SATU bulan 20 hari telah dilewati oleh para penyintas pasca-bencana banjir bandang di Kota Serang pada 1 Maret lalu. Penantian para penyintas yang rumahnya rusak pun akhirnya terjawab. Akan tetapi, tidak semua dari penyintas banjir bandang yang rumahnya rusak, mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Dari data yang dimiliki oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Serang, setidaknya terdapat 222 rumah penyintas yang rusak akibat terjangan banjir bandang. Kerusakan yang terjadi pun bermacam-macam, mulai dari rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. Untuk rusak berat sendiri, ada yang masuk kategori musnah dan ada yang masuk kategori rusak berat namun sebagian.
Pemerintah Kota (Pemkot) Serang melalui Kepwal Nomor: 366/Kep.109-Huk/2022, menetapkan bahwa Kota Serang memasuki masa pemulihan bencana selama 60 hari. Status tersebut dimulai sejak 6 Maret hingga 2 Juni 2022.
Dalam Kepwal itu, Pemkot Serang menjadwalkan pemberian bantuan pembangunan rumah penyintas bersamaan dengan perbaikan fasilitas umum, perbaikan utilitas dan perbaikan lahan pertanian dan pangan.
Kamis (21/4), Pemkot Serang pada akhirnya merealisasikan bantuan rumah bagi para penyintas banjir bandang. Bertempat di Kantor Kecamatan Kasemen, secara simbolis Walikota Serang, Syafrudin, memberikan bantuan kepada sebanyak 24 penyintas banjir di Kecamatan Kasemen. Sementara untuk Kecamatan lainnya yakni sebanyak 10 rumah untuk Kecamatan Serang.
Adapun rincian bantuan untuk di Kecamatan Kasemen yakni 12 rumah rusak ringan dengan masing-masing bantuan sebesar Rp5 juta, 6 rumah rusak sedang dengan masing-masing bantuan sebesar Rp10 juta dan 6 rumah rusak berat dengan masing-masing bantuan sebesar Rp17 juta.
Jumlah bantuan yang disalurkan tersebut diakui masih jauh dari kata ideal. Pasalnya, Pemkot Serang baru bisa menyalurkan kepada 34 penyintas yang rumahnya terdampak. Sedangkan jumlah keseluruhan rumah penyintas yang rusak mencapai 220 rumah.
“Kalau kita melihat bantuan rumah rusak itu, ya kan tidak mencukupi juga. Ini kan sifatnya bantuan, jadi bantuan itu tidak harus 100 persen menjadi kembali lagi. Kalau dari sisa 220, sekarang terfasilitasi 34, masih banyak banget (yang belum dibantu). Masih lebih dari 50 persen,” ujar Kepala DPKP Kota Serang, Nofriadi Eka Putra.
Selain itu, Nofri menuturkan bahwa Pemprov Banten pun hanya akan membantu sebanyak 9 rumah saja. Kendati dirinya mengklaim bahwa Pemprov Banten akan melakukan verifikasi ulang untuk 31 jatah bantuan bagi penyintas Kota Serang yang sempat ‘hangus’.
“Kalau dari provinsi, insyaAllah setelah lebaran mereka akan melakukan verifikasi ulang mengenai usulan kami. Sedangkan kami akan menunggu penyintas banjir terkait dengan alas hak rumah mereka,” ungkapnya.
Nofri mengaku bahwa pihaknya menargetkan bantuan dapat selesai pada bulan depan. Sebab berdasarkan Kepwal, masa pemulihan bencana banjir bandang akan selesai pada 2 Juni 2022. “Kami memberi waktu mudah-mudahan bulan depan sudah selesai. Karena masa tanggap itu kan 60 hari, maka kami upayakan sesegera mungkin,” jelasnya.
Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa meskipun ada sejumlah penyintas yang tidak memiliki alas hak terhadap rumah mereka, namun Pemkot Serang akan tetap mengupayakan pemberian bantuan meski hanya sebatas kadeudeuh.
