Penulis: Gina Maslahat

  • Anggota Dewan Minta Samsat Sebanten di Audit

    Anggota Dewan Minta Samsat Sebanten di Audit

    SERANG, BANPOS – Dugaan kerugian negara dari kasus pembajakan pajak di Samsat Kelapa Dua pada Bapenda Banten, yang saat ini tengah dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) berimbas, adanya kemungkinan penyalahgunaan di samsat-samsat lainya.

    Ketua DPRD Banten, Andra Soni, Rabu (13/7) mengungkapkan adanya pembengkakan kerugian negara yang diakui oleh Bapenda sebesar Rp5,9 miliar, namun hasil audit Kejati Rp10, 5 miliar membuat pihaknya terkejut, serta berjanji akan meningkatkan pengawasan  di sektor pendapatan.

    “Kita percayakan APH (aparat penegak hukum). Paling tidak, dengan kejadian itu, fungsi pengawasnya lebih ditingkatkan lagi. Saya yakin mereka (Kejati Banten) sudah ke arah sana (melakukan audit ke semua samsat-samsat), yang kita khawatirkan itu (terjadi pembajakan pajak di samsat lain). kita menghormati upaya hukum yang dilakukan oleh kejaksaan,” katanya.

    Oleh karena itu, Andra meminta kepada semua pihak dan masyarakat untuk tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Namun  sayangnya, politisi Gerindra tersebut enggan menanggapi perlunya sejumlah pejabat di Bapenda dinonaktifkan.

    “Sudah ada tersangkanya kan. Kalau pejabat- pejabat itu kan sebagai saksi. Makanya kami menyampaikan menghormati proses hukum, biarkan hukum berjalan, kita lihat saja nanti diproses persidangan,” jelasnya.

    Ketua Komisi III DPRD Banten, M Faizal mengaku sudah melakukan kunjungan kerja ke Samsat Kelapadua di Kabupaten Tangerang. Hasilnya, mereka berjanji akan meningkatkan dan memperbaiki kinerjanya.

    “Komisi III, beberapa waktu lalu setelah  adanya kejadian itu (pembajakan samsat Kelapadua) langsung kesana, dan pegawai disana menyampaikan capaian kinerjanya, dan mengatakan akan memberikan pelayanan terbaik termasuk kinerjanya,” ujarnya.

    Disinggung mengenai perlu tidaknya audit seluruh pendapatan di samsat-samsat, politisi Golkar ini bahkan meminta inspektorat segera melakukan hal tersebut.

    “Inspektorat harus mengaudit semua pendapatan di samsat, biar jelas serta menjawab dugaan masyarakat, kalau kasus samsat Kelapa Dua itu, apakah terjadi atau tidak di samsat lainnya. Dan bukan hanya audit pendapatanya, tapi juga sistem yang ada. Bapenda secara keseluruhan harus mengevaluasi samsat-samsat,” katanya.(RUS/PBN)

  • Tersangka Kasus Korupsi Bulog, Subdivre Serang Diburu Kejati Banten

    Tersangka Kasus Korupsi Bulog, Subdivre Serang Diburu Kejati Banten

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten membongkar dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan beras dan hasil gilingan gabah Perum Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) Serang tahun 2016. Saat ini, perkara tersebut tengah dilakukan penyidikan oleh Kejati banten.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa pada 2016 lalu, Perum Bulog Cabang Serang menggelar kegiatan pengadaan beras dalam negeri dan hasil giling gabah. Dalam kegiatan tersebut, terdapat aliran dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

    “Bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat uang muka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dipergunakan sebagian atau seluruhnya dan diduga telah digunakan untuk keperluan pribadi oknum,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/7).

    Menurutnya, penyidik menemukan adanya uang muka percepatan pengadaan beras, yang sisanya digunakan oleh oknum untuk kepentingan pribadi. Padahal seharusnya, sisa uang muka tersebut disetorkan kembali kepada Subdivre Serang.

    “Terdapat sisa uang muka yang belum dipergunakan oleh satker untuk percepatan pengadaan beras, namun kenyataannya pengadaan beras tidak dapat dipenuhi, dan seharusnya dana yang tidak digunakan tersebut harus segera dikembalikan/disetor ke Divre/Subdivre selambat-lambatnya 15 hari kalender,” ucapnya.

    Ivan mengklaim penyidik Kejati Banten telah mengantongi dua alat bukti yang cukup berdasarkan hasil penyelidikan, yang menjadikan perkara dugaan korupsi tersebut meningkat jadi tahap penyidikan.

    “Diduga telah terjadi penyimpangan dan penggelapan terhadap uang muka Pengadaan Beras Dalam Negeri (ADA DN) dan Kekurangan Penyerahan Beras Hasil Giling (HGL) sehingga berpotensi mengakibatkan timbulnya Kerugian Keuangan Negara,” terangnya.

    Saat ini, tim penyidik Kejati Banten tengah memburu calon tersangka untuk dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, dan berupaya untuk menyelamatkan keuangan negara yang terjadi akibat tindak pidana korupsi itu.

