Penulis: Gina Maslahat

  • Honorer ‘Siluman’ Bicara

    Honorer ‘Siluman’ Bicara

    GURU ‘siluman’, itulah yang melekat pada diri NF, seorang perempuan asal Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang. Ibu dua anak kelahiran 1995 ini merupakan sarjana salah satu universitas swasta di Jakarta, jurusan broadcasting.

    Saat ini, NF tinggal di Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang. Hanya beberapa menit dari SMK Negeri 5 Kota Serang, sekolah yang ‘ketempelan’ namanya sebagai seorang pendidik Bimbingan Konseling (BK).

    BANPOS berhasil membuka komunikasi dengan NF sejak Jumat (23/9) lalu. Pertemuan BANPOS dengan NF bisa dikatakan cukup sulit. Sekolah yang mengaku tidak tahu apa-apa terkait identitas NF, maupun dinas yang juga mengaku tidak tahu menahu mengenai hal itu, membuat BANPOS mulanya sulit melakukan konfirmasi.

    Namun berbekal data NIK yang ada pada dokumen pendataan guru/pegawai honorer yang sebelumnya telah didapat BANPOS dari situs nonasn.abiva.my.id, BANPOS mengetahui bahwa dirinya tinggal di Padarincang.

    Data tersebut juga menguat setelah BANPOS mendapatkan tugas akhir perkuliahan miliknya, dari salah satu universitas swasta di Jakarta. Dari situlah BANPOS menemukan kediamannya di Padarincang, setelah mengonfirmasi nama ibu dan kakak-kakaknya.

    Pada Jumat (23/9), BANPOS mendatangi kediamannya. Namun ternyata, NF sudah pindah ke Gunung Sari. Di sana, hanya ada ibunya saja, yang akhirnya memberikan nomor handphone NF.

    NF terbuka kepada BANPOS. Ia siap menemui BANPOS untuk dikonfirmasi. Melalui sambungan telepon, sebetulnya ia mengaku kaget bahwa namanya tercatat di SMK Negeri 5 Kota Serang. Sebab, ia sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan SMK Negeri 5 Kota Serang.

    Pertemuan tatap muka dilakukan pada Senin (26/9) lalu. Pertemuan dilakukan di kediamannya yang berada di Kecamatan Gunung Sari. NF tidak sendiri saat ditemui BANPOS, ia bersama dengan anaknya yang berusia kisaran 7 tahun.

    Kepada BANPOS, NF mengaku sempat kepikiran mengapa namanya bisa tercatut sebagai seorang pengajar di SMK Negeri 5 Kota Serang. Selama tiga hari sampai pertemuan dengan BANPOS, ia bahkan mendiskusikan segala kemungkinannya bersama dengan suaminya.

    “Sebetulnya saya kepikiran, sampai didiskusikan dengan suami ‘kok aku bisa yah tercatat di SMKN 5, padahal enggak pernah ngelamar ke sana’. Itu sampai kemarin (Minggu 25 September) loh didiskusikan. Suami juga nyerah buat mikirinnya,” ujar dia saat membuka perbincangan dengan BANPOS.

    NF mengatakan, memang dia pernah mengirimkan surat lamaran kerja ke SMK Negeri Padarincang. Menurutnya, lamaran itu dia sampaikan pada pertengahan 2021 yang lalu. Ia melamar untuk posisi guru yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, yakni untuk mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital.

    “Saya sih pernah mengirimkan lamaran untuk menjadi guru, tapi ke SMKN Padarincang. Karena memang lokasinya dekat dengan rumah orang tua. Jadi sepertinya enggak masalah juga kalau nanti diterima di sana. Tapi kemarin-kemarin enggak ada panggilan kerja,” ucapnya.

    Namun, ia pun akhirnya mengingat pula bahwa dia juga mengirimkan surat lamaran ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. Surat lamaran tersebut pun ia tunjukkan kepada BANPOS. Surat itu ditujukan kepada Kepala Bidang SMA/SMK pada Dindikbud Provinsi Banten, tertanggal 30 April 2021.

    Dalam surat itu, NF menuliskan secara lengkap identitas dirinya, hingga melampirkan beberapa dokumen pendukung seperti Curriculum Vitae (CV), fotocopy transkrip nilai yang sudah dilegalisir, fotocopy ijazah terakhir yang telah dilegalisir, hingga fotocopy KTP. Dalam surat lamaran itu, tertera pula nomor telepon dirinya yang dapat dihubungi.

    Meski demikian, tetap saja dirinya tidak mendapatkan panggilan kerja. Bahkan ia sempat terlihat kesal ketika ternyata dirinya masuk ke dalam daftar pengajar di SMK Negeri 5 Kota Serang, namun sama sekali tidak mendapatkan kabar. Apalagi sekolah itu hanya berjarak beberapa menit saja dari rumahnya.

    “Kalau saya tahu terdaftar di SMK 5 sebagai pengajar, saya pasti datang lah ke sana. Ibaratnya tinggal ngegelosor geh sampai dari sini ke SMK 5. Tapi kan enggak ada pemberitahuan kalau saya terdaftar sebagai pengajar di sana. Padahal kan nomor telepon saya ada, kalau memang saya diterima di sana,” ungkapnya.

    Ia menuturkan, untuk apa dirinya membuang sia-sia kesempatan untuk bekerja sebagai guru di SMK Negeri 5 Kota Serang, padahal dirinya memang sangat membutuhkan pekerjaan. Bahkan, lamaran pun dia kirimkan ke perusahaan-perusahaan, termasuk ke beberapa perusahaan media.

    “Saya mah kalau memang diterima kerja, pasti bekerja. Karena emang saya butuh banget pekerjaan kan. Makanya saya kirim lamaran kemana-mana. Bukan hanya ke sekolah, ke beberapa perusahaan juga saya kirim, cuma enggak ada panggilan aja,” katanya sambil tertawa getir.

