Penulis: Gina Maslahat

  • HUT Pemkab Ricuh, Iti Menangis

    HUT Pemkab Ricuh, Iti Menangis

    06

    LEBAK, BANPOS – Aksi demonstrasi ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) dalam rangka refleksi HUT Lebak Ke-194 di depan Gedung DPRD Lebak, Jumat (2/11) sempat ricuh dikarenakan ada orang yang diduga provokator. Sementara, di tempat terpisah, dalam upacara HUT, Bupati Lebak terlihat menitikkan air mata dalam proses kegiatannya.

    Diketahui, aksi Kumala dimulai dengan long march dari Makam Pahlawan menuju Pendopo Bupati dan Gedung DPRD Kabupaten Lebak.

    Ketua Umum Koordinator Kumala, Mambang Hayali mengatakan, usia Kabupaten Lebak sudah cukup tua, namun ternyata masih banyak permasalahan sosial kemasyarakatan yang dirasakan oleh masyarakat Lebak.

    “Masih banyak permasalahan, seperti masalahan pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, birokrasi dan masih belum transparannya Kabupaten Lebak,” kata Mambang kepada BANPOS.

    Mambang menjelaskan, sumber daya manusia adalah faktor yang menjadi sangat penting dalam pembangunan daerah. Sebab itu, perbaikan kualitas bidang Pendidikan harus diprioritaskan, baik permasalahan infrastruktur maupun tenaga pendidiknya

    “Faktanya di Kabupaten Lebak sendiri banyak bangunan-bangunan atau gedung sekolah yang masih dikatakan tidak layak, kemudian tenaga pendidik juga harus sangat diperhatikan tingkat kesejahteraan, karena faktanya guru honorer di Kabupaten Lebak dari segi kesejahteraan masih sangat minim, ini harus menjadi catatan bagi pemerintah daerah,” lanjutnya.

    Selain itu, Kumala juga mengkritik terkait program pemulihan ekonomi yang dirasa belum menyeluruh menyentuh permasalahan masyarakat, khususnya terkait pengangguran.

    “Investasi beberapa perusahaan swasta maupun milik negeri sekalipun sudah mulai masuk, tapi tidak semua masyarakat merasakan. Terlebih masyarakat yang kurang mampu. Taraf hidup yang kurang baik dan pengangguran yang masih banyak di kabupaten lebak itu yang menjadi kado Lebak di usia yang ke 194,” ucap Mambang.

    Dalam aksi tersebut, KUMALA menuntut Pemda Lebak untuk, mewujudkan akses  pemerataan Pendidikan terlebih pada penyandang disabilitas; mewujudkan pendidikan yang berkualitas di Kabupaten Lebak; meningkatkan kesejahteraan guru honorer; mengentaskan pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan; meningkatkan produktivitas SDM di Kabupaten Lebak; membangun destinasi wisata yang memiliki daya saing untuk meningkatkan perekonomian daerah, meningkatkan UMK dan UMR dan mendorong Pemda Lebak agar transparan.

    Di tengah aksi, diduga terdapat seorang Provokator yang menimbulkan kericuhan di tengah-tengah massa aksi. Salah seorang peserta aksi dari Kumala Perwakilan Serang, Bayu menjadi korban atas kekisruhan tersebut. Bayu mengalami luka yang mengakibatkan darah keluar dari bagian hidungnya.

    “Saya ga tau, tiba-tiba ditonjok di bagian hidung,” kata Bayu kepada wartawan.

    Sementara itu, salah satu peserta aksi, Angga Wijaya mengatakan, korban telah diamankan oleh koordinator aksi. Saat ini pihaknya akan tetap melanjutkan aksi hingga tuntutan yang dibawa dapat diterima.

    “Kita aksi damai dan tidak merugikan pihak manapun, saat ini akan kami lanjutkan terus,” singkatnya.

    Aksi massa yang dimulai sejak pagi hingga sore hari tersebut pun tak luput dari aksi dorong mendorong antara massa aksi dengan pihak aparat pengamanan. Terdapat seorang mahasiswi yang tak sadarkan diri di tengah kerumunan massa. Korban kemudian dilarikan ke RSUD Adjidarmo untuk mendapatkan penanganan.

    Sementara itu di tempat yang sama, Kasat Intelkam Polres Lebak, IPTU Sutanto mengatakan, tidak ada keributan yang ditimbulkan oleh pihak kepolisian pengamanan aksi. Menurutnya, aksi berjalan lancar dan tertib.

    “Tidak ada ribut, aman-aman saja,” singkatnya saat dikonfirmasi BANPOS.

    Para demonstran kemudian mengakhiri aksi tersebut dengan membakar ban, spanduk dan beberapa karangan bunga yang berada di depan Pendopo Bupati sebagai bentuk kekecewaannya.

    Terpisah, Pemkab Lebak menggelar upacara dalam hari jadi ke-194 Kabupaten Lebak di Alun-alun Rangkasbitung. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Lebak dan diikuti oleh jajarannya, Pimpinan DPRD Lebak, Forkopimda Lebak, Ketua Dekranasda serta seluruh Pegawai Pemerintahan Kabupaten Lebak dengan mengenakan pakaian adat Kasepuhan.

    Dalam sambutannya, Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya terlihat meneteskan air mata. Ia mengatakan, peringatan tersebut sebagai rasa syukur atas segala sumberdaya yang dimiliki. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk gotong royong dalam menguatkan UMKM untuk menguatkan ekonomi yang beriringan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

    “Hari jadi ini dimaknai sebagai momentum menjalin silaturahmi, memperkokoh persatuan, merawat kebersamaan, mengedepankan gotong-royong untuk bangkit dari pandemi,” kata Iti.

    Iti menjelaskan, UMKM terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi, mempunyai perputaran transaksi yang cepat, menggunakan produksi inklusif-lokal, yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat.

    “Mari kita bergotong-royong menjadikan UMKM kuat dan maju, sehingga dapat meningkatkan perekonomian, serta selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lebak,” jelas Iti.

    Ia menerangkan, bersama Wakil Bupati Lebak, dirinya memohon maaf karena belum bisa mewujudkan seluruh impian dalam pembangunan dan belum bisa memenuhi segala aspirasi dan saran pandang masyarakat Kabupaten tercinta.

    “Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh warga masyarakat Kabupaten Lebak yang selalu mendoakan serta mendukung dalam memimpin Kabupaten lebak, serta melayani masyarakat tercinta,” tandasnya.

    Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pemberian bantuan sosial secara simbolis kepada disabilitas yang berada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Cibadak, Rangkasbitung dan Kalanganyar.(CR-01/PBN)

  • Kritik Lewat Podcast, Guru Dikriminalisasi

    Kritik Lewat Podcast, Guru Dikriminalisasi

    SERANG, BANPOS – Seorang guru di salah satu sekolah negeri di Pandeglang, NFK, dilaporkan ke Polres Pandeglang atas tuduhan pencurian listrik usai mengkritik lambatnya pengangkatan Calon Kepala Sekolah (Cakep) dan Calon Pengawas (Cawas) di Provinsi Banten melalui sebuah podcast salah satu media di Provinsi Banten. Sang guru pada saat itu menyampaikan perihal kondisi para Cakep dan Cawas, yang digantung oleh Pemprov Banten.

    Koordinator Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Banten, Ucu Nur Arief Jauhar, meminta Polres Pandeglang menghentikan perkara dugaan pencurian listrik di salah satu sekolah negeri di Pandeglang tersebut. Karena, hal itu dinilai sebagai kriminalisasi terhadap guru.

    “Perkara itu terlihat jelas bukan soal pencurian listrik. Tapi alat membungkam guru yang sudah menjadi calon pengawas. Bu NFK itu jadi narasumber berbagai media soal tidak dilantiknya calon Kepala Sekolah dan calon Pengawas,” ujar Ucu dalam rilis yang diterima BANPOS.

