Penulis: Gina Maslahat

  • Dana PIP SD di Baksel Diduga Digarong

    Dana PIP SD di Baksel Diduga Digarong

    LEBAK, BANPOS – Dugaan penggelapan dan pungutan liar (Pungli) pada Program Indonesia Pintar (PIP) terjadi di Sekolah Dasar Negeri di beberapa sekolah di Lebak Selatan (Baksel). Sementara pihak sekolah mengaku dugaan Pungli itu sudah dikembalikan kepada para penerima manfaat PIP.

    Salah seorang wali murid penerima PIP yang enggan disebutkan namanya, mengaku bahwa sejak tahun 2018, pihaknya baru dua kali menerima bantuan PIP.

    “Yang pertama dikasihkan di rumah, kedua kali di sekolah bareng-bareng waktu itu, tahun 2018,” tutur wali siswa yang enggan disebut namanya.

    Ia mengatakan, sejak tahun 2018, buku rekening PIP dipegang oleh pihak sekolah atas persetujuan para wali penerima PIP, lantaran para orang tua sudah percaya kepada pihak sekolah.

    “Ditanya sama guru yang ada di situ, ini buku rekeningnya mau dipegang masing-masing atau sama pak guru saja. Orang tua pada ngejawab sama pak guru saja pak, di rumah mah takut hilang,” ujarnya.

    Akan tetapi, ia mengaku bahwa pihak sekolah belum pernah memberikan pencairan dana PIP, selain dua pencairan pertama. Pada saat itu, ia mengaku sempat memberanikan bertanya kepada pihak sekolah, mengapa PIP tidak keluar.

    “Pak guru, si dede nangis sepatunya bolong, kira-kira itu bantuan dari sekolah keluar lagi nggak ya pak?, Terus katanya ‘gak keluar mbak’. Oh kalau begitu yaudah kata saya. Namun justru di data rekening PIP, anak saya justru dana itu tiap tahun keluar, tapi pihak sekolah hanya memberikan dua kali saja,” ungkapnya menceritakan.

    Sementara itu, salah seorang Kepsek SD di Baksel tidak menepis dugaan tersebut. Hanya saja menurutnya, permasalahan tersebut sudah selesai karena telah dilakukan pengembalian terhadap dana PIP kepada penerima manfaat.

    “Alhamdulillah kami pihak sekolah sudah memanggil orang tua penerima PIP itu dan sudah mengembalikannya walaupun PIP tersebut bukan zaman saya. Saat mengembalikan kami pun di dampingi PGRI,” ungkap salah seorang Kepsek.

    Terpisah, seorang praktisi hukum di Lebak, Aas Alfurqoni, menyebut bahwa pengembalian dana Pungli atau korupsi tidak bisa menghapuskan perkara dan hukum tetap bisa diproses.

    “Hukum masih bisa diproses. Jangankan itu mengembalikan dana lantaran ketahuan, atas inisiatif sendiri pun karena sadar misalkan melakukan kesalahan, dikembalikan lagi dana pungli/korupsinya itu tetap saja kena delik, termasuk pengembalian barang yang digelapkan pun tidak bisa memutus pidana,” paparnya.

    Di tempat lain, Kanit Tipidkor Polres Lebak, Putu Ari Sanjaya, saat dimintai pandangan terkait pengembalian dana dugaan Pungli dan penggelapan, menurutnya pengembalian tersebut harus disertai bukti dan dikembalikan secara keseluruhan tanpa terkecuali.

    “Soal masuk delik hukum atau tidak itu harus melalui tahap pengkajian. Dan sekurang-kurangnya sanksi administratif tetap berlaku. Hanya, yang penting pastikan aja semua dikembalikan kepada yang haknya, dan harus ada bukti pengembalian dan dokumennya,” terangnya. (WDO/DZH)

  • Pemkab Ngutang Tujuh Raperda

    Pemkab Ngutang Tujuh Raperda

    LEBAK, BANPOS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak hingga saat ini masih berutang sebanyak tujuh Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). Masih berutangnya Pemkab Lebak dalam penyusunan Raperda, lantaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertanggungjawab atas Raperda itu, terbentur berbagai kendala.

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian (Kabag) Hukum pada Setda Lebak, Wiwin Budhiyarti, saat ditemui BANPOS di ruang kerjanya. Menurut Wiwin, tujuh Raperda yang masih belum disahkan itu lantaran masih terdapat kendala pada OPD masing-masing, yang memiliki Raperda itu.
    “Kadang ada kendala dari naskah akademik atau lain hal. Karena jika memang sudah ada masuk ke kami (Bagian Hukum), nantinya akan dilakukan rapat internal,” ujarnya saat diwawancara BANPOS, Selasa (1/8).

    Kendati demikian, Wiwin mengatakan bahwa dari sebanyak 32 Raperda yang telah masuk ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kabupaten Lebak, sebanyak 14 Raperda merupakan inisiatif dari Pemkab Lebak.

    “Untuk Perda sendiri sudah 5 yang final, dua tinggal proses harmonisasi dan sisanya masih kita berproses. Untuk Perbup tahun ini sudah disahkan sebanyak 45 Perbup,” kata Wiwin.