    Ia juga sempat menyampaikan bahwa jika memang nama dan data diri dia digunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dirinya sangat tidak terima. Karena sampai saat ini, dirinya tidak pernah mendapatkan apapun dari pencantuman namanya di SMK Negeri 5 Kota Serang.

    Sebetulnya, ia mengaku ingin tahu secara detail mengapa dirinya bisa tercatat sebagai pengajar di SMK Negeri 5 Kota Serang, tanpa adanya pemberitahuan. Sebab, nama dia menjadi tercoreng di kalangan SMK Negeri 5 Kota Serang, karena tidak pernah hadir untuk bekerja.

    “Tapi saya juga tetap berharap bisa mengajar. Dua hari sebelum BANPOS hubungi, sebenarnya saya sudah dihubungi sama SMK Negeri Padarincang. Saya diminta NPWP, katanya untuk pengajuan sebagai guru honorer di tahun 2023. Semoga saja saya benar diterima di sana, dan diterima karena memang saya memenuhi kualifikasi sebagai guru,” ucapnya.

    Di akhir perbincangan, NF meminta kepada BANPOS agar bisa menyamarkan namanya. Karena lagi-lagi ia tegaskan, dia sangat membutuhkan pekerjaan yang saat ini mungkin bisa diberikan oleh SMK Negeri Padarincang, seperti yang dia harapkan.

    Sementara itu, di hari yang sama saat menemui NF, BANPOS juga berupaya untuk bisa mengonfirmasi AAS, salah satu nama yang diduga siluman yang ada di SMK Negeri 1 Kota Serang. Dari hasil penelusuran BANPOS, didapati bahwa AAS merupakan mantan staf di Komisi I DPRD Provinsi Banten.

    BANPOS juga mendapatkan dokumen yang menggambarkan bahwa AAS sempat melamar sebagai CPNS di Pemkab Serang. Pada dokumen tersebut, AAS sempat dinyatakan lulus seleksi administrasi pada penerimaan CPNS tahun 2019. AAS pada saat itu mengikuti seleksi untuk jabatan Pengelola Teknologi Informasi pada BKPSDM Kabupaten Serang.

    BANPOS juga mendapatkan informasi jika AAS merupakan istri dari salah satu pegawai di Komisi I juga. Dari beberapa informasi tersebut, BANPOS berhasil mendapatkan alamat rumah AAS. Sekitar pukul 13.30 WIB, BANPOS mendatangi rumah dari AAS.

    Saat itu, BANPOS langsung disambut oleh AAS sendiri. Ketika BANPOS tanya terkait dengan namanya yang terdata sebagai Tata Usaha di SMK Negeri 1 Kota Serang, ia merespon dengan kalimat ‘oh, iya gimana teh?’. Akan tetapi ketika diminta untuk berbincang sedikit terkait dengan itu, ia meminta BANPOS untuk datang kembali pada saat suaminya sudah pulang. Ia meminta BANPOS datang kembali pada sore hari.

    Sekitar pukul 16.00 WIB, BANPOS kembali datang ke rumah AAS. Namun beberapa kali BANPOS mengucapkan salam maupun memencet bel yang tersedia di sana, tidak kunjung ada respon dari dalam rumah. Menurut tetangga sekitar, AAS sempat keluar dari rumahnya di siang hari, dan mereka tidak tahu apakah AAS sudah pulang atau belum.

    BANPOS pun mencoba menunggu kedatangan AAS maupun suaminya. Sekitar satu jam BANPOS menunggu, suami dari AAS pun datang. Dari pantauan BANPOS, AAS juga keluar dari rumahnya untuk menyambut kedatangan sang suami.

    Beberapa saat kemudian, sang suami pun memanggil awak BANPOS untuk datang ke rumahnya. Di sana, meskipun tidak ditanyakan BANPOS terkait tidak keluarnya AAS dari rumah meskipun beberapa kali BANPOS mengucapkan salam maupun memencet bel, sang suami menyampaikan bahwa memang dirinya mengajarkan kepada AAS untuk tidak menerima tamu yang bukan mahramnya, tanpa ada dia di sisinya.

    Ia pun menanyakan kepada BANPOS perihal kedatangan ke rumahnya. Saat BANPOS menjelaskan terkait dengan adanya nama AAS di dalam SK guru/pegawai honorer di SMK Negeri 1 Kota Serang, sang suami mengaku tidak tahu menahu terkait dengan hal itu.

    Menurutnya, AAS tidak pernah melamar ke sekolah manapun. Namun saat BANPOS coba mengonfirmasi respon awal AAS yang menunjukkan seperti dirinya sudah tahu jika nama dia tercantum dalam SK di SMK Negeri 1, BANPOS tidak berhasil mendapatkan jawaban yang jelas. Selain karena perbincangan yang kerap diulang-ulang, kondisi rumah AAS pun kurang kondusif akibat dua anak AAS yang tengah aktif bermain di depan BANPOS dan AAS serta suaminya.(DZH/ENK) 

  • Butuh Komitmen Pemda dan Partisipasi Masyarakat

    Butuh Komitmen Pemda dan Partisipasi Masyarakat

    Masih tingginya AKI/AKB di Banten dianggap akibat dari masih kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran secara efektif dan efisien. Sementara, penanganan AKI/AKB selain membutuhkan peran pemerintah, juga membutuhkan peran serta dari masyarakat.

    Ketua Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FOPKIA) Kabupaten Tangerang, Atif, menyampaikan, permasalahan AKI/AKB ini membutuhkan rencana yang sistematis dan terarah. Menurutnya, ada tiga hal penting yang harus diperbaiki dan diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    “Sistim kegawatdaruratan rujukan Faskes pertama harus memadai, karena hal tersebut menjadi hal yang penting,” ujar Atif.

    Selain itu kualitas dan kuantitas SDM tenaga kesehatan juga harus terus ditingkatkan, dan yang ketiga adalah peran masyarakat terhadap isu kesehatan ibu dan bayi baru lahir (KIBBL) ini.

