BANTEN International Stadium (BIS) di Desa Kemanisan, Curug Kota Serang yang diresmikan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) periode 2017-2022 pada tanggal 9 Mei lalu, selain mewariskan utang, juga menyisakan pertanyaan.
BIS dengan kemeriahannya pada saat peresmian tersebut, kondisi lingkungan sekitarnya saat ini sangat memprihatinkan. Sejumlah warga mengaku hanya bisa melihat gedung BIS dari luar, sedangkan kawasan sekitarnya masih banyak ilalang, dan gersang.
“Kalau dilihat dari kejauhan kawasan BIS ini mirip sebuah gedung arena yang dikelilingi semak belukar dan jalanan jelek,” kata Rohimat kepada BANPOS, Kamis (23/6).
Jika siang hari kawasan BIS mirip seperti ditengah lapang yang penuh tanaman liar dan debu, dan kalau malam hari layaknya tanah kosong yang gelap. “Kawasan BIS itu tidak bisa digunakan apa-apa, untuk olahraga joging pun tidak layak. Lebih bagus kawasan jogging track yang ada di KP3B,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Kebijakan Publik, Ibnu Jandi, mengatakan bahwa pihaknya telah membuat sejumlah perhitungan perkiraan apabila Pemprov Banten ingin agar pembangunan BIS dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp983 miliar itu balik modal. Dalam perhitungan tersebut, pihaknya membagi ke dalam sejumlah perhitungan tahun maupun jumlah pengunjung.
Perhitungan pertama yakni apabila ingin balik modal dalam dua tahun, maka setiap bulannya Pemprov Banten harus bisa menghasilkan sebesar Rp39.363.139.090 dari pengelolaan BIS. Sedangkan perhitungan selanjutnya yakni jika Pemprov Banten ingin balik modal dalam lima tahun dengan hitungan satuan hari, maka diperkirakan perlu pendapatan harian sebesar Rp517.652.240 dari pengelolaan BIS.
Sedangkan apabila dengan memperkirakan pengunjung harian BIS sebanyak 4 ribu pengunjung, Pemprov Banten pun masih dirasa berat untuk merealisasikan balik modal dalam satu tahun. Sebab para pengunjung tetap harus dibebankan harga tiket sebesar Rp647.065 untuk satu tiket masuk.
“Artinya dalam satu hari selama satu tahun, harus ada 4 ribu penonton dan setiap penonton harus bayar Rp647.065. Kegiatan apakah yang bisa menghadirkan 4 ribu pengunjung dalam satu hari selama setahun? Tentu saja impossible,” tegasnya.
Perhitungan perkiraan yang pihaknya lakukan pun masih belum termasuk biaya operasional. Diperkirakan, pemasukan pengelolaan BIS akan berasal dari tiket, iklan, pameran, wisata olahraga, sewa stadion, penjualan makanan, warung, UMKM, parkir dan seterusnya.
“(Sedangkan biaya-biaya operasional yakni) biaya pekerja, biaya listrik, biaya perawatan rumput, biaya office boy, biaya kebersihan, biaya air, biaya ATK, biaya keamanan, biaya koordinasi dan entertaint dan seterusnya,” jelas Ibnu Jandi.
Namun, analisa tersebut dibantah oleh Anggota Komisi IV pada DPRD Provinsi Banten, Ali Nurdin. Ia mengatakan bahwa pembangunan Banten International Stadium (BIS) memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, dengan dibangunnya BIS maka diharapkan dapat menggeliatkan perekonomian masyarakat, khususnya para pelaku UMKM.
“Kami pastikan bahwa nantinya warga sekitar akan mendapatkan porsi untuk mencari keuntungan di BIS. Salah satunya ini agar masyarakat UMKM dapat disediakan tempat untuk berjualan. Kita siapkan outlet-outlet untuk berjualan,” ujarnya kepada awak media beberapa waktu yang lalu.
Ali mengatakan, dengan lokasi BIS yang menurutnya cukup strategis, dapat membuat BIS menjadi lokasi transit sejumlah pihak. Sebagai contoh, ketika ada kunjungan kenegaraan baik dari pemerintah pusat maupun daerah lainnya, maka mereka bisa mampir ke BIS.
“Nanti di sana masyarakat yang sudah diberikan pelatihan UMKM, bisa saja mereka misalkan menjual merchandise BIS seperti kaos, gantungan kunci, atau cinderamata lainnya yang dapat mereka jual sekaligus mempromosikan BIS,” terangnya.
Bahkan menurutnya, BIS dapat menjadi destinasi wisata tersendiri. Bahkan dirinya yakin bahwa beberapa tahun ke depan, BIS sudah bisa menjadi selayaknya stadion Old Trafford yang bahkan selalu ramai oleh wisatawan meskipun tidak ada pertandingan.
“Saya yakin 5 tahun hingga 10 tahun kedepan, BIS ini akan menjadi primadona. Sehingga ini bisa menjadi destinasi wisata layaknya sejumlah stadion lainnya di luar negeri, yang kerap dikunjungi oleh wisatawan internasional,” ucapnya.
Mengenai adanya isu kekhawatiran masyarakat sekitar yang merasa tidak dilibatkan dalam perputaran ekonomi di BIS, Ali mengaku hal itu wajar. Sebab, hingga saat ini Pemprov Banten masih belum membuka kepada publik BIS.
“Partisipasi warga ini wajar saja jika ada yang belum diikutsertakan. Karena kan ini baru saja dibangun, baru dibuka. Kalau langsung diikutsertakan warga sekitar bisa-bisa rugi lagi kitanya,” katanya.
Ditanya terkait dengan perhitungan agar utang yang ditimbulkan akibat pembangunan BIS dapat kembali dalam kurun berapa tahun, Ali Nurdin mengatakan bahwa BIS tidak bisa disamakan dengan proyek bisnis yang perlu balik modal.
