Penulis: Panji Romadhon

  • Gerindra Jakarta Pusat Tebar BPJS Gratis Ke Warga

    Gerindra Jakarta Pusat Tebar BPJS Gratis Ke Warga

    JAKARTA, BANPOS – Ketua DPC Partai Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Jakarta Pusat, Dian Pratama memberikan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan gratis.

    “BPJS Ketenagakerjaan gratis ini saya berikan kepada pengurus ranting dan warga,” kata Dian Pratama yang baru dua bulan dikukuhkan menjadi Ketua DPC Partai Gerindra Jakarta Pusat, Senin (19/12).

    Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini menjelaskan, pemberian iuran BPJS Ketenagakerjaan gratis pertama itu diberikan kepada struktur PAC dan Ranting Kecamatan Senen. Termasuk warga di kecamatan itu.

    Selain warga Senen, lanjut dokter ahli Kebidanan itu, anak buah Prabowo Subianto ini juga memberikan BPJS Ketenagakerjaan gratis kepada warga RW 04 Kelurahan Kenari.

    “Rencananya, semua struktur DPC Gerindra Pusat mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan serupa secara gratis. Semoga bantuan ini bisa membantu pengurus partai dan warga Jakarta Pusat,” ujarnya.

    Sebagai anggota DPRD, ia memiliki tugas untuk menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Dian terus berjuang keras, agar Partai Gerindra semakin dicintai masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta Pusat.

    Selain itu, dirinya juga mendapat tugas agar pada pemilihan mendatang, jumlah perolehan kursi anggota dewan bisa bertambah. “Satu dewan bisa mengajak satu kader lagi untuk bisa menjadi dewan pada Pemilu Legislatif mendatang,” tuturnya.(RM.ID)

  • RS Beijing Keteteran, Mayat Antre Dikremasi

    RS Beijing Keteteran, Mayat Antre Dikremasi

    CHINA, BANPOS – Lonjakan kasus Corona terjadi di China, menyusul pencabutan aturan ketat nol Covid-19. Tidak ada informasi detail mengenai jumlah warga yang terjangkit dan pasien yang meninggal. Namun, rumah duka dan krematorium di Beijing keteteran menangani permintaan kremasi.

    Dilansir Reuters, Sabtu (17/12), terdapat 30-an mobil jenazah yang berbaris memasuki krematorium khusus pasien Covid-19 di Dongjiao, Beijing. Sementara para pekerja di sejumlah rumah duka bekerja lebih sibuk dibanding biasanya.

    Di antaranya, terdapat ambulans dengan mayat terbungkus sprei di bagasi terbuka, kemudian diangkut pekerja berseragam hazmat untuk dipindahkan ke ruang persiapan menunggu kremasi.

    Beberapa meter dari krematorium, di rumah pemakaman, jurnalis Reuters menyaksikan 20 kantong jenazah diletakkan di lantai. Reuters tidak bisa memastikan penyebab kematian jenazah tersebut.

    Kemudian di Rumah Duka Huairou, seorang staf melaporkan jenazah disimpan selama tiga hari sebelum dapat dikremasi.

    Rumah duka dan krematorium di seluruh kota berpenduduk 22 juta itu, kini berjuang seiring tingginya kebutuhan pelayanan, banyak pekerja dan pengemudi dinyatakan positif Covid-19.

    “Sekarang mobil dan pekerja lebih sedikit. Banyak pekerja yang dinyatakan positif. Anda bisa membawa jenazah ke sini sendiri, baru-baru ini sibuk,” beber staf itu.

    Seorang staf di Rumah Duka Miyun menyebut, jumlah jenazah lebih banyak dibanding periode sebelum pencabutan sebagian besar pembatasan pandemi. Staf yang enggan menyebutkan namanya ini menambahkan, ada tumpukan permintaan layanan kremasi di sana.

    Di Shanghai, telah dilaporkan bahwa tambahan 230.000 tempat tidur rumah sakit telah tersedia. Beberapa sekolah di kota itu juga telah menghentikan kelas tatap muka karena guru dan staf sakit.

    Sejak aturan ketat dicabut, China meminta warganya tetap di rumah jika mengidap gejala ringan. Sementara kota-kota di seluruh China bersiap menghadapi gelombang infeksi pertama mereka.