    Ia mengatakan, dugaan itu lantaran sebelum dipanggil Polres Pandeglang, NFK dikabarkan telah dipanggil Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten. NFK diminta memohon maaf kepada Pj Gubernur Banten, dan secara lisan diberitahu akan dikeluarkan dari daftar Cawas yang akan dilantik.

    “Urutannya jelas. NFK menjadi narasumber di media yang dinilai memojokkan Pj Gubernur. Dipanggil BKD untuk meminta maaf. Dikeluarkan dari daftar yang akan dilantik. Dan sekarang diseret-seret ke kasus pencurian listrik yang sangat janggal. Saya menduga, NFK akan dijadikan contoh nasib bagi mereka yang mengkritik Pj Gubernur,” tuturnya.

    Wawancara dengan BantenPodcast menurutnya, memang dilakukan di sekolah tempat NFK mengajar. Sedangkan terkait dengan listrik, Podcast merupakan kegiatan yang membutuhkan aliran listrik, karena menggunakan peralatan elektronik.

    “Logikanya sederhana. Untuk keperluan listrik yang tidak seberapa itu, tentu sudah dibicarakan. Bu, kalau podcast di sekolah, ada listriknya kan? Mungkin kayak gitu obrolannya. Termasuk, pak Kepsek enggak keberatan kan bu, kita podcast di sekolah,” ungkapnya.

    Listrik yang digunakan menurutnya, jelas listrik milik sekolah dan bukan milik PLN. Sebab, peralatan Podcast disambung ke instalasi setelah KWh dan bukan ke jala listrik yang berada di jalan.

    “Yang lapor pencurian itu siapa? Harusnya Kepala Sekolah. Bukan PLN atau orang lain. Listrik itu milik sekolah dan yang berwenang itu Kepsek sebagai PA/KPA,” ucap Ucu.

    Kejanggalan lain menurut Ucu, adalah soal pembuktian kerugian yang dinilai dalam rupiah. Hal itu dinilai janggal lantaran apabila kerugian dihitung menggunakan rupiah, maka pelapor harus memiliki bukti KWh sebelum dan sesudah Podcast.

    “Apakah si Pelapor punya foto posisi meter KWh sebelum digunakan Podcast dan setelah digunakan Podcast? Sehingga dapat diukur dengan jelas berapa KWh yang digunakan Podcast yang dikonversikan ke rupiah? Itu pun dengan catatan, saat Podcast sekolah sedang tidak menggunakan listrik,” terangnya.

    Ucu menegaskan bahwa nilai rupiah barang yang dicuri sangat penting untuk menentukan pasal yang dikenakan, apakah pasal itu pidana biasa atau pidana ringan, tergantung dari nilai barang dicurinya.

    “Merujuk pada Perma No 2 tahun 2012, jika nilai barang kurang dari Rp2.500.000, maka masuk ke pidana ringan. Jadi bagaimana Polres Pandeglang menentukan nilai barang curian itu. Tidak boleh dikira-kira, harus pasti. Harus dengan bukti-bukti nyata,” tegasnya.

    Menurut Ucu, Polres Pandeglang telah memaksakan perkara ini untuk berjalan. Sehingga patut diduga ada kepentingan lain dibalik perkara ini. Polres Pandeglang diduga telah melakukan kriminalisasi guru untuk kekuasaan.

    “Jelas ini bukan pencurian, karena Kepsek sebagai petugas yang berwenang tidak keberatan. Jika dipaksakan, Polres Pandeglang juga harus memeriksa semua guru. Diduga guru-guru seluruh Pandeglang sering menggunakan listrik sekolah untuk mengisi ulang baterai HP. Padahal HP-nya itu belum tentu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucap Ucu.

    Akademisi sekaligus Pengamat Pendidikan, Eni Suhaeni, mengatakan bahwa pelaporan NFK atas dasar tuduhan pencurian listrik sangat dipaksakan. Eni mengatakan, buru tersebut dilaporkan karena berani jujur terkait dengan Cakep dan Cawas.

    “Terkait pemanggilan NFK, guru salah satu sekolah negeri di Pandeglang, yang dituduh mencuri listrik gegara memberi keterangan jujur soal keadaan nasib Cakep dan Cawas ini sungguh sangat disayangkan, dan sangat mencederai proses pendidikan demokrasi dalam menyuarakan aspirasi,” ujarnya, Minggu (4/12).

    Menurut Eni, orang yang melaporkan NFK ke Polres patut dipertanyakan maksud dan tujuannya. Sebab, tidak sepatutnya guru yang menyuarakan aspirasinya melalui media dengan menggunakan fasilitas lembaga tempat dia mengabdi, justru malah dikriminalisasi dengan tuduhan mengada-ada.

    “Kalaupun NFK dianggap rajin mengkritisi kebijakan yang mangkrak, mestinya dijadikan introspeksi oleh pihak-pihak terkait supaya segera ditindaklanjuti. Jangan malah dikriminalisasi. Saya sangat sedih dan jelas menyayangkan sikap-sikap yang tak mendidik seperti ini,” katanya.

    Eni menegaskan, seharusnya NFK diajak untuk berdiskusi saja terkait dengan aspirasi yang disampaikan tersebut. Hal itu lebih adil ketimbang membuat NFK kesulitan dengan pelaporan kepada Kepolisian, dan dengan tuduhan yang mengada-ada pula.

    “Ajak berdiskusi untuk menunjukkan dimana letak keran yang tertutup. Saking sudah lamanya hasil seleksi Cakep dan Cawas ini, banyak para calon sudah mengalami pensiun. Ini kan kondisi mubazir, negara sudah menggelontorkan anggaran untuk seleksi, namun sampai saat ini belum ada kejelasan,” tuturnya.

    Menurutnya, persoalan Cakep dan Cawas harus segera direalisasikan oleh Pemprov Banten. Karena, sudah sejak zaman Gubernur Wahidin Halim (WH) hingga saat ini, Cakep dan Cawas digantung nasibnya oleh Pemprov.

    “Mereka yang lolos seleksi belum juga ditempatkan, padahal banyak sekolah yang membutuhkan Kepsek dan Pengawas. Ada apa sebenarnya hingga berlarut-larut seperti ini? Ya sangat wajar kalau mereka mempertanyakan nasibnya. Karena banyak sekolah yang kosong dari posisi-posisi tersebut,” tandasnya.

    Sementara itu, Ketua DPC GMNI Pandeglang, TB Muhamad Afandi, menyayangkan dengan adanya pelaporan tersebut. Menurutnya, hal ini terkesan mengada-ngada dan tidak menunjukkan keberpihakan terhadap perbaikan pendidikan di Provinsi Banten.

    “Ketimbang mempermasalahkan dugaan pencurian listrik yang tidak jelas, kenapa tidak mempermasalahkan pemerataan pembangunan pendidikan di Pandeglang yang masih tertinggal? Saya harap Polres Pandeglang dapat lebih bijak dalam menyikapi laporan yang seperti ini. Karena jelas akan membuat aura ketakutan bagi orang yang ingin berpendapat. Ini merusak demokrasi,” ujarnya.

    Ia menyatakan, kedepan akan coba memperhatikan dan mengkaji permasalahan ini bersama dengan organisasinya.(DZH/PBN)

  • HAK KOREKSI: DATA HONORER SILUMAN DI SMAN 2 PANDEGLANG DAN SMKN 2 KOTA SERANG TIDAK VALID

    SESUAI dengan Risalah Penyelesaian Nomor: 86/Risalah-DP/XII/2022, Dewan Pers menilai bahwa ‘Serangkaian berita Teradu tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik karena telah melakukan konfirmasi di berbagai sumber yang kompeten.’, sehingga membuktikan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Banten Pos. Sementara hak koreksi sesuai dengan UU Pers, menjadi hak setiap warga. Demikian hasil penyelesaian pengaduan Dewan Pers yang dilakukan antara Banten Pos selaku teradu dan Moch Ojat Sudrajat selaku pengadu pada Kamis (1/12) lalu.