    “Tim Penyidik pada AsIsten Tindak Pidana Khusus secara profesional, cepat dan terukur untuk mengungkap dan menemukan calon tersangka, serta melakukan tindakan hukum maupun penyelamatan keuangan negara,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Anggaran Pemilu di Banten Tembus Rp800 Miliar, 68% untuk Honor

    Anggaran Pemilu di Banten Tembus Rp800 Miliar, 68% untuk Honor

    SERANG, BANPOS – Anggaran untuk pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024 di Provinsi Banten menembus angka Rp800 miliar. Dana tersebut diketahui digunakan untuk tiga lembaga dan 68 persen untuk honorarium.

    Ketiga lembaga tersebut yakni, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kepolisian , dengan kisaran  bervariatif.

    Ketua DPRD Banten, Andra Soni, Rabu (13/7) membenarkan usulan kebutuhan anggaran untuk Pilkada serentak 2024 di Banten hampir Rp800 miliar.

    “Dari KPU  diatas Rp500 miliar. Bawaslu kita belum dapat usulan resmi, kisaranya diatas Rp100 miliar, dan belum lagi pengamanannya, dibutuhkan totalnya Rp700 miliar sampai Rp800 miliar,” katanya.

    Ia menjelaskan, kebutuhan anggaran untuk hajat Pilkada dan Pemilu secara serentak tersebut di wilayah Provinsi Banten, merupakan amanat dari Permendagri Nomor 54 tahun 2019 tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kita diwajibkan  mengalokasikan  dalam bentuk dana cadangan.

    “Dana cadangan amanat dari Permendagri 54 bahwa penyelenggaraan pemilu Pemda Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyiapkan anggarannya,” ujarnya.

    Lantaran dananya tidak sedikit, dan memerlukan koordinasi dan pembahasan  cukup panjang antara pemprov, pemerintah kabupaten/kota dan DPRD, maka dana cadangan tersebut harus dibuatkan payung hukum berupa peraturan daerah (Perda).

    “BapemPerda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) DPRD Banten sudah menerima  naskah akademiknya, kita lihat seperti apa nanti harmonisasinya,” katanya.

    Akan tetapi lanjut Andra yang merupakan politisi Gerindra ini, pemprov sendiri akan menyiapkan dana cadangan tidak hanya satu atau dua kali mata anggaran. Akan tetapi sampai enam mata anggaran.

    “Tahapan Pilkada serentak ini kan sudah berjalan di tahun ini oleh KPU, makanya tidak bisa dilakukan dalam satu mata anggaran,sehingga dibuatkan Perda yang memayungi. Untuk enam mata anggarannya sendiri dimulai dari APBD perubahan 2022, APBD murni 2023, APBD perubahan 2023, APBD murni 2024, APBD perubahan 2024 dan APBD murni 2025,” ujarnya.

    Disinggung mengenai komposisi atau sharing cost untuk penganggaran antara provinsi dengan kabupaten/kota, Andra mengaku hal tersebut akan diketahui setelah ada pembahasan dengan semua pihak.

    “Kita belum tahu. Insyaallah keuangan Pemprov Banten mampu. Paling besar untuk honor-honor KPPS. Sharing cost nya nanti akan dilihat. Rumusannya memang nanti datangnya dari pemprov,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua KPU Banten, Wahyul Furqon menjelaskan, kebutuhan anggaran Pilkada serentak  2024 sebagian besar untuk biaya honor. Ditambah lagi,

    di Provinsi Banten ada 24 ribu TPS (Tempat Pemungutan Suara). Masing-masing TPS terdiri dari sembilan orang KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).

    “Sehingga kebutuhan anggaran 2024 naik dua kali lipat dibandingkan Pilgub Banten 2017,” tuturnya.

    Wahyul melanjutkan, dari anggaran yang diusulkan, porsi anggaran terbesar untuk honorarium badan adhoc yang mencapai 68,19 persen.

    Sisanya untuk perencanaan anggaran selama tahapan persiapan dan pelaksanaan sekira 29 persen dan untuk operasional perkantoran sekitar dua persen.

    “Memang kebutuhan Pilgub Banten 2024 cukup besar, karena KPU Banten juga harus membantu KPU kabupaten/kota yang juga melaksanakan pilbup dan pilwalkot,” katanya.(RUS/PBN)

  • Kota Serang Ancam Boikot Atletik di Porprov Banten 2022

    Kota Serang Ancam Boikot Atletik di Porprov Banten 2022

    SERANG, BANPOS – Jelang perhelatan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) VI Banten, Kota Serang mengancam tak ambil bagian di cabang olahraga (cabor) atletik. Hal ini disampaikan Sekretaris KONI Kota Serang DN Hamzah.

    Kata dia, itu awalnya dilandasi hasil dari Chef de Mission (CdM) Meeting II akhir pekan lalu bersama tuan rumah Kota Tangerang. Di mana cabor atletik dipertandingkan namun dengan batasan usia 19 tahun.

    Nah, setelah dari sana, lanjut Hamzah, para pimpinan KONI Kota Serang melakukan Rapat Terbatas (Ratas) dan memanggil Pengurus Cabang Persatuan atletik Seluruh Indonesia (Pengcab PASI) Kota Serang.