    Wiwin menerangkan, pihaknya senantiasa mengingatkan kepada OPD yang bertanggungjawab atas tujuh Raperda tersebut, agar segera diselesaikan. Pihaknya akan terus mengawal penyusunan tujuh utang Raperda itu.

    “Kita selalu mengingatkan dan mempertanyakan, sudah sejauh mana progresnya agar bisa kita lanjutkan ke proses berikutnya,” terangnya.
    Sementara untuk Perda dan Perbup yang telah disahkan, Wiwin berharap masyarakat juga dapat mengikuti aturan dan senantiasa mempelajari Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, dengan mengakses Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kabupaten Lebak. (MYU/DZH)

  • Ratusan Pemimpin Pemasaran Hadiri Konferensi Vibe Martech Fest di Indonesia

    Ratusan Pemimpin Pemasaran Hadiri Konferensi Vibe Martech Fest di Indonesia

    JAKARTA, BANPOS – Sebanyak 200 Pemimpin Pemasaran hadir dalam konferensi pemasaran dan teknologi, Vibe Martech Fest, yang memulai edisi SEA pertamanya di Jakarta pada Selasa (1/8). Lebih dari 25 pemimpin industri tampil di panggung berbicara tentang tantangan kritis yang dihadapi pemasar modern dan cara memanfaatkan teknologi untuk memenuhi keinginan pelanggan era baru dalam skala besar.

    Pakar CDP dan Pendiri CDP Institute, David Raab, memulai acara dengan menyampaikan pidato utamanya tentang memilih sistem martech yang tepat untuk kesuksesan bisnis, memahami bagaimana martech mendukung tujuan strategis yang lebih besar, dan menavigasi lanskap pemasaran yang berkembang.

    Sebuah diskusi panel tentang State of Martech In Indonesia & Southeast Asia memaparkan peta jalan untuk tahun 2023 dan seterusnya, yang menghadirkan para pakar seperti Debashish Roy, Chief Operating Officer dari Vision+, Dr Sri Safitri, Vice President, Digital Education Ecosystem dari Telkom Indonesia, dan Vebbyna Kaunang, Chief Marketing Officer PT Kino Indonesia Tbk.

    Dalam diskusi tersebut, disampaikan bahwa lanskap bisnis ritel di Indonesia telah berubah. Tingginya penetrasi internet, preferensi konsumen untuk saluran digital, dan peningkatan penggunaan opsi pembayaran digital membuat brand untuk menata ulang produk dan layanan mereka, agar dapat menawarkan kenyamanan yang cepat, terpersonalisasi, dan menawarkan pengalaman pelanggan yang luar biasa untuk memenangkan persaingan.

    Pemasar mencari solusi martech atau teknologi pemasaran untuk membantu mewujudkan janji brand dalam skala besar. Sementara, saluran yang mengutamakan digital di era new normal dapat menghadirkan tantangan saat brand melakukan transformasi, tetapi juga menghadirkan peluang untuk membiarkan data mendorong keputusan bisnis.

    “Kenali pelanggan Anda secara mendalam melalui wawasan data dan masukan yang didapat, antisipasi kebutuhan pelanggan, dan lampaui harapan pelanggan agar lebih baik,” ujar Senior Vice President of Digital Transformation dari PT. Indosat Tbk, Mayank Singh, di sela-sela diskusi.

    Mewakili Erajaya Digital Group, Edwin Octavana Mahaditya, mengatakan bahwa pihaknya sering berfokus pada pemikiran menerapkan teknologi terbaru, ketimbang memahami dasar-dasarnya. Ia pun mengajak untuk sama-sama mulai memahami siapa pelanggan yang paling berharga dengan CLV tertinggi.

    “Dari sana, poin data apa yang perlu kami kumpulkan untuk menentukan atau memahami segmen pelanggan ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu kami menentukan solusi yang ideal, lalu kami menentukan perjalanannya, melakukan aktivasi kampanye pengujian A/B untuk melihat keefektifan pemanfaatan data pihak pertama, dan terus mengulanginya,” jelasnya.

    Direktur Martechvibe, Sanjay Swamy, yang juga merupakan penyelenggara konferensi tersebut, mengatakan harapan pelanggan di Indonesia berubah dengan cepat. Hal ini adalah fase penting bagi pemasar di kawasan Asia Tenggara yang lebih besar untuk menerapkan teknologi yang dapat membantu memahami pelanggan secara lebih mendalam, dan memberikan pengalaman yang berharga.

    “Hamparan besar solusi martech bisa sangat banyak, itulah sebabnya kami menyatukan para pemimpin global dan regional untuk berbagi pembelajaran kolektif mereka. Tim pemasaran masa depan perlu mempersiapkan diri untuk menggunakan teknologi dan strategi secara bersamaan,” tuturnya. (MUF)

  • Munim, Usaha Minuman Kekinian Asal Kota Tangerang

    Munim, Usaha Minuman Kekinian Asal Kota Tangerang

    TANGERANG, BANPOS – Inovasi anak muda di Kota Tangerang terus mengalir, khususnya di sektor ekonomi. Seperti inovasi yang dilakukan oleh Affan Arisga, yang merupakan owner dari Munim.