    Adapun hak koreksi yang disampaikan pengadu kepada Banten Pos, dimuat sebagaimana yang dikirimkan tanpa adanya pengeditan yang merubah substansi dari hak koreksi, yang disampaikan oleh pengadu kepada Banten Pos. Bahwa pemuatan hak koreksi (akan ditulis dengan cetak miring) ini merupakan bentuk kepatuhan Banten Pos terhadap UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan putusan penyelesaian pengaduan Dewan Pers. Berikut adalah hak koreksi yang dikirimkan dan diterima oleh BANPOS.

    Bahwa sekitar bulan Agustus – September – Oktober 2022 Kita dihebohkan dengan pemberitaan adanya “honorer siluman” khususnya di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten dan sekolah – sekolah yakni SMAN dan SMKN yang menjadi kewenangan Provinsi Banten.

    Bahwa pada pemberitaan tanggal 26 Agustus 2022, Banten Pos menggunakan data sebagai sumber berita yakni SMKN 2 Kota Serang dan dalam pemberitaannya dengan jelas pada halaman 6 kolom 3 pargraf akhir menyebutkan:

    jika berdasarkan data dari situs dapo.kemendikbd.go.id situs resmi aplikasi DAPODIK milik kemendikbud-ristek. Pada situs Dapodik terdata hingga 25 Agustus 2022, data keseluruhan guru/pegawai di SMKN 2 Kota Serang baik ASN maupun non-ASN berjumlah 193 orang. Dengan demikian terdapat selisih jumlah sebanyak 34 orang”.

    Bahwa untuk itu Saya, mempertanyakan dari SITUS Dapodik yang mana data tersebut didapatkan, karena berdasarkan data “DAPODIK” yang Saya serahkan ke Dewan Pers pada tanggal 2 September 2022, dengan kode (Bukti P-3) di dapatkan fakta jika jumlah keseluruhan guru/pegawai di SMKN 2 Kota Serang baik ASN maupun non-ASN berjumlah 151 orang. Dan berdasarkan data yang Saya Unduh pada tanggal 29 Oktober 2022 didapatkan jumlah keseluruhan guru/pegawai di SMKN 2 Kota Serang baik ASN maupun non-ASN berjumlah 152 orang.

    Bahwa pada pemberitaan tanggal 26 Agustus 2022, Banten Pos menggunakan data sebagai sumber berita yakni SMAN 2 Kab. Pandeglang dan dalam pemberitaannya dengan jelas pada halaman 7 kolom 1 pargraf ke- 4 menyebutkan :

    jika dibandingkan dengan data yang berada di Dapodik yakni sebanyak 108 orang maka terdapat selisih sebanyak 25 orang

    Bahwa dari pihak SMAN 2 Kabupaten Pandeglang sudah menjelaskan dengan jika Guru/TU untuk non – PNS ber jumlah 43 orang sedangkan untuk guru/TU yang PNS berjumlah 40 orang sehingga jumlah seluruhnya 83 orang.

    Saya kembali mengunduh data SMAN 2 Kabupaten Pandeglang dari Dapodik kementrian Pendidikan dan Kebudayaan – Ristek dan sudah saya serahkan ke Dewan Pers dengan kode (Bukti P-4) dimana terdapat data jumlah Guru/Pegawai TU ASN dan non -ASN di SMAN 2 Pandeglang berjumlah 84 orang….artinya jika pun terdapat perbedaan tidak signifikan. Dan data yang saya unduh pada tanggal 29 Oktober 2022, jumlah Guru/Pegawai TU di SMAN2 Kab. Pandeglang ASN dan non-ASN adalah 82 orang.

    Untuk itu sampai saat ini saya masih penasaran dengan data DAPODIK khususnya untuk SMKN 2 Kota Serang dan SMAN 2 Kab.Pandeglang yang digunakan atau dijadikan dasar pemberitaan oleh Banten Pos pada edisi 26 Agustus 2022 tersebut.

    Bahwa mengingat saat mediasi yang dilakukan oleh Dewan Pers, terkait data DAPODIK ini tidak di Konfortir head to head, dan tidak diperlihatkan Data DAPODIK kepada Saya selaku Pengadu yang dijadikan dasar untuk membuat berita pada tanggal 26 Agustus 2022 tersebut sementara saya selaku Pengadu melampirkan data DAPODIK ke Dewan Pers maka Saya tidak menutup kemungkinan akan menempuh langkah hukum lainnya pasca ada Putusan/Risalah dari Dewan Pers ini.

    Berkaitan dengan koreksi yang disampaikan oleh pengadu, sebetulnya telah dijawab oleh Kasi Kurikulum Bidang SMA pada Dindikbud Provinsi Banten, Adang Abdurrahman, pada Koran Banten Pos edisi Kamis 1 September 2022.

    Pada koran edisi tersebut, BANPOS memuat penjelasan Adang yang ditugaskan oleh Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, untuk melakukan pengecekan data Dapodik ke Kemdikbud. Dalam berita yang sama, Adang juga menjelaskan bahwa memang setelah diberitakan oleh BANPOS, pihaknya melakukan koreksi data dan langsung ada perubahan data.

    Adang pada saat itu mengatakan bahwa berdasarkan hasil dari analisa pihaknya, selisih data yang terjadi pada Dapodik dengan data di sekolah, akibat adanya kesalahan algoritma. Kesalahan itu mengakibatkan data ganda pada jumlah pegawai.

    “Coba cek lagi, contohnya SMK 2. SMK 2 itu sudah beres. Setelah saya analisa, itu kayaknya ada penimbulan algoritma dari pusat yang tidak benar. Sehingga pegawai itu terhitung dua kali. Jadi guru itu ditambah jumlah pegawai,” katanya pada saat itu.

    Ia mencontohkan pada SMK 2 Kota Serang. Pada data Dapodik sebelumnya, SMK 2 Kota Serang memiliki guru sebanyak 151 orang, dan pegawai sebanyak 42 orang. Padahal klaimnya, data 151 guru itu merupakan penambahan dari jumlah pegawai

    “Dari hasil Senin kemarin kami sudah analisa, kemudian kami mengajukan ke tim pusat untuk tolong ditinjau ulang algoritma penjumlahannya. Dan kalau tidak salah, kemarin itu sudah berubah jumlahnya,” ucap Adang.

    Adang mengaku bahwa pada mulanya, Dindikbud Provinsi Banten menganggap keanehan data yang muncul pada Dapodik lantaran pada saat itu, data masih terus bergerak karena belum cut off data.

    “Saya menyampaikan ke pusat, ini beritanya, lalu kami berikan data yang diinput oleh tim Dapodik dengan data yang ada di rekap itu berbeda, makanya kami meminta untuk dilakukan peninjauan ulang,” terangnya.

    Di sisi lain, koreksi ini juga tidak membantah temuan Banten Pos berkaitan dengan honorer siluman di sejumlah sekolah. Dari hasil penelusuran Banten Pos, setidaknya terdapat tiga orang yang diakui sebagai honorer siluman, lantaran namanya tercatat namun tidak bekerja sama sekali. Ketiganya yakni BAP yang namanya tercantum pada SKh Negeri 02 Kota Serang, AAS yang tercatat di SMKN 1 Kota Serang dan NF yang tercatat di SMKN 5 Kota Serang. Ketiganya telah dicoret dari masing-masing sekolah.(*)

  • Berbenah Cegah Banjir Terulang

    KENANGAN Kota Serang akan bencana banjir bandang pada Maret lalu masih membekas. Ratusan rumah rusak, infrastruktur jalan dan jembatan yang ambrol hingga ribuan keluarga yang terdampak, menjadi akibat dari banjir limpasan Sungai Cibanten itu. Meluapnya Sungai Cibanten selain karena pendangkalan, juga karena curah hujan yang tinggi, hingga 180,4 mm. Curah hujan itu masuk ke dalam kategori ekstrem.

