SERANG, BANPOS – Tantangan pembangunan Kota Serang dalam 16 tahun terakhir menghadirkan isu-isu kompleks, seperti masalah infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Meskipun ada usaha dalam mengatasi permasalahan seperti stunting dan angka kematian ibu dan bayi, tantangan masih ada dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi warganya.
Pemerintah Kota Serang juga dihadapkan pada capaian kinerja yang harus ditingkatkan, seperti pendidikan yang belum optimal, ekonomi yang perlu diperkuat, dan infrastruktur yang masih kurang. Dalam upayanya, Pemkot Serang telah meluncurkan program pemberdayaan ekonomi dan pelatihan kerja untuk mengurangi kesenjangan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Namun, masih ada kendala yang menghambat, seperti tingginya angka putus sekolah dan minimnya investasi. Beberapa masalah mencakup kurangnya fasilitas pendidikan dan penerangan jalan yang mempengaruhi rasa aman masyarakat.
Selain itu, persoalan lingkungan dan kemiskinan juga menjadi perhatian serius, dengan faktor-faktor seperti biaya hidup tinggi, rendahnya gaji, dan pekerjaan informal yang tidak cukup memadai. Meskipun ada beberapa program bantuan sosial, masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi warga Kota Serang.
Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, mengatakan bahwa persoalan Kota Serang hingga saat ini masih cukup banyak. Hal itu menurutnya menjadi pekerjaan rumah bersama, untuk dapat menyelesaikannya.
“Seperti juga permasalahan infrastruktur, kemudian permasalahan sosial ini luar biasa di Kota Serang. Sederhana karena secara kasat mata terlihat, setiap perempatan jalan masih banyak anak-anak yang usia sekolah minta-minta dan sebagainya,” ujar Hasan.
Begitu pula persoalan wajib dasar pelayanan, seperti pendidikan dan kesehatan. Menurutnya, hal itu harus bisa secara kolektif diselesaikan. Apalagi, Kota Serang sudah menjelang usia yang ke-17 tahun tahun depan.
“Soal Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI-AKB), itu kan wajib dasar pelayanan. Begitu pula dengan permasalahan stunting. Tentu ini harus menjadi upaya bersama untuk bisa melayakkan Kota Serang menjadi ibukota provinsi,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang dimiliki BANPOS, pada tahun 2022 lalu, Kota Serang mengalami kenaikan jumlah angka kematian bayi. Tercatat, pada tahun 2022 terdapat sebanyak 32 kasus. Jumlah itu naik signifikan dari tahun 2021 yang hanya berjumlah 13 kasus.
Terdapat pula kenaikan pada angka kematian ibu (AKI), meskipun tidak signifikan. Tercatat, pada tahun 2022 terdapat sebanyak 19 kasus kematian ibu. Jumlah itu meningkat dua kasus dari tahun sebelumnya yang sebanyak 17 kasus.
Begitu pula dengan angka stunting anak. Diketahui, terdapat kenaikan pada kasus stunting di Kota Serang sebesar 0,4 persen di akhir tahun 2022. Meski demikian, kenaikan tersebut terjadi karena adanya survei SSGI yang tidak semua balita diperiksa.
Kepala Dinkes Kota Serang, Ahmad Hasanudin, mengatakan bahwa pelaksanaan stunting di Kota Serang dilakukan secara ‘keroyokan’. Hal ini lantaran persoalan stunting menjadi fokus prioritas dalam penanganannya.
“Ini disebut sebagai konvergen antisipasi stunting. Saya sampaikan bahwa stunting ini mencegahnya harus terpadu semuanya, bukan hanya orang kesehatan saja. Namun non-kesehatan pun memiliki peran, bahkan sampai 80 persen perannya dalam menanggulangi stunting,” ujarnya di ruang kerjanya.
Ia menuturkan, Pemkot Serang telah berupaya untuk menekan angka stunting, dengan sejumlah program. Salah satunya yakni pencegahan 1.000 hari kehidupan.
“Berarti sejak berada di janin. Nah 1.000 hari itu jatuhnya di umur dua tahun si bayi. Peran serta banyak pihak itu sangat penting selama proses tersebut, bagaimana pola pengasuhan, penyediaan kesehatan, hingga intervensi non-kesehatan seperti penyediaan air bersih, ekonomi, pendidikan dan lainnya,” tutur Hasan.