    Diketahui, Munim merupakan usaha di bidang minuman kekinian, yang berangkat dari usaha gerobakan. Saat ini, Munim telah melebarkan jaringan outletnya bahkan hingga ke luar Pulau Jawa.

    “Awalnya memang jual minuman kekinian gerobakan. Tapi, saya mau usaha ini sustainable dan berbeda dengan yang lain. Akhirnya, 2019 awal kami buka toko Munim pertama di Poris dekat dengan Stasiun Poris. Sampai akhir tahun 2019, kami sudah punya 11 outlet di Tangerang dan Depok,” ungkap Affan.

    Menurutnya, pada saat pandemi Covid-19, omzet yang diperkirakan menurun karena adanya pembatasan justru membawa berkah. Disaat banyak usaha gulung tikar, Munim justru menambah outlet-outlet baru.

    “Omzet perkiraan naik sebanyak 200 persen dan kami menambah 15 outlet di tahun 2020. Semua transaksi kami maksimalkan melalui pesanan online karena ada pembatasan selama pandemi. Alhamdulillah, kami tidak ada pemecatan karyawan justru malah menambah karyawan dan outlet baru,” terangnya.

    Saat ini, Munim sudah memiliki 30 outlet yang tersebar di Tangerang, Depok, Jakarta, hingga Bangka Belitung dan Palembang. Berbagai inovasi terus akan dilakukan untuk menyesuaikan dengan tren yang terus berubah dengan cepat.

    Untuk menu favorit di Munim, ada Boba Brown Sugar, Earl Grey Milk Tea, Thai Tea, Green Tea, dan Es Permen Karet Viral.
    “Menu kami selalu update karena mengikuti tren yang sedang hits. Saat inj, menu terbaru kami ada ice cream cone. Harganya juga sangat murah cukup dengan Rp5 ribu saja. Selain itu, ada berbagai promo juga yang setiap bulannya disiapkan,” ujar Affan.

    Bagi yang ingin mencicipi menu-menu dari Munim Indonesia, dapat mengunjungi outlet-outlet Munim terdekat. Seluruh informasi lokasi outlet Munim dapat dilihat melalui laman instagram @munim.official. (DZH)

  • Virgojanti Mangkir Bahas Perampingan SOTK

    Virgojanti Mangkir Bahas Perampingan SOTK

    SERANG, BANPOS – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
    tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Banten atau Perampingan SOTK mengaku belum bisa mengambil kesimpulan atas pembahasan raperda tersebut, lantaran pejabat yang berwenang, yakni Pj Sekda, Virgojanti mangkir dari rapat resmi Pansus beberapa waktu lalu.

    Informasi dihimpun BANPOS , Selasa (1/8) mangkirnya Virgojanti dari undangan resmi Perampingan SOTK disebabkan adanya pembatasan kewenangan yang diperintahkan oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

    “Gimana Pj Sekda Banten bisa dan mau memenuhi undangan Pansus Raperda Perampingan SOTK, lah wong di SK tentang Pj Sekda Banten Virgojanti, kewenangan kepegawaian itu tidak diperbolehkan. Perampingan SOTK ini kan membahas kepegawaian juga,” kata salah seorang sumber di KP3B yang enggan disebutkan namanya.

    Ia menjelaskan, mangkirnya Virgojanti adalah perintah yang disampaikan oleh AL Muktabar.

    “Bisa jadi secara sadar Bu Virgojanti ini tidak hadir dalam rapat resmi Pansus karena kewenangannya untuk membahas itu dilarang oleh pimpinan (Al Muktabar, red). Jadi wajar kalau memang mangkir, lah wong tidak boleh campur tangan soal kepegawaian,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Pansus Raperda tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Banten atau Perampingan SOTK, Tb Luay Sovani usai mengikuti rapat tertutup di Komisi IV DPRD Banten membenarkan bahwa pada pembahasan lanjutan pansus dengan mengundang Virgojanti tidak bisa dilanjutkan, karena yang bersangkutan tidak datang.

    “Kemarin kita undang Pj Sekda (Virgojanti) , beliau tidak hadir,” ujar Luay.

    Ketidakhadiran Virgojanti pada rapat resmi Pansus katanya disebabkan adanya kegiatan atau acara di Kabupaten Lebak.
    “Karena ada acara di Lebak. Jadi belum ada kesimpulan,” jelas Luay yang merupakan politisi PAN ini saat ditanya alasan Virgojanti mangkir.

    Meski Virgojanti mangkir pada saat diundang beberapa waktu lalu, namun Pansus pada bulan ini telah membuat jadwal untuk memanggilnya kembali.

    “Bulan Agustus ini Insyaallah kita akan undang lagi. Untuk tanggal persisnya akan kita buatkan jadwalnya,” imbuhnya.

    Pemanggilan Virgojanti sebagai Pj Sekda Banten, sangat penting dan mendesak mengingat APBD tahun 2023 ini masih berjalan,dengan postur anggaran menggunakan SOTK berjalan.