    Pemerintah Kota (Pemkot) Serang telah mendapatkan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait potensi musim hujan. Berdasarkan prakiraan itu, diketahui bahwa Kota Serang akan memasuki puncak musim hujan pada Januari dan Februari 2023. Diprakirakan, curah hujan yang terjadi selama puncak musim hujan itu, mencapai angka 101 hingga 110 mm, termasuk dalam kategori curah hujan lebat.

    Berkaca dari peristiwa Maret 2022, Pemkot Serang pun tidak mau tinggal diam. Melalui serangkaian upaya, Pemkot Serang mencoba mencegah kembali terjadinya banjir bandang. Salah satunya dengan mencoba ‘mengambil alih’ kewenangan pemeliharaan Sungai Cibanten, dari Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3). Pemkot Serang akan mempersiapkan anggaran melalui pos Belanja Tidak Terduga (BTT), untuk melakukan normalisasi Cibanten.

    “Karena itu kami akan menggunakan BTT yang nanti akan diberikan ke PU, karena kewenangannya ada di balai, maka harus ada MoU bahwa balai memberikan tanggung jawab kepada Dinas PUTR Kota Serang. Itu harus dilakukan MoU dulu,” ujar Asisten Daerah (Asda) 1 Kota Serang, Subagyo, usai melaksanakan rapat tindaklanjut penanganan pasca-musibah banjir di Kota Serang.

    Subagyo menuturkan bahwa Pemkot Serang telah merencanakan pelaksanaan normalisasi tersebut pada Desember ini. Namun, penekanan Memorandum of Understanding (MoU) menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan, lantaran prosedur mengenai pembangunan infrastruktur yang bukan kewenangan Pemkot Serang, harus melalui MoU terlebih dahulu.

    “Maka kami akan undang dalam waktu dekat untuk melakukan MoU dengan balai, dengan Kodim, baru nanti kami bisa anggarkan dari BTT untuk kegiatan normalisasi sungai yang kemarin menimbulkan banjir bandang,” terangnya, Kamis (1/12).

    Subagyo mengatakan, normalisasi ini sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, prakiraan curah hujan Kota Serang hingga tiga bulan ke depan mencapai 101 hingga 110 mm. Di sisi lain, pendangkalan sungai akibat sejumlah aktivitas di hulu sungai serta berkurangnya lahan penampung air, juga menjadi kewaspadaan tersendiri bagi Pemkot Serang. Maka dari itu, normalisasi sungai tersebut harus buru-buru dilakukan.

    “BMKG memprediksikan di bulan Januari dan Februari tahun 2023, curah hujan di Kota Serang mencapai angka 101-110 mm. Ini juga menjadi kewaspadaan kami, karena pada saat banjir Maret itu, kita ujannya di atas 100 mm juga. Kondisi Kota Serang juga seperti yang dilaporkan oleh warga, ada daerah-daerah tertentu yang dalam 32 tahun ke belakang tidak banjir, tapi sekarang banjir,” tuturnya.

    Dalam rapat tersebut, Pemkot Serang juga telah menyusun rencana aksi untuk melakukan penertiban terhadap sejumlah bangunan-bangunan yang berdiri di sempadan sungai maupun di sempadan irigasi atau drainase. Bangunan tersebut dinilai menjadi penyebab lain daripada banjir yang terjadi di Kota Serang.

    “Ada beberapa ruko sepanjang 100 meter yang menutup drainase. Itu yang menjadi kebijakan kami yang akan ditertibkan, mengenai pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Itu akan dibahas secara khusus, apakah menjadi kewenangan DPMPTSP, DPUTR, atau Satpol PP kaitannya dengan pengawasan dan penertiban,” katanya.

    Pendataan terhadap bangunan-bangunan yang berada di sempadan serta sesuatu hal yang berpotensi mengganggu aliran sungai, akan dilaksanakan mulai hari ini, Jumat (2/12). Pemkot Serang juga menurut Subagyo, akan mengusulkan kepada BMKG agar stasiun BMKG di Cilowong, bisa ditambahkan alat untuk menghitung curah hujan. Hal itu menurutnya, dapat menjadi peringatan dini bagi Pemkot Serang, berkaitan dengan masalah banjir di Kota Serang.

    Kepala Dinas PUTR Kota Serang, Iwan Sunardi, mengaku bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah langkah untuk melakukan pembersihan sungai dan drainase, sehingga aliran air menjadi lancar dan tidak menyebabkan banjir. Meski demikian, Iwan mengakui bahwa hal itu hanyalah langkah-langkah kondisional saja. “Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah yang masih satu kewenangannya. Apalagi melihat adanya keterbatasan peralatan dan sarana-prasarana Kota Serang,” ujar Iwan kepada awak media.

    Dalam rapat tersebut, seharusnya perwakilan dari BBWSC3 hadir agar dapat segera menindaklanjuti upaya untuk normalisasi Sungai Cibanten itu. Namun sayangnya, tidak ada perwakilan BBWSC3 yang hadir. Sehingga menurut Iwan, ketidakhadiran dari BBWSC3 cukup menghambat upaya dari Pemkot Serang, untuk mencegah terjadinya peristiwa banjir bandang seperti pada Maret lalu.

    “Karena prinsipnya begini, kami PUTR, karena kami lah yang memiliki masyarakat, ya kami menginginkan peran aktif dari BBWSC3 dan provinsi untuk keberlangsungkan di Kota Serang, ya bersama-sama menanganinya. Jadi ini bukan hanya persoalan DPUTR, tapi persoalan semuanya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan penelusuran pihaknya, didapati bahwa terdapat sebanyak 42 titik pelanggaran terhadap tata ruang, berkaitan dengan pendirian bangunan di sempadan sungai maupun aliran irigasi. “Sebanyak 30 persen pelanggar merupakan pengembang. Sementara 70 persen dilanggar oleh masyarakat. Solusinya, ya ditertibkan,” terangnya.(DZH/ENK)

  • 194 Tahun, Lebak Makin ‘Keras’

    Usia 194 tahun Lebak ternyata masih menyisakan banyak PR, mulai dari kemiskinan, pengangguran, kesehatan dan juga masalah tingginya angka kekerasan dan pelecehan seksual. Dalam hal kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kabupaten Lebak terus mengalami peningkatan angka laporan. Menjelang usia 2 abad, Lebak terlihat makin ‘keras’ dan tidak ramah anak.

    Lebak yang memiliki ciri khas religius ini harus melihat permasalahan ini sebagai salah satu hal yang harus diprioritaskan penyelesaiannya. Hal ini dikarenakan, permasalahan pelecehan dan kekerasan seksual itu tidak hanya selesai dengan dihukumnya pelaku, namun dapat menimbulkan efek trauma. Sebab itu, perlu ada pengalokasian anggaran khusus dalam segi penanganan trauma bagi para penyintas kekerasan dan pelecehan seksual tersebut, khususnya bagi anak-anak.

    Salah satu Pegiat Pattiro Banten yang berfokus kepada kekerasan terhadap anak, Martina Nursaprudianti mengatakan, sesuai dengan kajian yang pihaknya lakukan, angka kekerasan di Kabupaten Lebak meningkat tiap tahunnya. Menurutnya, hal tersebut tentu sangat memprihatinkan karena melihat predikat KLA tingkat Madya yang diberikan kepada Kabupaten Lebak seperti hanya penghargaan seremonial saja.

    Ia menyampaikan, berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lebak berada di peringkat ketiga tertinggi kasus kekerasan terhadap anak di Banten dengan jumlah 140 kasus, naik sebesar 106 persen dari tahun 2021. Selain itu, dapat disimpulkan juga, di Lebak dalam setiap 2 hari terjadi 1 kasus kekerasan terhadap anak. Angka yang sangat tinggi mengingat adanya potensi fenomena gunung es, dimana masih banyak kasus yang belum dilaporkan.