    “Hasilnya, unsur pimpinan KONI Kota Serang sepakat tak akan ambil bagian bila peraturan tersebut tidak diganti. Ini pelaksanaan Porprov yang muaranya ke Pekan Olahraga Nasional (PON) bukan tingkat pelajar. Bila pelajar itu ada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda),” ucapnya.

    Jadi ia meminta kepada Kota Tangerang selaku tuan rumah dan Pengurus Provinsi (Pengprov) PASI Banten untuk segera mengubahnya karena tahapan entry by number sudah dimulai sejak 11 sampai 22 Juli mendatang.

    Bila tidak diiNdahkan, pensiunan Polisi tersebut memastikan KONI Kota Serang akan melayangkan surat protes resmi kepada Kota Tangerang dalam waktu dekat dan mengancam tidak mendaftarkan diri di cabang tersebut.

    Hal senada disampaikan Wakil Ketua I, Dhany Okta Ramdhani. Dirinya sangat menyayangkan ada batasan usia 19 tahun. “Setau saya, cabor atletik memang ada batasan untuk ke PON yaitu 18 sampai 35 tahun. Tapi kenapa Porprov VI malah maksimal 19 tahun,” ujarnya.

    Sementara salah satu pengurus atletik Kota Serang, Wildan Qohhar menceritakan, pada pertemuan pertama antara Pengprov PASI Banten dengan perwakilan delapan kabupaten/kota, tujuh daerah menolak keras under-20 tahun. Bahkan surat keberatan sudah dilayangkan ke Organizing Committee (OC) Porprov VI Banten tapi tidak digubris. 

    Nah, karena penolakan masih berlanjut, pada Jumat (15/7) akan ada pertemuan kedua membahas batasan usia.

    “Saya dan enam pengcab PASI lainnya akan tetap pendirian pada menolak under-20 tahun. Bila tetap tak digubris, ya sepakat tak ikut di Porprov VI,” tegasnya.

    Soalnya, diakui Wildan, peluang medali emas Kota Serang akan banyak yang hilang. Salah satunya dari atlet andalan Budiman Holle peraih medali emas PON.(cmb/ENK/BNN)

     

     

  • Al, WH dan Andika Diminta Hadiri Persidangan Gugatan Pengangkatan PJ Gubernur Banten di PTUN Jakarta

    Al, WH dan Andika Diminta Hadiri Persidangan Gugatan Pengangkatan PJ Gubernur Banten di PTUN Jakarta

    SERANG, BANPOS  — Sidang perdana gugatan terhadap Keputusan Presiden Jokowi atas pengangkatan Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (13/7).

    Sidang yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB itu beragendakan pemeriksaan pendahuluan persiapan gugatan.

    Dalam sidang yang berlangsung sekitar 45 menit itu, hadir pihak penggugat Ketua DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Banten, Rizki Aulia Rohman dan kuasa hukum penggugat Raden Elang Yayan Mulyana serta Satria Pratama. Sementara dari pihak tergugat diwakili oleh kuasa hukum dari Kementerian Sekretariat Negara (Mensesneg) sebanyak dua orang.

    “Dalam sidang tadi, hakim memeriksa berkas gugatan kami. Hasilnya 99 persen diterima, hanya tinggal sedikit perlu perbaikan,” kata Raden Elang Yayan Mulyana  dalam siaran persnya yang diterima BANPOS.

    Ia menjelaskan, dalam sidang selanjutnya, diagendakan pada Rabu, 20 Juli mendatang. Dalam sidang itu, selain pihak tergugat, hakim akan memanggil Pj Gubernur Banten Al Muktabar, mantan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), dan mantan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy.

    Kuasa hukum penggugat lainnya, Satria Pratama menambahkan, sidang gugatan yang telah teregister dengan nomor nomor perkara 202/G/2022/PTUN.JKT berjalan lancar sesuai harapan pihaknya.

    “Langkah yang kami lakukan sebagai lawyer yaitu memberikan pembelajaran hukum (kuasa hukum) dan politik kepada masyarakat Banten, karena hak-hak yang kami gunakan adalah hak konstitusional untuk menguji objek sengketa yaitu keputusan Presiden RI atas pengangkatan penjabat gubernur Banten,” katanya.

    Sementara Ketua DPC Permahi Banten, Rizki Aulia Rohman mengaku lega karena sidang perdana berjalan lancar. “Pengangkatan Penjabat Gubernur Banten telah merugikan hak demokrasi masyarakat Banten. Karena dalam melakukan pengangkatan penjabat gubernur harus memuat aturan pelaksana terkait mekanisme pemilihan yang terbuka, transparan dan akuntabel sehingga tidak menggeser prinsip demokrasi,” katanya.

    Untuk diketahui, objek gugatan perkara tersebut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur Banten tanggal 9 Mei 2022.

    “Keppres tersebut telah menghilangkan hak suara masyarakat Banten dalam menentukan dan memilih Kepala Daerah. Sebab, hak memilih dan dipilih merupakan hak konstitusional warga negara yang diakui sebagai bagian dari hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, sebagaimana dijamin UUD 1945, hal itu dilakukan demi menghasilkan pejabat publik yang berintegritas,” terang Rizki.