    “Jadi harus dilihat juga, bagaimana kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap isu KIBBL ini, tinggi atau rendah, karena partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting,” terangnya.

    Selain itu, komitmen dari pemerintah daerah juga perlu diperbaiki, karena permasalahan bertahannya Banten sebagai jawara AKI/AKB ini dikarenakan rendahnya komitmen Pemprov Banten, baik dari segi pembangunan sistim hingga penganggaran.

    “Salah satu hasil baik dari adanya sistim kegawatdaruratan yang bisa dicontoh adalah di Kabupaten Tangerang, walaupun masih berada di peringkat 3, namun ada capaian kinerja dengan turunnya peringkat Kabupaten Tangerang,” ujar Atif.

    Salah satu hal yang bisa diupayakan oleh Pemprov Banten adalah dengan memberikan bantuan yang lebih spesifik terkait KIBBL, salah satunya adalah dengan memberikan bantuan langsung ke Pemerintah Desa yang dirasa lebih dapat terasa dampaknya.

    “Desa saat ini sudah mulai melek, kalau di tingkat desa ada keterbatasan anggaran, dan isu spesifik terkait KIBBL belum ada. Peran Pemprov Banten harus dapat memaksimalkan banprov ke desa untuk mengurangi AKI/AKB tersebut, tandasnya.

    Sementara itu, Akademisi dari Universitas Cendekia Abditama (UCA) Tangerang, Aziz Faozi, menyampaikan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh pihaknya, ada ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dari APBD dengan penekanan AKI/AKB.

    “Alokasi anggaran belum terlihat berpengaruh terhadap penurunan AKI/AKB. Ini bisa jadi dikarenakan tidak tepatnya anggaran dan program terhadap akar masalah AKI/AKB,” terang Aziz.

    Iya menyampaikan, belum adanya rencana aksi tematik yang jelas juga menyebabkan permasalahan AKI/AKB terus muncul. Salah satu yang seharusnya masuk adalah terkait program pencegahan sejak dini dan juga meningkatkan peran serta masyarakat.

    “Program pemerintah harus meningkatkan kesadaran kolektif dari masyarakat. Hal ini harusnya diperkuat,” jelasnya.

    “Untuk permasalahan kesehatan ibu dan anak (KIA) juga seharusnya tidak hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan saja, tapi menjadi isu lintas sektoral. Seperti misalnya Dinas Pendidikan juga mengalokasikan anggaran program untuk pencegahan anemia bagi murid,” tambah Aziz.

    Ia menyampaikan, terdapat praktik baik kolaborasi yang dilakukan oleh FOPKIA Kabupaten Tangerang dengan menggandeng swasta dan membuka ruang partisipasi masyarakat, salah satunya adalah terkait Gerai KIA di Alfamart.

    “Gerai KIA ini menjadi ruang konsultasi dan telah direplikasi di beberapa desa, seperti di Desa Cisereh dan Desa Cileles, dimana kegiatan ini dilaksanakan setiap minggunya,” ujarnya.

    Menurutnya, permasalahan AKI/AKB ini bisa dicegah dengan memberikan pemahaman yang tepat kepada Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur, sehingga pencegahan kematian ibu dan bayi dapat dilakukan sejak dini.(PBN)

  • Kantor BPC Gapensi Pandeglang Direnovasi

    Kantor BPC Gapensi Pandeglang Direnovasi

    PANDEGLANG, BANPOS-Untuk memberikan kenyamanan dalam pelayanan, Kantor Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (BPC GAPENSI) Kabupaten Pandeglang dilakukan renovasi.

    Ketua BPC Gapensi Kabupaten Pandeglang, Fuad Hasan mengatakan, renovasi kantor Gapensi ini merupakan inisiatif dari para anggota.

    “Renovasi kantor BPC Gapensi ini adalah menggunakan uang pribadi, yang bersumber dari patungan semua teman-teman kita di Gapensi Kabupaten Pandeglang. Ini kita kerjakan, demi kenyamanan pelayanan,” kata Fuad Hasan wartawan, Kamis (29/9).

    Dijelaskan Fuad, kondisi kantor BPC Gapensi Kabupaten Pandeglang sebelumnya banyak yang harus direnovasi, sehingga tidak nyaman saat ditempati.

    “Yang direnovasi hampir keseluruhan, terutama catnya sudah terlihat kumuh. Alhamdulillah teman-teman di Gapensi semua sepakat dan kami patungan untuk biayanya,” terangnya.

    Oleh karena itu, lanjut Fuad, dengan direnovasinya kantor BPC Gapensi Kabupaten Pandeglang, dirinya berharap seluruh pengurus dan anggota memeliharanya dengan baik, sehingga merasa memiliki.

    “Setelah direnovasi, kita lakukan pemeliharaan Bersama dengan teman-teman lainnya di Gapensi. Sehingga, ketika kita melakukan pemeliharaan secara Bersama-sama akan timbul rasa memiliki,” ujarnya.

    Menurutnya, sesuai dengan tujuan direnovasinya kantor BPC Gapensi Pandeglang tersebut, untuk memberikan kenyamanan dalam pelayanan. Sehingga, saat bermitra dengan pemerintah daerah dapat maksimal.

    “Setelah memiliki kantor yang nyaman, tentunya kemitraan kita dengan pemerintah daerah dalam bidang konstruksi akan lebih nyaman. Pada intinya, BPC Gapensi Kabupaten Pandeglang siap menjadi mitra pemerintah daerah dalam mensukseskan pembangunan khususnya dibidang konstruksi,” ungkapnya.(dhe/pbn)

  • AKI/AKB Banten Masih Jadi PR

    Salah satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

    Semakin tinggi AKI dan  AKB, maka semakin rendah kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya semakin rendah AKI dan AKB maka kesejahteraan masyarakat suatu negara meningkat.

    Masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Provinsi Banten untuk menurunkan angka AKI dan AKB yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Apalagi, Banten disebut-sebut salah satu daerah penyumbang terbanyak kasus tersebut.