    “Situasi saat ini anak-anak Lebak sangat rawan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual, hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama, terutama UPTD PPA sendiri, perlu adanya penanganan yang berkelanjutan bagi penyintas kekerasan,” kata Martina Kepada BANPOS, Kamis(1/12).

    Martina menjelaskan, pelanggaran pelecehan seksual kini dapat terjadi dimanapun, dan melalui apapun, di tempat umum, di tempat tertutup, secara verbal maupun non-verbal. Payung hukum dari penindakan pelaku pelecehan seksual sendiri tertera pada Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Menurutnya, regulasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat tidak cukup, pemerintah daerah perlu mengeluarkan peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan pada perempuan dan anak, dengan disertai komitmen yang kuat. Dengan disiapkannya Raperda Kabupaten Layak Anak di Lebak, tentu membawa angin segar bagi keselamatan dan kenyamanan anak. Hal itu harus segera diselesaikan dan dipraktekkan di tiap-tiap sektor wilayah.

    “Jangan sampai Perda KLA yang sedang dipersiapkan nantinya menjadi pajangan saja, harus diimplementasikan agar anak mendapat keamanan baik di rumah, sekolah maupun di ruang publik,” jelasnya.

    Ia menerangkan, berdasarkan data yang dimiliki oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lebak, sejak Januari hingga Oktober terdapat kasus kekerasan kepada anak sejumlah 35 orang, Sedangkan Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Lebak mencatat yakni sebanyak 15 kasus pelecehan dan kekerasan. Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi terakhir yang telah dilakukan oleh orangtuanya sendiri.

    “Tentu saja ini sangat memprihatinkan, seperti tidak ada tempat yang layak untuk anak, pemerintah harus segera mengevaluasi terkait implementasi KLA di Lebak,” ujarnya.

    Senada dengan Martina, Pegiat Pattiro Banten yang juga terjun langsung dalam perkembangan perlindungan Perempuan juga menyatakan ada permasalahan terkait perlindungan anak dan perempuan di Kabupaten Lebak.

    Menurutnya, berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Lebak, pada Oktober 2022, kasus kekerasan seksual berjumlah 45 kasus.

    “Pada 30 November, jumlahnya bertambah menjadi 70 kasus. Mirisnya, sebagian besar kasus tersebut yang paling dominan kasus kekerasan seksual dibawah usia lima tahun,” ungkapnya.

    Monica mengatakan, maraknya kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di Kabupaten Lebak menimbulkan adanya fenomena gap gender. Hal tersebut merupakan kondisi dimana adanya perasaan superioritas dan relasi kuasa antara satu gender ke gender yang lain yang kemudian menciptakan adanya kesenjangan gender.

    “Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, eksploitasi manusia dan lain-lain,” kata Monica.

    Ia menjelaskan, hal tersebut muncul disebabkan oleh budaya patriarki dan konstruksi sosial atau norma-norma sosial yang masih kental di masyarakat, serta perhatian pemerintah dan berbagai lapisan masyarakat.

    Ia berharap, Kabupaten Lebak yang sudah memasuki usia hampir dua abad tersebut, lebih serius dalam memperhatikan dan menangani permasalahan yang dihadapi oleh perempuan.

    Terpisah, Sekretaris Umum Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Lebak, Ratu Nisya mengatakan, pihaknya menyoroti kinerja dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA Kabupaten Lebak . menurutnya, UPTD PPA Lebak yang seharusnya bekerja secara profesional justru mengabaikan dan bekerja dibawah standarisasi yang ada. Problematika perempuan dan anak ini yang seharusnya langsung cepat dapat diselesaikan, justru makin lambat karena kinerja UPTD PPA yang dinilainya buruk.

    Ratu menerangkan, sesuai UU TPKS, korban kasus pelecehan dan kekerasan seksual baik dari hak korban sampai dengan keluarga korban jelas terpampang. Pengawalan kasus bukan hanya sampai pada penjengukan korban ke lokasi kediaman korban, namun lebih dari itu, pengawalan proses pelaporan sampai pengawalan pendampingan korban, baik dari pendampingan pemulihan psikis sampai persidangan itu menjadi tanggung jawab UPTD PPA.

    “Berdasarkan dari hasil kajian dan pengamatan kami, hak-hak diatas tersebut terabaikan oleh UPTD PPA. Maka dari itu saya menyatakan mosi tidak percaya atas kinerja UPTD PPA Kabupaten Lebak,” kata Ratu.

    Ratu menduga, terdapat ketidakharmonisan antara UPTD PPA dengan Dinas DP3AP2KB yang seharusnya menjadi induk dalam pekerjaannya justru memecah belah. Menurutnya, Kepala Dinas DP3AP2KB harus lebih tegas dan mampu menyelesaikan permasalahan internal.

    “Ada apa sebenarnya dengan UPTD PPA dan unsur pimpinan Dinas yang masih mempertahankan orang yang tidak bekerja sesuai prosedur dan profesional, sehingga melahirkan banyak permasalahan di Kabupaten Lebak,” ucapnya geram.

    “Di usia 194 Tahun Kabupaten Lebak, harus dilakukan evaluasi besar-besaran atas kemunduran ditengah kemajuannya selama ini agar apa yang menjadi harapan bersama akan secara maksimal terlaksana,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kabid Perlindungan Anak DP3AP2KB, Euis Sulaeha mengatakan, pihaknya sedang mendorong percepatan penetapan Perda KLA di Kabupaten Lebak dengan mulai membentuk Satuan Tugas KLA. Menurutnya, antusiasme para pegiat anak sangat besar dengan adanya Perda tersebut.

    “Iya kita terus berupaya, kita ikhtiarkan bersama demi kebaikan anak,” kata Euis saat dikonfirmasi BANPOS di ruang kerjanya.

    Euis menjelaskan, pihaknya tidak akan mengelak tentang meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Lebak. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan mulai munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pelaporan ketika adanya tindak kekerasan terhadap anak.

    “Saat ini masyarakat sudah mulai paham dengan jenis-jenis kekerasannya, tata cara melapor dan juga pihak mana yang dapat menerima aduan. Peningkatan data tersebut karena masyarakat sudah berani lapor, itu bagus untuk memudahkan penanganan,” jelas Euis.

    Saat dikonfirmasi terkait ketidak harmonisan dengan UPTD PPA, ia enggan banyak berkomentar. Menurutnya, pihaknya selalu berupaya memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

    “Sudah sesuai tugasnya masing-masing, mereka fokus ke penanganan, kami fokus ke pencegahan,” tandasnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, kasus kekerasan terhadap perempuan hingga akhir November 2022 diantaranya ialah, KDRT sebanyak 50 kasus, TPPO sebanyak 1 kasus dan pelecehan seksual anak sebanyak 45 kasus.

    “Korbannya itu antara suami istri, orang tua ke anak kandung dan tiri, pacar dibawah umur, paman ke keponakan, guru ke murid, ustadz ke santriwati dan masih banyak lagi,” kata Kabid PUK dan PP DP3AP2KB Lebak, Rt. Imas Trisnawati.

    Imas menjelaskan, mayoritas kekerasan yang terjadi ialah pemukulan fisik, penelantaran, pemerkosaan hingga penipuan terhadap pekerja perempuan. Menurutnya, hal tersebut terjadi di berbagai tempat yang membuat perempuan merasa tak ada lagi tempat yang nyaman. Aktivitas bersiul, mengedipkan mata, berjabat tangan secara tak wajar pun dapat dikenakan pidana.

    “Sebenarnya, di tempat kerja pun kadang sering terjadi, Cuma belum ada pelaporan saja,” jelasnya.

    Ia menerangkan, peran perempuan dalam masyarakat lebih sering dilihat dari kemampuan fisiknya, yang kemudian berpengaruh pada kedudukannya. Patriarki menempatkan perempuan sebagai manusia kedua membuat kesempatan baginya seolah menipis disetiap sektor kehidupan. Menurutnya, peran perempuan sangat dibutuhkan untuk memajukan suatu bangsa. Perempuan harus diberi akses untuk selalu beraktivitas di ranah publik.

