PANDEGLANG, BANPOS – Dampak kemarau panjang yang terjadi saat ini, ada sebanyak 380 hektare lebih sawah petani di wilayah Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, mengalami kekeringan dan terancam puso.
Dalam upaya untuk menanggulangi kerugian para petani di wilayah tersebut, pihak penyuluh pertanian Kecamatan Cikeusik, mengajukan asuransi petani melalui program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Koordinator Penyuluh (Korluh) pertanian Kecamatan Cikeusik, Oji mengatakan, dampak kemarau panjang ini pihaknya mencatat ada sebanyak 380 hektare lebih sawah petani di Cikeusik mengalami kekeringan, bahkan terancam mengalami puso.
“Di Cikeusik ada 380 hektare sawah yang kekeringan berat, dan dimungkinkan sepekan ke depan statusnya sudah puso,” kata Oji kepada wartawan, Sabtu (7/10) lalu.
Menurutnya, untuk penanggulangan puso agar para petani tidak mengalami kerugian, pihaknya mengajukan asuransi tani melalui program AUTP.
“Tanaman padi yang terancam kekeringan sudah kita prediksi. Maka kelompok taninya kita daftarkan pada asuransi, dengan harapan para petani tidak mengalami kerugian ketika terjadi gagal panen,” terangnya.
Dijelaskannya, saat ini para petani yang didaftarkan asuransi tani sedang diproses untuk klaim asuransi tersebut. Luas lahan yang dimasukan pada asuransi itu yakni seluas 380 hektare lebih.
“Dengan asuransi ini mudah-mudahan kerugian petani dapat diganti, dan bisa melakukan tanam padi lagi pada masa tanam berikutnya,” ujarnya.
Sebelumnya, pihaknya juga telah berupaya untuk penanggulangan bencana kekeringan melalui bantuan pompa air, supaya tanaman padi petani tidak terjadi gagal panen. Akan tetapi, karena kemarau panjang ini sumber-sumber air kering, akhirnya pompanisasi tidak maksimal.
“Makanya upaya lain yang kami lakukan yaitu melalui asuransi tani dalam mengantisipasi kerugian yang dialami para petani itu sendiri,” tuturnya.
Saat ditanya berapa nilai kerugian para petani di Cikeusik akibat bencana kekeringan tersebut. Oji mengaku, jika nilai kerugian itu bisa dilihat dari modal petani yang digunakan mulai dari proses tanam dalam setiap hektare sawahnya.
“Biasanya dalam satu hektare itu petani harus mengeluarkan modal sekitar Rp 6 juta. Jadi bisa dikalikan dengan luasan sawah yang digarap petani itu sendiri,” ucapnya.
Saat ditanya lagi kapan asuransi tani itu dapat diterima para petani. Oji mengaku, belum bisa memastikan kapan klaim asuransi itu dapat direalisasikan. Karena sekarang ini masih dalam proses.
“Ini masih proses, kita terus maksimalkan mudah-mudahan semua yang kita ajukan terealisasi, karena kasihan juga para petani,” ungkapnya.(dhe/pbn)