PENDATAAN terhadap pegawai honorer di lingkungan pemerintah, baik kota/kabupaten maupun provinsi, tengah dikebut oleh pemerintah daerah setempat. Jika mengacu pada surat edaran Menpan-RB Nomor: B/1511/M.SM.01.00/2022, hari ini Jumat (30/9) seharusnya menjadi hari terakhir pendataan honorer.
Pada Senin (26/9) lalu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Nana Supiana, kepada awak media mengatakan bahwa setidaknya terjadi penyusutan jumlah pegawai honorer yang disetorkan ke BKN. Jumlah tersebut tak tanggung-tanggung, disebutkan mencapai seribuan data honorer yang dicoret.
Menurut Nana, dari seribuan data honorer yang dicoret itu, mayoritas merupakan data guru honorer. Alasannya banyak, mulai dari diangkat PPPK, meninggal dunia, berhenti karena ada pekerjaan yang lebih menjanjikan, atau ada namanya namun orangnya tidak ada.
“Seperti halnya guru sifatnya dinamis, dia bisa melamar pekerjaan di tempat lain kemudian pindah. Begitu pun guru menjadi formasi yang paling banyak datanya dihapus,” terangnya.
Dari seribuan data itu pula, termasuk diantaranya penghapusan nama NF dan AAS dari database honorer Pemprov Banten. Hal itu dibenarkan oleh Kasi PTK SMK Bidang Ketenagaan dan Kelembagaan pada Dindikbud Banten, Siti Nengsih. Menurutnya, dua nama tersebut sudah dicoret pada pelaksanaan verifikasi dan validasi (Verval) kemarin.
“Hasil sinkron kemarin itu kami keluarkan dari SK. Seharusnya, kalau mereka memang ingin menjadi PTK (Pendidik dan Tenaga Kependidikan), harusnya lapor dong ke sekolah. Nah itu sebenarnya yang membuat gaduh. Sedangkan kami di sini tidak tahu menahu,” ujarnya.
Namun saat BANPOS konfirmasi terkait dengan pernyataan NF bahwa sebetulnya dia melamar di SMK Negeri Padarincang, namun ternyata dipentalkan ke SMK Negeri 5 Kota Serang sehingga dia tidak sempat melapor ke sekolah karena tidak tahu, Nengsih mengaku bahwa hal itu tidak mungkin karena seharusnya data dalam SK harus berasal dari usulan sekolah.
Namun saat BANPOS meminta untuk menunjukkan surat usulan dari SMK Negeri 5 Kota Serang maupun SMK Negeri 1 Kota Serang, Nengsih enggan memperlihatkan. Menurutnya, persoalan dua orang tersebut sebetulnya sudah selesai dengan dicoretnya NF dan AAS dari SK. Selain itu, ia beranggapan bahwa tidak ada kerugian negara akibat adanya dua orang nama ‘siluman’ tersebut.
Nengsih pun menyatakan bahwa mungkin saja masuknya dua orang itu ke dalam SK, merupakan kesalahan penulisan atau human error. Sebab, pihaknya saja harus mengurus ribuan orang pada Bidang SMK, yang memungkinkan terjadinya kesalahan.
Salah satu sumber BANPOS mengatakan, patut menjadi pertanyaan ketika AAS bisa masuk ke dalam SK. Sebab jika dipikirkan secara logika, nama NF sangat mungkin untuk masuk ke dalam SK karena ada surat lamaran yang dikirimkan ke Dindikbud Provinsi Banten.
“Nah sebetulnya yang menjadi pertanyaan, kenapa AAS bisa masuk? Padahal tidak ada surat lamaran yang dikirimkan. Kalaupun ini human error, seharusnya berbicara data yang salah itu ya yang dimiliki Dindik. Sedangkan Dindik tidak memiliki data apapun terkait AAS, sehingga apa yang jadi landasan error tersebut,” kata sumber BANPOS.
Di sisi lain, ia menuturkan bahwa jika memang klaim Dindikbud bahwa kedua nama tersebut tidak dikeluarkan gajinya, seharusnya mereka berani untuk membuka data pembayaran honorer di dua sekolah tersebut.
“Jangan-jangan keduanya memang tidak menerima gaji, tapi masuknya ke rekening lain. Siapa bilang enggak bisa? SIPD itu tidak mengharuskan rekening bank harus sama dengan nama yang dibayarkan. Memang nanti akan dilakukan rekonsiliasi atau validasi, tapi mengingat mekanisme pengusulan nama saja bisa digocek, yang seperti ini seharusnya juga bisa dilakukan,” tuturnya.