    “Kalau PA punya KLA, kita punya Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Insyaallah kita selesaikan tahun depan demi kebaikan kita bersama, karena anak tak pernah lepas dari peran perempuan,” tandasnya.

    BANPOS mencoba menghubungi Pihak UPTD PPA untuk mengkonfirmasi isu ketidakharmonisan antara pihaknya dengan Dinas. Namun BANPOS tak mendapatkan respon. (CR-01/PBN)

  • PHK di Kota, Kemiskinan di Lebak Meningkat 

    Angka kemiskinan di Kabupaten Lebak mengalami peningkatan secara signifikan dalam tiga tahun terakhir. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2021 kemiskinan di Kabupaten Lebak meningkat menjadi 10.29 persen.

    Peningkatan jumlah kemiskinan tersebut sering dikaitkan dengan munculnya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal hampir di setiap perusahaan.

    Plt Kabid Pemberdayaan Dinas Sosial, Lela Gifty mengatakan, angka kemiskinan di Kabupaten Lebak cenderung meningkat di masa pandemi. Dimulai dari beberapa kebijakan yang cukup menghambat aktivitas masyarakat hingga Pemberhentian Hubungan Kerja besar-besaran ia sebut sebagai faktor utama peningkatan persentase kemiskinan di Lebak.

    “Iya meningkat secara umumnya, salah satunya karena banyak yang di PHK saat pandemi, atau para pengusaha yang gulung tikar, bahkan usaha kecil menengah milik masyarakat pun tak lepas dari efeknya,” kata Lela.

    Lela menjelaskan, masyarakat miskin atau keluarga pra-sejahtera yang terdata di DTKS dapat terlihat layak masuk di kategori miskin ialah mereka yang mendapatkan pendapatan dibawah Rp600 ribu, serta tak memiliki tempat tinggal yang layak. Ketika sudah termasuk kedalam kategori miskin, mereka akan mendapatkan bantuan sosial baik melalui PKH maupun BPNT yang dimana penyalurannya dilakukan rutin dan bertahap.

    Menurutnya, bantuan yang diberikan kepada masyarakat tersebut dikatakan belum cukup untuk meningkatkan status sosialnya. Namun, bisa dikatakan cukup untuk membantu kebutuhannya sehari-hari.

    “Kalau ditanya cukup tidaknya sih mungkin masih kurang, tapi kalau untuk makan setidaknya dua kali sehari akan cukup membantu. Karena bantuannya kan berupa uang tunai juga sembako,” jelas Lela.

    Ia menerangkan, Keluarga Penerima Harapan (KPM) akan menerima bantuan selama lima tahun. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk mendorong masyarakat agar dapat hidup mandiri setelah menerima bantuan tersebut.

    “Nantinya akan ada bantuan juga di rentang usia 20 sampai 40 tahun, dimana bentuk bantuannya ditujukan sebagai modal usaha. Kita harus buat masyarakat agar bisa terbebas dari zona kemiskinan dengan memanfaatkan fasilitas yang diberikan,” ujarnya.

    Ia berharap, masyarakat yang masuk kedalam kategori miskin atau biasa disebut sebagai masyarakat pra sejahtera harus bisa memanfaatkan bantuan yang ada. Menurutnya, masih banyak oknum yang merasa nyaman dengan bantuan tersebut.

    “kita semua harus bisa mandiri, jangan sampai ketergantungan dengan pihak manapun,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Bidang Perekonomian dan SDA Bapelitbangda Kabupaten Lebak, Iman Hiddayat mengatakan, jumlah penduduk miskin yang dikeluarkan oleh BPS itu dilihat dari seberapa besar pengeluaran perkapita masyarakat, hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan skala prioritas untuk melakukan konsumsi.

    “Kita semua tahu bahwa mayoritas penduduk kita melakukan kegiatan usahanya di sektor pertanian tradisional sehingga sumber pendapatan masyarakat di Kabupaten Lebak diperoleh dari sektor pertanian,” kata Imam.

    Imam menjelaskan, pada tahun 2021 secara makro ekonomi mulai pulih, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dibanding tahun sebelumnya yang mengalami pertumbuhan yg negatif. Namun menurutnya, hal itu tidak cukup kuat untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat terutama bagi masyarakat yg bergerak di sektor pertanian tingginya biaya produksi dalam usaha pertanian menyebabkan kan banyaknya pelaku usaha sektor pertanian di Kabupaten Lebak yg menghentikan usahanya.

    “Selain itu juga saya melihat banyaknya masyarakat Kabupaten Lebak yg korban PHK di Kota-kota besar seperti Jakarta dan tangerang akibat pandemi Covid kembali ke Lebak dan menganggur,” jelas Imam.

    Ia menerangkan, terdapat tiga hal yang sedang dan akan Pemerintah Kabupaten Lebak upayakan untuk menekan angka Kemiskinan diantaranya, pengurangan beban hidup yaitu melalui Bantuan Sosial Pendidikan, Kesehatan, perumahan dan pangan, Peningkatan Pendapatan Masyarakat Miskin dan hampir miskin melalui peningkatan produktivitas sektor pertanian dan UMKM, peningkatan produksi hasil industri pertanian dan peningkatan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat mampu. Serta, penurunan kantong-kantong kemiskinan melalui pemenuhan pelayanan dasar dan peningkatan konektivitas antar wilayah.

    “Yang jelas target kita untuk angka kemiskinan di masa akhir periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) itu 9 persen,” ujarnya.

    Ia berharap, adanya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dimana ekonomi mengalami pertumbuhan yang baik diikuti dengan menurunnya tingkat pengangguran dan angka kemiskinan.

    “ya kita harapkan stabilitas ekonomi bisa terjaga dan seimbang untuk kebaikan kita bersama dimasa mendatang,” tandasnya.

    Pengamat Kebijakan Publik dan Politik, Harits Hijrah Wicaksana mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah untuk Lebak. Menurutnya, ada banyak hal yang perlu dibenahi, mulai dari pembangunan infrastruktur, pembangunan manusia, kesejahteraan, pendidikan, kemiskinan dan lain sebagainya.

    “Saya melihat bahwa permasalahan Lebak ini bukan hanya tentang kemiskinan, kita lihat dari sudut pandang yang lebih besa,r yaitu pembangunan,” kata Harits saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon.

    Harits menjelaskan, terdapat lima indikator untuk menyatakan pembangunan di suatu daerah berhasil. Menurutnya, jika pemerintah daerah mengatakan pembangunannya berhasil, kita memiliki lima hal untuk melakukan pengkajian sebelum menolak atau menyepakati pernyataan tersebut.

    “Syarat yang pertama dikatakan berhasilnya suatu pembangunan adalah pembangunan ekonomi atau produktivitas mengalami peningkatan di wilayah tersebut. Meningkatnya itu dilihat dari daya beli masyarakat, itu secara lebih mudahnya,” jelas Harits.

    Ia menerangkan, pusat pertumbuhan pembangunan di Lebak masih belum merata. Perputaran ekonomi masih bertumpu di Lebak utara yakni Kecamatan Rangkasbitung dan sekitarnya.

    “Selain itu juga IPM kita masih rendah sekali, bahkan tidak ada peningkatan di beberapa tahun ke belakang,” ujar Harits.

    Lebih lanjut ia mengatakan, lingkungan sosial dan alam juga menjadi indikator keberhasilan suatu wilayah, keamanan lingkungan sosial dari kriminalitas, narkotika dan sebagainya. Ia menyampaikan, saat ini visi pembangunan berkelanjutan Lebak belum terlihat.

    “Pembangunan itu harus bisa dirasakan oleh generasi selanjutnya, kita harus menjaga kelestarian yang ada. Jangan sampai hanya kita-kita saja yang dapat enaknya,” kata Harits.