    Epidemiolog Wu Zunyou berpendapat, kebijakan pembatasan dicabut lebih awal. Ia memperkirakan 250 ribu orang akan meninggal. Hanya saja, proporsi pasien yang sakit parah turun sebesar 0,18 persen dari kasus yang dilaporkan. Dari sini, lanjutnya, bisa terlihat tingkat kematian perlahan turun

    Tidak bisa dipastikan bahwa antrean permintaan kremasi ini akibat kenaikan kasus Covid. China belum memberikan laporan secara resmi angka kematian akibat Covid-19 sejak 7 Desember 2022, saat aturan ketat nol Covid-19 dicabut.

    Namun Komisi Kesehatan Nasional melaporkan, tidak ada perubahan angka resmi kematian, yakni 5.235 kasus sejak pandemi muncul di 2019.

    Data kasus Covid-19 yang minim memicu perdebatan di media sosial. Orang-orang tidak bisa menemukan angka pasti perihal kematian, pasien rawat inap dan pasien yang sakit parah.

    “Mengapa statistik ini tidak da￾pat ditemukan? Apa yang terjadi? Apakah mereka tidak menghitungnya atau mereka tidak mengumumkannya?” tanya seorang pengguna media sosial China.

    Dalam beberapa hari terakhir, Beijing dihantam penyebaran varian Omicron yang menular dengan amat cepat. Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) yang berbasis di Amerika Serikat memperkirakan, kasus infeksi Covid-19 di China akan kembali meningkat seiring pelonggaran pembatasan.

    Direktur IHME Christopher Murray mengatakan, kasus penularan Covid-19 di China akan mencapai puncaknya sekitar April tahun depan. Angka kematian akibat Covid diprediksi akan mencapai 322.000 orang dan sekitar sepertiga populasi China akan tertular pada saat itu.

    Lonjakan angka kematian bakal menguji langkah otoritas China yang bulan ini beralih dari protokol lockdown, larangan perjalanan, dan tes Covid-19 tanpa henti. B F. 7 disebut menjadi subvarian Omicron baru di balik lonjakan kasus Covid-19 China. Pasalnya, subvarian ini menyebar luas terutama di Beijing.

    Dikutip dari Medical Xpress, BF.7, merupakan singkatan dari BA.5.2.1.7, yang masih turunan dari varian Omicron BA.5. Laporan dari China menunjukkan, BF.7 memiliki kemampuan infeksi terkuat dari subvarian Omicron di negara tersebut. Selain itu, BF.7 lebih cepat menular daripada varian lain, memiliki masa inkubasi lebih pendek, dan dengan kemampuan lebih besar untuk menulari orang yang pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya.

    BF.7 juga bisa menyerang mereka yang sudah divaksinasi Covid-19, meskipun gejalanya terbilang ringan. Bahkan, dalam hal kecepatan penularan, satu orang yang terinfeksi Covid-19 Omicron BF.7 bisa menularkan virus ke 10 hingga 18 orang lainnya.

    Tingkat penularan BF.7 yang tinggi, karena penyebaran tersembunyi dengan banyaknya orang terpapar tanpa gejala, menyebabkan kesulitan signifikan dalam mengendalikan wabah Covid tersebut.

    Gejala infeksi BF.7 serupa dengan subvarian Omicron lainnya, meliputi demam, batuk, sakit tenggorokan. Namun sebagian kecil orang juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare. BF.7 mungkin menyebabkan penyakit yang lebih serius pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.(RM.ID)

  • Dukung Panglima Yudo Margono, Bamsoet Ingatkan Beragam Tantangan TNI

    Dukung Panglima Yudo Margono, Bamsoet Ingatkan Beragam Tantangan TNI

    JAKARTA, BANPOS – Ketua MPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung serta meyakini, di bawah kepemimpinan Laksamana Yudo Margono, TNI akan tetap kuat bersama rakyat, menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Bamsoet, sapaan akrab Bambang, juga mengingatkan, berbagai pekerjaan rumah sudah menanti Yudo saat menduduki jabatan Panglima TNI lebih kurang satu tahun hingga memasuki masa pensiun pada November 2023.

    Bamsoet menyatakan, memasuki tahun politik 2023, kondusivitas bangsa akan kembali menghangat. TNI harus tetap menjaga netralitas, jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dengan menarik TNI dalam politik praktis.

    “Selain itu, dari faktor eksternal, TNI juga harus senantiasa mewaspadai sekaligus siap sedia mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi di kawasan Laut Natuna Utara yang masih berpotensi dihadapkan pada berbagai konflik akibat ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan. Prinsipnya, tidak boleh ada sejengkal pun tanah, air, dan udara Indonesia yang diambil oleh pihak asing,” ujar Bamsoet, di Jakarta, Senin (19/12).

    Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, faktor eksternal lain yang juga perlu diwaspadai adalah meningkatnya eskalasi ketegangan di Taiwan dan semenanjung Korea, hingga konflik bersenjata di beberapa negara, seperti Yaman, Ethiopia, Afghanistan, Myanmar, serta khususnya Rusia-Ukraina. Selain itu seiring laju perkembangan zaman, bangsa Indonesia dan TNI pada khususnya, juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang lebih kompleks, lebih canggih, dan lebih rumit.

    “Kedaulatan bangsa dan negara tidak boleh hanya bertumpu pada kekuatan fisik militer, karena potensi ancaman akan hadir dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial-budaya, politik-ideologi, dan berbagai ancaman lainnya yang bersifat soft power. Karena itu, TNI juga perlu semakin mewaspadai ancaman nirmiliter yang merusak ideologi negara,” jelas Bamsoet.

    Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan, tantangan lain yang dihadapi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yakni mendukung maju, tumbuh, dan berkembangnya industri pertahanan nasional yang dilakukan pelaku usaha swasta dalam negeri. Sebagaimana sudah ditegaskan Presiden Jokowi, pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) harus diprioritaskan dari dalam negeri, baik melalui BUMN maupun dari pelaku usaha swasta nasional.

    “Masuknya peran swasta dalam industri pertahanan nasional telah memiliki landasan hukum, yakni sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Secara spesifik diatur dalam pasal 74 UU Cipta Kerja sebagai revisi dari regulasi terdahulu, yaitu pasal 11 ayat (1) huruf a UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Selain untuk memperkuat kedaulatan industri pertahanan dalam negeri, keterlibatan swasta dalam industri pertahanan juga bisa menjadi penopang perekonomian nasional. Sekaligus mengurangi beban pengeluaran negara dalam membangun jaringan pasokan komponen industri pertahanan,” pungkas Bamsoet.(RM.ID)

  • 2023, Tarif KRL Mau Naik

    2023, Tarif KRL Mau Naik

    INDONESIA – BANPOS Senayan menyoroti rencana Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) menjadi Rp 5 ribu untuk perjalanan sepanjang 25 kilometer pertama. Kenaikan tarif dirasa belum tepat saat masyarakat masih berjuang bangkit dari pandemi.

    Anggota DPR Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama mengatakan, kenaikan tarif dasar KRL akan memberatkan masyarakat dan menimbulkan kontroversi. Apalagi, Presiden Jokowi mengatakan akan ter¬jadi krisis pada 2023. Sehingga, kenaikan tarif KRL perlu dikaji ulang.

    “Kami meminta Pemerintah menetapkan tidak adanya ke¬naikan tarif KRL sampai tahun tertentu. Seperti halnya iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan tidak naik sampai tahun 2024,” ujar Suryadi dalam keterangan¬nya, kemarin.

    Suryadi lantas merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut jumlah pen¬duduk miskin pada Maret 2022 masih sangat tinggi. Yaitu men¬capai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia. “Inflasi yang terjadi secara global juga turut mengerek naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat,” ujar Politikus PKS ini.

    Suryadi menuturkan saat ini kondisi KRL masih mengalami overload atau penuhnya penumpang di luar kapasitas pada jam-jam sibuk. Kondisi tersebut membuat pengguna KRL belum bisa merasakan kenyamanan sepenuhnya.

    “Tentunya akibat overload tersebut seharusnya KRL Commuter Line sudah bisa mengam¬bil keuntungan yang cukup besar tanpa perlu menaikkan tarif KRL,” saran dia.
    Apalagi, kata Suryadi, sistem transit di Stasiun Manggarai sejak bulan Mei 2022 dianggap membuang waktu dan menyulitkan penumpang lansia. Ketidakadilan ini dirasakan oleh para penumpang KRL jurusan Bogor-Tanah Abang/Duri dengan adanya transit semacam ini.

    “Begitu juga penumpang juru¬san Kampung Bandan via Pasar Senen, masih harus menunggu waktu yang lama pada saat jam-jam sibuk. Belum lagi masih banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di KRL,” ungkap dia.

    Sedangkan dari sisi keuangan, Suryadi mencatat, Kemenhub telah menggelontorkan Rp 3,2 triliun lebih untuk mensubsidi pengguna kereta api pada tahun 2022. Ditambah dana penyertaan modal negara (PMN) juga telah diberikan pada PT Kereta Api Indonesia (PTKAI) sebesar Rp 6,9 Tpada akhir 2021.