    “Pertanyaan masalah efisiensi, dampak Perda dicabut terhadap pelaksanaan APBD, kemudian APBD kan saat ini menggunakan Perda SOTK berjalan. Itu pertanyaan-pertanyaan yang sampai sekarang belum terjawab. Apalagi ini kan merupakan Raperda usulan dari eksekutif (pemprov),” ungkap Luay seraya mengatakan target pembahasan Raperda selesai pada akhir tahun.

    Untuk diketahui, berdasarkan dokumen kajian Raperda tersebut, akan ada 8 pos jabatan kepala dinas dan kepala badan di Pemprov Banten yang akan hilang. Secara keseluruhan ada 66 pos jabatan setingkat eselon dari mulai eselon 2 hingga eselon 4 yang akan hilang.

    Hilangnya pos-pos jabatan tersebut diyakini akan mengefisiensikan anggaran belanja pegawai seperti anggaran untuk membayar tunjangan kinerja para pejabat eselon. Pemprov Banten juga memastikan, hilangnya pos-pos jabatan eselon tersebut tidak berdampak langsung terhadap posisi orang per orang pejabat eselon yang sekarang menjabat.

    Hilangnya pos-pos jabatan eselon itu adalah, di level pos jabatan eselon 2 masing-masing akibat diajukannya penggabungan Dinas Ketenagakerjaan Dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian Dan Perdagangan serta Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral menjadi satu dinas yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM, yang menyebabkan 2 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Berikutnya, penggabungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan Dan Keluarga Berencana dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa menjadi satu dinas yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Selanjutnya, penggabungan Dinas Kepemudaan Dan Olah Raga dan Dinas Pariwisata menjadi satu dinas yaitu Dinas Pariwisata, Kepemudaan Dan Olah Raga, yang menyebabkan 1 pos jabatan hilang. Penggabungan Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan menjadi satu dinas yaitu Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Kehutanan juga menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Terakhir penggabungan Dinas Kelautan Dan Perikanan Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan menjadi satu dinas yaitu Dinas Kelautan, Perikanan dan Lingkungan Hidup yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Untuk OPD berbentuk badan, terancam hilangnya dua pos jabatan eselon 2 diakibatkan diajukannya penggabungan Badan Kepegawaian Daerah dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah menjadi satu badan yakni Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepegawaian yang menyebabkan 1 pos jabatan kepada badan hilang.

    Berikutnya, diajukannya penggabungan Badan Pendapatan Daerah dan Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah menjadi satu badan yakni adan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala badan hilang.

    Untuk pos jabatan eselon 3 dan 4 yang akan hilang adalah sebanyak 58 pos jabatan. Rinciannya adalah 30 pos jabatan eselon 3 dan 28 pos jabatan eselon 4.(RUS/PBN)

  • 12 Potensi Bencana Besar Intai Cilegon

    12 Potensi Bencana Besar Intai Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon Maman Mauludin berharap agar Kota Cilegon bisa memiliki peranan penting sebagai leading sektor kebencanaan. Karena, Kota Cilegon memiliki tingkat kerawanan dan risiko kebencanaan yang cukup tinggi.

    Demikian disampaikan Maman saat membuka Seminar/Semiloka Rencana Kontinjensi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aula Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon, Selasa (1/8).

    “Saya berharap, kedepan Kota Cilegon memiliki peranan penting sebagai Leading Sektor Kebencanaan dengan dibantu oleh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lain, Instansi dan organisasi kebencanaan untuk melakukan pelatihan atau gladi berlanjut di setiap tahunnya,” kata Maman, Selasa (1/8).

    Dijelaskan Maman, Kota Cilegon merupakan kotamadya di Provinsi Banten yang berada di ujung barat laut Pulau Jawa, tepi Selat Sunda yang memiliki tingkat kerawanan bencana sangat tinggi.

    “Dengan cakupan wilayah seluas 175,5 kilometer persegi, Kota Cilegon memiliki potensi bencana yang sangat luar biasa besar,” jelasnya.
    Maman menyampaikan catatan kajian risiko bencana Kota Cilegon yang memiliki 12 kategori potensi bencana diantaranya gempa bumi, tsunami, kegagalan teknologi, letusan gunung berapi, cuaca ekstrim, banjir, kekeringan, kebakaran lahan atau hutan, longsor, abrasi, angin puting beliung, epidemi dan wabah penyakit.

    “Saya berterima kasih karena BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sudah memfasilitasi dalam penyusunan dokumen rencana kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami di Kota Cilegon,” ungkapnya.

    Sementara itu, Direktorat Kesiapsiagaan BNPB Rini Ambarwati menerangkan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi dukungan BNPB bersama pemerintah melalui program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) yang dilaksakan di 30 kabupaten/kota.

    “Hal ini dilakukan guna meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana,” terangnya.

    Rini berharap, pemerintah, masyarakat dan lembaga usaha bisa bersinergi dengan baik dalam menanggulangi bencana dan bisa sigap apabila ada bencana yang sewaktu-waktu terjadi.

