BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) RI merilis terdapat sekitar Rp587.38 miliar kerugian keuangan daerah yang menjadi temuan sejak tahun 2005. Hingga sampai semester pertama tahun 2022 ini, dari besaran itu yang sudah dikembalikan ke kas negara baru mencapai 70,71 persen atau sekitar Rp415.33 miliar.
Upaya yang dilakukan BPK itu sesuai dengan undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Jika diturunkan bersama dengan pemerintah kabupaten dan kota, posisi Pemprov Banten termasuk empat besar terkecil dengan serapan pengembalian kerugian keuangan daerah yakni sebesar Rp143,01 miliar dari total nilai kerugiannya yang mencapai Rp228,50 miliar, atau secara persentase mencapai 62,59 persen.
Di urutan ketiga ada Kabupaten Lebak dengan kerugian yang mencapai Rp42,71 miliar dan baru dilakukan pelunasan Rp24,48 miliar dengan persentase 57,31 persen. Urutan kedua ada Kabupaten Serang dengan nilai kerugian mencapai Rp40,62 miliar, yang sudah dibayar Rp23,23 miliar dengan persentase 57,1 persen. Dan yang paling kecil ada Kabupaten Pandeglang yang hanya mencapai 50,59 persen dari nilai kerugian Rp27,24 miliar dan baru dibayarkan Rp13,78 miliar.
Kemudian untuk Kota serang nilai kerugiannya mencapai Rp38,76 miliar, dengan besaran tagihan yang sudah dilakukan sebesar Rp24,79 miliar dengan persentase 63,94 persen. Lalu Kota Cilegon nilai kerugiannya 32,85 miliar, pelunasan 21,81 miliar dengan persentase 66,39 persen.
Kabupaten Tangerang kerugian Rp32,22 miliar, pengembaliannya mencapai Rp27,43 miliar dengan persentase 85,14 persen. Kota Tangerang kerugian Rp13,74 miliar, pengembalian Rp9,11 miliar dengan persentase 66,31 persen. Dan yang paling besar pengembaliannya yakni Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dari total kerugian Rp130,74 miliar, yang sudah dikembalikan Rp127,69 miliar dengan persentase 97,66 persen.
Auditor Utama Keuangan Negara V (Tortama KN), Dori Santosa mengatakan, meskipun masih ada nilai tunggakan, dirinya mengapresiasi atas capaian yang sudah dihasilkan oleh sembilan Pemda di Banten. Meskipun demikian, opini WTP yang diberikan oleh BPK tidak menjamin terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat pada daerah yang bersangkutan ataupun terbebasnya suatu entitas dari suatu perilaku korupsi atau fraud dalam pengelolaan keuangan di suatu daerah.
“Kalau melihat data itu, angka rata-ratanya sudah di atas angka nasional. Namun tentu kedepan harus terus ditingkatkan. Karena memang meskipun opini yang didapat sudah WTP, tapi pasti masih ada saja kekurangannya yang menjadi temuan,” katanya, seusai menghadiri serah terima jabatan kepala BPK Perwakilan Provinsi Banten dari Novie Irawati Herni Purnama kepada Emmy Mutiarini di aula BPK Banten, Kamis (13/10).
Dori menegaskan, meski daerah diberikan opini WTP, namun masih ada peluang penyimpangan yang terjadi di daerah baik provinsi maupun kabupaten kota. Oleh sebab itu, pihaknya meminta kepada seluruh kepala daerah dan DPRD untuk menjaga opini yang sudah WTP ini dan tidak dicederai dengan hal-hal yang tidak diharapkan.
“Sering ada pertanyaan kenapa WTP kok masih ada OTT, itu juga masih banyak terjadi. Karena OTT bisa saja tidak terjadi pada lingkup APBD, bisa saja terjadi karena sesuatu yang dilakukan oleh oknum-oknum, memang kemungkinan penyimpangan itu masih tetap ada meski sudah WTP,” tegasnya.
Untuk itu, kepada kepala perwakilan yang baru, Dori berharap untuk melanjutkan kembali apa yang sudah dilakukan oleh kepala perwakilan yang lama, seperti mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholder.
“Kami harapkan, untuk melanjutkan kembali apa yang sudah dilakukan oleh Kepala perwakilan yang lama dan mampu memperkokoh keberadaan BPK di Provinsi Banten. Memberikan kontribusi nyata dalam turut mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang lebih baik, serta dapat membina komunikasi yang baik dengan seluruh entitas di Provinsi Banten,” tandasnya.