    AKI dan AKB, merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.

    AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada AKBa. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. AKB terutama terjadi pada umur 0-28 hari, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada saat hamil, bersalin dan perawatan bayi baru lahir.

    Kematian Ibu adalah kasus kematian perempuan yang diakibatkan oleh proses yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk hamil ektopik), persalinan, abortus (termasuk abortus mola), dan masa dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa melihat usia gestasi, dan tidak termasuk di dalamnya sebab kematian akibat kecelakaan atau kejadian insidental.

    Diketahui sebelumnya, data selama lima tahun, sejak 2017 sampai 2021, Provinsi Banten  banyak memberikan sumbangan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) secara nasional. Bahkan Banten menempati posisi lima besar sebagai daerah dengan AKI/AKB tertinggi.

    Kepala Bappeda Banten, Mahdani, saat membacakan sambutan Pj Gubernur Banten Al Muktabar pada acara pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) tingkat Provinsi Banten 2022 Project Momentum Private Healthcare Delivery (MPHD) Rabu (28/9) mengatakan, jumlah AKI mengalami peningkatan sangat tajam pada tahun 2021 yakni diangka 298.

    “Saat ini, Provinsi Banten masih menghadapi tantangan dalam upaya pelayanan kesehatan. Masalah kesehatan adalah masalah bersama, Banten selama lima tahun ini masuk lima besar secara nasional. Dan tahun 2021 AKI cukup tinggi yakni 298 kasus. Mungkin ada Covid-19 yang menyertakan kematian ibu dan bayi,” katanya.

    Sementara untuk tahun 2022 sampai dengan bulan September ini pemprov mencatat ada 137 kasus AKI. Paling banyak di Kabupaten Serang.

    “Ibu meninggal akibat melahirkan, dari 137 kasus itu menyebar di Kabupaten Pandeglang 17, Lebak 28, Kabupaten Tangerang 21. Kabupaten Serang 31, Kota Tangerang 2. Cilegon 3, Kota Serang 17, dan Tangerang Selatan ada 8 kasus,” katanya.

    Sementara data pada Dinkes Banten lanjut Mahdani, AKI pada tahun 2018 sebanyak 247 kasus, tahun 2019 sebanyak 212 kasus, dan tahun 2020 ada 242 kasus.

    “Adapun kematian bayi (AKB) pada saat melahirkan, pada tahun 2018 sebanyak 1.158 kasus, tahun 2019 ada 1.299 kasus, tahun 2020 ada 1.121 kasus,” ujarnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum mengaku, kurang maksimalnya pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan penekanan AKI dan AKB. Diperlukan kerja keras dan terarah secara terus menerus oleh pemerintah dalam menghadapi persoalan tersebut.

    “Untuk mengatasi persoalan tingginya AKI dan AKB, semua stakeholder harus bersatu mulai dari pemprov sampai dengan kabupaten/kota,” ujarnya.

    Ia menjelaskan, pemprov harus melakukan pengecekan ke lapangan, guna memastikan dan mengetahui seperti apa fakta di lapangan atas kasus itu. “Jadi pemprov ini tidak hanya menerima laporan dan data dari kabupaten/kota saja. Tapi mengecek langsung, ada berapa banyak kasus AKI dan AKB,” ujarnya.

    Dari data yang diperoleh tersebut kata Barhum, nanti akan diketahui di desa atau kelurahan mana saja terdapat AKI maupun AKB. “Dari situ, kita bisa membuat program untuk mengatasi itu. Apalagi saat ini layanan kesehatan sesuai UU, minimal 10 persen  anggarannya harus disiapkan dalam APBD setiap tahun. Jadi kita bisa buat program prioritas,” ujarnya.

    Dan yang terpenting lagi program penanganan AKI dan AKB tidak hanya dilakukan oleh pemprov, tetapi juga kabupaten/kota. “Harus sinergi, dan dilakukan secara masif. Karena bagaimanapun AKI dan AKB ini menunjukan indikator derajat kesehatan,” ujarnya.

    Sinergitas dan program berkelanjutan dalam penanganan AKI dan AKB diyakini Barhum, akan mampu mengentaskan permasalahan tersebut. “Saya yakin itu bisa diatasi,” katanya.

    Barhum yang merupakan politisi PDI Perjuangan ini juga meminta pemprov dan kabupaten/kota harus segera melengkapi sarana dan prasarana fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas. “Tingkatkan lagi peran Posyandu yang ada di kampung-kampung. Karena dengan Posyandu, penanganan pertama untuk ibu hamil dapat terpantau,” jelasnya.

    Dengan maksimalnya peran Posyandu dan mudahnya akses kesehatan didapat masyarakat, bukan saja berdampak pada penekanan AKI dan AKB. Tapi dapat menangani masalah stunting. “Jadi program AKI dan AKB ini tidak bisa dipisahkan dengan stunting. Saling ada keterkaitan,” katanya.

    Sementara itu, Direktur RSUD Banten, Dadang Hamzah Nugroho mengungkapkan, sesuai arahan langsung dari Al Muktabar, program penekanan AKI dan AKB telah dilakukan dengan melengkapi sarana dan prasarana untuk kesehatan masyarakat.

    “RSUD Banten saat ini susah sangat lengkap semua fasilitasnya untuk masyarakat yang membutuhkan. Mulai dari tenaga medis dan fasilitas. Dan kami telah berupaya memberikan pelayanan, termasuk ibu dan bayi. Program dari Pak Pj Gubernur Banten, tentunya akan kami maksimalkan lagi,” ujarnya.

    Apalagi lanjut Danang, saat ini RSUD Banten memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 491 tempat tidur (TT), dengan begitu RSUD Banten bisa menampung banyak pasien yang ingin mendapatkan pelayanan prima dari Rumah Sakit milik tersebut.

