SERANG, BANPOS – Sejumlah Kepala Daerah di Provinsi Banten mulai menunjukkan rasa was-was mereka akan kebijakan penghapusan tenaga honorer. Mereka khawatir penghapusan itu akan membuat Pemerintah Daerah yang mereka pimpin akan kolaps.
Selain itu, diketahui juga bahwa sejumlah Pemerintah daerah (Pemda) mengaku dilematis dengan pernyataan Pemerintah pusat bahwa gaji PPPK ditanggung oleh masing-masing Pemda. Ada yang tidak mampu membayar gaji PPPK selama 6 bulan usai dilantik,bahkan ada juga yang nekat melelang aset guna menutupi kebutuhan gaji ribuan PPPK yang dilantik beberapa bulan yang lalu.
Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengaku senang usulan kuota PPPK di Pandeglang mencapai 5.000 kuota, walaupun pada akhirnya meninggalkan dilematis perihal alokasi anggaran.
“Alokasi anggaran untuk PPPK dan CASN. Kemarin saya sudah senang sekali 2021 pandeglang paling banyak dapat kuota pppknya, tapi ternyatasetelah diangkat, anggaran itu bebannya ada di kami, sebenarnya hal itu sangat dilematis,” ujarnya, saat forum Bersama dengan Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, Jumat (24/6) di Pendopo Gubernur Banten.
Terlebih, sebelum 2 tahun diterpa wabah pandemi Covid-19,Kabupaten Pandeglang baru mengalami tsunami yang cukup dahsyat. Informasi yang dihimpun BANPOS, Kabupaten Pandeglang akan melakukan lelang barang milik daerah(BMD) berupa kendaraan dinas hingga alat elektronik yang hasilnya akan dialokasikan untuk pembayaran gaji PPPK.
“Apalagi kami pasca-tsunami dan juga dua tahun terkena pandemi Covid-19. Usulan kami dari MenPan RB itu dapat 5.000 kuota, kami tepuk tangan karena ini yang kami perjuangkan kepada para tenaga honorer kami,” tandasnya.
Irna juga menyampaikan kekhawatiran terkait penghapusan honorer, menurutnya, aturan yang berimplikasi pada penghapusan tenaga honorer sampai saat ini masih belum jelas didapatkan oleh para Kepala Daerah, sehingga membuat mereka bingung.
“Kalau memang ada aturan yang jelas, sampaikan kepada kami. Sampaikan batas waktunya, ada toleransinya. Jadi saya mohon kepada bapak Pj Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat, dapat menyampaikan aspirasi kami,” ujarnya.
Menurutnya, Pemkab Pandeglang sudah mengunci rekruitmen tenaga honorer, sehingga tidak ada lagi yang boleh menerima tenaga honorer. Akan tetapi, ia meminta agar 9 ribu tenaga honorer yang ada di Kabupaten Pandeglang, agar dapat diperjuangkan nasibnya.
“Oke kami akan kunci ini (penerimaan honorer). Namun tolong disampaikan kepada pemerintah pusat agar 9 ribu tenaga honorer di Pandeglang dapat diperjuangkan nasibnya,” terang Irna.
Walikota Tangerang Selatan (Tangsel), Benyamin Davnie, mengatakan bahwa penghapusan tenaga honorer berpotensi menyebabkan blunder tersendiri. Pasalnya, saat ini banyak sekali tenaga honorer yang dipekerjakan oleh pemerintah, khususnya di Kota Tangsel.
“Ini tentunya akan membuat sebuah blunder, karena bagaimanapun jumlah tenaga honorer di daerah itu jumlahnya sangat besar sekali. Terutama di Kota Tangerang Selatan yang jumlah mereka lebih banyak dari yang PNS,” ujarnya saat pertemuan Kepala Daerah di Pendopo Gubernur Banten, Jumat (24/6).
Menurutnya, harus ada kejelasan terkait dengan kebijakan penghapusan tenaga honorer itu. Sebab, dampak dari kebijakan itu menurutnya bukan hanya berpengaruh kepada aspek pelaksanaan manajemen kinerja pemerintahan, namun juga aspek hukum, aspek politik dan aspek lainnya.
“Saya tidak membayangkan kalau kami harus memberhentikan ribuan pegawai. Sampai saat ini kami masih belum mengambil sikap dan belum mengambil keputusan apapun terkait dengan pegawai honorer sebelum ada aturan yang jelas dan pasti yang kami terima,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Serang, Pandji Tirtayasa,menegaskan bahwa pihaknya tidak sampai menjual aset daerah. Pemda Kabupaten Serang saat ini belum mampu membayar para PPPK, hingga setelah dihitung mencapai puluhan miliar.
“Kita enggak (jual aset), karena kita belum dibayar PPPK nya,” ujarnya.
Pandji menegaskan bahwa PPPK saat ini menjadi persoalan nasional bukan hanya Kabupaten Serang. Pihaknya saat ini masih menunggu kebijakan dari Pemerintah Pusat.
“Kabupaten Serang enggak (jual aset), menunggu kebijakan pusat,” katanya.
Diakhir Pandji mengungkapkan, baik Apeksi maupun Apkasi, hari itu menghadap ke Kemendagri untuk mendiskusikan jalan keluar terbaik seperti apa.
“PPPK menjadi persoalan nasional bukan hanya kabupaten Serang. Sekarang apeksi menghadap ke Mendagri untuk mendiskusikan jalan keluarnya seperti apa,” tandasnya.
Sedangkan Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, menuturkan bahwa kebijakan yang diambil oleh MenpanRB terkait dengan penghapusan tenaga honorer tidaklah salah. Sebab, hal itu merupakan amanat dari Undang-undang.