    Seharusnya, kata Suryadi, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai salah satu anak perusahaan di lingkungan PT KAI yang mengelola KRL turut mendapatkan manfaat dari dana PMN tersebut.

    Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan akan menaikkan tarif KRL menjadi Rp 5 ribu untuk per¬jalanan sepanjang 25 kilometer pertama. Kemudian tarif lanjutan 10 kilometer berikutnya tetap di angka Rp 1.000.

    Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal telah memastikan ihwal kenaikan tarif KRL itu. Dia memperkirakan tarif akan naik sekitar awal 2023.

    “Insyaallah ada penyesuaian. Kami sudah siapkan Peraturan Menteri soal penyesuaian-penyesuaian kenaikan tarif terhadap KRL dan juga angkutan umum kereta api lainnya,” ujar Risal, Senin, (12/12).(RM.ID)

  • Dubes Djauhari Resmikan Indonesia Experience Center Di Shanghai

    Dubes Djauhari Resmikan Indonesia Experience Center Di Shanghai

    SHANGHAI, BANPOS – Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun meresmikan “Indonesia Experience Center” (IEC) di Sinar Mas Plaza, Shanghai, Sabtu (17/12) malam.

    Di pusat perbelanjaan milik investor Indonesia itu, para pengunjung bisa menikmati makanan dan minuman khas Indonesia. Batik dan kerajinan tangan hingga promosi pariwisata, seni dan budaya Nusantara juga tersedia di sana.

    “IEC ini diproyeksikan sebagai pintu depan Indonesia di Shanghai dalam meningkatkan hubungan Indonesia dengan Tiongkok di bidang perdagangan, pariwisata, investasi dan pertukaran antarmasyarakat kedua negara,” kata Dubes Djauhari dalam keterangan resminya, Minggu (18/12).

    Menurut Djauhari, pihaknya akan menjadikan IEC sebagai ajang belajar bahasa Indonesia dan tari tradisional Indonesia serta sebagai tempat menikmati kuliner khas Nusantara.

    “Lokasi Sinar Mas Plaza yang strategis dan populer di Shanghai menjadikan IEC ini menarik untuk dikunjungi,” lanjutnya.

    Dubes Djauhari juga berharap, bahwa kolaborasi seperti ini bisa juga menginisiasi IEC untuk tumbuh juga di kota-kota utama lainnya di China.

    Konsul Jenderal RI di Shanghai Deny W Kurnia mengaku, lega dengan terwujudnya program yang telah lama diidamkannya itu.

    “Selama bertahun-tahun kami bermimpi memiliki venue terintegrasi yang berfungsi sebagai sarana promosi untuk semua aspek terkait dengan Indonesia, baik itu perdagangan, pariwisata, investasi, seni dan budaya. Akhirnya, kini terwujud,” katanya.

    Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia di China (Inacham) Liky Sutikno berharap, IEC dapat menghasilkan lebih banyak karya dan produk Indonesia yang nantinya bisa mendukung peningkatan kerja sama dengan China.

    Saat ini, IEC adalah work in progress yang bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung dan nyata tentang Indonesia di Shanghai.

    Kedepannya, masyarakat bisa datang ke IEC dan belajar bahasa Indonesia, tarian Indonesia, serta menikmati makanan dan minuman khas Indonesia.

    Lokasi yang strategis di Sinar Mas Plaza yang populer di Shanghai semakin membuat IEC ini juga menarik untuk dikunjungi.

    IEC diproyeksikan untuk juga menjadi salah satu pintu depan Indonesia di Shanghai dalam meningkatkan hubungan Indonesia dengan China dibidang perdagangan, pariwisata, investasi, dan kontak antar masyarakat.(RM.ID)

  • RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON  TENTANG UPAYA PENCEGAHAN STUNTING

    RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON TENTANG UPAYA PENCEGAHAN STUNTING

    Unduh di Sini

    RANCANGAN
    PERATURAN WALI KOTA CILEGON
    NOMOR…TAHUN……….
    TENTANG
    UPAYA PENCEGAHAN STUNTING

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    WALI KOTA CILEGON,

    Menimbang :
    a. bahwa sesuai arah kebijakan pembangunan nasional dengan prioritas pembangunan manusia disebutkan arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan untuk peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat melalui percepatan penurunan stunting dan gizi;
    b.bahwa untuk mewujudkan sumberdaya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan produktif diperlukan status gizi yang optimal, dengan cara melakukan perbaikan gizi secara terus menerus;
    c.bahwa meningkatnya sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif merupakan komitmen global dan merupakan aset yang sangat berharga bagi bangsa dan negara Indonesia;
    d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Wali Kota tentang Upaya Pencegahan Stunting;

