah, adalah dengan perbaikan pengadministrasian tanah. Pasalnya, sejumlah kasus penyerobotan tanah oleh oknum-oknum terjadi lantaran mudahnya mengakali administrasi pertanahan.
“Misalkan pemalsuan-pemalsuan dokumen pertanahan, selama ada niat buruk atau mens rea dari pihak yang memiliki kewenangan, bisa terbit itu Akta Jual Beli (AJB) palsu, atau dokumen administrasi pertanahan lainnya,” ujar Rizki.
Selain itu, proses pembuatan administrasi pertanahan, khususnya di tingkat kecamatan, juga masih terdapat banyak permasalahan. Praktiknya, pihak kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) terkadang tidak meninjau langsung lokasi tanah, yang akan diperjualbelikan.
“Sehingga batas-batas yang ada, akhirnya bisa terserobot secara dokumen. Hal ini sudah kerap terjadi, makanya ada dokumen ganda dan lain sebagainya. Seharusnya ada pengecekan lokasi, lalu melengkapi syarat-syarat administrasi,” terang Rizki.
Kasus tersebut pernah terjadi di Kelurahan Bendung, Kecamatan Kasemen. Pada saat itu, para mafia tanah yang terdiri dari perangkat kelurahan hingga ke pihak Kantor Pertanahan, dengan mudahnya membuat AJB palsu seluas 11 hektare, di atas tanah-tanah milik warga.
“Maka dari itu, untuk menyelesaikan sengkarut masalah tanah ini, harus dilakukan sampai ke akar-akarnya. Bagaimana sistem pengadministrasian tanah hingga komitmen pejabat terkait, agar tidak terjadi celah penyelewengan,” katanya.
Sementara itu, Jafung Pertanahan Bidang 2 pada Kanwil BPN Banten, Aris Setiantoro, mengatakan bahwa pihaknya telah banyak melakukan upaya, guna memberantas mafia tanah. Salah satunya yakni melakukan edukasi kepada masyarakat, terkait dengan pertanahan.
“Edukasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak tertipu terhadap suatu transaksi. BPN atau setiap Kantor Pertanahan membuat ruang konsultasi, setiap Kantor Pertanahan membuka ruang pengaduan termasuk ruang konsultasi hukum,” ujarnya.
Ruang konsultasi hukum itu menurut Aris, membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memahami apa saja yang harus disiapkan sebelum masyarakat mau melakukan transaksi, apa yang harus masyarakat pahami, apa yang harus masyarakat lakukan, serta mengedukasi ketika masyarakat sudah punya sertifikat.
“Sertifikat tanah itu adalah barang berharga, sehingga kami juga mengedukasi bagaimana cara masyarakat menyimpan. Selain itu, di setiap Kantor Pertanahan juga ada namanya ruang pengaduan, kemudian program konsultasi yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Untuk konsultasi yang dilakukan secara tidak langsung bisa melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, contohnya ada program Sultan di Kantah Tangsel,” ungkapnya.
Aris menerangkan, secara kelembagaan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas mafia tanah. Bahkan, upaya tersebut juga dilakukan bersamaan dengan para Aparat Penegak Hukum (APH). Pihaknya pun terus melakukan sosialisasi, baik itu sosialisasi pencegahan tindak pidana pertanahan yang berimplikasi luas, maupun tindak pidana yang ringan.
“Bentuk sosialisasinya kita mengundang audiens Camat, kemudian pihak stakeholder kelurahan maupun pegawai BPN hingga masyarakat secara umum. Kemudian, kami menghadirkan pembicara dari BPN selaku ahli selanjutnya dari Kepolisian, Kejaksaan maupun dari Ombudsman,” tuturnya.
Pihak BPN pun secara aktif bersama dengan APH, membantu melakukan penyidikan dengan memberikan dokumen-dokumen atau apapun yang dibutuhkan oleh APH, guna memperlancar penyidikan permasalahan mafia tanah.
“Jadi memang secara kelembagaan kita secara terus-menerus melakukan aksi, termasuk mempromosikan, mensosialisasikan melalui banner-banner yang ada di Kantor Pertanahan. Di setiap ruang pelayanan kita menempel pamflet anti-mafia tanah, artinya ini untuk mengingatkan kembali kepada setiap masyarakat agar waspada,” ucapnya.
Terkait dengan sejumlah kasus yang terjadi di Kecamatan Kasemen maupun di Desa Jayasari, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dokumen pertanahan, Aris menuturkan bahwa pihaknya telah secara tegas mengingatkan kepada para camat selaku PPATS, agar tidak bermain-main dalam pembuatan dokumen pertanahan. Bahkan saat pengangkatan, mereka juga dilakukan peningkatan kualitas, agar tidak terjadi penyelewengan.
“Peningkatan kualitas itu syarat wajib yang harus diikuti, agar para calon PPATS ini memperoleh pemahaman pengetahuan, berkaitan dengan tugas-tugas pokok, bagaimana cara membuat akta, tanggung jawab dia selaku pembuat akta. Lalu secara administrasinya seperti apa, kewajibannya juga apa,” katanya.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap PPAT. Untuk mencegah terjadinya penyelewengan kewenangan oleh para PPAT maupun PPATS, pihak BPN telah membentuk Majelis Pembinaan dan Pengawas Daerah hingga Wilayah (MPPD dan MPPW) untuk para PPAT.
“Tujuannya untuk menampung, membina, termasuk apabila ada pengaduan misalnya PPAT tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, itu nanti bisa diusulkan mulai dari teguran hingga pemberhentian secara tidak hormat. Jadi ada jenjangnya,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Umum dan Humas pada Kanwil BPN Banten, Mutmainah, mengatakan bahwa terkait dengan adanya dugaan pemalsuan dalam pembuatan dokumen pertanahan, seperti pemalsuan tanda tangan hingga pemalsuan lainnya, hal itu sudah masuk ke ranah hukum.
“Kalau yang terindikasi adanya fraud seperti pemalsuan surat, temuan pemalsuan tanda tangan, itu sudah ranahnya APH, dan BPS sifatnya membantu proses penyidikan itu. Apa yang dibutuhkan oleh penyidik tentunya BPN akan kooperatif,” ujarnya.
Untuk mencegah masyarakat menjadi korban mafia tanah, Mutmainah menuturkan bahwa masyarakat harus benar-benar menjaga sertifikat tanah miliknya, jangan melakukan penggadaian sertifikat di bawah meja, dan pastikan tanah mereka dimanfaatkan.
“Yang paling penting jaga tanahnya, manfaatkan tanahnya. Jadi jangan sampai idle. Tanahnya itu hanya disertifikatkan saja tapi tidak dikelola, tidak dikuasai oleh pemilik, harus betul-betul dijaga. Pastikan penguasaan fisik dilakukan,” ucapnya.
Terakhir, ia menuturkan bahwa pihak BPN tengah melakukan alih media. Alih media dilakukan agar tidak ada lagi pemalsuan sertifikat secara fisik, yang kerap dilakukan oleh para mafia tanah.
“Dengan kita mengelektronikan data, itu mencegah pemalsuan-pemalsuan sertifikat. Proses awal ini masih tanah-tanah instansi pemerintah, selanjutnya ada alih media untuk sertifikat-sertifikat masyarakat. Alih media itu pelayan elektronik termasuk sertifikat elektronik,” terangnya. (MUF/DZH)