Sementara terkait dengan progres penurunan stunting di Kota Serang, menurutnya berjalan cukup signifikan. Pasalnya, tren prevalensi stunting di Kota Serang dalam kurun waktu dua tahun, mengalami penurunan hingga 15 persen pada tahun 2021.
“Untuk data penurunan stunting, di tahun 2019, kita punya tren prevalensi stunting itu sebanyak 38,6 persen. Kemudian tahun 2021, turun dari 38,6 ke 23,4 persen, cukup signifikan,” ungkapnya.
Namun, ia mengakui bahwa pada tahun 2022 terjadi peningkatan sedikit yakni sebesar 0,4 persen, dari yang sebelumnya 23,4 persen, menjadi 23,8 persen.
Kabid Penmas pada Dinkes Kota Serang, Tata, mengatakan bahwa penyebab tertinggi terjadinya AKI adalah karena terjadi eklamsia atau tekanan darah yang tinggi pada saat kehamilan. Kejadian tersebut juga disebut sebagai hipertensi kehamilan.
“Untuk tahun ini, sampai dengan saat ini tercatat sebanyak 11 kasus AKI di Kota Serang. Semua diketahui meninggal setelah melahirkan. Selain eklamsia, penyebabnya juga karena ada pendarahan serta penyakit-penyakit lainnya,” ujar Tata.
Sementara terkait dengan AKB, pihaknya mencatat hingga Juli kemarin, terdapat sebanyak 36 kasus kematian bayi. Rata-rata, terjadinya kasus kematian bayi lantaran pada saat lahir, bayi berada pada kondisi bobot tubuh di bawah 2,5 kilogram.
“Kita menyebutnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Itu ada yang beratnya 1.500 gram atau 1,5 kilogram. Bahkan ada yang di bawah 1 kilogram. Untuk mempertahankan hidup bayi dengan berat lahir rendah cukup sulit,” ungkapnya.
Selain BBLR, Tata menuturkan bahwa terdapat pula kasus kematian bayi akibat pada saat dilahirkan, mengalami asfiksia neonatorum atau gangguan darurat untuk nafas. Sehingga ketika bayi terlahir, mereka kesulitan bernafas.
Menurutnya, untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus AKI-AKB, pihaknya telah melakukan berbagai intervensi. Bahkan, intervensi tersebut telah dilakukan sedini mungkin, sehingga benar-benar dapat mencegah AKI-AKB.
“Jadi mulai dari remaja putri, kami melakukan pemberian tablet tambah darah. Ini supaya mereka tidak kekurangan darah. Lalu untuk ibu hamil, kami edukasi minimal pemeriksaan itu sebanyak enam kali, dan melakukan USG sebanyak dua kali. Selanjutnya kami berikan vaksinasi tetanus dan tablet penambah darah, minimal mengonsumsi sebanyak 90 tablet darah selama hamil,” terangnya.
Di sisi lain, Tata menuturkan bahwa Pemkot Serang tengah menggodok Peraturan Walikota (Perwal) terkait dengan AKI-AKB. Perwal tersebut menurutnya akan segera rampung, lantaran sudah mencapai progres 90 persen.
“Alhamdulillah pembahasannya sudah 90 persen, 10 persen lagi dimatangkan. Mudah-mudahan dengan adanya Perwal AKI-AKB ini, salah satunya regulasi daerah untuk menekan AKI-AKB, karena ada fokus Pokja tingkat kelurahan, kecamatan dan kota,” tandasnya.
Sementara itu, Deputi Direktur Pusat Studi dan Informasi (PATTIRO) Banten, Amin Rohani menyoroti sejumlah capaian kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Serang yang dirasa masih banyak meninggalkan catatan penting yang harus segera dibenahi.
Sektor pendidikan misalnya, penyelesaian persoalan pendidikan di Kota Serang masih jauh dari apa yang diharapkan.
Jika melihat data yang ada, capaian rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah Kota Serang berada di bawah capaian Provinsi Banten. Bahkan menurutnya, capaian tersebut meleset dari target capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Serang.
“Menurut data neraca pendidikan daerah, rata-rata lama sekolah di Kota serang yaitu 8,9 masih di bawah capaian Provinsi Banten dan berada pada posisi keempat yang antara kabupaten/kota lainnya,”
“Harapan lama sekolah di Kota Serang angkanya 12,81 masih di bawah capaian Provinsi dan tidak mencapai target dari RPJMD dengan angka 12,92,” kata Amin Rohani kepada BANPOS pada Rabu (9/8).