Sementara itu Kepala BPK Perwakilan Provinsi Banten yang baru, Emmy Mutiarini mengatakan, tentunya yang pertama akan dilakukan dirinya adalah perlu memetakan koordinasi dan kolaborasi dengan instansi vertikal terkait, terutama yang fokus kerjanya bereratan seperti Kejati dan Polda Banten. Kemudian untuk di internal BPK sendiri, Emmy juga akan memetakan terkait dengan kondisi kinerja terkini untuk menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) yang masih ada dari hasil pemeriksaan LKPD 2021.
“Dari hasil pemeriksaan LKPD tahun 2021 masih banyak catatan-catatan yang harus ditindaklanjuti, meskipun opininya sudah WTP. Kami juga menyampaikan ada beberapa rencana pemeriksaan di semester dua ini baik kinerja maupun PDTT,” ujarnya.
Emmy juga mengakui bahwasanya opini WTP yang diperoleh itu tidak berarti tidak ada persoalan atau temuan. Kondisi di lapangan temuan itu tetap ada, oleh karena itu diberikan catatan atas itu dan harus ditindaklanjuti sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan yaitu 60 hari kerja setelah laporan itu diserahkan.
“Kalau sudah WTP, PR yang dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD lebih fokus ke hal lainnya yaitu pemeriksaan kinerja, perbaikan kesejahteraan rakyat, perbaikan Pendidikan hingga layanan Kesehatan. Selanjutnya yaitu meminimalisasikan terjadinya fraud melalui peningkatan sistem pengendalian intern,” tuturnya.
Jika dalam waktu yang sudah ditentukan namun yang bersangkutan belum juga mengembalikan, maka BPK akan melakukan Analisa. Apabila penyebabnya itu dimungkinkan lagi dilakukan penagihan, seperti yang bersangkutan sudah meninggal dunia, maka proses penagihan itu ditutup atau case close.
“Apa boleh buat, kita tetap melanjutkan proses sepanjang pemerintah daerah dapat memberikan bukti dukungan bahwa tindak lanjut itu memang benar-benar tidak dapat dilakukan. Akan tetapi, jika masih bisa dilakukan penagihan, BPK akan terus melakukan itu,” terangnya.
Disinggung terkait dengan potensi pidana melawan hukum, Emmy menegaskan bahwa yang berwenang melakukan justifikasi itu adalah Aparat Penegak Hukum (APH). Sementara BPK hanya menyampaikan bahwa hal ini ada indikasi atau unsur pidana.
“Kalaupun ada indikasi unsur pidana, maka dapat ditindaklanjuti dengan dugaan pidananya itu kewenangannya APH. Secara umum semua APH menangani permasalahan atau indikasi pidana, mungkin mempunyai prioritas untuk melakukan penelusuran terhadap kasus-kasus yang ditanganinya,” tandasnya.
Pj Gubernur Banten, Al Muktabar mengapresiasi atas kerjasama dan dukungan dari BPK selama ini sebagai pengawas kinerja pemerintahan dari eksternal. Beberapa hal yang tentu telah dilakukan secara sangat baik selama ini dengan parameter diantaranya bahwa semua Kabupaten dan Kota serta Provinsi itu mendapat WTP.
“BPK mempunyai otoritas mengontrol sesuai dengan independensinya dan tugas pokok serta fungsi dari BPK itu sendiri. Tentu Pemda juga harus patuh terhadap itu,” katanya.
Menanggapi bahwa opini WTP tidak menjamin kesejahteraan masyarakat, Al mengaku paling tidak asas administratif sudah terukur yang menjadi bagian dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban sehingga menghasilkan opini WTP. Meskipun demikian, ada hal-hal yang perlu dilakukan penajaman kepada target-target utama seperti kemiskinan, stunting dan lainnya.
“Parameter-parameter pelayanan dasar, pendidikan dan kesehatan dalam arti luas, ini yang tentu kita perlukan bersama. BPK punya otoritas dalam rangka mengontrol sesuai dengan independensi dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BPK itu sendiri,” terangnya.
Ia juga meminta agar seluruh daerah kota dan kabupaten agar patuh terhadap penyelesaian catatan dari opini WTP yang telah didapat. Hal ini juga diharapkan sebagai agregat dari kabupaten kota dan provinsi yang nantinya akan berkontribusi kepada pembangunan nasional.
“Tadi kita juga sudah diberi informasi dan diberi pengakuan bahwa tindak lanjut dari pemeriksaan sebelumnya, kita mencapai angka bahwa kita progresif dalam rangka apa saja yang menjadi temuan BPK untuk kita bisa selesaikan,” tandasnya.