    Jika pengangkatan Penjabat Gubernur Banten tanpa melalui mekanisme asas-asas demokrasi, Rizki khawatir, pejabat publik yang dihasilkan memiliki conflict of interest, sehingga dapat memicu penyalahgunaan wewenang oleh penjabat Gubernur Banten dalam mengeluarkan keputusan dan tindakan penyelenggaraan pemerintah yang kemudian berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat Banten.

    Kepres tersebut, terang Yayan, bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Sebab, Keppres tersebut, tidak memperhatikan secara cermat dan meneliti semua kepentingan masyarakat umum, serta memperhitungkan hilangnya hak memilih dan dipilih.

    “Penunjukkan penjabat Gubernur Banten tanpa melalui mekanisme yang terbuka, transparan, dan demokratis dapat memicu terjadinya kegaduhan di pemerintahan provinsi Banten yang berdampak pada terganggunya pelayanan publik, sehingga merugikan hak masyarakat banten,” ucapnya.

    Sehingga, menurutnya, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, agar tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.

    Sebab itu, dalam petitum gugatannya, Permahi meminta hakim PTUN Jakarta untuk menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Keputusan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor.48/P Tahun 2022 Tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tanggal 9 Mei 2022. Termasuk Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor.50/P Tahun 2022 Tentang Pengangkatan Pejabat Gubernur dengan lampiran No.1. atas nama Al Muktabar, M.Sc tanggal 9 Mei 2022.

    Serta, meminta PTUN Jakarta untuk mewajibkan kepada Presiden Jokowi mencabut Surat Keputusan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor.48/P Tahun 2022 tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tanggal 9 Mei 2022 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor.50/P Tahun 2022 Tentang Pengangkatan Pejabat Gubernur dengan lampiran No.1.An. (Al Muktabar, M.Sc.) tanggal 9 Mei 2022.

    Pj Gubernur Banten Al Muktabar dihubungi melalui telepon genggamnya tidak merespon.(RUS/PBN)

  • Penegak Hukum Diminta Tutup Kasus Pencabulan Dengan Mediasi

    Penegak Hukum Diminta Tutup Kasus Pencabulan Dengan Mediasi

    PANDEGLANG, BANPOS-Setelah sebelumnya kepolisian berhasil menangkap pelaku dan buronan dugaan kasus pencabulan di dua lokasi yang berbeda, yaitu Pandeglang dan Kabupaten Serang. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pandeglang kembali berhasil menangkap pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur. Kembali terjadinya pencabulan dan kekerasan seksual ini dikecam oleh banyak pihak dan diminta agar aparat penegak hukum (APH) dapat menutup jalur mediasi.

    Terduga pelaku pencabulan, BA (20) warga Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, ditangkap oleh Satreskrim Polres Pandeglang pada Senin (11/7) lalu. Kasatreskrim Polres Pandeglang, AKP Fajar Maulidi membenarkan bahwa pihaknya telah mengamankan pelaku dan menyerahkannya kepada unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polres Pandeglang.

    “Benar telah diamankan pelaku pencabulan berinisial BA yang telah mencabuli anak berusia 15 tahun, pelaku diamankan dan diserahkan ke unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Satreskrim Polres Pandeglang oleh keluarga korban pada Senin (11/07) lalu,” kata Fajar di Mapolres Pandeglang, Rabu (13/7).

    Dijelaskannya, penangkapan terhadap pelaku dilakukan setelah pihak keluarga korban melaporkan pelaku setelah korban mengeluh mengalami sakit pada bagian kelaminnya.

    “Pencabulan dilakukan sebanyak dua kali, dengan adanya kejadian tersebut korban mengeluh mengalami sakit dibagian kelamin,” jelasnya.

    Menurutnya, modus yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban adalah berjanji akan menikahi korban setelah melakukan aksi bejatnya terhadap korban.

    “Modus dari pelaku adalah menjanjikan kepada korban akan menikahi korban setelah melakukan aksi tersebut,” ujarnya.

    Sementara itu, Kapolres Pandeglang, AKBP Belny Warlansyah mengatakan, dengan adanya kejadian kekerasan seksual yang terjadi wilayah hukumnya, pihaknya merasa geram dan mengimbau kepada masyarakat agar lebih ketat lagi menjaga anak-anaknya Ketika berada dirumah maupun diluar rumah.

    “Imbauan untuk masyarakat agar lebih ketat menjaga keluarganya, ini kejahatan yang sangat serius karena sangat merusak generasi muda kita,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Provinsi Banten Neng Farida, mengecam keras para pelaku tindak kekerasan seksual maupun tindak kekerasan kepada perempuan dan anak. Termasuk kasus yang baru-baru ini terekspos, ia meminta agar seluruh pelaku ditindak tegas tanpa pandang bulu.

    Perempuan yang akrab disapa Ida ini juga menyebut bahwa Banten saat ini darurat kekerasan seksual dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Tak hanya itu, ia mengungkap di Provinsi Banten khususnya di Kota Serang banyak kasus pencabulan pada anak dan remaja, dengan pelakunya kebanyakan orang-orang terdekat.

