SERANG, BANPOS – Persoalan pengangguran yang tinggi di Provinsi Banten masih menjadi momok besar dari tahun ke tahun. Selain itu, Provinsi Banten juga menempati posisi kelima terbanyak balita stunting setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Dua permasalahan ini ditanggapi oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar dengan menyiapkan basis data untuk industri dan tenaga kerja, serta basis data untuk permasalahan stunting di Banten.
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengungkapkan, persoalan pengangguran menjadi hal klasik. Menurutnya, Banten menjadi tujuan masyarakat dari berbagai daerah untuk mengadu nasib. Meski begitu, pemprov telah melakukan berbagai upaya dalam menekan angka pengangguran tersebut dengan berbagai strategi dan program yang akan dilakukan.
“Meskipun itu klasik, selalu mendiskusikan basis data. Banten itu area saudara kita se Indonesia mengadu nasib mencari pekerjaan. Ada beberapa dari mereka saat mendapatkan pekerjaan tidak melapor lagi sudah bekerja,” kata Muktabar ditanya wartawan di Kota Serang. Sabtu pekan lalu.
Disamping itu, Al Muktabar akan mengunjungi kawasan industri untuk meminta perusahaan memprioritaskan tenaga kerjanya warga lokal Banten. “Peraturan perundangan-undangan bahwa menggunakan saudara di sekitar menjadi keharusan,” ujarnya.
Saat ini, Muktabar menyebut bahwa 40 persen pembiayaan APBD Provinsi Banten untuk dibelanjakan produk lokal melalui UMKM. Hal itu, katanya, akan berdampak pada bertambahnya lapangan pekerjaan baru dari sektor UMKM.
Selain itu, program link and match vokasi juga terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia (SDM) di Banten. “SDM akan menjadi fokus Pemprov Banten agar lulusan baru dapat langsung bekerja sesuai keahlian yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka ( TPT) Banten sebesar 8,53 persen, turun dari Februari 2021 yang mencapai 9,01 persen. Namun, masih lebih tinggi dibanding Februari 2020 sebesar 7,99 persen.
Pada Februari tahun lalu, Banten menempati peringkat kedua provinsi dengan TPT tertinggi setelah Kepulauan Riau.
Selain itu, pemprov akan melihat akurasi database stunting yang sudah masuk, dengan fakta dilapangan. Langkah tersebut diambil guna mengetahui langkah strategis apa yang akan dilakukan dalam mengambil kebijakan.
Al Muktabar mengungkapkan, pihaknya baru saja membahas strategi penanganan stunting dan gizi buruk di Provinsi Banten dalam Rapat Kerja dengan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Penanganan stunting dan gizi buruk menjadi menjadi salah satu prioritas Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
“Yang menjadi agenda kita bersama, tentu di samping hal yang sudah tersusun dalam APBD Provinsi Banten 2022, kita lakukan langkah-langkah semakin terarah kepada capaian visi misi Presiden dan Wakil Presiden,” ungkapnya.
“Kita ingin melihat lebih rinci database angka riil keseluruhannya berapa by name by address. Sebab, berdasarkan pantauan di lapangan dari angka yang ada itu ada beberapa yang kurang tepat,” tambah Al Muktabar.
Dijelaskan, setelah database itu ada, pihaknya akan mengambil langkah-langkah penanganan dan pencegahan, agar tidak ada anak-anak yang bermasalah terhadap tumbuh kembangnya.
Pada rapat tadi, sudah diformulasikan agenda melalui pendekatan yang secara spesifik seperti melakukan berbagai instrumen kewenangan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Beberapa instrumen itu yang melibatkan kabupaten dan kota nanti harus ada kesepakatan, misalnya terkait dengan pengalokasian Bantuan Keuangan (Bankeu) yang harus ada persentasenya untuk penanganan kedua masalah di atas,” jelasnya.
Hal lain, dari database yang ada itu, kita akan optimalkan seluruh SDM di seluruh OPD yang ada untuk fokus melakukan penanganan dengan melakukan pembinaan.
