SERANG, BANPOS – Bendungan Sindangheula, yang seharusnya berfungsi sebagai pengendalian banjir dan sumber air irigasi, belum mencapai tujuan yang diharapkan.
PDAM Tirta Albantani, menyatakan, air dari bendungan seharusnya dialirkan ke sungai-sungai kecil untuk memudahkan pengambilan air. Namun, konsep yang diterapkan oleh pihak provinsi menimbulkan kendala dan beban bagi pihak kabupaten kota yang ingin mengambil air dari bendungan tersebut.
Selain itu, perlunya pembahasan yang matang dan kolaborasi antara pihak provinsi dan kabupaten kota untuk memastikan keberhasilan program tersebut. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya pembangunan jaringan distribusi utama sebelum memulai pembangunan Water Treatment Plant (WTP).
Hingga saat ini, pengelolaan Bendungan Sindangheula belum memiliki kelanjutan yang jelas, sehingga diperlukan upaya koordinasi dan investasi yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
Direktur Utama PDAM Tirta Albantani, Eli Mulyadi mengatakan, terkait Bendungan Sindangheula, seharusnya air yang ada di bendungan tersebut dialirkan ke sungai-sungai kecil agar mempermudah untuk pengambilan airnya.
“Keinginan kita Sindangheula ini dialirkan ke sungai-sungai kecil dan nanti WTP (water treatment plant, red) kita itu mengambilnya dari sungai-sungai kecil jadi kita tidak lagi membuat WTP baru, pakai jaringan yang ada. Sehingga kita ambil airnya itu di WTP kita di sungai-sungai itu, di sungai kecil-kecilnya, ” katanya, Jumat (14/7).
Ia mengaku keberatan dengan konsep yang saat ini diterapkan pihak provinsi. Pasalnya hal tersebut memberatkan kepada pihak kabupaten kota yang hendak mengambil air dari bandungan tersebut.
“Cuman sayangnya ini kan masih perdebatan. Harusnya, kemarin itu walaupun Sindangheula mau dibangun WTP nya, provinsi jangan serta merta menjual air curah tinggi ke kita,” ungkapnya.
Menurutnya dalam penyaluran air dari Sindangheula tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya pipanisasi dan hal lain yang diperlukan untuk mengaliri aliran air tersebut. Dirinya menjelaskan sampai saat ini hal tersebut masih menjadi perdebatan.
“Akan tetapi, ini mah kita beli di provinsi tapi kan jelas kita butuh jaringan, pipa dari Sindangheula. Kecuali pihak provinsi membuat jaringan. Kalau sekarang, provinsi buat WTP, kita beli air ke provinsi dengan tarif sekian. Itu kan kita harus buat lagi jaringan distribusinya, jadi double pengeluarannya dan itu yang beberapa waktu lalu masih kita perdebatkan,” ujarnya.
Eli mengatakan, dalam membuat jaringan pipanisasi tersebut bukanlah hal yang mudah. Pasalnya perlu adanya izin serta modal yang tidak sedikit.
“Kan tidak mudah membuat jaringan baru itu. Provinsi tidak memikirkan hal tersebut. Mereka buat WTP, mengolah, dan menyuruh kita membeli air ke mereka, lantas yang buat pipanya siapa,” katanya.
Eli menjelaskan, seharusnya pihak provinsi saat hendak membuat suatu program perlu adanya diskusi yang matang, agar dalam pemanfaatannya bisa sesuai dengan apa yang diharapkan.
“Jadi mereka itu membuat program tidak melakukan diskusi awal terlebih dahulu, tiba-tiba memiliki konsep seperti itu. Saat kita diskusikan, terus kita beli ke mereka, lalu air itu mau kita lempar kemana, kalau kita lempar kita harus keluar investasi lagi untuk pipanisasi nya. Kalau mau, buat saja jaringan ke WTP kita terlebih dahulu, kita nanti belinya langsung kalau sudah masuk jaringan WTP kita.
Agar tidak terlalu membebani kita,” jelasnya.
Eli juga mengatakan sampai sekarang Bendungan Sindangheula masih belum adanya kelanjutan yang jelas terkait pengolahannya.
“Makanya saat ini dikejar oleh pihak pusat, ini Bendungan Sindangheula dibangun akan tetapi penyerapan bagaimana. Kan bendungan itu dibangun untuk aliran irigasi, untuk air bersih masyarakat. Okelah untuk irigasi sudah, tapi untuk air bersih masyarakat bagaimana. Diolah lah oleh provinsi, dijual ke kabupaten kota,” katanya.
Dirinya juga menuturkan, kalau mau pihak provinsi membuat jaringan Distribusi Utama nya (JDU) terlebih dahulu agar bisa dekat dengan WTP PDAM Tirta Albantani.
“Nanti tinggal hitung saja harga air curahnya berapa, itu namanya provinsi membantu kabupaten kota. Kan provinsi paling banyak uangnya juga, APBD-nya saja sampai sekitar Rp12 Triliun. Kalau ada pihak swasta atau BUMN yang mau membantu membuatkan jaringannya ya silahkan. Nanti kita yang nyicil,” tandasnya.(MG-02/PBN)