    Tidak hanya warga Kota Serang saja yang bisa berobat. Namun, dari seluruh daerah lainnya yang ada di Provinsi Banten juga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di RS rujukan milik Pemprov Banten.

    Lebih jauh Danang menjelaskan, saat ini RSUD Banten memiliki tiga gedung utama yang difungsikan sebagai sarana fasilitas kesehatan.

    Baik gedung lama atau gedung baru 8 lantai, semua diperuntukan bagi masyarakat yang ingin berobat ke RSUD Banten.

    Mengenai pelayanan kesehatan pada gedung lama sendiri, menurut Danang, tersebar pada 4 lantai-lantai pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

    Mulai dari IGD non Covid dan Covid, klinik rawat jalan yang terdiri dari anak; tanjung anak; kandungan; kulit kelamin; HIV; mata; bedah umum; bedah digestive; bedah saraf; bedah vaskuler; bedah mulut; konservasi Gigi; gigi; paru dan Tb-DOTS).

    “Di gedung lama, terdapat pula ruang NICU/PICU, Rawat Inap Non Covid, Ruang Bedah Sentral Non Covid, Farmasi, Bank Darah, Laboratorium untuk pengambilan sampel rawat jalan dan Klinik Rawat Jalan, Radiologi dan Hiperbarik. Di gedung lama ini juga nantinya Insyaallah akan direnovasi baik eksterior dan interiornya tahun ini. Dengan begitu, tampilannya akan seimbang dengan gedung baru 8 lantai setelah selesai dibangunkan kedepan nantinya,” terang Danang.

    RS Banten juga memiliki gedung Hijau atau gedung Cendrawasih yang berdiri 3 lantai di dalamnya, memiliki ruangan ICU, NICU/PICU, Hd Covid, Rawat Inap Covid dan ruang bedah sentral Covid pada gedung hijau ini.

    Sedangkan untuk gedung 8 lantai RSUD Banten yang baru saja selesai dan diresmikan baru-baru ini, sambung Danang, terdapat sejumlah peningkatan dan penambahan pelayanan kesehatan yang diperuntukan bagi masyarakat. Mulai dari Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi, Laboratorium Urinalisis dan Klinis serta ICU Non Covid dan isolasi yang berada di lantai satu.

    “Untuk lantai 2, terdapat fasilitas Farmasi, Rehabilitasi Medik, Klinik Rawat Jalan untuk penyakit dalam, saraf, jantung THT, jiwa, medical check up), serta Aula,” tuturnya.

    Sementara untuk lantai 3 hingga 8, terdapat beberapa fasilitas, diantaranya HD VVIP, HD VIP, HD Regulasi, HD Isolasi, Rawat Inap Kelas Tiga, Isolasi, Rawat Inap Kelas Dua, Rawat Inap Kelas Satu, Ruangan Isolasi, Rawat Inap VVIP, Rawat Inap VIP, Rawat Isolasi.

    “Selain 3 gedung utama tersebut, RSUD Banten juga memiliki layanan Hiperbarik yang terletak di sisi Barat Laut gedung 8 lantai,” katanya.(RUS/PBN)

  • Limbah Pasir PT BFN Dituding Bikin Sungai Tercemar 

    Limbah Pasir PT BFN Dituding Bikin Sungai Tercemar 

    CIHARA, BANPOS – Praktik pencucian pasir kuarsa milik PT Batu Natura Fortuna (BFN) yang berlokasi di bibir sungai Cihara, Kecamatan Cihara dikeluhkan warga setempat. Pasalnya, perusahaan pasir tambang tersebut diduga kerap membuang limbah ke kali sehingga menyebabkan kali menjadi keruh pekat.

    Warga Cihara Hasan kepada BANPOS mengatakan, aktivitas produksi perusahaan pasir itu dianggap telah mengganggu kelestarian kali yang biasa memanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari.

    “Sungai Cihara ini sekarang jadi kotor pekat oleh limbah pasir. Padahal kami sehari-hari menggunakan air untuk kebutuhan keluarga. Itu karena tumpahan limbah pasir kuarsa milik PT Batu Natural Fortuna,” ujar Hasan, Kamis (29/9).

    Menurut mereka, kawasan Cihara ini selalu kesulitan mendapat air bersih, satu-satunya sumber air warga ya dari kali tersebut, karena kalau tempat mereka mengambil air kini tak lagi bisa dimanfaatkan lantaran tercemar.

    “Di kawasan Cihara ini kalau bikin sumur atau sanyo sulit ada airnya, satu-satunya sumber air ngambil dari sungai Cihara. Masalahnya itu tambang pasir selalu membuang limbah ke Sungai Cihara dan airnya jadi keruh pekat,” terang dua warga itu.

    Karenanya sebagai solusi, mereka berharap pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebak agar turun tangan dan memberi teguran kepada perusahaan tambang agar tidak lagi membuang limbah ke kali.

    Mereka pun mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa di lokasi perusahaan, jika keluhannya tidak diindahkan.

    “Kami harap pemerintah segera turun tangan, jangan sampai ada warga melakukan aksi protes terbuka untuk memaksa pihak perusahaan menghentikan kegiatannya,” tandasnya.

    Sementara, pegiat lingkungan di Lebak Sutisna Dharma Wijaya menyebut praktik buang limbah sembarangan adalah kejahatan lingkungan. Menurut Sutisna, pembuangan limbah ke kali atau ke laut harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.

    “Jelas harus ada izin pembangunan limbah, mekanisme membuang limbah juga tidak bisa serta merta asal ijin. Perusahaan harus menyaring dulu limbah sehingga dipastikan ketika dibuang ke sungai tidak mengakibatkan air sungai jadi tercemar,” tuturnya.

    Tambah Sutisna, jika ini dibiarkan dan berakibat merugikan lingkungan itu adalah bagian dari kejahatan lingkungan dari pihak perusahaan.

