SERANG, BANPOS – Kredibilitas dan pengetahuan Pegiat Informasi, Moch Ojat Sudrajat, dipertanyakan oleh Ketua Lembaga Riset Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Banten, Heri Sapari Kahpi. Menurutnya, pernyataan Ojat terkait Bank Banten agar diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan OJK mengherankan.
“Karena Bank Banten itu perusahaan terbuka, sehingga laporan keuangannya sudah pasti diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan OJK serta dipublikasikan ke publik,” ujarnya dalam rilis tertulis yang diterima BANPOS, Senin (27/6).
Ia menuturkan bahwa untuk memperbaiki kinerja Bank Banten tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun menurutnya, sudah terlihat perbaikan dari kinerja manajemen Bank Banten yang saat ini tengah mengelola Bank Banten.
“Dan yang paling mengerti situasi serta kondisi riil dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam adalah pelaku atau orang yang berada di dalam Bank Banten itu sendiri, bukan pengamat. Jadi kalau mau mengkritik, harus juga memiliki dasar pengetahuan hal yang dikritik,” terangnya.
Menurut Heri, terdapat sejumlah tahapan yang dibagi menjadi empat tahun untuk melakukan perbaikan terhadap Bank Banten. Tahun pertama foundation building, tahun kedua growth acceleration, tahun ketiga sustainable growth dan tahun keempat market leader.
“Jadi mari kita lihat perkembangannya ke depan,” katanya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Direksi Bank Banten sudah benar. Masalah kredit macet telah diselesaikan baik dilakukan dengan restrukturisasi maupun penagihan.
“Sejak 2016 NPL (kredit macet) sebesar Rp1,59 triliun, 2017 NPL sebesar Rp1,50 triliun, 2018 NPL sebesar Rp1,58 triliun, 2019 NPL sebesar Rp1,80 triliun, 2020 NPL sebesar Rp1,91 triliun. Baru pada tahun 2021 upaya manajemen baru bisa melakukan perbaikan NPL menjadi Rp436 miliar,” jelasnya.
Ia mengatakan, perbaikan yang berhasil dilakukan oleh manajemen Bank Banten tersebut telah mengikuti semua ketentuan berlaku dan juga sudah dilakukan audit oleh OJK maupun Kantor Akuntan Publik. Bahkan menurutnya, tren perbaikan dalam satu pada 2021 terlihat nyata.
“Sejak Maret 2021, pendapatan operasional meningkat cukup signifikan, yaitu pendapatan fee based income. Pada triwulan satu, hanya Rp4 miliar, berhasil ditingkatkan di akhir tahun 2021 menjadi Rp40 miliar,” ucapnya.
Selain itu, Heri menuturkan bahwa pendapatan bunga juga meningkat signifikan dari Rp64 miliar pada triwulan satu, menjadi Rp310 miliar pada akhir tahun 2021.
“Untuk itu, kita lihat nanti bagaimana tren tersebut di akhir 2022 dan seterusnya. Setelah ada data yang memadai, analisis yang lebih komprehensif bisa dilakukan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Heri menegaskan bahwa siapapun yang ingin memberikan penilaian kepada Bank Banten, harus dilakukan dengan komprehensif dan perlu memahami proses perbaikan yang sedang dijalankan.
“Upaya serius Bank Banten untuk menjaga kinerja kualitas kredit oleh manajemen baru dengan perbaikan kualitas kredit, baik dengan pencegahan, perbaikan maupun penyelesaian kredit bermasalah,” ujarnya.
Bahkan menurutnya, keputusan diskresi manajemen Bank Banten berupa hapus buku secara praktik Perbankan memang diperbolehkan. Sebab, terdapat ketentuan yang berlaku memenuhi aturan, asalkan bukan hapus tagih.
“Jadi hapus buku merupakan langkah manajemen dalam upaya menyelesaikan utang masa lalu, seperti yang sudah disampaikan. Bagaimana kinerja hasil pencegahannya? Sekali lagi kita lihat di tahun-tahun mendatang bagaimana manajemen memperbaiki tata kelola Bank Banten dengan lebih prudent, bukan hanya menghujat dan meremehkan hasil kerja yang sudah baik. Mari sama-sama introspeksi diri,” tandasnya.
Sebelumnya, Pegiat Informasi yang juga salah satu nasabah BB, Moch Ojat Sudrajat dalam siaran persnya, Minggu (26/6) mengungkapkan, ada ratusan miliar NLP yang dihapusbukukan oleh manajemen Bank Banten.
“Berdasarkan informasi yang saya himpun penurunan kredit macet di BB diduga lebih dikarenakan hapus buku di tahun 2021. Dan nilainya pun diduga ratusan miliar,” kata Ojat.
Ia menjelaskan, dengan adanya dugaan penghapusan buku kredit macet di BB tersebut maka secara otomatis, jumlah tersebut di tahun 2021 lalu mengalami penurunan.
“Artinya NPL (Rasio Kredit Macet) di Bank Banten turun, bukan disebabkan tertagihnya kredit macet oleh manajemen,” ujarnya.
Dugaan hapus buku kredit macet ini diperkuat dengan tidak adanya pendapatan BB di tahun 2021. Malah kondisi BB saat ini tidak lebih baik, atau jalan ditempat seperti Direksi BB sebelumnya.
“Jika memang hasil penagihan tentunya penurunan kredit sebesar itu juga akan berdampak positif kepada pendapatan bank dan besar kemungkinan bank tidak akan merugi kembali di tahun 2021. Padahal kita tahu justru pendapatan bank di 2021 lebih rendah atau lebih kecil dibanding pendapatan bank di tahun 2020,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta management Bank Banten yang ada saat ini harus komprehensif dan perlu menjelaskan penurunan kredit macet tersebut kepada publik.
“Apakah karena hasil pencegahan atau adanya keputusan atau diskresi manajemen BB berupa hapus buku,” imbuhnya.
Akan tetapi jika penurunan kredit macet tersebut disebabkan oleh hapus buku, artinya BB tidak dalam keadaan positif. “Ini justru menimbulkan tanda tanya besar,” ujarnya.
Dan agar persoalan kredit macet serta pendapatan BB tergambarkan dengan jelas, maka harus ada akuntan publik independen.
“Menjadi lebih fair jika manajemen mengundang akuntan publik dan OJK yang mengaudit laporan Keuangan BB 2021 untuk membuka dan menjelaskan masalah Laporan keuangan BB 2021,” harapnya.(DZH/PBN)