Terpisah, Plt Inspektur Banten Usman Asshiddiqi Qohara, membenarkan apa yang disampaikan oleh pihak BPK. Atas temuan-temuan tersebut semuanya sudah ditindaklanjuti oleh inspektorat.
“Kami sudah mengundang OPD yang jadi temuan itu. Kami sudah meminta kepada mereka untuk segera menyelesaIkan. Dan mereka menyanggupinya. Jadi kita terus melakukan mapping,” katanya.
Temuan-temuan yang dilansir oleh BPK hingga saat ini masih berproses, termasuk yang temuan tahun 2005 lalu. “Ini kan keuangan negara, jadi harus diselesaikan,” imbuhnya.
Walaupun untuk kasus temuan lama, Inspektorat tetap melakukan tugasnya dengan melakukan penyelesaian internal. Adapun pejabat atau PNS pensiun atau sudah meninggal. “Itu tetap harus diselesaikan melalui OPD,” jelas Usman.
Disinggung mengenai temuan kerugian negara yang melibatkan pihak ketiga atau pengusaha, Usman juga mengaku hal tersebut harus tetap dituntaskan. “Namanya kerugian negara, walaupun pihak-pihak terkait sudah tidak ada, misalnya meninggal dunia, itu OPD tetap melekat. Jadi OPD harus bisa menuntaskan,” katanya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon Hasbi Sidik mengingatkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon agar segera menyelesaikan temuan BPK agar tidak menjadi permasalahan dikemudian hari.
“Saya kira kalau sampai tidak diselesaikan akan menjadi persoalan di kemudian hari, bisa-bisa juga APH bisa melakukan hal-hal yang lain kalau misalnya tidak mengindahkan temuan dari BPK,” kata Hasbi kepada BANPOS, kemarin.
Politisi Partai Gerindra ini tidak bosan-bosannya mengingatkan Pemkot Cilegon serius menyelesaikan temuan-temuan BPK.
“Saya dari DPRD tidak bosan-bosannya mengingatkan kepada pemerintah. Maka saya menekankan untuk segera dibereskan bagaimana pun caranya walikota harus taat aturan tentu OPD juga begitu,” tegasnya.
Hasbi juga mengingatkan kepada Pemkot agar tidak besar kepala saat mendapatkan WTP dari BPK.
“Prosedurnya mah bener tapi kalau kelebihan bayar kan harus dikembalikan. Kalau ada surat-surat yang tidak disampaikan secara administratifnya itu tidak benar juga,” ungkapnya.
Sementara itu, Progres penyelesaian tindak lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kerugian daerah semester I tahun 2022, atas beberapa temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Kabupaten Pandeglang, diklaim sudah mencapai seratus persen.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta saat dihubungi BANPOS melalui selulernya mengatakan bahwa untuk tindak lanjut rekomendasi BPK tersebut sudah seratus persen selesai.
“Dari awal kita sudah selesai seratus persen sudah selesai dikembalikan,” kata Ali Fahmi kepada BANPOS.
Menurutnya, tindak lanjut rekomendasi BPK terkait adanya kelebihan pembayaran dari kegiatan fisik pada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah selesai dikembalikan.
“Tidak semua OPD, hanya beberapa OPD saja. Banyak sih, tapi tidak semua OPD seperti BPBDPK, DPUPR, Dindik dan dinas lainnya saya lupa. Sudah serratus persen itu, sudah lama,” jelasnya.
Saat ditanya siapa yang mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut, Fahmi menyebut bahwa kelebihan pembayaran tersebut telah dikembalikan.
“Yang penting mah kita menyelesaikan, kaitan dengan siapa yang mengembalikan yang penting kan sudah selesai. Yang mengembalikannya kan perusahaannya,” ujarnya.
Agar setiap pekerjaan fisik yang dipihak ketigakan tidak menjadi temuan BPK lagi, Fahmi mengaku bahwa pihaknya sering menyampaikan agar OPD terkait untuk lebih ketat lagi dalam pengawasannya.
“Kami sudah sering menyampaikan ke setiap OPD teknis, atau OPD yang berkaitan agar pengawalan dan pengawasannya lebih ditingkatkan. Seharusnya kan hal ini semakin berkurang, bukan bertambah. Jadi kalau kejadiannya berkurang, berarti kita telah berhasil,” ungkapnya.(DHE/LUK/RUS/MUF/PBN)