Terlebih lagi, masih ada sekitar 40 persen sekolah rusak di Kota Serang yang belum tertangani dengan baik. Oleh sebab itu ia mendesak agar Pemkot Serang agar segera menyelesaikan persoalan tersebut.
“Apalagi akhir-akhir ini, urusan pendidikan di kota Serang sempat viral dengan masih banyaknya sekolah rusak yang mencapai 40 persen dari total ruang kelas yang tersedia,” terang Amin.
Di sisi lain, pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kota Serang juga disebut belum begitu memuaskan. Pasalnya, berdasarkan data yang ada, Amin menjelaskan, capaian realisasi investasi di Kota Serang pada periode Semester I tahun ini hanya mencapai Rp127 miliar.
Sebagai ibu kota provinsi, capaian realisasi investasi Kota Serang masih kalah jauh dengan Kabupaten Lebak yang di periode yang sama mampu meraup realisasi investasi sebesar Rp1,01 triliun.
“Diketahui saat ini pada sektor perdagangan dan investasi, justru Kota Serang kalah dengan Kabupaten Lebak yang secara geografis tidak begitu menguntungkan dari Kota Serang,” imbuhnya.
Tidak hanya itu saja, permasalahan lain seperti infrastruktur kota juga menuai sorotan. Menurutnya, ada beberapa titik ruas jalan yang belum difasilitasi oleh penerangan jalan. Keadaan tersebut tentunya berdampak pada rasa aman masyarakat Kota Serang yang terusik.
Melihat keadaan yang seperti itu, Amin mengkiaskan Kota Serang seperti kota mati, lantaran banyaknya ruas jalan dan ruang publik di Kota Serang yang belum difasilitasi penerangan.
“Banyak sekali PJU (penerangan jalan umum) yang justru mati yang berada di pusat kota, taman-taman yang dibangun di pusat kota justru tidak dinikmati oleh masyarakat Kota Serang sendiri,” keluh Amin.
Belum lagi masalah lingkungan, masih banyak didapati beberapa kawasan pemukiman di Kota Serang yang terbilang kumuh. Bahkan, menurut Amin permasalahan tersebut seakan sudah menjadi permasalahan klasik bagi Kota Serang, lantaran dalam penyelesaiannya tidak menuai ujung yang pasti.
“Lingkungan kumuh dan sanitasi yang tidak layak juga masih kita jumpai di kota Serang, khususnya di daerah Kasemen yang menjadi masalah klasik yang tidak bisa diselesaikan dari masa ke masa,” kata pegiat PATTIRO Banten itu
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Serang Tubagus Suherman menyampaikan bahwa masih terdapat anak yang putus sekolah di Kota Serang. Menurutnya Kota Serang masih memiliki angka putus sekolah tahun 2023 sekitar 7,5 persen.
“Angka putus sekolah sampai hari ini masih di bawah 10 persen, kurang lebih angka putus sekolah tahun 2023 di angka 7,5 persen,” ucapnya. Selasa (2/5)
Suherman mengungkapkan bahwa angka putus sekolah yang terjadi di Kota Serang pada tahun 2023 dari total enam kecamatan di Kota Serang ada di tiga kecamatan yang menjadi kecamatan terbanyak angka putus sekolah.
“Dari enam Kecamatan itu rata-rata di kecamatan yang di Kasemen, Walantaka dan di Curug,” ungkapnya.
Dilain waktu, Suherman mengatakan bahwa pihaknya juga bekerjasama dengan USAID untuk menangani anak tidak sekolah dengan program aje kendor sekolah.
“Dengan program aje kendor sekolah, dindik berharap supaya setiap tahun ATS di Kota Serang bisa berkurang. Saat ini sudah 133 ATS se-Kota Serang,” katanya, Rabu (26/7).
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekdis Dindikbud Kota Serang, Tb. Agus Suryadin mengatakan, saat ini data siswa yang putus sekolah yang ada di Kota Serang ada sebanyak 133 anak dari mulai SD hingga tingkat SMA.
“Anak-anak yang putus sekolah sudah kita data dan ada sebanyak 133 yang putus sekolah. 80 persen itu karena faktor ekonomi. 20 persen sisanya karena adanya anak yang cacat dan juga ada yang sewaktu sekolah jadi korban bullying dan lain sebagainya. Dari 133 orang ini kita akan bantu agar anak-anak ini dapat melanjutkan sekolah,” katanya.
