SERANG, BANPOS–Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan kebijakan baru berupa Permendikbud Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Di dalam Permen tersebut, salah satunya mengatur tentang penggunaan pakaian adat dalam kegiatan sekolah. Hal yang perlu diwaspadai, atas keputusan tersebut yakni, kebijakan biaya atau pungutan yang nantinya memberatkan orang tua murid atau siswa.
Menyikapi hal tersebut, Pj Gubernur Banten Al Muktabar, Selasa (25/10), mengatakan, pihaknya belum bisa langsung menerapkan kebijakan itu kepada satuan Pendidikan yang menjadi kewenangan, yakni tingkat SMA/SMK dan SKh, mengingat kondisi masyarakat Banten yang kaya akan keberagaman dari mulai suku, bahasa, agama samapai budaya.
Maka dari itu, sebelum melangkah kepada hal teknis pemutusan untuk penerapan kebijakan itu, Al harus terlebih dahulu melakukan komunikasi dengan masyarakat, khususnya para tokoh adat, kasepuhan serta tokoh masyarakat setempat.
“Saya harus berkomunikasi juga dengan masyarakat untuk mendesain pakaian adatnya seperti apa, mengingat pakaian adat di Banten itu kan banyak, ada sunda, betawi, jawa, baduy dan lain-lainnya,” katanya.
Menurut Al, dalam penerapannya nanti bisa saja masing-masing daerah menggunakan pakaian adat yang diunggulkannya. Oleh karena itu, komunikasi dengan bupati dan walikota juga perlu dilakukan, agar semuanya menjadi selaras atas asas kebersamaan. “Kita juga melihat akan kemampuan provinsi dari sisi regulasi. Apakah nanti harus menggunakan pergub atau bagaimana, itu terus kita komunikasikan,” katanya.
Sementara itu ketua Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa mengaku hingga kini dirinya belum melakukan komunikasi dengan mitra kerjanya, Dindikbud Banten. Namun meskipun demikian, dirinya mewanti-wanti kepada pemprov agar kebijakan yang nantinya dikeluarkan tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
“Maka dari itu dibutuhkan sosialisasi yang maksimal, setidaknya dari sekarang sampai menjelang tahun ajaran baru,” katanya.
Selain itu, lanjut politisi PDIP itu, dirinya juga mengantisipasi konflik sosial yang terjadi antara wali murid dengan pihak sekolah, terutama di sekolah negeri. Hal itu mengingat paradigma masyarakat Banten saat ini, Pendidikan itu gratis dan tidak ada pungutan biaya. Jangan sampai ada kesan pungutan untuk baju seragam itu.
“Sedangkan kalau itu dibebankan kepada APBD, tentu harus ada payung hukumnya,” jelasnya.
Namun terlepas dari itu semua, Yeremia sangat mendukung kebijakan pemerintah itu. Komisi V mendorong bagaimana penguatan budaya daerah, salah satunya pemakaian baju nuansa daerah. Jangan sampai generasi muda Banten ini lupa akan budaya daerahnya sendiri. “Salah satunya melalui baju itu. Nanti kita koordinasikan teknisnya dengan dindik,” tandasnya.
Terpisah, Sekretaris Dindikbud Banten M Taqwim saat dikonfirmasi terkait penerapan kebijakan seragam pakaian adat itu mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu melakukan Analisa dan mempelajarinya lebih dalam. “Ok kita pelajari lagi ya,” katanya.(RUS/PBN)