    Mengingat :
    1. Undang- undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Madya Daerah Tingkat II Depok dan Kota Madya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
    2.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33);
    3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negaran Republik Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negaran Republik Indonesia Nomor 6573);
    4.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
    5.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6757);
    6.Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
    7.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680);
    8.Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 100);
    9.Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 188);
    10.Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 172);
    11.Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Sistem Kesehatan Kota (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2018 Nomor 3);

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan :
    PERATURAN WALI KOTA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN STUNTING.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Peraturan Wali Kota ini yang dimaksud dengan:
    1.Daerah adalah Kota Cilegon.
    2.Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Cilegon.
    3.Wali Kota adalah Wali Kota Cilegon.
    4.Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
    5.Intervensi Spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya Stunting.
    6.Intervensi Sensitif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya Stunting.
    7.Pemangku Kepentingan adalah orang perseorangan, masyarakat, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, media massa, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan mitra pembangunan, yang terkait dengan Percepatan Penurunan Stunting.
    8.Air susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih, imunoglobulin, enzim dan hormon, serta protein spesifik, dan zat-zat gizi lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

    Pasal 2
    Upaya pencegahan stunting dimaksudkan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, kualitas sumber daya manusia dan kualitas lingkungan dengan melibatkan semua unsur Pemerintahan Daerah, swasta dan masyarakat.

    Pasal 3
    Upaya pencegahan Stunting bertujuan :
    a.meningkatkan komitmen para Pemangku Kepentingan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan gizi masyarakat, meningkatkan Kualitas Lingkungan dan Sumber Daya Manusia;
    b.meningkatkan kemampuan pengelolaan program gizi, khususnya koordinasi antar sektor untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi, Kualitas Lingkungan dan Sumber Daya Manusia; dan
    c.memperkuat intervensi pencegahan Stunting yang bersifat spesifik dan sensitif.

    BAB II
    RUANG LINGKUP
    Pasal 4

    Ruang Lingkup upaya pencegahan Stunting meliputi Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif.

    Bagian Kesatu
    Sasaran
    Pasal 5

    (1)Sasaran Intervensi Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, meliputi:
    a.remaja putri;
    b.wanita usia subur;
    b.ibu hamil;
    c.ibu menyusui dan anak di bawah usia 23 (dua puluh tiga) bulan; dan
    d.anak usia 24 (dua puluh empat) sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan.

    (2)Sasaran untuk Intervensi Sensitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, adalah masyarakat umum khususnya keluarga.

    Bagian Kedua
    Intervensi Upaya Pencegahan Stunting
    Pasal 6

    (1)Intervensi Spesifik dengan sasaran remaja putri dan wanita usia subur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b, meliputi:
    a.sosialisasi dan edukasi kepada remaja putri dan wanita usia subur; dan
    b.suplementasi tablet tambah darah bagi remaja putri dan wanita usia subur.

    (2)Intervensi Spesifik dengan sasaran ibu hamil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, meliputi :
    a.pemeriksaan kehamilan sesuai standar;
    b.memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis;
    c.mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat;
    b.suplementasi kalsium;
    c.mengatasi kekurangan iodium;
    d.menanggulangi kecacingan pada ibu hamil; dan
    e.melindungi ibu hamil yang mengalami penyulitan atau risiko tinggi.

    (3)Intervensi Spesifik dengan sasaran ibu menyusui dan anak di bawah usia 23 (dua puluh tiga) bulan dan anak usia 24 (dua puluh empat) sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf d dan huruf e, meliputi:
    a.mendorong inisiasi menyusu dini;
    b.mendorong pemberian ASI Eksklusif bagi anak usia 0 sampai 6 (nol sampai enam) bulan;
    c.promosi dan edukasi pemberian ASI lanjut disertai makanan pendamping ASI yang sesuai;
    d.penanggulangan infeksi kecacingan pada ibu dan anak;
    b.pemberian suplementasi zink pada anak;
    c.fortifikasi zat besi ke dalam makanan/suplementasi zat gizi mikro;
    d.pencegahan dan penatalaksanaan klinis pada ibu dan anak;
    e.pemberian imunisasi lengkap pada anak;
    f.pencegahan dan pengobatan diare pada anak;
    g.implementasi prinsip manajemen terpadu balita sakit;
    h.suplementasi vitamin a pada anak usia 6 (enam) sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan;
    i.penatalaksanaan malnutrisi akut parah pada anak; dan
    j.pemantauan tumbuh kembang anak.

