Rencana pengadaan sepeda listrik untuk RT/ RW se Pandeglang pada tahun anggaran 2023 dicurigai oleh masyarakat sipil akan membawa misi terselubung dikarenakan adanya beberapa indikator yang dapat membuat pengadaan ini tidak berfaedah.
Perkumpulan NALAR Pandeglang mencium setidaknya ada dua hal yang dikhawatirkan dalam pengadaan sepeda listrik ini.
“Yang pertama adalah adanya kemungkinan mengincar fee dari pengadaan ini. Setelah kami berdiskusi sebelumnya pada tanggal 17 Agustus kemarin, didapatkan dugaan ada sekitar Rp9 miliar yang akan menjadi fee. Selain itu, yang kedua adalah ini terlihat untuk merapatkan barisan RT/ RW menjelang pemilu tahun 2024,” terang Ketua Perkumpulan NALAR Pandeglang, Rudi Yana Jaya kepada BANPOS, Kamis (18/8).
Ia menyampaikan, berdasarkan hasil penelusurannya kepada beberapa RT/ RW yang ada di Pandeglang, khususnya di daerah selatan, pengadaan sepeda listrik ini ditolak oleh mereka.
“Kita ketahui, saat ini infrastruktur di Pandeglang tidak baik. Jadi kebijakan pengadaan sepeda listrik ini sangatlah aneh. Kalau memang mau membantu RT/ RW, mereka menginginkan lebih pada adanya kenaikan insentif,” jelasnya.
Untuk menguatkan kritikannya tersebut, pihaknya sudah melakukan lomba selfie di jalan rusak Pandeglang yang kedepannya akan berkolaborasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) dalam rangka menyindir kebijakan ini.
“Baru dibuka dua hari, sudah sekitar dua puluh foto yang masuk. Nanti kami akan pajang besar di lokasi yang langsung terlihat oleh masyarakat luas untuk menunjukkan kondisi yang saat ini terjadi,” terangnya.
Hal senada disampaikan oleh Deputi Direktur Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Amin Rohani. Ia menyampaikan bahwa sesungguhnya pengadaan sepeda listrik ini merupakan kebijakan yang tidak memiliki landasan analisis yang jelas dan tidak pro terhadap kebutuhan masyarakat Pandeglang saat ini.
“Memang jika dilihat dari keseluruhan APBD Pandeglang, angka ini bisa jadi seperti kata bupati, tidak terlalu besar. Namun yang perlu diingat, PR Pandeglang terkait infrastruktur jalan masih banyak. Misalnya masih ada ibu hamil yang harus ditandu ke fasilitas kesehatan dikarenakan belum baiknya infrastruktur,” ujar Amin yang juga merupakan anggota KMSB tersebut.
Ia menyampaikan, seharusnya tentang kenaikan insentif bisa didahulukan, karena hal tersebut dapat digunakan dengan menyesuaikan medan yang dihadapi oleh RT/ RW tersebut.
“Memang besar kemungkinan mayoritas RT/ RW akan menolak, karena manfaat dari sepeda listrik ini tidak merata bagi seluruh daerah, hanya di daerah-daerah tertentu saja. Jadi sebaiknya memang kenaikan insentif yang akan lebih meluweskan para RT/ RW untuk menggunakan dananya yang disesuaikan dengan lokasi dan medan yang dihadapi,” paparnya.
Sementara itu, Ketua KMSB, Uday Suhada menilai bahwa secara objektif sepeda listrik tersebut bukan menjadi kebutuhan dari para RT RW namun hanya kepentingan proyek yang bernilai miliaran rupiah.
“Saya tidak habis pikir, apa Bupati Irna dan sebagian besar anggota DPRD Pandeglang yang katanya terhormat itu tidak membayangkan, bagaimana sepeda yang peruntukannya digunakan di jalan mulus, kemudian harus melintasi jalan berlumpur, tanjakan, rusak? Mikir yang logis lah, malu sama rakyat,” ujar pria yang juga merupakan Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) tersebut.
Menurutnya, Pemkab Pandeglang terkesan tidak belajar dari kegagalan kebijakan pengadaan yang sama sebelumnya. Dimana pengadaan kendaraan operasional RT/ RW ternyata tidak mendongkrak kinerja dan malah terkesan menghamburkan APBD.
“Ingat saat Bupati Dimyati belikan para RT sepeda tahun 2007 dulu? Bukannya mendongkrak kinerja mereka, yang terjadi hanyalah penghamburan uang rakyat. Ini mau diulang, kan konyol,” tegas Uday.
Ia menyatakan, saat ini pemenuhan kebutuhan dasar di Pandeglang masih penting, soal sarana dan prasarana pendidikan serta pelayanan kesehatan.
“Andai uang sebesar Rp 38 milyar itu dimanfaatkan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan rakyat di seluruh Puskesmas dan RSUD Berkah dan RS Aulia, itu akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu sebelumnya, video seorang RT Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, yang sedang ditanya bakal dibelikan sepeda listrik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, viral di media sosial (Medsos) baik Facebook, WhatsApp (WA) dan lainnya.
Di video yang diunggah salah satu akun facebook, dengan nama akun Haji Bojes, terlihat seorang RT tetap kekeuh menolak pembelian sepeda listrik tersebut.
Dalam video itu ia mengaku, bernama Kurdi. Ia menilai, sepeda listrik yang bakal dibelikan itu tidak ada gunanya. Bahkan ia lebih menginginkan, dibelikan handphone saja.
“Sepeda listrik teu aya gunaan lah, teu efektif. Lamun bisa aya penggantina atawa tuker jeung handphone. Jadi cocok keneh HP (sepeda listrik tidak ada gunanya dan tak efektif, kalau bisa diganti saja atau tuker dengan handphone. Jadi lebih cocok handphone),” kata Kurdi, dalam videonya yang beredar di Medsos.
Saat ditanya lagi, lebih baik sepeda listrik atau penambahan insentif, ia tetap kekeuh menginginkan handphone. Dengan alasan, handphone lebih berguna dibanding sepeda listrik dengan kondisi jalan di wilayahnya masih rusak.
“Mending HP dibanding sepeda listrik, karena jalan di Kampung rusak, moal aya gunaan (tidak ada gunanya),” tegasnya, menolak sepeda listrik.(PBN/BNN)