    “Kalau itu disengaja dan tanpa mengindahkan aturan lingkungan, jelas ini suatu kejahatan lingkungan yang terencana masif. Persoalannya karena ini berdampak pada ekosistem lingkungan manusia dan juga bisa timbulkan genosida pada biota alam lainnya,” paparnya.(WDO/PBN)

  • Razia PKB Dituding Langgar Aturan

    PANDEGLANG, BANPOS-Razia pengawasan dan penegakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2019 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang diselenggarakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Banten bekerjasama dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten, Ditlantas Polda Banten serta Satlantas Polres Pandeglang, disimpang tiga Cigadung, Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang dikeluhkan pengendara.

    Pasalnya, dalam razia pengawasan dan penegakan Perda nomor 4 tahun 2019 tentang PKB tersebut, dilakukan di tikungan pertigaan Cigadung, tepatnya di tugu Asmaul Husna, mengganggu arus lalu lintas.

    Salah seorang pengendara asal Pandeglang, Ari menjelaskan, saat itu dirinya dari arah jalan Mayor Widagdo akan menuju ke Pandeglang, saat melintas di pertigaan Cigadung banyak kendaraan yang berhenti di tikungan.

    “Saya kaget bukan karena takut ditilang, akan tetapi saya sedang buru-buru menjemput anak pulang sekolah tiba-tiba di tikungan banyak kendaraan yang berhenti. Tidak tahunya sedang ada Razia,” kata Ari kepada BANPOS di lokasi Razia, Kamis (29/9).

    Seharusnya, lanjut Ari, Razia tersebut dilakukan di jalan lurus bukan di tikungan agar tidak mengganggu arus lalu lintas. Sehingga, saat dirinya akan melintas harus berhenti dulu, padahal dirinya sedang buru-buru akan menjemput anak.

    “Kebetulan saya tidak sempat diberhentikan oleh Satpol PP ataupun petugas kepolisian yang saat itu sedang memberhentikan banyak kendaraan sepeda motor. Memang agak terlambat saat sampai ke sekolah anak saya sih,” ujarnya.

    Saat ditanya terkait titik lokasi kegiatan Razia di tikungan tersebut, Ari menyebut bahwa Razia di tikungan mengganggu arus lalu lintas, bahkan rentan terjadinya kecelakaan.

    “Saya pernah membaca Peraturan Pemerintah (PP) nomor 80 tahun 2012, pasal 21 yang menyebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan secara berkala dan insidental dilakukan ditempat dan dengan cara yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Bunyinya seperti itu, namun untuk mengomentari hal tersebut bukan kewenangan dan saya tidak memiliki kompetensi tentang itu,” ungkapnya.

    Kasi Bina PPNS dan Kajian Satpol PP Banten, Muti A mengatakan, saat ini pihaknya melakukan pengawasan dan penegakan Perda nomor 4 tahun 2019 tentang PKB.

    “Hari ini kita melakukan pengawasan dan penegakan Perda nomor 4 tahun 2019 tentang PKB, sebagaimana perubahan Perda nomor 1 dan Perda nomor 11 tentang pajak daerah. Kita bekerjasama dengan kepolisian yaitu Polda Banten dibantu dengan Polres Pandeglang serta Bapenda Banten,” katanya.

    Tujuan dilakukannya kegiatan ini, lanjut Muti, untuk meningkatkan PKB dan ketaatan terhadap aturan khususnya dalam pembayaran pajak kendaraan.

    “Untuk terkait PKB itu kewenangan dari Bapenda Banten, sedangkan untuk pelanggarannya kepada pihak kepolisian,” ungkapnya.

    Sementara itu, anggota Ditlantas Polda Banten saat akan diwawancara BANPOS mengarahkan agar wawancara terkait kegiatan Razia tersebut dengan pihak Satlantas Polres Pandeglang.

    Kanit Turjawali Satlantas Polres Pandeglang, IPDA Supriyanto saat ditanya terkait penunjukan lokasi kegiatan Razia pengawasan dan penegakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2019 tentang PKB di tikungan adalah pihak Polda Banten.

    “Dari Polda, sebetulnya (melanggar aturan,red). Terkait itu, karena sudah ada penetapan langsung. Sebetulnya bukan Polda ya, dari Satpol PP bersuratnya ke Polda untuk pendampingan ini. Karena sifatnya mendadak, Cuma untuk masalah ini Satpol PP ini tidak bisa langsung untuk penyelidikan karena PPNS harus didampingi dengan kepolisian untuk penindakan, pemberhentian,” katanya.(dhe/pbn)

  • Soal Mafia Tanah, BPN Diminta Kooperatif

    Soal Mafia Tanah, BPN Diminta Kooperatif

    LEBAK, BANPOS – BPN Lebak diminta untuk kooperatif dengan upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Banten dalam memberantas mafia tanah di wilayah Kabupaten Lebak. Diketahui, Tim Penyelidik Kejati Banten mendapati riwayat transaksi sejumlah Rp15 miliar dari dua rekening bank swasta sebagai alat bukti.

    Kabid Kominfo dan Advokasi Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) Cabang Lebak, Tubagus Tri Apriliandi mengatakan, kasus mafia tanah adalah penyakit lama yang ditutup-tutupi. Menurutnya, banyak masyarakat yang merasa dirugikan oleh Badan Pertanahan Nasional(BPN) Lebak namun tidak pernah ditanggapi dengan serius.

    “Masyarakat sering mengeluh terhadap BPN Lebak ini, masyarakat terdampak tol, terdampak proyek waduk karian misal, tidak sedikit mereka mengadu kepada kami bahwa BPN seperti melakukan kekeliruan yang disengaja,” kata Tubagus kepada BANPOS, Kamis (29/9).

    Ia menjelaskan, tindakan korupsi sangat rawan terjadi di BPN khususnya di Lebak. Ia menerangkan, Tahun lalu pihaknya sudah melakukan penandatanganan pakta integritas antara BPN dan HMI-MPO setelah terjadinya Operasi tangkap tangan(OTT).