    Mirisnya, kasus pelecehan seksual juga sudah merambah ke dunia Pendidikan. Sudah banyak terjadi kasus di lingkungan pendidikan seperti Pondok pesantren, lingkungan kampus, dan sekolah.

    “Kami dari RPA Banten sangat sangat mengecam keras para pelaku tindak kekerasan seksual dan kekerasan kepada perempuan dan anak. Hari ini banyak kasus pencabulan yang bahkan para pelakunya adalah orang-orang terdekat, dan ini ada aduannya masuk ke kami,” ujarnya, Rabu (13/7).

    Menurutnya, menjadi perhatian bagi semua pihak bahwa di Banten ini banyak sekali kasus asusila, pelecehan seksual dan tindak kekerasan seksual terutama kekerasan kepada anak. Menjadi perhatian bersama dari semua pihak mulai dari masyarakat sipil, aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kepolisian, termasuk lembaga-lembaga yang konsen terhadap isu-isu perempuan dan anak.

    Ida menyebut proses dalam penanganan kasus kekerasan seksual kurang maksimal dalam penanganan. Hal itu dilihat masih adanya jalur musyawarah dari pelaku kepada korban yang bahkan tidak memikirkan si korban ini mengalami trauma atas perbuatan pelaku.

    Ia mengungkapkan, tidak adanya APH yang berpihak pada korban dapat dilihat dengan mudahnya dilakukan mediasi oleh penegak hukum yang memang seharusnya memproses secara hukum. Akan tetapi dibawa jalur kekeluargaan, bahkan ada yang sampai dinikahkan secara siri.

    “Apalagi waktu itu yang terjadi di Kecamatan Kasemen yang kasus gadis difabel. Dari situ saja sudah terlihat bahwasanya para penegak hukum, para lembaga yang memang konsen terhadap isu-isu perempuan dan juga anak ini sangat-sangat kurang maksimal,” tegasnya.

    Secara tegas Ida meminta kepada APH agar lebih mengetahui, lebih memahami apa saja hak-hak korban daripada pelecehan seksual maupun pencabulan. Jangan malah ketika misal adanya laporan, tapi seolah-olah seperti tidak ditanggapi secara serius.

    “Begitu juga dengan lembaga-lembaga seperti PPA, itu juga harus lebih pro terhadap korban, harus lebih progres dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang ada di Banten ini,” katanya.

    Terpisah, Pegiat PATTIRO Banten, Bella Rusmiyanti, menyikapi kasus pencabulan yang saat ini terus meningkat. Ia meminta agar hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil.

    Bella mengatakan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur perihal hak warga negara untuk bebas dari kekerasan seksual. Pasal 28B UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    “Perempuan dan anak anak  dianggap sebagai manusia yang paling lemah sehingga banyak sekali terjadinya penindasan. Kondisi tersebut yang dapat menimbulkan risiko terjadinya gangguan-gangguan termasuk yang berhubungan dengan seksualitas, seperti pencabulan, pemerkosaan, pelecehan seksual, aborsi, pelacuran dan perdagangan perempuan,” jelasnya.

    Menurutnya, kejahatan yang kerap terjadi kepada perempuan yaitu pencabulan yang merupakan salah satu penghambat kemajuan dan menghalangi hak asasi dan kebebasan untuk tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.

    “Pencabulan merupakan suatu perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan juga termasuk persetubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki atau suatu kelompok orang tertentu terhadap perempuan dalam bidang seksual yang bersifat mengintimidasi secara non fisik dan secara fisik yang tidak disukai oleh korban karena dianggap sebagai penghinaan dan mencoreng nama baik,” jelas Bella.

    Bella mengungkapkan, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Banten khususnya di Kabupaten Pandeglang menjadi keprihatinan untuk semua pihak. Namun di Indonesia, hukum yang diduga dapat menjadi solusi dalam penanganan kasus kekerasan seksual, dinilai belum cukup mumpuni untuk menghentikan maraknya kasus tersebut.

    “Dalam hal ini seharusnya aparat hukumlah yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan melalui jalur hukum, yang dimana tahapannya adalah: Penyelidikan, Penyidikan, Pemeriksaan saksi korban, Pemeriksaan tersangka, Cek TKP, Pemeriksaan visum pada korban, Pemberkasan (P21), Lalu kemudian diserahkan kepada kejaksaan negeri,” jelasnya.

    Ia menegaskan, hukum harus ditegakkan untuk memberikan keadilan bagi para korban kekerasan seksual.  Dukungan dan kerjasama dari masyarakat serta sinergi dan kontribusi para APH juga menjadi salah satu upaya dalam mengatasi dan mengurangi kejahatan kekerasan seksual.

    “Di sisi lain, kita juga wajib melaporkan segala apapun ketika kita mengalami atau melihat serta mendengar kasus kekerasan seksual atau pencabulan,” ucapnya.