    “Untuk HUT kali ini marilah kita menjadi masyarakat dewasa, jangan hanya kita mencemooh dan menekan pemerintah saja. Ayo kita bersama-sama menjadikan Lebak lebih maju, mulai dari desa, ASN, pendidik hingga mahasiswa,” tambahnya.

    Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) Cabang Lebak, Habibullah mengatakan, tingginya persentase kemiskinan di Kabupaten Lebak menjadi sebuah pertanyaan besar. Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi aib bagi Lebak yang baru-baru ini banjir penghargaan dari berbagai pihak swasta, nasional hingga internasional.

    “Berbicara soal kemajuan suatu daerah tidak mungkin jika mengesampingkan soal kesejahteraan rakyat,” kata Habibullah kepada BANPOS, Kamis (1/12).

    Ia menjelaskan, hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Menurutnya, kemiskinan terjadi bukan karena pandemi saja, namun keseriusan pemerintah dalam memperhatikan potensi yang dimiliki oleh SDM Lebak juga harus terus digenjot dan difasilitasi.

    “Saya pahami bahwa visi misi bupati untuk destinasi wisata basis nasional, tapi jika hanya berfokus pada infrastruktur saja buat apa,” jelas Habib.

    Ia menerangkan, kurang dari 1 kilometer dengan kantor bupati masih banyak masyarakat yang kelaparan, anak di bawah umur yang mengamen bahkan tak sedikit ditemukan lansia yang harus menjadi pengemis.

    “Pemerintah harus evaluasi besar-besaran demi kesejahteraan Rakyat. Bertepatan dengan HUT Lebak, lebih baik dijadikan bahan evaluasi segala pihak dibandingkan menghamburkan anggaran untuk acara yang tidak semua masyarakat lebak merasakan,” tandasnya.(CR-01/PBN)

    BalasTeruskan
  • Perdalam Hukum Agraria, UPG Praktik Bareng PPAT dan BPN

    Perdalam Hukum Agraria, UPG Praktik Bareng PPAT dan BPN

    SERANG, BANPOS – Mahasiswa hukum Universitas Primagraha (UPG) menggelar kuliah praktik lapangan bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Praktik lapangan itu dilakukan untuk memahami lebih dalam terkait hukum agraria.

    Praktik lapangan itu dilakukan dengan melaksanakan pengukuran tanah sebagai objek yang akan dicatat secara resmi, dengan penerbitan sertifikat hak milik (SHM). Pengukuran itu dilakukan di lingkungan Cilampang, Kecamatan Serang.

    PPAT yang hadir dalam pelaksanaan praktik itu, Santy Fitnawati WN, mengatakan bahwa mahasiswa ilmu hukum sangat penting untuk terjun langsung ke lapangan dan mengikuti rangkaian teknis dalam tahapan pengakuan hak tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara sporadik.

    “Dimana objek tanah tersebut akan diproses menjadi sertifikat tanah, agar tanah yang dimilikinya resmi dan sah tercatat oleh negara,” ujarnya.

    Ia mengatakan, tahapan yang paling pertama dilakukan dalam penerbitan sertifikat kepemilikan tersebut adalah pengukuran fisik bidang tanah. Menurutnya, pengukuran itu bertujuan untuk mengetahui luas yang pasti atas objek tanah tersebut.

    “Dalam hal ini peserta yang mengikuti praktik lapangan adalah mahasiswa program studi ilmu hukum dan Himpunan Mahasiswa Hukum (Himakum) Universitas Primagraha,” tuturnya.

    Dalam pelaksanaan kuliah praktik lapangan tersebut, tim dari BPN Kota Serang turut terjun ke lapangan. Tim tersebut membawa sejumlah alat canggih, untuk melakukan pengukuran dimensi tanah, luas tanah dan pengukuran bangunan dari sudut ke sudut.

    Sementara itu, salah satu mahasiswa peserta kuliah praktik lapangan, Wahyu, menuturkan bahwa kegiatan tersebut merupakan implementasi mata kuliah hukum agraria. Hal itu sebagai praktik nyata atas perkuliahan yang mereka ikuti.

    “Kegiatan ini adalah bentuk dari implementasi dari mata kuliah yang kami ampu di perkuliahan, yaitu hukum agraria. Bentuk langsung praktik dari mata kuliah tersebut dan menjadi pengalaman serta hal baru,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pengukuran tanah itu bersama dengan PPAT sekaligus dosen pengampu hukum agraria di UPG, beserta petugas pengukuran dari BPN Kota Serang. Pelaksanaan kuliah praktik itu dilakukan di Kampung Cilampang, Kecamatan Serang, Kota Serang.

    “Kegiatan pengukuran tanah, pengecekan fisik bidang tanah, membantu warga untuk memproses pembuatan sertifikat tanah akan terus dilakukan, dan menjadi agenda rutinitas antara PPAT dan mahasiswa yang bekerja sama dengan BPN Kota Serang,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Bupati Serang Diganjar AKMY Award 2022

    Bupati Serang Diganjar AKMY Award 2022

    Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah meraih penghargaan Satyalancana Aditya Karya Mahatva Yodha (AKMY)  dari Pengurus Nasional Karang Taruna Nasional (PNKT). Penghargaan diserahkan langsung oleh Ketua Umum PNKT Didik Mukriyanto pada AKMY Award 2022 di Pendopo Walikota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (30/11) malam.

    Pada kesempatan itu, dari Banten hadir dan juga menerima AKMY Award 2022, yakni Ketua Karang Taruna Provinis Banten Andika Hazrumy dan Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie.

    “Pemberian penghargaan Satyalancana Aditya Karya Mahatva Yodha kepada gubernur, bupati/wali kota, pemimpin dan tokoh se-Indonesia di Balai Kota Surakarta, yang selama ini peduli terhadap Karang Taruna serta memberikan karya bakti, pengabdian sosial bersama-sama Karang Taruna,” kata Didik dalam keterangannya.

    Menurutnya, penghargaan AKMY diberikan sebagai bentuk apresiasi atas dukungan para tokoh dalam menjadikan eksistensi Karang Taruna hingga saat ini. “Doakan kami untuk bisa terus berjuang bersama memerangi kemiskinan, pengangguran dan semua persoalan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.  

    Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Sosial Kemensos Edi Suharto mengatakan, menghadapi tantangan global di era saat ini, banyak hal yang bisa digarap Karang Taruna untuk membantu pemerintah menangani persoalan sosial di masyarakat. Ia juga meminta momentum Bulan Bhakti Karang Taruna untuk  memperkuat persatuan dan kesatuan Bangsa. 

    “Nilai-nilai Karang Taruna berupa kerelawanan sosial harus terus menginspirasi generasi muda,” imbuhnya.

    Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan Karang Taruna Nasional kepadanya. Menurutnya, persoalan sosial harus diselesaikan bersama, termasuk oleh organisasi besar seperti Karang Taruna. 

    “Penghargaan ini saya persembangkan untuk para pemuda di Kabupaten Serang, yang berkarya dan berjuang nyata dalam membantu pemerintah daerah menyelesaikan berbagai masalah di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.

    Tatu menegaskan, Pemkab Serang akan terus memberikan dukungan terhadap berbagai kegiatan kepemudaan, termasuk untuk Karang Taruna. Baik berupa dana hibah, maupun sinergi kegiatan-kegiatan pelatihan untuk para pemuda. 

    “Karang Taruna adalah organisasi yang hadir hingga ke tingkat desa. Bahkan untuk peningkatan kapasitas dan kegiatan pemuda, sudah ada melalui dana desa,” ujarnya.

    Tatu meminta jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Serang untuk bersinergi dengan para pemuda, dalam merencanakan dan melaksanakan program kepemudaan. 