    (4)Intervensi Sensitif dengan sasaran masyarakat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2, meliputi:
    a.penyediaan akses air bersih;
    b.penyediaan akses sarana sanitasi yang layak;
    c.fortifikasi bahan pangan;
    d.pemberian tablet Fe bagi remaja putri;
    e.penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana;
    f.pengembangan kawasan rumah pangan lestari;
    g.pendidikan pengasuhan pada orang tua;
    h.pendidikan anak usia dini;
    i.pengetahuan pos pelayanan terpadu;
    b.program pendidikan gizi masyarakat;
    c.edukasi kesehatan seksual, reproduksi, dan gizi pada remaja dan lingkungan sekolah;
    d.pemberian bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin;
    e.peningkatan ketahanan pangan dan gizi;
    f.manajemen gizi dalam bencana;
    g.diversifikasi pangan;
    h.pencegahan dan tata laksana klinis penyakit;
    i.pelayanan kesehatan jiwa bagi ibu hamil;
    j.pemberdayaan perempuan dan upaya perlindungan anak;
    k.konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja; dan
    l.pengembangan sanitasi total berbasis masyarakat.

    BAB III
    PENDEKATAN
    Bagian Kesatu
    Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
    Pasal 7

    (1)Dalam upaya mempercepat pencegahan Stunting dilakukan gerakan masyarakat hidup sehat.

    (2)Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mensinergikan upaya promotif dan preventif masalah Stunting serta meningkatkan produktivitas masyarakat.

    (3)Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
    a.peningkatan aktivitas fisik;
    b.peningkatan perilaku hidup sehat;
    c.penyediaan pangan sehat dan pencepatan perbaikan gizi;
    d.peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
    e.peningkatan kualitas lingkungan; dan
    f.pengingkatan edukasi hidup sehat.

    (4)Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikampanyekan oleh seluruh Pemangku Kepentingan.

    Bagian Kedua
    Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan
    Pasal 8

    (1)Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan merupakan komitmen bersama para Pemangku Kepentingan sebagai gerakan partisipasi upaya pencegahan Stunting.

    (2)Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian para pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi terhadap kebutuhan gizi janin maupun bayi pada seribu hari pertama kehidupannya.

    (3)Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
    a.komunikasi perubahan perilaku melalui komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) secara formal maupun informal;
    b.kampanye di berbagai media ;
    c.kunjungan dan memberikan konseling terpadu kepada keluarga rentan;
    d.pembentukan forum pencegahan stunting di tingkat kelurahan; dan
    e.rembuk stunting di tingkat kelurahan, kecamatan dan Daerah.

    Pasal 9
    (1)Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan Gerakan Seribu Hari Pertama Kehidupan sebagaimana dimaksud Pasal 7 dan Pasal 8, dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan.

    (2)Gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukkan dalam rencana kerja Perangkat Daerah.

    BAB IV
    PELIMPAHAN WEWENANG
    Pasal 10

    (1)Wali Kota melimpahkan wewenang kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan untuk melaksanakan upaya pencegahan Stunting di Daerah.

    (2)Dalam melaksanakan upaya pencegahan Stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh Tim Teknis Pencegahan Stunting.

    (3)Tim Teknis Pencegahan Stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, dan dapat melibatkan masyarakat, akademisi, praktisi dan pelaku usaha.

    (4)Tim Teknis pencegahan Stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas:
    a.melakukan koordinasi dan komunikasi efektif lintas program dan lintas sektor dalam upaya pencegahan Stunting;
    b.mengkaji dan menganalisis permasalahan Stunting;
    c.merencanakan dan menganalisis permasalahan Stunting;
    d.melaksanakan pemetaan peran lintas sektor terkait dengan pencegahan Stunting;
    e.melaksanakan dan mengalokasikan program pencegahan Stunting yang berkelanjutan;
    f.monitoring dan mengevaluasi program pencegahan Stunting;
    g.memberikan sosialisasi program pencegahan Stunting;
    h.memberikan rekomendasi kepada Wali Kota tentang perencanaan dan pelaksankaaan upaya pencegahan Stunting; dan
    i.melaporkan hasil pelaksanaan tugas tim kepada Wali Kota secara berkala.

