SUDAH hampir satu bulan lamanya, dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula yang disebut menjadi penyebab banjir bandang Kota Serang mengemuka. Namun, selama itu pula Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) bungkam dan tidak memberikan statemen apapun, terkait dengan hal itu.
Beberapa kali BANPOS berupaya untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak BBWSC3, sejak edisi Indepth BANPOS yang terbit pada Senin 10 Juli lalu. Namun, tidak ada jawaban dari pihak BBWSC3 mengenai dugaan itu.
Teranyar, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 yang beralamat di Jalan Ustad Uzair Yahya Nomor 1, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang pada Kamis (20/7). Sekitar pukul 14.40 WIB, BANPOS tiba di kantor tersebut, dan bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Humas BBWSC3.
Saat mengetahui bahwa wartawan yang datang berasal dari BANPOS, pria itu terdengar marah, dan mengatakan bahwa karena BANPOS, ia dan Sekretaris BBWSC3, Hadian, dimarahi oleh Kepala BBWSC3. Ia mengatakan, seharusnya BANPOS tidak menerbitkan berita tersebut, karena pihak BBWSC3 belum memberikan konfirmasi.
Menurutnya, persoalan itu sangatlah sensitif sehingga harus menunggu jawaban dari pihaknya sebelum berita diterbitkan. Kecuali menurutnya, berita itu terkait dengan agenda-agenda BBWSC3 seperti senam bersama dan lain-lain. Berita tanpa konfirmasi menurutnya, juga boleh dilakukan hanya untuk berita yang bagus-bagus saja buat BBWSC3. Bahkan, ia sempat menyampaikan bahwa apabila BANPOS tetap menerbitkan berita sebelum pihaknya memberikan konfirmasi, maka BANPOS akan di-blacklist dari BBWSC3, dan dilaporkan. Meskipun tidak disampaikan kemana dirinya akan melapor.
Wartawan BANPOS sempat menyampaikan bahwa BANPOS sudah beberapa kali berupaya untuk melakukan konfirmasi, namun konfirmasi yang diberikan justru telat diberikan. Selain itu, konfirmasi itu tidak menjawab pertanyaan terkait dengan kerusakan yang berakibat pada banjir bandang di Kota Serang. Kendati telat, jawaban dari pihak BBWSC3 tetap diterbitkan oleh BANPOS pada edisi selanjutnya.
BANPOS pun menyampaikan bahwa kedatangannya itu, untuk mengonfirmasi terkait dengan dugaan kerusakan, yang juga diperkuat dalam dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan Bendungan Sindangheula yang tengah dilakukan saat ini.
Ia pun menghubungi Hadian untuk berkoordinasi terkait dengan itu. Hadian pun mengarahkan untuk berkoordinasi dengan Kepala Bidang PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung. Namun sayangnya, David tidak bisa memberikan konfirmasi saat itu, dan meminta dijadwalkan pada pekan depan.
Untuk diketahui, sebelum edisi Indepth terbit, BANPOS sempat memberikan surat kepada pihak BBWSC3 terkait dengan permohonan konfirmasi. Dalam surat tersebut, BANPOS menuliskan bahwa berita akan ditayangkan pada Jumat 7 Juli. Lantaran tidak mendapatkan konfirmasi, BANPOS sempat menunda penayangan menjadi Senin 10 Juli. Melalui pesan WhatsApp kepada Hadian pun, BANPOS menegaskan bahwa penayangan berita akan dilakukan pada 10 Juli. Akan tetapi, konfirmasi yang seharusnya diberikan maksimal pada Minggu 9 Juli, baru dikirimkan pada 10 Juli. Sementara terkait dengan dugaan kerusakan, tidak dijawab hingga berita ini ditulis.
Terpisah, Pengurus Daerah (PD) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang menyayangkan sikap bungkamnya BBWSC3, terkait dugaan kerusakan bendungan yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Kota Serang. Bahkan, mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, apabila BBWSC3 tidak membuka kebenaran terkait dengan hal itu.
Ketua Umum PD KAMMI Serang, Roja Rohmatulloh, dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa BBWSC3 harus bertanggungjawab jika memang berbohong soal penyebab banjir bandang Kota Serang pada Maret 2022 lalu. Kebohongan yang dimaksud yakni bahwa penyebab banjir bandang adalah murni akibat alam, bukan karena Bendungan Sindangheula.