    “Tahun lalu Polda dapat OTT di BPN Lebak, memang korupsi ini adalah langganan di BPN. Integritasnya sangat diragukan jika sudah demikian. Kalau memang kepala BPN tak sanggup lebih baik mundur saja dari jabatan,” tandasnya.

    BANPOS mencoba menemui Kepala BPN/ATR Lebak untuk mengkonfirmasi kasus tersebut. Setibanya di kantor BPN Lebak, Kepala BPN Lebak, sedang melakukan rapat bersama dengan pimpinan bidangnya.

    BANPOS kemudian menghubungi melalui panggilan seluler dan diminta untuk menunggu. Setelah menunggu empat jam, Kepala BPN/ATR Lebak, Agus Sutrisno merespon BANPOS melalui pesan WhatsApp. Ia membenarkan kasus yang sedang ditangani oleh pihak Kejati Banten.

    “Betul sekarang sedang dilakukan penyidikan oleh Kejati Banten atas dugaan adanya gratifikasi pengurusan sertifikat di Kabupaten Lebak,” kata Agus.

    Ia menjelaskan, pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin untuk bersikap kooperatif mengatasi kasus ini.

    “Sebenarnya kejadiannya sudah lama, sebelum saya bertugas di kantah Lebak. Tapi menjadi kewajiban saya untuk memperbaiki kinerja teman-teman di kantah lebak dengan menjalankan tugas dengan ikhlas dan memegang teguh nilai-nilai kementerian yaitu melayani, profesional dan terpercaya,” jelas Agus.

    “Kami mendukung langkah2 yg dilakukan kejati banten untuk mengungkap adanya gratifikasi dengan memberikan data2 yg diperlukan oleh kejati Banten dan mempersilakan penyidik menindak ASN yang terlibat,” terangnya.

    Menurutnya, banyaknya kasus pungli di BPN Lebak dikarenakan masyarakat yang masih enggan untuk menyelesaikan keperluannya secara mandiri.

    “Kami mengimbau agar masyarakat mengurus sendiri layanan di bidang pertanahan dengan datang langsung ke loket dan tidak melalui calo,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • Mayoritas Daerah Belum Ada Perlindungan Disabilitas

    Mayoritas Daerah Belum Ada Perlindungan Disabilitas


    SERANG, BANPOS-Mayoritas daerah di Provinsi Banten masih belum maksimal melindungi penyandang disabilitas. Hal ini terlihat dari masih belum adanya regulasi daerah yang mengatur tentang perlindungan hak bagi disabilitas.
    Demikian yang terungkap dalam diskusi publik yang diadakan oleh Pusat Studi dan Telaah Informasi Regional (PATTIRO) Banten dengan tema Urgensi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Pelayanan Dasar Bagi Penyandang Disabilitas di Banten, Kamis (29/9).
    Peneliti PATTIRO Banten, Muntazir menyampaikan bahwa dari 8 kabupaten/kota, hanya 3 kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah (perda) terkait perlindungan hak bagi penyandang disabilitas yaitu, Kota Serang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
    “Namun dari 3 kabupaten/kota tersebut baru Kota Serang yang memiliki peraturan walikota sebagai acuan teknisnya,” ujar Mumu.
    Sementara itu, Provinsi Banten yang juga telah memiliki Perda terkait Perlindungan Penyandang Disabilitas ternyata belum memiliki Peraturan Gubernur sebagai acuan teknisnya.
    “Untuk itu, kami memberikan beberapa rekomendasi kebijakan dalam rangka memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi para penyandang disabilitas,” ucap pria yang akrab dipanggil Mumu ini.
    Yang pertama untuk Pemerintah Provinsi Banten adalah perlu menerbitkan Peraturan Pelaksanaan untuk Perda nomor 14 tahun 2019 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas. Selain itu, Pemprov Banten perlu untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Daerah di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan.
    “Kemudian perlu ada pedoman penyelenggaraan sistem data penyandang disabilitas. Pemprov Banten juga perlu untuk mengalokasikan anggaran pendidikan inklusif tingkat SMA/SMK,” jelasnya.
    Sementara, untuk pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat menerbitkan Peraturan Daerah beserta turunannya tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas di tingkat kabupaten/kota.
    “Selain itu pemerintah kabupaten/kota harus mengalokasikan anggaran pendidikan inklusif tingkat SD dan SMP,” jelasnya.
    Dalam diskusi tersebut, Ketua TP PKK Kota Serang, Ade Jumaiah menyampaikan, terkait perlindungan terhadap penyandang disabilitas di Kota Serang, pihaknya mengaku sudah berusaha untuk memberikan pendampingan kepada penyandang disabilitas.
    “Kami juga melakukan pendampingan kepada salah satu korban pelecehan seksual yang juga penyandang disabilitas,” terangnya.
    Sementara itu, perwakilan dari Setwan Pandeglang, Abdul Bustomi menyampaikan bahwa pihaknya saat ini juga sedang menyiapkan regulasi terkait perlindungan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas.
    “Insyaalah sudah masuk di Bapemperda dan menjadi prolegda tahun 2023,” ungkapnya.
    Ia menyampaikan, akan memaksimalkan dalam pembuatan perda tersebut dengan melakukan riset langsung ke lapangan terkait permasalahan dan kebutuhan penyandang disabilitas.
    Perwakilan dari Setwan Banten, Iwan Bihwan menyampaikan, keberadaan Perda Banten tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas memang harus terus dikawal implementasinya.
    “Kedepannya kita akan mendorong bagaimana implementasi dari perda ini dapat dilaksanakan sehingga dapat memenuhi hak-hak teman-teman difabel,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Al Muktabar Tolak  Lantik Forum CSR Bentukan WH   

    Al Muktabar Tolak  Lantik Forum CSR Bentukan WH  

    SERANG, BANPOS – Pj Gubernur Banten Al Muktabar menolak mengukuhkan kepengurusan Forum Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang sudah dikeluarkan dalam bentuk surat keputusan (SK) oleh Gubernur Wahidin Halim (WH).  Alasanya, penetapan ketua forum tersebut tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

    “Di dalam Perda itu jelas forum CSR pertama kali dibentuk melalui Pergub. Berikutnya forum itu menyusun ADART, itulah yang selanjutnya menjadi panduan forum CSR. Itu yang menjadi acuan saya,” kata Al Muktabar saat ditanya tentang dirinya yang menolak melantik Ketua Forum CSR Banten, Ujang Giri, Kamis (29/9).