“Rumah-rumah yang rusak baik yang bersurat maupun yang tidak bersurat, Insyaallah ini lagi kami data, dari perkim yang belum dan yang tidak bersurat juga bisa kami bantu. Tapi dengan berbagai persyaratan. Jadi tidak bisa membangun lagi di pinggir-pinggir kali atau di bantaran-bantaran kali, nanti akan kami bantu,” ujarnya.
Untuk bantuan dari Pemprov Banten, diketahui bahwa Pemkot Serang dijanjikan bakal mendapat kuota bagi penyintas banjir bandang sebanyak 40 unit rumah. Namun kekinian, Dinas Perkim Provinsi Banten menuturkan jika dari 40 penyintas yang diusulkan untuk mendapat bantuan dari Provinsi Banten, hanya 9 penyintas saja yang dapat direalisasikan.
Hal itu pun membuat sejumlah elemen masyarakat berang. Salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang. Mereka bahkan menggeruduk DPRD Provinsi Banten pada Rabu (20/4) lalu, untuk meminta ketegasan dari Pemprov Banten berkaitan dengan bantuan bagi penyintas bencana banjir bandang tersebut.
Salah satu penyintas bencana yang turut mengikuti aksi unjuk rasa, Purnama Sari, menyampaikan keluh kesahnya. Ia mengatakan bahwa pasca-bencana kemarin, keluarganya terpaksa harus menyewa kontrakkan agar bisa beristirahat. Sebab, rumah milik keluarganya rusak berat dan tidak dapat ditinggali.
“Saya kaget ketika Pemprov Banten hanya akan membantu membangun rumah penyintas banjir sebanyak 9 rumah saja. Padahal penyintas banjir yang rumahnya rusak bahkan tidak tersisa sama sekali itu jumlahnya lebih dari 9 di Kota Serang,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi para penyintas banjir yang rumahnya hancur pun saat ini banyak yang luntang-lantung tempat tinggalnya. Termasuk dirinya yang terpaksa harus tinggal mengontrak di dekat rumahnya yang hanyut.
“Bapak ibu dewan tahu tidak mereka bakalan tinggal dimana? Apakah mereka akan dibiarkan begitu saja tinggal di kos-kosan, tinggal di kontrakkan dengan biaya sendiri? Saya termasuk penyintas yang harus mengontrak. Bulan sebelumnya saya masih dibantu oleh teman-teman, saudara-saudara saya. Tapi ke depan seperti apa? Apa kami akan terus mengontrak selamanya, padahal sebelumnya kami punya rumah,” tegasnya.
Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas, mengatakan bahwa pihaknya menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Provinsi Banten, agar lembaga legislatif tersebut dapat benar-benar mengawal hak para penyintas banjir bandang.
Menurutnya, sudah satu bulan lebih para penyintas banjir bandang nasibnya digantung oleh pemerintah, terutama Pemprov Banten yang katanya akan membantu para penyintas yang rumahnya rusak berat.
“Tapi dari 40 rumah yang dijanjikan, hanya akan dibangun 9 rumah dengan alasan administrasi. Lalu kami menanyakan nasib penyintas lainnya, bagaimana nasib mereka? Masa pemerintah lepas tangan begitu saja,” tegasnya.
Irkham mengaku, berdasarkan sampel data yang pihaknya dapatkan di Kelurahan Kasemen, terdapat sebanyak 15 rumah rusak berat yang terdata di kelurahan. Dari 15 rumah rusak tersebut, 7 diantaranya hancur keseluruhan. Dari data kelurahan yang pihaknya dapatkan pun, 15 rumah rusak berat yang terdata itu berstatus milik sendiri.
