SERANG, BANPOS – Pada bulan Ramadan ini, Banten kembali dikejutkan dengan kasus perampokan APBD. Kejati Banten sebelumnya telah menetapkan adanya indikasi dugaan kasus korupsi dalam permasalahan pendapatan daerah di Samsat Kelapadua Kabupaten Tangerang. Kemudian, KPK pun juga memberikan kejutan dengan menetapkan tersangka atas kasus pembangunan lahan SMK di Tangerang Selatan.
Dua lokasi kasus yang terjadi di Tangerang Raya yang merupakan basis dari Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) seolah menunjukkan bahwa para perampok tersebut tidak ragu untuk bertindak di depan muka kepala daerah tersebut. Bahkan, muncul tudingan, para tersangka ini memiliki kedekatan dengan para kerabat WH. Apakah lingkaran WH dipenuhi oleh para spesialis ‘perampok’ APBD?
Muncul dugaan, salah seorang tersangka pembajakan pajak, Zulfikar yang menjabat sebagai Kasi Penagihan dan Penyetoran pada Samsat Kelapadua, Kabupaten Tangerang merupakan orang kepercayaan menantu Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), Bayu Adi Putranto.
Untuk diketahui, Bayu Adi Putranto pada akhir bulan September tahun 2020 menjabat sebagai Kepala UPTD Samsat Kelapadua pada Bapenda Banten. Sebelumnya Bayu menjabat sebagai Kepala Seksi Tata Usaha di UPTD Samsat Ciledug, Kota Tangerang.
Sementara itu, Kejati Banten pekan lalu merilis ada empat orang tersangka dalam pembajakan pajak di Samsat Kelapadua, Kabupaten Tangerang. Selain Zulfikar, Ahmad Prio (PNS ), M Bagja Ilham (kasir Non PNS), dan Budiono merupakan mantan pegawai Samsat dan pembuat aplikasi pembayaran pajak.
“Saya mendapatkan informasi kalau salah satu tersangka yang merupakan pejabat eselon IV di Samsat Kelapadua ini diduga orang kepercayaan Bayu Adi Putranto yang merupakan Kepala Samsatnya,” kata salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Zulfikar diakui sumber tersebut merupakan sosok yang ramah dan selalu menyapa kepada siapapun. Tidak memandang status sosial atau lainnya “Orangnya ramai kalau ngobrol. Cerdas juga. Makanya wajar saja yang bersangkutan banyak teman, karena supel,” ujarnya.
Sebelum ditempatkan di Samsat Kelapadua, Kabupaten Tangerang, Zulfikar bertugas di Samsat Serpong, kemudian dipindahkan ke Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (Perpusda), dan Dinas Perhubungan (Dishub).
“Kalau istilah keren, Zulfikar ini tour of duty (perjalanan dinas) sudah mumpuni. Pindah-pindah tugas. Saat di Samsat Serpong, Zulfikar masih staf pelaksana, kemudian dipindah ke Perpusda tapi dia dapat promosi jabatan, jadi eselon IV, kemudian di rolling ke Dishub. Setelah itu baru Zulfikar didiga ditarik ke Samsat langsung oleh Kepala Samsat Kelapadua, Bayu. Inilah kenapa Zulfikar jadi orang kepercayaan Bayu,” ungkap sia.
Bahkan, masih kata sumber tersebut, untuk memastikan seperti apa sosok Zulfikar dan satu tersangka lainnya yang juga PNS (pegawai negeri sipil) Samsat Kelapa Dua, Ahmad Prio, pada Kamis pekan lalu (21/4) Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten memanggil Kepala UPTD Samsat Kelapadua, Bayu Adi Putranto.
“Saya dengar, hari Kamis, satu hari sebelum ada penggeledahan Kantor Bapenda Banten di KP3B, Curug Kota Serang oleh Kejati, Bayu Adi Putranto diinterogasi BKD,” ujarnya.
Kepala BKD Banten, Nana Supiana dihubungi melalui telepon genggamnya membenarkan pihaknya telah meminta keterangan Bayu Adi Putranto terkait dengan peristiwa yang terjadi di Samsat Kelapa Dua.
“Betul, kami memang dari BKD, kalau ada yang peristiwa yang ramai, pasti langsung meminta penjelasan kepada pegawai yang ASN, termasuk ke Kepala Samsatnya,” kata Nana.
Saat ini sudah ada lima orang ASN Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang yang dipanggil . Dan untuk ASN yang telah ditetapkan sebagai tersangka, telah mendapatkan sanksi dari BKD, berupa penghentian sementara gaji atau hak-hak lainnya yang selama ini diterima.
“Kita sanksi, pemberhentian sementara sampai dengan ada ketetapan hukum tetap atau inkrah. Jadi gaji dan lain-lainnya tidak diberikan kepada dua orang pegawai dengan status tersangka,” jelasnya.
Sementara itu, KPK akhirnya mengumumkan secara resmi dan menahan 3 orang tersangka yang terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangerang Selatan (Tangsel), atas laporan resmi yang disampaikan oleh Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) dengan kerugian negara Rp10,5 miliar pada APBD Banten tahun 2017.
“Dari berbagai sumber informasi maupun data, kemudian ditemukanlah adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan pada Agustus 2021,” ujar Jubir KPK, Ali Fikri, Selasa (26/4).