Ada tiga tahapan pendekatan yang akan dilakukan. Level pertama penanganan pendekatan charity atau memberikan bantuan makanan yang kaya akan kandungan gizinya, sehingga ia bisa tumbuh berkembang dengan baik.
Level pendekatan yang kedua, mengedukasi masyarakat untuk mandiri, karena jika tidak dilakukan edukasi maka bisa dipastikan mereka akan kembali kepada persoalan pertama. Keluarga yang sudah mendapatkan edukasi untuk mandiri, bisa diberikan pembekalan berbagai macam usaha dan juga jalan permodalannya.
“Ketika itu sudah dilakukan, kita akan meningkat pada level ketiga, memberikan konektivitas terhadap pembiayaan usaha mereka, bisa lewat KUR atau yang lainnya. Sehingga dari itu kita penyelesaian yang kita lakukan komprehensif, berkelanjutan dan kita berharap upaya ini akan maksimal,” ungkapnya.
Berbagai program di atas, lanjutnya, tentunya membutuhkan kerjasama antar masing-masing OPD, bukan hanya DP3AKB saja, tetapi juga seluruhnya bisa berperan seperti Satpol PP dan Dishub yang bisa bertugas mendistribusikan barang kebutuhan sampai tujuan. Kemudian Dinas Ketahanan Pangan yang memastikan ketersediaan barang kebutuhan pokok bagi mereka tersedia.
“Lalu dinas pertanian, dinas perdagangan, dinas UMKM dan koperasi, dinas kesehatan serta dinas lainnya sesuai dengan kewenangannya masing-masing yang bisa dilakukan dalam upaya mengentaskan persoalan gizi buruk dan stunting ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air tahun ini.
Berdasarkan data, Kota Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak berada pada kategori zona stunting kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen.
Untuk Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang masuk pada kategori zona stunting hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen. Sedangkan Kabupaten Pandeglang masuk kategori zona merah stunting karena prevalensinya 37,8 persen atau jumlah stunting terbanyak se-Banten.
“Untuk itu, sebagaimana arahan dari bapak Presiden, target penurunan angka stunting itu sebesar 14 persen. Syukur kalau kita bisa lebih Baik dari itu,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Program Manager Satgas Stunting Provinsi Banten, Ricky Febriyanto, menyatakan, permasalahan permasalahan stunting itu multisektoral, bukan hanya dari sisi kesehatan saja, tapi dari sisi ekonomi, pangan, lingkungan.
“Kondisi prevalensi stunting tentu harus menjadi perhatian bersama, mengingat permasalahan stunting merupakan permasalahan dari berbagai aspek kehidupan. Termasuk di Banten diantaranya sudah dibentuk tim percepatan penurunan stunting. Alhamdulillah SKnya sudah ada di 8 kabupaten/ kota. Insyaallah di tahun 2022, percepatan penurunan stunting bisa teratasi,” ujar Ricky melalui telepon kepada BANPOS.
Menurutnya, banyak sebab terjadinya stunting. Utamanya terkait dengan kebutuhan akan pemenuhan gizi, kondisi lingkungan baik sanitasi, kesehatan lingkungannya, kesehatan air bersih yang menjadi faktor utama di Banten.
“Belum lagi kesadaran masyarakat akan memeriksakan kehamilannya secara rutin, masyarakat juga masih minim untuk mau mengimunisasi secara lengkap. Nah jadi itu menjadi perhatian utama semua sektor kedinasan yang ada di Provinsi Banten,” paparnya.
Selain itu, menyambung pernyataan pj gubernur terkait pendataan, ia menyampaikan bahwa untuk di tahun 2022 ini akan dilaksanakan audit stunting.
“Audit stunting untuk mengetahui kondisi eksisting keadaan stunting yang ada di Provinsi Banten, sehingga kita akan mengetahui mana yang paling sesuai untuk diterapkan terkait permasalahan stunting tersebut. Itu menjadi penting karena bagian dalam pengambilan kebijakan untuk mengintervensi permasalahan stunting,” tandasnya.(RUS/PBN)