    Menurutnya, upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap anak bukan hanya tugas orang tua dan masyarakat, tetapi negara ikut andil dalam hal tersebut. Langkah pemerintah dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak yakni dengan menerapkan sanksi yang lebih keras kepada pelaku sebaiknya diikuti dengan beberapa langkah strategis lainnya. Di bidang pencegahan, pemerintah bisa secara aktif melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

    “Pemerintah juga dapat menerapkan pendidikan pengenalan organ tubuh kepada anak di usia dini agar mereka tahu organ tubuhnya yang boleh atau tidak boleh dilihat atau disentuh orang lain dan cara terhindar dari kekerasan seksual,” terangnya.(MUF/DHE/PBN)

  •  Pelimpahan Aset Pemkab ke Pemkot Serang Terganjal Sertifikasi

     Pelimpahan Aset Pemkab ke Pemkot Serang Terganjal Sertifikasi

     

    SERANG, BANPOS – Sejumlah aset pelimpahan dari Kabupaten Serang belum memiliki dokumen lengkap. Sehingga ribuan aset di Kota Serang belum bisa disertifikasi karena belum ada bukti kepemilikan tanah yang telah dilimpahkan dari Kabupaten Serang ke Kota Serang.

    Hal itu terungkap dalam kegiatan rapat koordinasi, monitoring dan evaluasi program pemberantasan korupsi terintegrasi Pemkot Serang, Rabu (13/7) yang dihadiri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melalui Satgas Korsupgah wilayah II beserta tim di Aula Setda Kota Serang. 

    Dari total 2.640 bidang tanah di Kota Serang, baru 6 persen yang sudah memiliki sertifikat atau sekitar 150 bidang tanah. Tahun 2022, Pemkot Serang baru menargetkan tahun 2023, seluruh aset berupa bidang tanah di Kota Serang sudah bersertifikat.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengakui bahwa banyak kendala yang harus diselesaikan dalam proses sertifikasi aset. Tak hanya itu, ia juga mengungkap adanya kesalahan komunikasi karena yang mengurusi sertifikasi lebih dari satu orang.

    “Sertifikasi banyak kendala yang harus kita penuhi. Jadi ada persyaratan-persyaratan dan ada miss. Menyikapi dari pembicaraan KPK, harus ada satu orang yang ditugaskan untuk penyelesaian masalah aset, terutama sertifikasi masalah aset,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa sertifikasi ini masih jauh dari 100 persen. Oleh sebab itu, pihaknya akan mempercepat proses sertifikasi dengan menempatkan satu orang dari bidang aset yang akan menangani persoalan tersebut.

    “Sertifikasi  ini masih 6 persen, jadi masih jauh dari 100 persen. Jadi harus kita kejar minimal satu tahun 500 harus selesai, maksimalnya 1000 bidang  akan kita kejar di perubahan ini di tahun 2023,” tuturnya. 

    Asda 1 Kota Serang, Subagyo, mengungkapkan bahwa salah satu persyaratan dalam proses sertifikasi aset berupa bidang tanah adalah adanya pemilik secara jelas yang dibuktikan dengan dokumen. Karena hal itu menjadi salah satu persyaratan, menjadi warkah dalam proses pensertifikatan aset.

    “Ada berbagai kendala sebetulnya, pertama kaitan dokumen. Penyerahan dokumen yang dari kabupaten masih banyak aset yang ternyata belum ada dokumennya, dokumen alas hak, baik itu SPH, AJB atau yang lain,” ungkapnya.

    Kaitannya dengan penempatan salah satu staf bidang aset di BPN, KPK menyarankan hal tersebut agar proses pensertifikatan dapat lebih lancar. Sebab, untuk mengurusi pensertifikatan dibutuhkan komunikasi yang intens agar mempercepat proses pembuatan sertifikat.

    “Kaitan dengan mungkin komunikasi, dari KPK menyarankan agar menugaskan salah satu staff yang ada di aset untuk bisa ada di kantor BPN, biar komunikasinya mungkin lebih nyambung. Misalkan mau mengurus aset, kekurangan dokumen apa yang harus dilengkapi, itu kan harus intens komunikasinya,” jelasnya. 

    Kepala Satgas Korsupgah wilayah II, Agus Priyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya menekankan dalam pengelolaan aset agar dapat lebih baik lagi. Baik sertifikasi maupun pemanfaatanya, termasuk juga penyerahan fasos fashum dari pengembang yang harus diserahkan kepada Pemerintah darerah.

    “Sehingga Pemerintah daerah bisa melakukan intervensi misal ada keluhan dari masyarakat, perbaikan. Sehingga nantinya Pemda bisa menganggarkan,” ujarnya.

    Ia juga menyoroti masih rendahnya sertifikasi aset di Kota Serang. Sehingga pihaknya meminta agar target pensertifikatan aset bisa dimaksimalkan.

    “Kami meminta agar target sertifikasi dinaikkan, agar secara legalnya clear dan bisa dimanfaatkan oleh pemerintah,” tandasnya.