“Artinya, jika dari kuota 40 rumah itu hanya 9 yang memenuhi kriteria, kenapa 31 kuotanya itu tidak dicarikan pengganti lainnya. Di Kelurahan Kasemen saja ada 15 yang secara kriteria tingkat kerusakan, masuk ke ranah kewenangan provinsi,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV pada DPRD Provinsi Banten, Muhammad Nizar, menuturkan bahwa mengenai kuota bantuan rumah bagi penyintas banjir yang tidak dimaksimalkan, pihaknya akan segera melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Perkim selaku OPD yang bertanggungjawab. “Nanti kami akan koordinasikan dengan Perkim selaku OPD yang berwenang,” ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengaku jika pihaknya mengetahui bahwa meskipun dari kuota 40 rumah yang dijanjikan oleh Pemprov Banten hanya bisa direalisasikan sebanyak 9 rumah, namun Pemkot Serang masih bisa mengajukan bantuan lainnya di kemudian hari.
“Kami membaca dari pemberitaan seperti itu. Jadi kalaupun hanya 9 rumah, Pemkot Serang masih bisa mengajukan bantuan kepada Pemprov Banten. Namun konteksnya bukan pada bantuan bencana banjir bandang kemarin,” katanya.
Menurut Ega, hal itu tidak bisa sepenuhnya diterima. Karena, jika konteks bantuan yang diberikan itu tidak lagi berkaitan dengan banjir bandang kemarin, maka keluwesan pemberian bantuan serta nominal yang diberikan pun akan menghadapi kondisi yang tidak pasti.
“Pemprov Banten kan menganggarkan bantuan untuk 40 rumah atas dasar bencana yang terjadi kemarin. Mungkin saja ada aturan seperti Kepgub atau Kepwal yang dijadikan cantolan hukumnya. Jika konteks bantuannya sudah di luar dari bencana kemarin, maka dikhawatirkan akan hilang juga aturan-aturan pengikatnya,” ujar Ega.
Termasuk dalam hal penyaluran bantuan dari Pemkot Serang. Menurutnya, Pemkot Serang harus bisa segera memutuskan bantuan yang akan diberikan kepada para penyintas. Karena, ada batas waktu yang ditetapkan oleh Kepwal tersebut.
“Kalau tidak salah 2 Juni. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana setelah 2 Juni? Apakah Pemkot Serang akan berhenti memberikan bantuan? Kan yang menjadi aturan cantolannya itu Kepwal, jangan-jangan pencairan bantuan juga harus mengacu pada Kepwal itu. Makanya, Pemkot Serang ini sepertinya sedang kejar-kejaran waktu, kecuali Kepwalnya mau direvisi sehingga masa pemulihan lebih panjang,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPKAD Kota Serang, Wachyu B. Kristiawan, mengatakan bahwa meskipun masa pemulihan bencana sudah selesai berdasarkan jangka waktu Kepwal, Dana Tak Terduga (DTT) yang menjadi sumber dana pemberian bantuan pembangunan rumah itu tetap bisa dicairkan.
“Jadi DTT itu kan ada juga untuk bantuan sosial tak direncanakan itu. Cuma memang ada perbedaan dalam formulasinya. Untuk nilainya itu juga tetap sama,” ujar Wachyu saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Namun, Wachyu mengakui jika untuk pencairannya tetap dibutuhkan Kepwal. Akan tetapi secara teknis apakah Kepwal 366/Kep.109-Huk/2022 itu tetap bisa digunakan untuk pencairan anggaran ataupun tidak.
“Tetap perlu Kepwal. Tapi kalau soal itu mah saya tidak ngerti secara teknisnya. Apakah mau ada Kepwal lagi atau tidak kan itu bukan urusan saya. Tapi kalau pertanyaannya apakah DTT tetap bisa digunakan setelah Kepwal ini selesai, iya tetap bisa,” jelasnya.
Sementara itu, Asisten Daerah (Asda) 1 Kota Serang, Subagyo, saat dikonfirmasi BANPOS melalui pesan WhatsApp belum memberikan tanggapan.(DZH/ENK)