Dengan ditingkatkannya status perkara menjadi penyidikan, KPK pun langsung melakukan penetapan tersangka dalam perkara tersebut. Sebanyak tiga orang telah tersangka ditetapkan oleh KPK usai peningkatan status.
Adapun ketiganya yakni Ardius Prihantono atau AP selaku mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Agus Kartono atau AK selaku swasta dan Farid Nurdiansyah atau FN selaku pihak swasta.
“Setelah melakukan pemeriksaan saksi sekitar 47 orang dan untuk mempercepat proses penyidikan, KPK melakukan penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari terhitung 26 April 2022 s/d 15 Mei 2022,” katanya.
Diketahui Farid Nurdiansyah merupakan Ketua Forum Pemuda Betawi (FPB) di Tangsel, juga Ketua WH (Wahidin Halim) Network yang merupakan, kelompok relawan pendukung Pasangan Calon (Paslon) Gubernur Banten Pilkada 2017 Wahidin Halim-Andika Hazrumy (Aa) di Kota Tangsel.
Farid diduga merupakan orang kepercayaan Abdul Sukur (AS) yang merupakan adik kandung dari WH. Farid membeli lahan SMKN 7 Tangsel dari pemilik pertama hanya Rp7,3 miliar, yang kemudian dibeli oleh Pemprov Banten sebesar Rp17,9 miliar. Sehingga ada selisih Rp10,5 miliar.
Akan tetapi, penetapan KPK tersebut masih dirasa kurang oleh ALIPP. Pasalnya, ada 8 titik pengadaan lahan SMA, SMK dan Skh lainnya yang dilaporkan ALLIP ke KPK belum ada kejelasan.
Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada dalam siaran persnya yang diterima BANPOS pada Selasa malam (26/4) mengungkapkan, dari sembilan titik lahan untuk pembangunan SMA, SMK dan Skh yang tersebar di delapan kabupaten/kota ke KPK, hanya satu saja yang ditindaklanjuti. Padahal dalam laporan yang dibuatnya sangat kelas indikasi terjadi kerugian negara.
“Penantian panjang yang dilalui untuk mengungkap kebenaran adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel, yang saya laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 20 Oktober 2018, akhirnya menemukan titik terang. Hasil audit investigasi oleh BPKP atas permintaan Pimpinan KPK saat itu (tahun 2019) menunjukkan bahwa dari anggaran Rp17,8 miliar, terdapat kerugian keuangan negara mencapai Rp10,5 miliar. Tapi ada hal yang masih menjadi pertanyaan, kenapa 8 titik untuk pengadaan lahan yang kami laporkan juga tidak ada kejelasanya,” kata Uday.
Meski demikian pihaknya memberi apresiasi kepada KPK yang sudah melakukan penyidikan serta mengumumkan tiga orang tersangka pada Selasa kemarin, meskipun pada bulan November tahun 2021 lalu, media cetak dan online di Banten sudah memberitakannya.
“Penanganan ini tentu saya apresiasi. Tapi ada beberapa catatan yang perlu diketahui. Pertama, Pada saat itu saya atas nama Direktur Eksekutif ALIPP, adalah pihak Pelapor. Yang kami laporkan ada dua persoalan. Yakni, dugaan korupsi Pengadaan Lahan SMA/SMK/SKh di 9 titik (salah satunya adalah SMKN 7 Tangsel). Persoalan lainnya adalah dugaan korupsi Pengadaan Komputer UNBK, yang kemudian ditangani oleh Kejati Banten terlebih dahulu menetapkan Engkos Kosasih Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan / Pengguna Anggaran (PA), Ardius Prihantono Sekdisdikbud / KPA, Ucu Supriatna (penghubung perusahaan penyedia barang) dan Saat Manahan Sihombing (Dirut PT Astra Graphia),” ungkapnya.
Yang menjadi pertanyaan ALLIP lanjut Uday atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel adalah aliran Rp10,5 miliar, yang hanya dinikmati oleh Agus Kartono dan Farid Nurdiansyah. Sementara, kuat dugaan ada orang lain juga menikmati uang haram tersebut.
“Pertanyaan berikutnya kemudian muncul, apa iya dari Rp10,5 miliar itu hanya dimakan oleh Sdr. Agus Kartono (Rp9 miliar) dan Sdr. Farid Nurdiansyah (Rp1,5 miliar) ?.
Untuk mengungkapnya, KPK semestinya juga menelusuri aliran dana itu dimana saja. Sebab saya tidak yakin jika uang sebesar itu hanya dimakan oleh dua orang tersangka tersebut. Karenanya aktor intelektualnya harus diungkap. Siapapun yang terlibat harus turut bertanggung jawab di muka hukum,” katanya.
Dalam kesempatan itu juga, Uday menyampaikan apa yang dilakukannya dalam pengungkapan korupsi di Banten, semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat. Tidak ada motif lain, apalagi menjerumuskan orang kedalam penjara.
“Ingat, gerakan moral saya ini tidak bertujuan untuk memenjarakan seseorang. Tujuan saya adalah mengungkap kebenaran dan menyelamatkan uang negara. Sebab itu bersumber dari uang rakyat,” imbuhnya.(RUS/PBN)