    Dalam kesempatan tersebut, KPK RI membahas 7 area rawan korupsi antara lain area perencanaan dan penganggaran APBD, area pengadaan barang dan jasa, area perizinan, area pengawasan APIP, area manajemen ASN, area optimalisasi pendapatan dan area manajemen aset daerah. (MUF/AZM)

  • Tingkatkan pelayanan masyarakat, PMI Banten bangun Klinik Hemodialisa

    Tingkatkan pelayanan masyarakat, PMI Banten bangun Klinik Hemodialisa

     

    WALANTAKA, BANPOS- Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Banten terus meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satunya dengan mulai membangun fasilitas kesehatan berupa klinik hemodialisa di lingkungan Markas PMI Banten, di Kawasan Kalodran, Kecamatan Walantaka, Kota Serang. 

    Peletakan batu pertama pembangunan klinik tersebut dilakukan langsung Ketua PMI Provinsi Banten Ratu Tatu Chasanah bersama Ketua Bidang Kesehatan dan Sosial PMI pusat Profesor Fahmi Idris dan sejumlah perwakilan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Banten, Rabu (13/7). 

    Ketua Bidang Organisasi PMI Banten sekaligus Ketua Pelaksana Pembangunan Klinik Hemodialisa PMI Banten, Amrin Nur mengatakan, semua program kerja PMI Banten satu per satu dilaksanakan dengan baik. Termasuk pembangunan klinik hemodialisa. 

    “Kami sudah belajar ke PMI Surakarta yang sudah punya klinik hemodialisa. Kami pelajari administrasi, manajemen, dan proses pelayanan. Selanjutnya berbagai konsultasi dilakukan untuk memastikan klinik yang dibangun sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan,” ujarnya. 

    Ia menjelaskan, klinik dibangun pada lahan seluas 224 meter persegi di lingkungan Markas PMI Banten dengan menggunakan anggaran hibah APBD Provinsi Banten sebesar Rp1,6 miliar. 

    “Pada tahap pertama dibangun satu lantai untuk klinik hemodialisa. Jika anggaran bertambah, kami lanjutkan menjadi dua lantai,” ungkapnya.

    Ketua PMI Banten Ratu Tatu Chasanah mengatakan, selain program kerja, pembangunan klinik dalam rangka menjalankan rencana strategis PMI untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Terutama bagi masyarakat dengan ketergantungan cuci darah atau yang memiliki penyakit ginjal akut. 

    “Insya Allah, tahun ini selesai tahap satu dan klinik hemodialisa bisa beroperasi pada tahun 2023. Tahap kedua, mohon doa dan dukungan,  kita targetkan penambahan pelayanan kesehatan umum, penyakit dalam, dan kesehatan ibu-anak,” ujar Tatu.

    Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, tren peyakit ginjal kronik terlihat mengalami peningkatan dari 0,2 persen pada tahun 2013 menjadi 0,38 persen pada tahun 2018. Kemudian derdasarkan data IHME Global Burden of Diseases tahun 2019, penyakit Ginjal Kronik masuk dalam 10 besar penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
     
    Ketua Bidang Kesehatan dan Sosial PMI pusat Profesor Fahmi Idris mengapresiasi program kerja PMI Banten dengan membangun klinik hemodialisa. 

    “Penghargaan setinggi-tingginya dan apresiasi terhadap jajaran pengurus PMI Banten. Kaitan dengan klinik ini, ke depan kami berharap, PMI Banten semakin otonom dan independen, punya sumber pendanaan cukup baik untuk membantu masyarakat,” ujarnya. 

    Menurutnya, pembangunan klinik hemodialisa memang bukan yang pertama dilakukan oleh PMI di daerah, tetapi belum banyak. Sementara kebutuhan masyarakat akan fasilitas kesehatan cuci darah semakin tinggi. 

    “Jangan sampai hanya pada peletakan batu pertama. Kami insya Allah akan datang kembali ketika proses peresmian pelayanan dimulai,” ujarnya.  (LUK/ANT/AZM/NET) 

  •  Kemelut PPDB, Pemprov Banten Bentuk Tim Investigasi

    KEMELUT Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya jalur prestasi, bakal ditindaklanjuti oleh Pemprov Banten dengan membentuk tim investigasi. Tim investigasi itu nantinya akan menelusuri dugaan diskriminasi atlet pelajar maupun dugaan permainan uang dalam pelaksanaan PPDB.

    Pj. Sekda Provinsi Banten, Tranggono, mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim investigasi, guna melakukan investigasi terhadap aduan-aduan masyarakat mengenai pelaksanaan PPDB lalu.

    “Kami sudah membentuk di Inspektorat itu (tim investigasi) untuk menerima aduan-aduan dari masyarakat dan segera diinvestigasi. Nanti hasilnya langsung kasih ke saya,” ujarnya saat diwawancara di DPRD Provinsi Banten, Rabu (13/7).

    Menurutnya, salah satu aduan yang sempat dirinya dengar ialah terkait dengan masuk sekolah dengan cara membayar sejumlah uang. Hal itu jika benar terjadi, sangat disesalkan olehnya mengingat bersekolah di sekolah negeri, biayanya sudah ditanggung oleh pemerintah.

    “Kami tidak mau kalau mereka itu harus mengeluarkan uang untuk bersekolah. Padahal sekolah itu gratis kan, kenapa harus bayar,” tuturnya.