    “Ada beberapa OPD punya program bersama dengan Karang Taruna. Fokusnya adalah pengentasan pengangguran melalui pemberdayaan pemuda,” ujarnya. (MUF/AZM)

  • Kesehatan dan Pendidikan Belum Tuntas

    Kesehatan dan Pendidikan Belum Tuntas

    SERANG, BANPOS – Alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan Pemprov Banten pada APBD 2023 sudah melampaui angka minimum yang diwajibkan ketentuan dan perundangan-undangan. Meski begitu fakta di lapangan menunjukkan masih banyak persoalan kesehatan dan pendidikan dari tahun ke tahun.

    “Sehingga alokasi sektoral yang sudah dimandatkan bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban tapi juga berkontribusi pada capaian pembangunan berkelanjutan,” kata Peneliti Pattiro Banten Muntazir saat dihubungi wartawan Kamis (1/12). 

    Ia menjelaskam, belanja fungsi pendidikan yang dialokasikan Pemprov Banten dalam APBD 2023 sebesar 26, 77  persen memang sudah lebih dari 20 persen dari belanja daerah yang diwajibkan atau sudah melampaui mandatory spending pendidikan. Namun prosentase alokasi anggaran tersebut terus menurun dari tahun ke tahunnya. Tahun 2021  sampai tahun 2023 yang akan dialokasikan sebagaimana tertuang dalam APBD 2023, penurunannya mencapai 12  sampai 14,77  persen setiap tahunnya. 

    Di sisi lain faktor persoalan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang carut marut setiap tahun dan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) yang harusnya mendekatkan akses bagi anak, menjadi kasus dan menuai persoalan. “Ini menambah penyebab pengalokasian anggaran pendidikan yang masih kurang efektif sehingga akan mempengaruhi kualitas pendidikan di Banten,” katanya.

    Berikutnya, kata dia, belanja kesehatan yang dialokasikan pada APBD 2023 sebesar 14,36 persen juga sudah melampaui mandatory spending yang sebesar 10 persen di luar belanja pegawainya. Meski prosentase tersebut patut diapresiasi karena juga meningkat dari tahun sebelumnya yang masih dibawah 10 persen di luar gaji, Muntazir menyebut persoalan kesehatan masih banyak yang perlu diintervensi secara prioritas.

    Salah satunya, lanjut dia, adalah persoalan kematian ibu di mana jumlahnya sejak tahun 2018 sampai 2021 masih dalam rentang angka 200 kasus, dan per September 2022 kemarin juga cukup melonjak naik hingga 137 kematian Ibu. “Kematian Bayi juga masih tinggi sepanjang tahun 2018 – 2021 masih di angka 1.100 – 1.200 dan melonjak pada tahun 2020 sebesar 1.670 kematian,” ujarnya.

    Lebih lanjut Muntazir mengatakan, secara struktur pendapatan dan belanja daerah, alokasi pendapatan mengalami kenaikan sebesar 0,60 persen dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang juga meningkat dari tahun sebelumnya. Hal itu sejalan dengan anggaran belanja daerah yang mengalami penurunan sebesar 3,02 persen dari tahun sebelumnya dan cukup mengimbangi kapasitas pendapatan yang mengecil juga..

    Dengan demikan, kata dia, berdasarkan struktur pendapatan dan belanja daerah serta prosentase alokasi pendidikan dan kesehatan itu, Pemprov Banten perlu meningkatkan pendapatan melalui intensifikasi dan opsen pajak daerah. 

    Selanjutnya, kata dia, dari alokasi belanja kesehatan dan pendidikan, meski Pemprov Banten sudah melampaui mandatory spending namun perlu diprioritaskan persoalan pendidikan dan kesehatan yang rutin terjadi setiap tahun dan perlu diselesaikan, seperti pembangunan USB, PPDB dan kematian Ibu dan Bayi di Banten. 

    Untuk diketahui sebelumnya Pemprov  bersama DPRD Banten telah mengesahkan Perda tentang APBD 2023 dalam rapat paripurna DPRD, Selasa (29/11). Pj Gubernur Banten Al Muktabar dalam rapat tersebut mengungkapkan struktur APBD 2023 terdiri dari adalah anggaran pendapatan dengan rincian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 8,55 triliun, Pendapatan Transfer Rp 2,98 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 13,8 miliar.  

    Secara keseluruhan struktur anggarannya adalah  anggaran pendapatan adalah Rp 11,5 triliun. Adapun anggaran belanja mencapai Rp 11,6 triliun, sehingga defisit anggaran sebesar Rp 139,1 miliar yang akan ditutup dengan pembiayaan netto sebesar Rp 139,1 miliar.

    Pemprov Banten mengklaim mengalokasikan belanja fungsi pendidikan sebesar 26,77 persen dari ketentuan paling sedikit 20 persen dari total belanja daerah. Dan, mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 14,36 persen dari ketentuan paling sedikit 10 persen dari total belanja APBD di luar gaji. Berikutnya, alokasi belanja infrastruktur pelayanan publik diklaim sebesar 41,45 persen dari ketentuan minimal 40 persen dari total belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan atau transfer kepada daerah. (RUS/AZM)

  • Syafrudin Pastikan Tak Ada Kongkalikong dalam Open Bidding

    Syafrudin Pastikan Tak Ada Kongkalikong dalam Open Bidding

    SERANG, BANPOS – Walikota Serang, Syafrudin, memastikan open bidding atau lelang jabatan pada 4 OPD yang tengah mengalami kekosongan ini dilakukan secara transparan. Ia juga menegaskan, tidak ada kongkalingkong terhadap sejumlah calon Kepala OPD yang saat ini dinyatakan lulus seleksi administrasi dalam seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama.

    “Open bidding kan terbuka, jadi tidak ada hal-hal yang kongkalingkong, berjalan sesuai dengan prosedur,” ujarnya.

    Ia mengatakan, saat ini open bidding sudah dalam proses dan pada tanggal 21 November 2022, Ketua Tim Seleksi JPT Pratama Pemkot Serang mengeluarkan surat penetapan hasil seleksi administrasi seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan Pemkot Serang disertai sejumlah ketentuan. Syafrudin berharap, proses open bidding dapat selesai pada bulan Desember 2022.

    “Open bidding saat ini sedang proses, mudah-mudahan di Desember ini selesai dan awal tahun ini lah bisa pelantikan,” ungkapnya.

    Syafrudin menegaskan, pihaknya tidak melakukan intervensi dalam pelaksanaan open bidding. Ditambah, panitia yang terlibat dalam proses ini pun berasal dari luar daerah Kota Serang, bahkan Kemendagri.

    “Tidak ada kongkalingkong, malah saya tidak intervensi, diserahkan kepada panitia. Panitianya kan dari luar, assessment dari Bandung dan dari Kemendagri. Adapun setelah assessment, dilanjutkan dengan pansel, dan pansel dari kita masyarakat Kota Serang,” tandasnya.

    Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi menegaskan kepada Walikota Serang agar proses pemilihan open bidding atau lelang jabatan tidak ada nepotisme. Seperti diketahui, saat ini Pemkot Serang sedang melakukan open bidding pejabat eselon II pimpinan tinggi pada 4 OPD kosong yaitu, Kepala BKPSDM, Kepala Dindikbud, Kepala Disparpora dan Sekretaris DPRD Kota Serang (Sekwan).

    “Saya harap Walikota dalam proses lelang ini jangan berdasarkan kedekatan atau pertemanan, karena beliau mantan birokrasi,” ujarnya, Kamis (24/11) di Ruangannya.

    Ia mengatakan, pemilihan kepala dinas harus berdasarkan gagasan program kerja, sesuai dengan tupoksi pada dinas masing-masing. Menurutnya, setiap calon pimpinan di OPD yang sudah masuk 3 besar, harus dievaluasi satu persatu berdasarkan perencanaan yang akan dilakukan kedepan.

    “Saya harap Walikota tidak sembarang pilih, ini kesempatan yang masuk tiga besar dievaluasi satu-satu, presentasikan planningnya,” tegasnya. (MUF/AZM)