“Undang-undang mengamanatkan bahwa 5 tahun harus selesai. Berarti 5 tahun itu akan jatuh pada tahun depan, 2023,” kata politisi PDIP itu.
Akan tetapi, menurutnya pemerintah pusat harus bisa melihat riak permasalahan di bawah. Sebab saat ini, tenaga honorer masih menjadi tumpuan dari pemerintah daerah dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat.
“Kami saja di Lebak ada 7 ribu. Kalau sebanyak 7 ribu pegawai itu tidak difungsikan lagi, bisa kolaps kami pak,” ucapnya.
Maka dari itu, Ade pun menyarankan agar pemerintah pusat dapat melakukan revisi terhadap aturan penghapusan tenaga honorer tersebut. Bukan dengan membatalkan kebijakan penghapusan, namun memundurkan batas akhir penghapusan honorer.
“Saya menawarkan solusi, mudah-mudahan diterima oleh bapak ibu Walikota dan Bupati. Amanat teknis Undang-undang itu ada di Peraturan Pemerintah (PP). Jadi ubah saja itu PP dan perpanjang waktunya menjadi 2025. Sehingga pemerintah daerah bisa mengambil ancang-ancang,” ungkapnya.
Menanggapi keluh kesah dari para Kepala Daerah tingkat Kota/Kabupaten, Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, mengatakan bahwa sebenarnya solusi terkait dengan para pekerja honorer telah ada, yakni dengan diangkat menjadi PPPK maupun dengan sistem outsourcing. Akan tetapi, Al mengaku tetap akan menyampaikan usulan-usulan tersebut kepada pemerintah pusat.
“Ini kan masih ada waktu sekitar setahun empat bulanan. Semoga dalam jangka waktu itu bisa kita dapatkan solusinya,” tandas Al.
Terpisah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Serang menyoroti kesejahteraan para tenaga honorer TK, SD, SMP dan operator sekolah. Pasalnya, sebanyak 1.821 tenaga honorer tersebut hanya menerima honorarium sebesar Rp200 sampai dengan Rp250 ribu per bulan.
Hal itu disampaikan saat sejumlah aktivis HMI MPO Cabang Serang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dindikbud Kota Serang, Jumat (24/6) pagi. Mereka menyebut Pemerintah Kota Serang belum mengoptimalkan anggaran untuk mensejahterakan tenaga guru honorer Kota Serang.
Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas, dalam orasinya mengatakan bahwa APBD Kota Serang sekitar Rp1,4 Triliun. Akan tetapi, honor para guru non ASN di Kota Serang hanya Rp250 ribu.
“Di Kota Serang ini tidak baik-baik saja. Tidak ada itikad baik dari Pemkot Serang untuk memberikan kesejahteraan kepada guru honorer,” ujarnya.
Irkham menegaskan, peran guru sangat penting dalam membangun sumber daya manusia (SDM). Sebab, apabila tidak ada ilmu, generasi muda seperti hewan ternak.
“Tanpa peran seorang guru, bagaimana nasib generasi muda? Jika tidak ada seorang pendidik, maka generasi muda seperti hewan ternak,” katanya.
Orator lainnya, Juniwan mengungkapkan bahwa kesejahteraan guru honorer jauh dari kata layak. Ia menyebut bagaimana guru honor fokus mendidik generasi muda jika besaran honor guru di Kota Serang jauh dari kata kecukupan.
“Kesejahteraan guru honorer jauh dari kata layak. Besaran honor guru di Kota Serang jauh dari kata kecukupan, dengan puisi pujian untuk jasa-jasa guru yang tak sebanding dengan harga yang telah diberi. Bagaimana guru honor fokus mendidik generasi muda, kalau honornya hanya sebatas Rp250 ribu per bulan, yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya,” jelasnya.
Usai menyampaikan orasi, massa aksi diizinkan melakukan audiensi dan berdiskusi dengan Kepala Dindikbud Kota Serang, Alpedi. Saat itu, ia didampingi Kepala Bidang Pembinaan dan Ketenagaan Abdul Kodir.
Kepada para massa aksi, ia mengatakan, di tahun 2022 ini APBD Kota Serang telah mengalokasikan kenaikan sebesar Rp50 ribu sebagai bentuk perhatian kepada para tenaga honorer di lingkungan Dindikbud Kota Serang. Secara rinci ia menyebutkan untuk Guru TK besarannya Rp200 ribu per orang, Guru SD Rp250 ribu per orang, dan Guru SMP Rp250 ribu per orang.
“Jadi, kalau diakumulasi (total) perhatian kepada guru honorer sampai dengan operator sekolah sekitar Rp5,4 miliar dari APBD Kota Serang,” ujarnya.
Ia menjelaskan terkait kenaikan honor bagi tenaga honorer akan diusulkan di tahun 2023. Alpedi mengungkapkan untuk kenaikan honor tersebut dilakukan secara bertahap. “Tahun 2022 naik Rp50 ribu. Tahun 2023 akan diusulkan kenaikan Rp50 ribu. Kewenangan kami mengusulkan. Sedangkan, keputusan ada di pimpinan,” jelasnya.
Diakhir pertemuan, Alpedi mengungkapkan saat ini total tenaga honorer di Dindikbud terdapat 1.821 orang. Yaitu Guru TK 28 orang, Guru SD 1.109 orang, Guru SMP 500 orang dan Operator sekolah sebanyak 227 orang.
“Sebelumnya (triwulan pertama tahun 2022) berjumlah 2.033 orang. Karena ada yang diterima saat seleksi CASN dan P3K maka totalnya 1.821 orang,” tandasnya. (MUF/DZH/PBN)