    “Rencana ini bisa menjadi suatu peraturan dalam bentuk peraturan walikota yang dapat di pedomani bersama dalam penanganan darurat bencana,” katanya.(LUK/PBN)

  • Pengganti Iti Masih Teka-teki

    Pengganti Iti Masih Teka-teki

    LEBAK, BANPOS – Pembahasan mengenai siapa yang akan menggantikan posisi Iti Octavia Jayabaya pasca-pengunduran dirinya sebagai Bupati Lebak masih teka-teki. DPRD mengaku telah mengirimkan surat kepada Kemendagri melalui Pj Gubernur Banten pada tanggal Selasa, (1/8), namun diakui belum ada nama yang dimunculkan dikarenakan kesibukan dari DPRD.

    Wakil Ketua DPRD Lebak, Junaedi Ibnu Jarta, yang akrab disapa Bang Jun, menyatakan bahwa siapa pun yang akan ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Bupati Lebak akan sepenuhnya ditentukan oleh Kemendagri. Namun, sebagai politisi dari PDIP Lebak, ia berharap sosok yang ditunjuk memiliki pemahaman yang baik tentang budaya Lebak, siap untuk melaksanakan semua peraturan di Lebak, dan berkomitmen membangun Lebak dengan integritas.

    “Kami berharap sosok yang akan ditunjuk oleh Kemendagri adalah seseorang yang memahami Lebak, siap untuk melaksanakan dan menjalankan aturan yang ada, dan tentunya memiliki integritas untuk membangun Lebak,” ungkap Jun.

    Terkait kriteria sosok yang ditunjuk, Jun berharap bahwa penunjukan tersebut harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.

    “Silahkan saja, itu merupakan kebijakan Kemendagri. Mungkin berasal dari ASN yang ada di Provinsi, atau bahkan lebih baik jika berasal dari ASN Lebak yang memenuhi kriteria. Tentunya, mereka harus menjadi pejabat yang berpengalaman dan memahami kondisi di Lebak,” tambahnya.

    Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak, Budi Santoso, menjelaskan bahwa saat ini belum ada kekosongan pada posisi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Kada/Wakada) di Lebak, karena penetapan resmi belum dilakukan.

    “Paripurna DPRD kemarin merupakan salah satu tahapan proses politik dan administratif untuk pemberhentian Kada/Wakada. Proses ini akan disampaikan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dan proses terakhirnya adalah ketika SK pemberhentian telah ditetapkan oleh Mendagri,” jelas Budi.

    Budi menegaskan bahwa jika terjadi kekosongan jabatan saat DCT Caleg telah ditetapkan, penunjukan Penjabat (Pj) Bupati akan menjadi kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Gubernur dapat menunjuk seorang Plh (Pelaksana Harian) untuk menjalankan tugas sementara, sampai Pj Kada ditetapkan secara resmi oleh Mendagri. Pada tanggal 4 November merupakan tanggal penetapan DCT, sehingga masih ada waktu tiga bulan lagi. Adapun SK pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati akan dikeluarkan oleh Kemendagri, termasuk juga SK Pj Kada.

    Saat ini, proses pengusulan dan pengajuan calon Pj Bupati sudah sedang berlangsung. “Meskipun kekosongan belum ada, kami sudah memulai proses pengajuan sejak saat ini,” jelas Budi kepada BANPOS.

    Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak, Muhammad Agil Zulfikar, menyatakan bahwa pihaknya belum mempersiapkan nama calon Pj Bupati Lebak untuk menggantikan posisi Iti Octavia Jayabaya beserta wakilnya, Ade Sumardi, yang sebelumnya telah mengundurkan diri dari jabatannya karena maju sebagai Calon Legislatif pada Pemilu 2024 mendatang.

    “Untuk nama calon Pj Bupati, kami belum membahasnya karena masih banyak pekerjaan yang sedang kami kerjakan, termasuk mengawal proses pengunduran diri Ibu Bupati hingga selesai,” kata Agil saat dihubungi oleh BANPOS.
    Agil menjelaskan bahwa pihaknya akan melaksanakan sidang Paripurna Istimewa sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
    “Kami sedang menjalankan proses ini, dan yang jelas, calon Pj Bupati harus memahami betul tentang kondisi dan kebutuhan di Lebak,” tandasnya.
    Sebagai informasi, pada Pemilu 2024, Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari dapil 1. Sementara itu, Wakil Bupati, Ade Sumardi, mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Banten.(MYU/DZH/PBN)

  • Pengelolaan Pariwisata Lebak Bermasalah

    Pengelolaan Pariwisata Lebak Bermasalah

    LEBAK, BANPOS – Pengelolaan sejumlah titik pariwisata yang masuk sebagai objek retribusi, dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten. Hal itu berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lebak tahun 2022.

    Dalam laporan tersebut, BPK menemukan adanya sejumlah ketidaksesuaian dalam pengelolaan empat destinasi wisata yang merupakan objek retribusi. Keempatnya yakni Pemandian Air Panas Tirta Lebak Buana, Pantai Sawarna, Wisata Terpadu Kebun Teh dan Pantai Bagedur.