    (5)Pembentukan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Wali kota.

    BAB V
    PENAJAMAN SASARAN WILAYAH PENCEGAHAN STUNTING
    Pasal 11

    (1)Dalam upaya pencegahan Stunting dilakukan penajaman sasaran wilayah intervensi.

    (2)Penajaman sasaran wilayah intervensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pertimbangan:
    a.tingginya angka kejadian Stunting;
    b.lebih fokus dalam implementasi dan efektivitas percepatan pencegahan Stunting; dan
    c.pengukuran target pencapaian yang lebih terkendali.

    BAB VI
    PERAN SERTA MASYARAKAT
    Pasal 12

    (1)Masyarakat berkomitmen meningkatkan status gizi individu, keluarga dan masyarakat dengan berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Wali Kota ini.

    (2)Dalam rangka pencegahan Stunting dan intervensinya, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan masalah mengenai hal-hal di bidang kesehatan dan gizi.

    (3)Pemerintahan Daerah membina, mendorong dan menggerakkan swadaya masyarakat di bidang gizi dan pencegahan Stunting agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.

    BAB VII
    PENCATATAN DAN PELAPORAN
    Pasal 13

    (1)Setiap unsur Pemangku Kepentingan yang terlibat dalam upaya pencegahan Stunting harus melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    (2)Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang.

    (3)Pencatatan dan Pelaporan dapat berupa sistem elektronik dan non elektronik.

    (4)sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM)

    BAB VIII
    PENDANAAN
    Pasal 14

    Pendanaan bagi pelaksanaan upaya pencegahan Stunting bersumber dari:
    a.anggaran pendapatan dan belanja daerah;
    b.sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    BAB IX
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 15

    Peraturan Wali kota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Wali Kota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon.

    Ditetapkan di Cilegon
    pada tanggal
    WALIKOTA CILEGON,

    ………………………….

    Diundangkan di
    pada tanggal
    SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON

    ………………………..
    BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN …. NOMOR …

  • RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

    RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

    Unduh di Sini
    RANCANGAN
    PERATURAN WALI KOTA CILEGON
    NOMOR…TAHUN……….
    TENTANG
    PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    WALI KOTA CILEGON,

    Menimbang :
    a. bahwa kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia, oleh karenanya setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan, fasilitas, dan kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatannya;
    b.bahwa tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat yang berdampak pada produktivitas dan kesejahteraan masyarakat di daerah;
    c.bahwa pemerintah daerah perlu melakukan upaya pengendalian tuberkulosis secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, sehingga diperlukan pengaturan mengenai penanggulangan tuberkulosis;
    d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Wali Kota tentang Penanggulangan Tuberkulosis;

    Mengingat :
    1. Undang- undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Madya Daerah Tingkat II Depok dan Kota Madya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

    2.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

    2.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6757);

    3.Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 166);

    4.Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang
    Penanggulangan Tuberkulosis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 166);

    5.Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Sistem Kesehatan Kota (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2018 Nomor 3);

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : PERATURAN WALI KOTA TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Peraturan Wali Kota ini yang dimaksud dengan:
    1.Daerah adalah Kota Cilegon.
    2.Pemerintah Daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
    3.Wali Kota adalah Wali Kota Cilegon.
    4.Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
    5.Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
    6.Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang
    digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan/ atau masyarakat.
    7.Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
    8.Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang
    selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
    9.Tuberkulosis yang selanjutnya disebut TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ lainnya.
    10.Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah Virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome.
    11.TBC HIV adalah penyakit TBC yang menjadi penyakit penyerta dari penyakit HIV.
    12.Orang dengan HIV yang selanjutnya disebut dengan ODHIV adalah orang yang menderita penyakit HIV.
    13.Penanggulangan TBC adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat TBC.
    14.Eliminasi TBC adalah pengurangan terhadap TBC secara berkesinambungan guna menekan angka penyakit serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan.
    15.Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    16.Pasien TBC adalah orang yang terdiagnosis penyakit TBC.
    17.Penyintas TBC adalah orang yang telah sembuh penyakit TBC atau telah menyelesaikan pengobatan TBC.
    18.Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang, komunitas, lembaga, atau organisasi profesi.
    19.Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan TBC yang selanjutnya disebut KOPI TBC adalah gabungan dari beberapa organisasi profesi yang mempunyai komitmen terlibat dalam upaya Penanggulangan TBC di Daerah.
    20.Kader Aksi Skrining Mandiri Berbasis Masyarakat untuk TBC yang selanjutnya disebut Kader ASMARA TBC adalah kader kesehatan yang bertugas dalam Penanggulangan TBC.
    21.District-based Public-Private Mix selanjutnya disebut DPPM adalah konsep jejaring layanan TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah dan swasta di Daerah.
    22.Sistem Informasi TBC adalah aplikasi yang digunakan
    untuk pencatatan dan pelaporan program TBC yang
    berlaku, berbasis website dari Kementerian Kesehatan.
    23.Vaksinasi adalah upaya pemberian kekebalan untuk
    melawan penyakit.
    24.Vaksin Baccillus Calmette Guerin yang selanjutnya disebut Vaksin BCG adalah vaksin yang diberikan kepada bayi untuk mengurangi risiko keparahan TBC.
    25.Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang
    digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan/ atau masyarakat.
    26.Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
    27.Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.