    Begitu pula dengan para pelajar atlet yang diduga mendapatkan diskriminasi dari sejumlah sekolah negeri di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Menurutnya, para atlet berprestasi seharusnya bisa berlanjut ke sekolah negeri tanpa susah.

    “Nanti akan kami lihat. Jadi atlet-atlet yang baik itu harus bisa berlanjut tanpa susah seperti itu. Nanti akan kami lihat lagi ya terkait dengan itu,” terangnya.

    Di sisi lain, persoalan diskriminasi atlet pelajar disebut bukan hanya salah Dindikbud Provinsi Banten saja, namun juga salah dari Dispora Provinsi Banten. Sebab, Dispora Provinsi Banten tidak secara jelas menyampaikan nama-nama atlet berprestasi ke Dindikbud Provinsi Banten, untuk dapat diakomodir.

    Hal itu disampaikan oleh pengamat kebijakan publik, Moch Ojat Sudrajat. Menurutnya, para atlet tidak perlu susah payah untuk masuk ke sekolah umum untuk dapat berprestasi. Sebab, sudah ada Pelatihan dan Pembinaan Olahraga Pelajar (PPLP).

    “Sehingga permasalahan atlet bukan tanggung jawab Dindikbud Provinsi Banten semata, ada pihak yang lebih berkompeten yakni PPLP yang ada di bawah Dispora Provinsi Banten,” ujarnya.

    Hal tersebut menurutnya dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait lainnya seperti KONI. Karena menurutnya, tidak elok menyalahkan satu pihak apabila KONI sebagai lembaga yang membina atlet justru tidak memberikan solusi.

    “Maaf justru saya mempertanyakan jika seorang atlet bersekolah di sekolah umum, saya dapat pastikan jadwal latihannya pasti terganggu. Ketika atlet saya lulus SD atau SMP dulu, saya akan panggil orang tuanya, apakah mau jadi atlet atau tidak. Karena ini pilihan masa depannya. Jika pilih atlet maka kami harus siapkan di sekolah yang khusus seperti PPLP. Dan jika  tidak yakin jadi atlet maka ke sekolah umum, dan tentunya harus ikuti aturan PPDB di sekolah umum,” tandasnya. (DZH/AZM)

  •  Cegah Penyebaran Faham Radikalisme, Padepokan Mande Macan Guling Gelar Deklarasi

     Cegah Penyebaran Faham Radikalisme, Padepokan Mande Macan Guling Gelar Deklarasi

     

    GERAKAN faham Radikalisme terus bergulir di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Provinsi Banten. Berbagai cara dilakukan oleh para pihak yang tidak bertanggungjawab, agar bisa menyusupi faham berbahaya ini ke berbagai kalangan masyarakat.

    Untuk mencegah merebaknya faham Radikalisme di masyarakat, Padepokan Mande Macan Guling Banten Ranting Persada Banten, Kota Serang, mendeklarasikan penolakan faham Radikalisme, di Cluster Anyer, Perumahan Persada Banten, Kota Serang, Rabu (13/6).

    Acara deklarasi ini bertema ‘Menolak segala bentuk penyebaran faham Radikalisme yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 di wilayah Provinsi Banten serta mendukung pelaksanaan Pemilu 2024 yang kondusif’. Acara itu turut dihadiri oleh sejumlah pengurus Mande Macan Guling, baik tingkatan ranting, wilayah maupun pusat, serta dari penyenggara Pemilu dan para generasi muda di lingkungan perumahan.

    Ketua Padepokan Macan Guling ranting Persada Banten, Arif Budiman mengatakan, bebagai cara dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dalam menyebarkan gerakan radikalisme di Indonesia.

    Untuk itu, dalam deklarasi tersebut dirinya juga melibatkan para anak usia dini. Hal itu dilakukan, karena informasi yang diperolahnya, penyebaran faram radikalisme juga sudah masuk ke sekolah-sekolah.

    “Makanya dalam deklarasi ini kami juga libatkan anak-anak, agar mereka tahu sejak dini tentang bahaya radikalisme. Banyak cara yang dilakukan dalam menyebarkan faham negatif ini, salah satunya masuk lewat sekolah-sekolah. Dengan adanya pencegahan dari awal, akan mematikan langkah penyebaran faham ini,” ujar Arif Budiman.

    Di sisi lain Arif menyampaikan bahayanya faham Radikalisme. Menurutnya, Radikalisme bisa memecah belah persatuan dan kesatuan. Banyak contoh yang diperolehnya di sejumlah pemberitaan, banyak kelompok-kelompok yang sengaja ingin menghancurkan keutuhan bangsa dan negara.

    “NKRI harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Makanya perlunya kita jaga bersama-sama keutuhannya,” tukasnya.

    Dalam deklarasi itu, turut dilakukan penandatanganan bersama dalam sebuah baliho berwarna putih, terkait kesepakatan menolak keras faham radikalisme. Para pengurus Padepokan Macan Guling dan para warga di lingkungan perumahan itu, turut bersama-sama menandatangani deklarasi penolakan penyebaran Faham Radikalisme. (AZM)