    Adapun temuannya terdiri atas tidak adanya cantolan hukum dalam pelaksanaan kerjasama pengelolaan destinasi wisata dengan pihak ketiga berbentuk Perda atau Perbup, tidak memadainya kajian penentuan besaran nilai kontribusi dan tidak adanya mekanisme pemilihan dalam penunjukan pihak ketiga, penunjukan pihak ketiga yang bukan merupakan badan hukum dan belum dipenuhinya klausul perjanjian kerjasama oleh pihak ketiga.

    Terkait dengan penentuan besaran kontribusi dan penunjukan pihak ketiga, BPK menilai bahwa Pemkab Lebak melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tidak melakukan kajian yang memadai. Hal itu mengakibatkan adanya kejomplangan dalam hal kontribusi, dengan nilai realisasi yang didapatkan oleh pihak ketiga.

    Menurut BPK, hal itu karena Disbudpar tidak menggunakan data laporan jumlah pengunjung tahun 2021 untuk setiap objek wisata, sebagai dasar kesepakatan nilai kontribusi dengan pihak ketiga. Padahal, data tersebut seharusnya digunakan sebagai acuan.

    Adapun perbandingan data kontribusi yang disepakati dengan perhitungan BPK sebagai berikut: Pemandian Air Panas Tirta Buana realisasi Rp155.760.000 dengan nilai kontribusi Rp70 juta, Pantai Sawarna realisasi Rp533.785.000 dengan nilai kontribusi Rp100 juta, Wisata Terpadu Kebun Teh realisasi Rp73.680.000 dengan nilai kontribusi Rp10 juta dan Pantai Bagedur realisasi Rp163.460.000 dengan nilai kontribusi Rp50 juta.

    “Nilai kontribusi di dalam perjanjian kerjasama dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan biaya pengelolaan obyek rekreasi, sehingga Pemerintah Kabupaten Lebak dapat mengoptimalkan penerimaan PAD,” tulis BPK dalam laporan tersebut.

    Selain itu, BPK juga menemukan bahwa pengelola Wisata Terpadu Kebun Teh yakni BUMDES AM Desa Hegarmanah, tidak menyetorkan kontribusi yang sebelumnya telah disepakati setiap tahunnya, yakni sebesar Rp10 juta. BUMDES AM Desa Hegarmanah hanya menyetorkan sebesar Rp1 juta.

    “Berdasarkan laporan data pengunjung tahun 2022, realisasi penerimaan BUMDES AM sebesar Rp61.500.000 sehingga terdapat perbedaan penerimaan yang cukup signifikan antara realisasi penerimaan dengan besaran kontribusi yang harus disetorkan,” tulis BPK lagi.

    Di sisi lain, BPK menyebut bahwa terdapat tiga destinasi wisata yang ternyata dikerjasamakan dengan orang pribadi. Padahal menurut BPK, kerjasama antara pemerintah dengan pihak ketiga, haruslah dilakukan dengan pihak berbadan hukum.

    “Ketiga objek retribusi yang dikelola oleh orang pribadi adalah objek Pemandian Air Panas Tirta Lebak Buana, Wisata Pantai Sawarna dan Wisata Pantai Bagedur,” tulis BPK.

    Menanggapi hal tersebut, Kabid Destinasi Disbudpar Lebak, Usep Suparno, mengatakan bahwa pengelolaan pihak ketiga tersebut merupakan pihak desa dengan alasan bahwa pihak desa lah yang paham betul dengan kondisi wilayah disana.

    Adapun terkait penyebutan pribadi dalam temuan tersebut, ia menegaskan bahwa itu merupakan Kepala Desa bukan perorangan.

    “Jadi memang MoU nya itu antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa. Karena memang sudah dari dulu hal tersebut terus terjalin. Karena yang tanda tangan memang kepala desa sendiri sebagai aparatur desa, bukan pribadi,” kata Usep saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon, Selasa (1/8).

    Ia menjelaskan, pemberian hak atas pengelolaan terhadap pihak ketiga setelah melakukan mekanisme tertentu yang dinilai mampu dan kompeten dalam hal tersebut. Usep mengaku, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak masih belum siap untuk mengelola destinasi wisata tersebut secara mandiri dikarenakan berbagai faktor.

    “Kita butuh mentor yang cukup banyak, lalu nantinya akan ada honor, biaya operasional dan lain sebagainya. Belum tentu pendapatannya bisa menutupi kebutuhan itu,” jelasnya.

    Selama ini, laporan yang pihaknya terima sesuai dengan data kunjungan yang dicatat oleh pengelola. Namun, pada kenyataannya terkadang terdapat perbedaan karena tidak semua pengunjung datang membeli tiket.

    Pihak Disbudpar sendiri pun melakukan pendataan dengan memastikan jumlah pengunjung yang hadir. Menurut Usep, ke depannya diperlukan palang pintu otomatis hingga tiket online (E-ticket) agar dapat memberikan data real time.

    Ia memaparkan, saat penekanan Perjanjian Kerjasama, pihaknya mempertanyakan terlebih dahulu kesanggupan dari pengelola dalam memberikan atau menentukan target.

    “Jadi kita diskusikan dulu, berapa sanggupnya mereka menyetor ke kas daerah. Umumnya memang meningkat, tapi pas ada covid-19 kemarin memang tidak ada kunjungan. Karena memang harus ada pemasukan ke kas daerah, akhirnya mereka mengajukan permohonan penurunan, akhirnya beberapa waktu lalu mengalami penurunan,” jelasnya.