Hampir selama dua minggu BANPOS mencoba untuk mendapatkan data pembayaran gaji honorer di Bidang SMK. Namun, upaya tersebut tidak menemukan hasil. Hingga akhirnya pada Rabu (28/9) lalu, BANPOS bertemu dengan Kasi Kesiswaan yang juga merupakan pengatur penggajian honorer SMK, Roihatul Jannah.
Kepada BANPOS, ia menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan mengajukan pencairan gaji kepada honorer, apabila tidak ada usulan dari sekolah. Ia pun memastikan bahwa NF maupun AAS, tidak dibayarkan gajinya.
Ia juga menuturkan bahwa apabila dalam data rekening bank dengan nama pegawai yang akan digaji tidak sesuai, maka seharusnya tidak bisa dibayarkan. “Ya tidak nyambung. NF dan AAS itu tidak ada rekeningnya,” ucap dia.
Saat BANPOS meminta untuk dapat melihat Surat Perintah Membayar (SPM) maupun usulan penggajian lainnya yang diserahkan oleh Bidang SMK untuk membayar gaji honorer, ia mengatakan bahwa pihaknya tidak mengeluarkan SPM. Namun, ia menjanjikan akan mencari Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak (SPTJM) SMK Negeri 1 Kota Serang.
SPTJM tersebut sebetulnya bukan yang diharapkan oleh BANPOS. Pasalnya, SPTJM dikeluarkan oleh pihak sekolah, sementara BANPOS meminta dokumen pengusulan pembayaran yang dikeluarkan oleh Dindikbud Provinsi Banten. Bahkan, SPTJM yang diperlihatkan merupakan SPTJM bulan Agustus, setelah ramainya persoalan dugaan honorer siluman.
Ketua Bidang Kajian Strategis dan Advokasi pada HMI MPO Komisariat Untirta Ciwaru, M. Abdul Aziz, mengatakan bahwa seharusnya Dindikbud Provinsi Banten berani membuka kepada publik terkait dengan dugaan honorer siluman tersebut. Jika memang tidak benar, maka menurutnya Dindikbud harus secara jelas mengumumkan kepada publik.
“Karena selama kami mengikuti perkembangan pemberitaan, selalu mengambang dan tidak pernah ada kejelasan yang pasti. Sebenarnya kami sebagai publik, menunggu pernyataan tegas dari Dindikbud, benar tidak sih ada honorer siluman? Kalau tidak ada, maka jawab dong temuan-temuan dari teman-teman media,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Ia menuturkan, publik saat ini sudah sangat melek terhadap media. Menurut dia, jika dugaan honorer siluman yang diungkap oleh BANPOS diibaratkan sebagai pertarungan dua kubu, maka baru kubu BANPOS saja yang sudah terbuka terkait dengan data-data temuan mereka.
“Dindik dengan segala informasi dan data yang dimiliki, lucunya kan tidak bisa menemukan tiga nama yang disebut oleh BANPOS. Sedangkan BANPOS bisa menemukan, meski dari hasil penelusuran pustaka saja, dari SK yang mereka punya. Artinya, keseriusan Dindikbud patut dipertanyakan terkait dengan dugaan ini,” ucapnya.
Di sisi lain, langkah pendataan ulang serta verifikasi dan validasi (Verval) tiga lapis bersama dengan BKD dan Inspektorat, menurutnya sangat tepat dilakukan. Namun menurutnya, jika hasil dari pendataan dan verval itu hanya sekadar penghapusan data dari SK, rasanya sangat tidak memuaskan.
“Kalau hanya menghapus, itu reaksioner saja. Kenapa Inspektorat sebagai pengendali internal pemerintahan, tidak mencari tahu asal muasal tiga nama ini? Siapa yang salah di sini? Kan sampai saat ini kita tidak menemukan adanya statemen dari Inspektorat terkait dengan itu. Lucunya, Inspektorat menyatakan tidak ada honorer siluman, tapi BANPOS justru menemukan. Masa kalah hebat sih?” tegasnya.
Oleh karena itu, keterbukaan dari Dindikbud Provinsi Banten maupun BKD dan Inspektorat, menjadi kunci utama dalam menjawab persoalan dugaan adanya honorer siluman di lingkungan Dindikbud Provinsi Banten. Termasuk dugaan adanya honorer yang dibayarkan gajinya, meskipun belum bekerja.
“Ya kan lagi-lagi ini poin plus untuk media, bisa menemukan adanya dugaan penyimpangan tersebut. Kalau enggak kerja, kenapa dibayar. Mana prinsip penganggaran berbasis kinerjanya? Katanya mau reformasi birokrasi, katanya mau menjalankan good and clean governance?” tandas dia. (DZH/ENK)