PELAYANAN dasar seperti pendidikan, masih menjadi beban yang belum mampu dituntaskan pemerintah daerah. Belum memadainya infrastruktur pendidikan dasar menjadi potret buram Provinsi Banten di Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap 2 Mei. Kondisi itu diperburuk degan masih tingginya angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Gambaran buruknya infrastruktur pendidikan di Banten, salah satunya tergambar di Kabupaten Lebak. Berdasarkan informasi yang dihimpun HMI MPO Cabang Lebak, nyaris seribu sekolah dalam konidsi rusak. Kondisi itu tentunya wajib menjadi perhatian bagi Pemkab Lebak.
“Sepanjang tahun 2022 ada 993 gedung sekolah yang masih rusak. Diantaranya tiga sekolah itu dikabarkan roboh, yaitu SMPN 1 Cibeber dan SMPN 2 Warunggunung yang roboh pada akhir November 2021. Selanjutnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pasir Madang, Desa Parakan Lima, roboh pada akhir Desember 2021,” kata Tubagus kepada BANPOS.
Tubagus berharap agar Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak bisa serius dalam menangani permasalahan infrastruktur sekolah yang belum terselesaikan. Karena jika bangunan sekolah tidak layak digunakan, guru maupun siswa pasti sulit untuk menjalani proses belajar mengajar dengan nyaman.
Ia menjelaskan, Ketika Infrastruktur itu tidak dibenahi, tentu ini akan berpengaruh terhadap tingkat lulusan atau tingkat lamanya sekolah warga Lebak, berdasarkan informasi BPS Lebak angka pendidikan di Lebak hanya mencapai 45,93 Persen lulusan SD.
“Dari jutaan penduduk Lebak baru menempuh jenjang pendidikan tingkat sekolah dasar,” jelas Tubagus.
Tubagus menerangkan, banyak faktor penyebab rendahnya pendidikan di Kabupaten Lebak. Salah satu faktor utamanya dalah masalah ekonomi, karena pendidikan di era sekarang hanya diperuntukkan untuk si kaya dan si penguasa. Sedangkan si miskin tak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
“Karena itu, dalam momen Hardiknas ini HMI MPO sangat berduka cita atas rendahnya pendidikan di Kabupaten Lebak. Momen ini harus menjadi bahan refleksi bagi pihak dinas pendidikan agar bisa serius menangani tingkat pendidikan di Kabupaten Lebak,” kata Tubagus.
Di wilayah Pandeglang, Pemkab Pandeglang juga masih kesulitan menuntaskan masalah infrastruktur pendidikan. Dari 850 SD Negeri di wilayah itu, ada 30 persen yang tidak layak dan perlu mendapatkan penanganan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pandeglang, Sutoto menjelaskan, banyak sekolah yang tidak layak karena kondisi wilayah Pandeglang. Diantaranya, ada 26 sekolah yang masih rudak karena terdampak gempa bumi yang melanda Kabupaten Pandeglang.
“Kita terus berupaya (menuntaskan masalah ini, red). Diantaranya tahun ini kita melakukan pembangunan, rehabilitasi dan renovasi. Kita prioritaskan untuk sekolah yang terdampak bencana, seperti gempa bumi, atau sekolah yang ambruk karena hujan dan angin kencang,” kata Sutoto.
Menurut Sutoto, Pemkab Pandeglang tak terlalu menggebu-gebu menuntaskan persoalan perbaikan sekolah. Karena, penyebabnya adalah fiscal yang terbatas. Sehingga untuk melakukan perbaikan untuk sekolah yang terdampak bencana pun pihaknya hanya mengadlkan anggaran bantuan keuangan dari Pemprov Banten.
Untuk perbaikan sekolah yang reduler dari anggaran APBD Kabupaten Pandeglang, pihak Disdikpora Kabupaten Pandeglang terkendala tidak sinkronnya data antara Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dengan survey yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Pandeglang.
