SERANG, BANPOS – Anggota DPRD Banten dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Muhsinin, dicopot oleh fraksinya, sebagai salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar) pada akhir September lalu.
Berdasarkan informasi dihimpun, Muhsinin secara resmi dalam rapat paripurna diusulkan dan digantikan Desy Yusandi sebagai Anggota Banggar DPRD Banten.
Diduga Muhsinin dicopot dari Banggar karena menyuarakan kenaikan gaji honorer atau pegawai Non ASN pemprov, disesuaikan dengan upah minimum provinsi (UMP), serta berujing perselisihan dengan rekan satu fraksinya, Fitron Nur Ikhsan pada rapat pembahasan Rancangan APBD tahun 2023 dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di lantai III DPRD Banten.
Perselisihan antara Muhsinin dan Fitron sendiri diketahui dari sebuah rekaman suasana rapat anggaran antara Banggar dan TAPD Banten, yang saat ini ramai jadi perbincangan dan buah bibir di KP3B.
Dalam rekaman tersebut terdengar Muhsinin bersitegang dengan Fitron. Fitron terdengar emosional saat memprotes pernyataan Muhsinin yang menyebut dirinya akan memperjuangkan sendiri aspirasi kenaikan gaji honorer, jika rekan-rekannya di Banggar maupun TAPD tidak merespon usulannya tersebut.
Menurut Fitron, pernyataan Muhsinin dapat menjadi carambol effect atau bola liar yang dapat mengenai semua anggota Banggar maupun DPRD secara institusi, dan juga Pemprov Banten.
“Pernyataan Pak Muhsinin tadi akan menjadi carambol effect, membuat kita semua yang ada di sini seolah-olah dianggap tidak peduli dengan nasib pegawai honorer, kecuali Pak Muhsinin,” kata Fitron sebagaimana terdengar dalam rekaman suara.
Fitron yakin semua Anggota Banggar dan TAPD yang tengah membahas Rancangan APBD 2023 saat itu juga sama dengan Muhsinin yang ingin menaikkan gaji pegawai honorer. Yang menjadi masalah, kata dia, apakah kemampuan anggaran yang dimiliki Pemprov Banten saat ini memadai untuk mengakomodasi keinginan tersebut.
Mendengar itu, Muhsinin lalu menyela dengan mengatakan dirinya sama sekali tidak mengatakan sebagaimana yang Fitron maksud. Menyikapi itu, pimpinan rapat, sekaligus Ketua DPRD Banten, Andra Soni, menegur Muhsinin agar tertib dalam menyampaikan pendapat alias tidak menyela pembicaraan lawan bicara sebelum dipersilahkan pimpinan rapat.
Selanjutnya Fitron mengatakan, aspirasi kenaikan gaji honorer tersebut sangat sensitiv, sekaligus populis. Pernyataan Muhsinin yang dirinya siap walk out jika usulannya tidak direspon, disebut Fitron sebagai teori carambol effect .
“Pak Muhsinin melempar bola ke dinding, bolanya mental kena kepala saya, kepala kita semua,” kata Fitron.
Meski perdebatan keduanya berusaha diakhiri Andra sebagai pimpinan rapat, terdengar Muhsinin masih ingin menyampaikan bantahannya.
“Satu menit saja. Hak suara saya juga pimpinan. Jadi walaupun satu fraksi tidak masalah kita berbeda pendapat. Saya hanya ingin mengatakan penambahan anggarannya hitung-hitungan saya hanya kurang dari Rp50 miliar untuk 7 ribuan honorer itu,” kata Muhsinin.
Mendengar itu Fitron kemudian juga bersikeras minta diberi kesempatan bicara, meski Andra sudah mengultimatum kedua anggota DPRD dari satu fraksi itu.
“Terakhir, setelah ini saya tidak bicara lagi. Pak Muhsinin keinginan Pak Muhsinin itu keinginan semua kita yang ada di sini. Hanya cara Pak Muhsinin mengkomunikasinnya itu menyebabkan effect carambol. Itu mengganggu hati nurani saya,” katanya.
Berikutnya terdengar suara Ketua TAPD Banten sekaligus Plt. Sekda Banten Moch Tranggono yang berbicara dalam rekaman suara tersebut. Setelah dipersilahkan Andra, Tranggono kemudian mengatakan, bahwa pegawai honorer pemprov sebagai anak-anak kandung pemprov Banten. “Kami berusaha, kalau situasinya memungkinkan (kenaikan gaji honorer) kami akan perhatikan,” kata Tranggono.
Anggota DPRD Banten, Muhsinin Dihubungi melalui telpon genggamnya kepada wartawan, Minggu (23/10) tidak membantah bahwa dirinya telah dicopot dari keanggotaanya di Banggar DPRD Banten dan digantikan rekan satu fraksinya, Desy Yusandi. Meski begitu, ia tidak mempermasalahkannya. “Pergantian itu sesuatu yang biasa. Sebagai kader, kita tunduk pada keputusan partai,” katanya.
Ia menjelaskan, dirinya diganti secara resmi di Banggar DPRD Banten dalam sebuah rapat paripurna yang salah satunya beragendakan hal tersebut pada 28 September lalu. Dan Muhsinin mengaku tidak pernah mendapatkan teguran baik lisan maupun tertulis dari fraksinya terkait penyebab pergantiannya tersebut. Adapun terkait dengan usulanya kepada pemprov dan DPRD agar honor Non ASN dinaikan sesuai UMP yang disampaikan pada rapat Banggar pada September lalu, sudah tepat.
“Dan kenaikan gaji honorer yang saya suarakan itu juga ada dasarnya, yaitu surat permohonan kenaikan gaji honorer dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah Banten),” ungkapnya.
Diterangkan Muhsinin dalam surat yang ditujukan BKD kepada TAPD medio bulan Maret 2022 disebutkan bahwa usulan kenaikan gaji pegawai honorer Pemprov Banten itu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai honorer itu sendiri. Dalam surat yang ditandatangani oleh Kepala BKD Banten saat itu, Komarudin, itu disebutkan bahwa usulan kenaikan diharapkan dapat sesuai dengan UMP.
Mengutip surat dimaksud, disebutkan pegawai honorer golongan I dan II dengan jenjang pendidikan tamatan SD hingga S2 saat ini secara berjenjang sesuai tingkat pendidikannya, menerima honor Rp2,4 hingga Rp3,3 juta per bulan. Adapun untuk pegawai honorer golongan operator/administrasi disebutkan BKD, saat ini menerima honor secara berjenjang sesuai tingkat pendidikannya yakni dari SD hingga S2 adalah Rp 1,8 juta sampai Rp 2,5 juta.
“Kalau BKD dalam suratnya, malahan usulnya naik sampai Rp 1 jutaan, kalau saya usul bisa naik Rp500 ribu saja itu sudah Alhamdulillah,” kata Muhsinin.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua F PG DPRD Banten Suparman tidak berhasil dimintai konfirmasinya mengenai, pergantian Muhsinin di Banggar DPRD sebagai buntut dari perdebatan Muhsinin dengan Fitron pada rapat Banggar yang menyampaikan aspirasi kenaikan gaji Non ASN dengan TAPD tersebut. Suparman tidak menjawab panggilan telepon. Demikian juga pesan singkat (sms) yang dikirim BANPOS, tidak dijawab. (RUS/AZM)