    Saat ditanyakan terkait belum adanya dasar hukum pengelolaan destinasi wisata oleh pihak ketiga, ia menerangkan, hal tersebut dilakukan karena telah dilakukan kerjasama tersebut sejak lama. Namun, katanya, pihaknya akan segera mengubah mekanisme dengan senantiasa berkoordinasi bersama Bagian Hukum dan pihak-pihak terkait, dalam upaya memperbaiki pengelolaan yang berkaitan dengan pendapatan dan retribusi daerah.

    “Kita akan terus upayakan agar tetap bisa meningkatkan pendapatan daerah namun juga tanpa menyalahi regulasi yang ditetapkan,” terangnya.

    Ia menegaskan, pertanggungjawaban yang ditetapkan ialah ketika penargetan setoran tiap tahunnya telah disepakati bersama sejumlah sekian, maka pengelola harus menyetorkan langsung kepada Kas Daerah.

    “Memang selalu dengan kesepakatan bersama, adapun kendalanya kemarin yakni pada masa pandemi dengan adanya permohonan penurunan setoran pun hasil pertimbangan dan kesepakatan bersama,” tandas Usep.(MYU/DZH/PBN)

  • Realisasi APBD Hanya Untuk Operasional

    SERANG, BANPOS – Serapan anggaran sejumlah OPD yang menjadi mitra Komisi V DPRD Banten masih terlalu rendah, terutama dalam hal pelaksanaan belanja modal. Sedangkan diketahui, selama ini penyerapan anggaran hanya untuk operasional saja dan tidak banyak yang terserap untuk belanja bagi masyarakat.

    Ditemui di sela-sela agenda rapat evaluasi, Ketua Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa menyebutkan bahwa sejumlah OPD yang menjadi mitranya dalam melaksanakan penyerapan anggaran, jauh lebih besar diperuntukan untuk belanja operasional ketimbang belanja modal.

    “Kita melihat memang masih pada tataran pelaksanaan belanja operasional yang mendekati target, namun belanja modal masih belum memenuhi apa yang ditargetkan,” kata Yeremia kepada BANPOS pada Selasa (1/8).

    Yeremia mencontohkan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (DP3AKKB), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) menganggarkan belanja modal hanya di kisaran angka 10 persen dari anggaran yang disediakan.

    Sementara sebagian besar lainnya, habis habis diperuntukkan untuk penyerapan belanja operasional.

    “Keempat dinas ini memang mata anggarannya, programnya lebih banyak pada belanja operasional, belanja modalnya berkisar di 5 sampai 10 persen,” jelas Yeremia.

    Alasan mengapa serapan anggaran belanja modal itu rendah, anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menerangkan dalam pelaksanaannya, mereka menghadapi kendala dalam hal penyesuaian harga.

    “Ada beberapa kendala, seperti misalnya, harga yang tercantum di dalam SPD dengan harga di pasar itu tidak sesuai. Nah ini nanti mereka butuh penyesuaian di perubahan, itu salah satu kendala yang mereka sampaikan,” imbuhnya.

    Yeremia menjelaskan, secara keseluruhan serapan anggaran OPD yang menjadi mitra Komisi V saat ini sudah mencapai di angka 50 persen.
    “Jadi memang sangat kecil terkait dengan anggaran modal, sehingga dari sisi penyerapan anggaran masih pada kisaran 50 persen. Jadi deviasinya tidak terlalu besar,” ucap Yeremia.

    Meski begitu, ia meminta kepada mitra-mitra nya itu untuk dapat melakukan akselerasi, terutama dalam hal pelaksanaan program pembangunan. Harapannya agar, masyarakat dapat secara nyata merasakan hasil dari pelaksanaan program pembangunan itu.

    “Tapi kita berharap ke depan harus ada akselerasi sehingga program-program pembangunan yang telah direncanakan, dan disepakati bisa segera terealisasi. Dan masyarakat Banten bisa merasakan hasil pembangunan tersebut,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • Panji Gumilang dan Panji Sakti

    Panji Gumilang dan Panji Sakti

    Dalam selancar saya di dunia maya, terutama di Instagram, dua nama yang saya jadikan judul ini sering lewat dalam lini masa. Panji Gumilang yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan segala ‘keunikannya’. Kemudian Panji Sakti yang merupakan seniman dan berkarya melalui musikalisasi puisi.

    Nama Panji Gumilang sendiri sudah lama saya kenal, dan yang paling saya ingat adalah saat pemilihan presiden tahun 2004, dimana Wiranto yang saat itu menjadi capres mendatangi pondok pesantrennya saat masa kampanye.

    Sedangkan untuk Panji Sakti yang bernama asli Panji Siswanto, saya baru mengetahuinya setelah beberapa reel Instagram muncul dan menggunakan lagunya yaitu Kepada Noor.

    Viralnya duo Panji ini, baik di Instagram maupun platform media sosial lainnya menunjukkan bagaimana adanya perubahan sosial di masyarakat, terutama dalam hal mengakses dan mempercayai sebuah informasi, dan juga bagaimana menyikapinya.