“Proyek ini bukan proyek bisnis, sama halnya dengan membangun jalan raya dan infrastruktur lainnya. Tidak bisa dibandingkan dengan proyek bisnis seperti halnya projek yang dilakukan di luar negeri, ini dibangun untuk kepentingan publik,” tandasnya.
Sementara itu, diketahui bahwa pinjaman pemprov dari PT SMI sebesar Rp 851,7 miliar pada tahun 2020 baru akan lunas pada tahun 2028 mendatang. Pasalnya, tenor pinjamannya disepakti selama 8 tahun.
Pemprov Banten sudah mulai mempersiapkan, cicilan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tahun ini.
Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti beberapa waktu lalu dihadapan awak media mengatakan, bahwa cicilan ke SMI akan dibayarkan sekitar bulan Oktober-Desember 2022.
“Kita akan membayarkan biaya pengelolaan dan pokok pinjaman. Kita sudah anggarkan di APBD Tahun 2022 sekitar Rp 36,14 miliar,” katanya.
Sementara tahun 2023 sampai dengan tahun 2027, Pemprov Banten membayar sebesar Rp 138,4 miliar.
“Sedangkan tahun 2028 itu sisanya saja, tinggal Rp 94,9 miliar,” ungkapnya.
Rina menyampaikan, bahwa jumlah pinjaman yang masuk dari PT SMI sekitar Rp 851 miliar.
Menurutnya, dana pinjaman tersebut sangat murah, lantaran tanpa bunga. Di mana pihaknya hanya diminta untuk membayar pokok pinjaman, dan biaya pengelolaan saja.
“Grace period nya di tahun 2020 dan tahun 2021, kita hanya membayar biaya pengelolaannya saja Rp 1,5 miliar,” ujarnya.
Meskipun pada tahun ini Pemprov Banten sudah mulai membayar cicilan, hal itu tidak mengganggu belanja daerah Pemprov Banten. Sebab, kata Rina, anggaran untuk cicilan tersebut sudah disiapkan.
Sementara itu, Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) menyoroti kasus korupsi pembebasan lahan Banten International Stadium (BIS) yang menghabiskan anggaran Rp147 miliar.
Tak tanggung-tanggung, hasil audit menunjukkan kerugian keuangan negara sebesar Rp86 miliar.
“Perkaranya sesungguhnya sudah masuk ke Penyidikan tahun 2019, tapi dipeti-es-kan alias mangkrak di Kejati Banten,” kata Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu
Ia menambahkan sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat sudah bolak-balik diperiksa, sedikitnya ada 7 orang yakni, FH, H, N, YR, E, B dan MH.
“Dokumen lengkap pun ada di Pidsus Kejati, termasuk Kwitansi pembelian dari warga atas nama YR, AA, DP, dan MH,” katanya.
Sebenarnya lanjut Uday, lahan tersebut tidak boleh dibebaskan, sebab status dasarnya HGB (Hak Garap). Sehingga total loss kerugiannya Rp147 miliar sedangkan hasil audit disebutkan Rp86 miliar.
“Ini catatan penting untuk Pak Leo Simanjuntak sebagai Kajati Banten beserta jajarannya.Duit masyarakyat sebesar itu harus diselamatkan,” tandasnya.
Sementara itu, diketahui bahwa Dinas Perkim Provinsi Banten masih menghitung untung rugi dari pengelolaan BIS apabila diserahkan kepada pihak ketiga maupun jika dikelola langsung oleh pemerintah.
Kepala Dinas Perkim Provinsi Banten, M. Rachmat Rogianto, mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih mengelola secara langsung BIS. Akan tetapi, pihaknya juga tengah melakukan penjajakan agar BIS dapat dipihakketigakan.
“Kalau kami sedang melakukan penjajakan untuk pihak ketiga. Memang saat ini belum ada swasta yang mengelola, saat ini memang masih Perkim yang mengelola,” ujarnya kepada BANPOS, Rabu (22/6).
Menurutnya, penjajakan itu sekaligus mencari tahu, apakah lebih untung jika pengelolaan BIS diserahkan kepada pihak ketiga atau tidak. Jika lebih baik, maka pihaknya lebih condong agar BIS dikelola oleh pihak ketiga saja.
“Sementara kami upayakan selama satu tahun ini akan dikelola oleh swasta. Karena kalau melihat anggaran tidak cukup, maka kan lebih baik dengan swasta. Kalau swasta bisa mengelola dengan baik kan lebih baik begitu,” katanya.
Menurutnya, opsi yang diberikan oleh anggota DPRD Provinsi Banten, Ali Nurdin, juga sangat baik. Namun, pihaknya akan mencoba terlebih dahulu menggunakan pihak ketiga untuk mengelola BIS.
“Tetap yang kami tempuh pertama, kami akan menyelesaikan dulu yang sudah ada penjajakan ini sampai ada keputusan yang jelas. Kalau nanti arahannya agar dikelola melalui UPTD, maka kami akan ikuti saja itu,” tuturnya.
Sejauh ini, BIS masih dalam masa pemeliharaan oleh pihak kontraktor. Jika masa pemeliharaan sudah selesai, maka Pemprov Banten akan memutuskan apakah akan dikelola langsung oleh Dinas Perkim atau diserahkan kepada pihak ketiga.
“Tetap harus ada dua opsi, UPTD ataupun swasta. Namun jika memang nantinya ada alasan-alasan tertentu mengapa harus dikelola melalui UPTD, tentu akan menjadi pertimbangan lainnya. Jadi baru bisa dilaksanakan nanti pada 2023 (setelah masa pemeliharaan),” ungkapnya.(RUS/DZH/PBN)