    Oleh karena itu, Al Muktabar menekankan, semua pihak harus mengikuti aturan yang berlaku, termasuk Pemprov Banten yang mempunyai aturan tersendiri terhadap tata kelola Forum CSR.

    “Dan semuanya harus sesuai dengan amanat Perda. mari kita baca bersama Perda itu,” katanya.

    Karteker Forum  CSR Provinsi Banten hari ini, Kamis (kemarin, red) menggelar Musyawarah Daerah (Musda) ke-2 di Kota Serang. Karteker berdalih, Musda kedua itu dilakukan berdasarkan Peraturan Mentri Sosial (Permensos) nomor 9 tahun 2020 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha. Padahal, saat ini Pemprov Banten bersama pengurus forum CSR yang pertama sudah menyiapkan draf AD/ART yang dalam waktu dekat akan disahkan. AD/ART itu, berdasarkan Permensos di atas, penting dibuat oleh pengurus CSR pertama  karena  selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar dalam melakukan estafet kepengurusan di forum CSR.

    Ketua Karteker Forum CSR Banten Aldino Kurniawan mengungkapkan, dasar dirinya melaksanakan Musda ini dikarenakan forum CSR yang ada di Banten sudah habis, sementara mereka tidak membentuk AD/ART. Maka dari itu, pengurus pusat akhirnya membentuk Karteker di Provinsi Banten untuk melaksanakan Musda forum CSR untuk melanjutkan kepemimpinan berikutnya.

    “Di Musda ini nantinya akan ada pemilihan ketua, Menyusun program kerja dan membentuk dewan formatur,” katanya.

    Dikatakan Aldino, ada sekitar 35 badan usaha yang hadir dalam Musda ke-2 ini, jika ditambah dengan akademisi dan unsur masyrakat lainnya sampai 41 peserta. Artinya, kepesertaan Musda ini sudah memenuhi aturan yang berlaku.

    Aldino juga menyayangkan ketidakhadiran dari Pemprov Banten dalam Musda itu, padahal posisi pemerintah dalam Forum CSR ini sangat penting sebagai pengawas sekaligus Pembina berjalannya roda organisasi forum CSR. “Kami tidak tahu juga sikapnya Pemprov seperti apa, tetapi normatifnya kami sudah laksanakan dari mulai menembuskan surat Karteker ke Pemprov,” imbuhnya.

    Ujang Giri dihubungi beberapa kali melalui telpon genggamnya tidak merespon. Begitupun pesan singkat yang dikirim tak dibalas.

    Untuk diketahui, Ujang Giri atau yang akrab disapa Ugi, mendapatkan SK penunjukkan sebagai Ketua Forum CSR Banten di saat-saat masa akhir kepemimpinan Gubernur WH. Namun setelah kepemimpinan  beralih Al Muktabar, Ugi tidak kunjung dikukuhkan. Bahkan beberapa kali Ugi melakukan pendekatan sebagai upaya agar dirinya bisa dikukuhkan, tidak juga kunjung direspon. ( RUS/AZM)

     

  • Roadshow KPK Jadi Lelucon

    Roadshow KPK Jadi Lelucon

    SERANG, BANPOS – Roadshow Bus KPK 2022 dengan tema Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi di Banten menjadi perhatian publik. Pasalnya, untuk menyelenggarakan kegiatan itu,  dibutuhkan biaya yang tak sedikit.

    “Idenya bagus, tapi melahirkan sejumlah pertanyaan.  Sebagai Koordinator Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) saya merasa perlu mempertanyakan pembiayaannya,”  kata Uday Suhada dalam siaran persnya, Kamis petang,  Kamis (29/9).

    Dikatakannya, KPK sebagai ruh antikorupsi itu merupakan lembaga yang selama ini mengaung-gaingkan kejujuran dan keterbukaan. Uday menantang lembaga antirasuah tersebut agar membeberkan sumber dana tersebut.

    “KPK dianggap jujur dan sederhana. Yuk kita berani jujur, berapa biaya yang dihabiskan untuk rangkaian arak-arakan, ceremonial di Kota Serang itu. Biaya panggung dan lain-lain,” terangnya.

    Apalagi dalam kegiatan roadshiw Bus KPK tidak sedikit makanan dan tempat yang disinggahi. “Konsumsi, pagelaran kesenian, pengerahan siswa untuk menyambut kehadiran Bus KPK itu dari mana sumbernya? Dari KPK, Pemprov, atau Pemkot Serang?,” ujar Uday seraya mengatakan,  jujur dan sederhana adalah kunci dalam melakukan pendidikan antikorupsi. Bukan dengan hingar-bingar sambutan. 

    Diketahui,  kegiatan Bus KPK diselenggarakan di Kota Serang pada 30 September hingga 2 Oktober 2022, Kota Cilegon 4 sampai 5 Oktober 2022 dan Kota Tangerang Selatan 7 sampai 9 Oktober 2022.

    Adapun beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan Road Show Bus KPK  diantaranya Edukasi Antikorupsi  Tenaga Pendidikan, Sosialisasi Aksi Aparatur Daerah, Kampanye Sosialisasi Aksi Masyarakat Umum, Diskusi Publik dan Pameran Pelayanan Publik. 

    Tidak hanya itu, ddalam Road Show Bus KPK juga akan berkunjung ke Pondok Pesantran, sebagai ikon Provinsi Banten yang dikenal dengan Kota Santri 1000 Pesantren 1000 kyai. (RUS/AZM)