“Karena memang ini yang bertanggung jawab adalah BBWSC 3, jadi mereka harus bertanggung jawab seandainya terjadi kebohongan,” ungkap Roja dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan data yang pihaknya miliki, terdapat dokumen yang menyatakan jika terdapat kerusakan pada Bendungan Sindangheula. Salah satunya yaitu kerusakan pada hollow jet valve, yang merupakan pintu air utama bendungan.
“Kabar yang kami dapat juga menyatakan kalau pintu air itu rusak sebelum banjir bandang terjadi. Artinya meluapnya air bendungan itu diduga kuat karena rusaknya pintu air, bukan seperti klaim BBWSC3 yang menyatakan kalau itu murni peristiwa alam,” tegasnya.
Roja pun mengatakan, para pihak terkait beserta penegak hukum harus segera melakukan koordinasi, agar kebenaran akan hal ini bisa segera ditemukan, dan dapat segera dipertanggungjawabkan apabila memang terdapat kelalaian yang berakibat pada kerugian harta benda maupun hilangnya nyawa.
“Itu kan sudah satu tahun lalu, pada awal tahun 2022, pihak-pihak terkait seperti pemkot terus kemudian penegak hukum harus mencari tahu kebenarannya. Selain itu juga harus mencari jalan untuk pertanggungjawaban atas hal ini,” tegasnya.
Ia pun mengungkapkan bahwa jika benar adanya kebohongan dari BBWSC3, pihaknya akan mendorong semua yang terlibat hal itu agar segera memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban.
“Kalau seandainya memang hal itu betul terjadi, karena ini juga cukup besar kerugiannya. KAMMI Serang mendorong agar pihak terkait klarifikasi terhadap tanggapan masyarakat atas kebohongan yang terjadi setahun ini,” ujarnya.
Terakhir ia pun menegaskan bahwa KAMMI Serang akan segera turun ke jalan jika tidak ada kejelasan dari pihak-pihak terkait, terkhusus BBWSC3 selaku pengelola bendungan. “Jika memang pihak BBWSC3 tidak mau memberikan klarifikasi, maka kami tidak segan untuk turun ke jalan menuntut kebenaran yang diduga telah ditutup selama ini,” tandasnya.
Sementara itu, usai rapat paripurna, Walikota Serang, Syafrudin, menegaskan bahwa sejak awal dirinya meyakini jika memang ada kejanggalan pada tragedi banjir bandang yang terjadi pada Maret 2022 lalu. Pasalnya, tidak pernah Kota Serang terjadi banjir sampai setinggi 5 meter, sebelum Bendungan Sindangheula berdiri.
“Saya juga sependapat. Banjir bandang yang terjadi kemarin itu, akibat dari meluapnya Bendungan Sindangheula karena pengaturannya (pengelolaannya) yang tidak diatur sedemikian rupa,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Serang.
Menurut Syafrudin, banjir bandang yang menimpa Kota Serang pada tahun 2022, menjadi gambaran bahwa terjadi kesalahan manajemen dalam pengelolaan bendungan berkapasitas 9 juta meter kubik tersebut. “Ya pastilah. Ini secara teknis penataannya, pengelolaannya kurang bagus,” tegasnya.
Di waktu yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, kembali menegaskan bahwa BBWSC3 harus terbuka berkaitan dengan kebenaran akan isu kerusakan bendungan yang mengakibatkan banjir bandang di Kota Serang. Ia pun menuturkan bahwa pada saat banjir bandang terjadi, memang beredar banyak isu berkaitan dengan dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula.
“Ada banyak rumor kan termasuk katanya ada terpantau dari CCTV lah macam-macam gitu ya itu, dan kita juga waktu juga rapat di Kantor BPBD kota Serang, terus juga rapat di Forkopimda. Saya mengusulkan ada evaluasi dalam hal pengelolaan Sindangheula itu,” ujarnya.
Menurut Hasan, bendungan Sindangheula yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), seharusnya memiliki perencanaan pengelolaan yang matang. Apalagi jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan, memiliki efek yang sangat berbahaya.