“Tidak sinkronnya antara data yang diinput di dapodik dengan data surveynya DPUPR sehingga kita dapat kuotanya kecil dan sekarang (Perbaikan) SD cuma dapat enam sekolah,” katanya.
“Akan tetapi saya optimis bahwa melalui pendekatan sinkronisasi data, pendekatan dengan mengusulkan daerah-daerah yang rawan terdampak bencana dan prioritas untuk penuntasan wajib belajar melalui Bankeu ini mudah-mudahan bisa melaksanakannya termasuk dari CSR,” ujarnya seraya menambahkan, untuk tingkat SLTP, kondisinya sudah lebih baik karena saat ini ruang kelas yang tidak layak hanya mencapai 10 persen.
Tak hanya di wilayah Kabupaten Pandeglang dan Lebak, Kota Serang yang notabene merupakan ibukota Provinsi Banten, juga masih mengalami masalah dengan infrastruktur pendidikan. Contoh nyatanya bisa dilihat di SDN Sindangraksa, di kelurahan Teritih, Kecamatan Walantaka.
Murid di SDN Sindangraksa, Ayu Nuroh dan Ridwan, mengaku merasa khawatir serta merasa tidak nyaman dengan keadaan ruangan kelas yang rusak. Kondisi atap ruangan yang rapuh rawan ambruk membuatnya selalu waswas saat menjalani jam-jam pelajaran di sekolah itu.
“Sekolahnya lebih diperbaiki lagi karena kelasnya sudah rusak dan mau roboh,” harap Ayu dan Ridwan.
Salah seorang guru SDN Sindangraksa, Astari mengatakan para guru merasa takut dan was-was yang dipicu oleh bangunan ruang kelas yang mengalami kerusakan parah. Bahkan salah satu kelas di sekolah tersebut juga sudah tidak difungsikan karena sudah nyaris roboh.
“Salah satu kelas kita kosongkan, kalau dipaksakan dipakai khawatir terjadi sesuatu, khawatir ada asbes jatuh, plafon jatuh. Kita tidak mau ambil resiko. Makanya salah satu kelas yang seharusnya ada dua rombel kita dijadikan satu rombel karena kelasnya tidak ada. Karena kelas yang ujung itu lebih parah dari dua ruangan kelas lainnya,” jelasnya.
Namun, kegiatan belajar masih dilaksanakan di dua kelas lain yang juga dalam keadaan rusak parah. Dengan kondisi plafon hancur, kayu lapuk, semen keropos, dan jendela rusak yang menghiasi kelas di SDN Sindangraksa.
“Untuk dua ruangan lainnya, itu juga kita paksakan untuk dipakai karena kalau tidak dipakai kita juga tidak ada kelas lagi,” ungkapnya.
Ia juga berharap agar Pemerintah Kota Serang bisa lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang ada dipinggiran kota seperti SDN Sindangraksa. Dan dirinya juga mengkhawatirkan adanya sekolah-sekolah yang nasibnya sama atau bahkan lebih parah.
“Kalo masukan dari saya, pemkot lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang di pinggiran Kota Serang seperti Sindangraksa ini. Mungkin bisa dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di tengah kota seperti di Kecamatan Serang dan Cipocok rata-rata sekolahnya bagus semua. Saya bahkan khawatir ada sekolah di pinggiran yang kondisinya lebih parah dari sekolah Sindangraksa ini,” tandasnya.
Kepala Sekolah SDN Sindangraksa, Asih Samsiah mengatakan dalam kegiatan belajar mengajar tetap berjalan seperti biasa. Kalau anak-anak mungkin biasa-biasa saja, akan tetapi para guru merasa takut dan was-was khawatir terjadi insiden yang tidak diinginkan.
“Kalo anak-anak sih belajarnya biasa-biasa saja, hanya saja kita sebagai guru yang was-was,” katanya.
Asih mengungkapkan perasaannya sedih dengan kondisi ruangan kelas yang kurang layak pakai tersebut. Karena melihat semangat belajar anak-anak yang cukup tinggi.