Camat Taktakan, Mamat Rahmat mengatakan, bahwa sebelumnya yang dipaparkan kadis dindik Kota Serang, Tb.Suherman hanya sebanyak 133 siswa putus sekolah di Kota Serang. Akan tetapi, per tanggal 26 juli 2023, dirinya mengaku bahwa di Kecamatan Taktakan sudah terdata sebanyak 167.
“Sebetulnya data yang sebelumnya itu baru sebagian, karena di Taktakan sendiri ada sebanyak 167 anak tidak sekolah,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendataan anak tidak sekolah di Kecamatan Taktakan. Karena menurutnya, di Kecamatan Taktakan masih banyak anak yang tidak sekolah namun belum terdata.
“Memang updatenya masih terus kita dilakukan. Jadi sebetulnya masih banyak anak-anak yang tidak sekolah dan saat ini masih belum terdata semua,” ujarnya.
Kemiskinan adalah masalah serius yang masih mengintai warga ibukota dan tempat lainnya. Beberapa faktor yang berperan dalam kemiskinan mulai dari tingginya biaya hidup, rendahnya gaji, kurangnya lapangan kerja, dan ketimpangan ekonomi.
Banyak pekerja di sektor informal atau buruh dengan upah rendah yang seringkali tidak mencukupi untuk hidup layak. Hal ini terutama mempengaruhi keluarga dengan anak-anak, di mana biaya pendidikan dan kesehatan menjadi beban tambahan.
Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan pub perlu untuk terus ditingkatkan. Program bantuan sosial, pelatihan kerja, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin dapat membantu mengurangi kesenjangan dan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi mereka untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Masalah kemiskinan juga ternyata masih menghantui warga Kota Serang. Warga di lingkungan Lipatik, Desa Tegal Sari Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Rohimi (45) mengatakan bahwa dalam mencukupi kehidupan sehari-hari dirinya cukup kesulitan. Pasalnya, penghasilan yang dirinya dapatkan sangat minim.
”Sehari dari penghasilan ga nentu, gimana ya orang cuma buruh di pasar, paling kalau lagi dapat rejeki mah paling besar Rp70 ribu sampai Rp80 ribu,” katanya, Senin (7/8).
Dirinya juga menyampaikan bahwa saat ini untuk mendapatkan pekerjaan sulit. Ia mengaku untuk biaya hidup sehari-hari hanya mengandalkan pekerjaan dari pasar sebagai kuli pengangkut barang memakai gerobak.
”Kerja, ya cuma buruh kelontongan aja di Pasar Rau, gimana geh nyari kerja yang lain susah,” ujarnya.
Rohimi juga mengungkapkan bahwa tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Adapun yang pernah mendapatkan bantuan hanya almarhumah ibunya saja.
“Saya belum pernah, ada juga orang tua yang pernah dapat. Tapi sekarang orang tua sudah meninggal kedua-duanya jadi udah ga pernah dapat lagi. Sekarang paling anak yang dapat tapi kurang tahu bantuan apa,” ungkapnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa saat ini rumah yang ditinggali pun sudah mengalami beberapa kerusakan seperti atap yang mulai lapuk dan juga tembok yang mulai rontok semennya.
”Ya mau dibangun juga ga ada uangnya,” katanya.
Selain itu, warga lingkungan Jaha, Kelurahan Pager Agung Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Saadah (48) mengatakan bahwa dirinya selama ini hanya pernah mendapatkan bantuan pembuatan MCK, uang sebesar Rp300 ribu dan beras dari kelurahan.
Dirinya juga mengungkapkan, saat ini ia hanya tinggal bersama kedua anaknya. Untuk biaya hidup sehari-hari dirinya hanya mengandalkan dari pekerjaannya sebagai buruh serabutan.
”Ya saya usaha sendiri, suami sudah meninggal. Jadi kalau ada uang makan kalau ga ada ya ga makan, orang kerja saja paling serabutan kaya nyetrika baju, nyuci baju. Jadi ga nentu penghasilannya,” ungkapnya.
Sambil menahan air mata, Saadah mengaku ingin menyekolahkan anaknya agar bisa memiliki pendidikan yang tinggi agar bisa merubah nasib dari yang saat ini dirinya alami.
“Pengen rasanya anak sekolah sampai tinggi, kuliah segala gitu. Biar bisa jadi seperti orang-orang kalau pendidikannya tinggi bisa jadi orang sukses,” tandasnya.(MG-01/CR-01/DZH/PBN)