Ia pun mengaku pada saat banjir bandang terjadi, pihaknya mendatangi bendungan Sindangheula untuk mengecek kabar bahwa bendungan jebol. Namun ternyata, bendungan itu tidak jebol, hanya overload saja. Akan tetapi, dirinya tidak tahu bahwa justru permasalahan bendungan itu ada pada katup pemancarnya.
“Karena kita juga baru tahu kalau pintu airnya itu kan di bawah, bukan seperti kayak Pamarayan gitu kan. Ya artinya sangat mungkin terjadi tekanan air itu dia sudah tidak bisa dikendalikan karena ada kerusakan pada katup, sehingga overload,” ungkapnya.
Hasan mengatakan, temuan yang didapati oleh BANPOS perlu kiranya ditindaklanjuti. Pertama, BBWSC3 harus menjawab jujur terkait dengan dugaan kerusakan katup pemancar air. Kedua, aparat penegak hukum (APH) dan pihak-pihak terkait pun bisa turun tangan untuk melakukan penyidikan.
Apalagi alibi yang disampaikan oleh BBWSC3 atas banjir bandang tersebut, kerap diarahkan untuk menyalahkan masyarakat, yang mendirikan bangunan di bantaran sungai. Meski hal tersebut memang menjadi salah satu faktor, namun faktor utama dalam pengelolaan bendungan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama.
“BBWSC3 harus jujur. Kalau ada temuan yang seperti itu, bukan hanya penyelidikan tapi juga harus penyidikan. Jangan ditutup-tutupi. Ini pelajaran besar bahwa ini proyek nasional, seharusnya perencanaan pengelolaannya matang,” tegasnya.
Untuk diketahui, dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula mengemuka setelah adanya informasi dari salah satu sumber BANPOS. Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di Bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga sembilan juta meter kubik.
“Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.
Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.
“Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.
Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.
“Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.
Keterangan sumber BANPOS itu diperkuat oleh pernyataan dari salah satu warga setempat, sebut saja Roni. Kepada BANPOS, Roni yang ditemui di instalasi katup lubang pancar saat hendak mencari ikan mengatakan bahwa pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya banjir bandang di Kota Serang, katup tersebut tidak dibuka oleh pihak pengelola bendungan.
“Saya mah orang awam yah mas, tapi saya tahu dari awal bendungan ini dibangun seperti apa. Nah pada saat kejadian waktu itu, pintu air (katup pemancar) ini kering, enggak dibuka. Iya ditutup, kering ini alirannya,” ujar dia.
Menurut dia, pada saat para pimpinan daerah datang ke Bendungan Sindangheula pascabanjir bandang, seingat dia tidak ada yang menyampaikan perihal hal tersebut. Para pimpinan yang hadir, yakni Andika Hazrumy yang pada saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, dan Walikota Serang, Syafrudin, datang hanya untuk mengonfirmasi apakah bendungan itu jebol atau tidak.
“Ramai kan waktu atasan dari provinsi maupun Kota Serang ke sini. Ya kenyataanya gitu, bukan jebol, tapi airnya tumpah ke sana semua (spillway), karena di sini di tutup total. Kering (aliran) ini mah. Tumpah di sana, sampai ngelewatin batas itu,” ungkapnya.
Namun, ia tidak tahu pasti mengapa katup pemancar air itu tidak dibuka pada saat hujan lebat yang terjadi selama empat hari itu. Akan tetapi ia mengaku bahwa dirinya dan sejumlah warga sempat memberikan saran kepada pihak pengelola, agar tidak menutup katup air tersebut. Sebab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, Kota Serang akan terdampak sangat parah.
“Gak tau sih, namanya saya mah bukan tugasnya. Tapi padahal kan dari awal sudah saya kasih saran. Hujan berhari-hari, ini ditutup total (katup pemancar). Bahaya, yang kasiannya itu rumah sakit daerah, karena ada di atas aliran Cibanten. Eh bener aja kejadian. Padahal kalau ini dibuka, aliran di sana (spillway) cuman ngalir biasa aja, paling 1 atau 2 jengkal aja, nggak bakal meluap gitu,” tuturnya. (MG-01/DZH/ENK)