“Kalau bagi saya di momen ini perasaannya sedih dengan kondisi kelas yang rusak. Sedangkan anak-anak disini alhamdulillah antusias dalam belajar,” ungkapnya.
Dirinya juga menyampaikan bahwa ajuan pembangunan ruangan tersebut baru diterima. Hal tersebut membuat dirinya merasa sedikit lega. Akan tetapi belum tau kapan pelaksanaannya. Karena hanya diberikan jawaban bahwa akan di bangun setelah lebaran.
“Saat ini sudah di-ACC (disetujui, red) untuk bangunannya untuk diperbaiki, setidaknya saya sedikit merasa lega. Yang tadinya sangat khawatir. Dari pemkot bilangnya untuk pembangunan itu habis lebaran ini, hanya saja belum ada tanggal dan bulan yang pasti kapan pelaksanaanya,” tandasnya.
Tak sampai disitu, wilayah Kota Tangerang yang reletif lebih maju, juga masih mengalami masalah dengan infrastruktur pendidikan. Contohnya, terdapat SMP Negeri yang meskipun belum memiliki bangunan gedung untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, namun sudah menerima peserta didik baru. Sekolah tersebut yakni SMP Negeri 34 Kota Tangerang di Kecamatan Pinang.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Gatot Wibowo, mengakui, masih ada beberapa bidang yang masih perlu menjadi perhatian Pemkot Tangerang. Salah satunya yakni terkait dengan infrastruktur pendidikan seperti bangunan sekolah.
Hal itu kata Gatot, sebagai bentuk asas pemerataan dalam bidang pendidikan khususnya di Kota Tangerang. Maka dari itu, politisi dari PDI Perjuangan tersebut meminta pembangunan gedung SMPN 34 di wilayah Kecamatan Pinang segera direalisasikan.
“Seperti di wilayah Kecamatan Pinang, meskipun tahun ini SMPN 34 Kota Tangerang di tahun 2023 ini bakal menerima siswa baru, pihak sekolah meminta segera direalisasikan pembangunan sekolah tersebut,” ujarnya, Kamis (4/5).
Gatot mengungkapkan, dengan sistem zonasi, azas pemerataan memberikan kesempatan kepada para orang tua, untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah SMP Negeri. “Walaupun tahun ini sudah menerima siswa, pembangunan gedung SMPN 34 harus segera direalisasikan,” katanya.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaludin mengatakan, menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), warga Kecamatan Pinang bakal memiliki sekolah baru untuk jenjang SMP. “Ya, SMP Negeri 34 di Kecamatan Pinang pertama kali akan menerima siswa baru,” ungkapnya.
Jamal mengatakan, walaupun gedung SMP 34 tersebut belum dibangun, namun akan menggelar PPDB. Untuk sementara, tambah dia, para siswa baru masih menumpang gedung sekolah lainnya.
“Alhamdullilah kita sudah menambah 1 sekolah di Kecamatan Pinang SMP 34 dan itu kita akan buka sebanyak 7 rombel (rombongan belajar). Setiap rombel ada 36, tinggal dikalikan saja,” paparnya usai halal bihalal PGRI.
Jamal yang juga Ketua PGRI Kota Tangerang menjelaskan, untuk lahan sekolah SMP 34 tersebut telah dibebaskan pada tahun 2022 lalu. Untuk luas lahan itu berkisar seluas 3.500 – 3.800 meter persegi, yang lokasinya tidak jauh dari kantor Kecamatan Pinang.
Meski demikian, sebut Jamal, untuk siswa baru sementara menumpang sekolah lainnya. Jamal menyebut pihaknya tidak akan menambah guru baru untuk ditempatkan di SMPN 34 itu.
“Kita lagi survei SD Kunciran 7 dan SMP 16, kita lihat situasi dan kondisi. Tapi guru yang ada di sekolah SMP Negeri maupun SD mungkin jumlah jam nya masih kurang kita tambahkan di SMP yang baru. Jadi tidak ada tambahan guru,” tandasnya.(MG01/MYU/DHE/BNN/ENK)