    Kontroversi soal Panji Gumilang sebenarnya sudah muncul cukup lama. Berbagai media massa juga yang saya ingat sempat memberitakannya, bahkan MUI juga mengklaim telah melakukan penelitian pada tahun 2002 untuk Pondok Pesantren Al-Zaytun tersebut. Namun, saat itu media sosial belum sebesar dan berpengaruh seperti saat ini, sehingga eksklusifitas dalam mendapatkan informasi harus diakui pada zaman dahulu memang hanya dimiliki oleh sebagian kalangan saja. Sedangkan saat ini, ketika ada hal yang berbeda dari kebiasaan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Zaytun maupun oleh pribadi Panji Gumilang langsung dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat. Sehingga secara umum masyarakat dapat memberikan penilaiannya.

    Media sosial juga cukup memberikan dampak terhadap musisi seperti Panji Sakti. Yang saya ingat, dahulu mengenal musisi selain dari MTV, biasanya adalah dari radio yang menyetel lagu-lagu para musisi. Dahulu yang saya ingat ada istilah indie dan major label. Zaman dahulu, musisi seperti Panji Sakti kemungkinan besar masuk dalam kelompok indie, dan kecil kemungkinan masyarakat luas dapat mendengar lagu-lagunya di Radio apalagi di TV. Akan tetapi, terjadi pergeseran dengan adanya media sosial seperti YouTube dan Spotify. Tidak butuh waktu lama, lagu menjadi hal penting dalam media sosial seperti Tiktok dan Instagram, sehingga proses memperkenalkan lagu dari para seniman tersebut mengalami berbagai kemudahan. Masyarakat juga menjadi memiliki pilihan banyak dalam mendengarkan lagu lintas genre, tidak harus terpaku pada jenis musik tertentu saja.

    Dalam kasus Panji Gumilang, setidaknya dalam komentar yang saya baca di Instagram, cenderung dengan nuansa negatif dan menyalahkan praktik-praktik dan pemahaman yang dianut oleh Panji Gumilang. Jika merujuk pada riset yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta melalui program Media and Religious Trend in Indonesia (MERIT) pada tahun 2020, diketahui memang adanya dominasi narasi paham keagamaan konservatif di media sosial. Walaupun pemahaman keagamaan lain juga banyak mewarnai diskursus agama terutama di platform twitter, namun dengung konservatisme menguasai perbincangan di ranah maya dengan persentase 67.2 persen, disusul dengan moderat 22.2 persen, liberal 6.1 persen dan Islamis 4.5 persen. Sementara itu berdasarkan riset dari Pengurus Pusat Muhammadiyah pada tahun 2020 juga menyebutkan bahwa 58 persen milenial belajar agama di media sosial.

    Sementara, terkait efektivitas promosi menggunakan media sosial seperti yang digunakan oleh Panji Sakti, diketahui berdasarkan kesimpulan riset yang dilakukan oleh Sujud Puji Nur Rahmat pada tahun 2019, kehadiran internet sebagai media baru memberikan dampak pada berbagai lini kehidupan, termasuk dalam ranah produksi, konsumsi dan distribusi musik. Layanan situs web atau media sosial untuk—atau yang digunakan oleh—kelompok musik bisa menjadi salah satu media promosi, publikasi dan diseminasi atas eksistensi dan karya-karya kelompok itu. Musisi atau band bisa menggunakan akun media sosial

    untuk membangun citra menampilkannya kepada para penggemar. Pada tataran tertentu,
    interaksi yang terjadi antara musisi atau band dengan penggemar di akun media sosial
    bisa digunakan sebagai salah satu—tapi bukan satu-satunya, apalagi bersifat mutlak—
    alat ukur, bukti, atau indikator popularitas mereka, sebab di akun semacam ini terdapat
    jejak digital dan statistiknya dapat dengan mudah dicatat.

    Internet, dalam hal ini layanan berupa media sosial, juga memunculkan pola interaksi antara musisi/band dengan penggemar yang cukup berbeda dengan pola-pola interaksi antara kedua pihak ini di masa lalu, yakni ketika internet belum populer sebagai wahana pendukung komunikasi. Kini, penggemar dan idolanya bisa berinteraksi secara lebih dekat, hanya diperantarai oleh akun media sosial. Konten komunikasinya pun beragam, mulai dari sekedar berkomentar, menyapa, menanyakan informasi, hingga info yang memang terkait dengan eksistensi musisi/band.

    Pada akhirnya, kehadiran media sosial terbukti memberikan perubahan sosial di masyarakat. Dampak negatif dan positif dalam sebuah perubahan memang menjadi hal yang berjalan beriringan. Saat ini memang diperlukan penguatan kembali kepada masyarakat untuk meminimalisir dampak-dampak negatif yang muncul. Adanya potensi polarisasi dan juga keengganan untuk belajar yang utuh di masyarakat memerlukan peran dari semua pihak untuk mencegahnya. Sedangkan, dengan munculnya efek positif yang ada, dapat dimanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tidak hanya terpaku dengan cara-cara konvensional saja.(*)