    Pasal 2
    Penanggulangan TBC bertujuan untuk:
    a.melindungi Masyarakat dari penularan TBC;
    b.menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TBC; dan
    c.mengurangi dampak sosial, budaya dan ekonomi akibat TBC pada Masyarakat.

    Pasal 3
    (1)Pemerintah Daerah melaksanakan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk mencapai target Eliminasi TBC.
    (2)Target Eliminasi TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berpedoman pada target Eliminasi TBC nasional.
    (3)Target Eliminasi TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi penurunan angka:
    a.kejadian TBC menjadi 65 (enam puluh lima) per 100.000 (seratus ribu) penduduk; dan
    b.kematian akibat TBC menjadi 6 (enam) per 100.000 (seratus ribu) penduduk.

    BAB II
    TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
    Pasal 4

    (1)Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 bertanggung jawab untuk:
    a.mencantumkan indikator TBC dalam rencana pembangunan jangka menengah Daerah dan rencana strategis Pemerintah Daerah sebagai salah satu prioritas kesehatan di Daerah;
    b.melakukan penemuan kasus TBC secara aktif dan cepat dengan melibatkan Masyarakat;
    c.mencatat dan melaporkan setiap Pasien TBC dalam Sistem Informasi TBC;
    d.memberikan pengobatan pencegahan TBC kepada populasi rentan;
    e.melaksanakan mitigasi dampak psikososial dan ekonomi yang dihadapi Pasien TBC dan keluarganya;
    f.mengkoordinasikan keseluruhan pelaksanaan Penanggulangan TBC;
    g.menyediakan dan meningkatkan sumber daya manusia untuk mencapai target standar pelayanan minimal; dan
    h.menyediakan pendanaan.

    (2)Mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dengan cara:
    a.memberikan jaminan kesehatan dan perlindungan sosial;
    b.menghilangkan diskriminasi dalam memberikan layanan kesehatan;
    c.menghilangkan diskriminasi dalam kehidupan masyarakat;
    d.menyelenggarakan program pemberdayaan untuk meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga;
    e.menjamin hak Pasien TBC dan penyintas TBC untuk mendapat pekerjaan yang layak; dan
    f.mengikutsertakan Pasien TBC dan penyintas TBC dalam upaya Penanggulangan TBC sebagai sarana untuk pemberdayaan ekonomi dan sosial.

    BAB III
    STRATEGI
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 5

    (1)Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 melalui strategi:
    a.penguatan komitmen dan kepemimpinan;
    b.peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak pada Pasien TBC;
    c.intensifikasi upaya kesehatan;
    d.peningkatan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang Penanggulangan TBC;
    e.peningkatan peran serta Masyarakat; dan
    f.penguatan manajemen program.

    (2)Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas.

    Bagian Kedua
    Penguatan Komitmen dan Kepemimpinan
    Pasal 6

    Penguatan komitmen dan kepemimpinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
    a.penyusunan target Eliminasi TBC Daerah mengacu pada target Eliminasi TBC nasional;
    b.pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan yang terlatih untuk mencapai target Eliminasi TBC;
    c.penyelenggaraan Penanggulangan TBC berbasis kewilayahan melalui kelurahan siaga TBC; dan/atau
    d.penyediaan pendanaan yang memadai untuk Penanggulangan TBC.

    Bagian Ketiga
    Peningkatan Akses Layanan yang Bermutu dan Berpihak pada Pasien TBC
    Pasal 7

    Peningkatan akses layanan yang bermutu dan berpihak pada Pasien TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
    a.penyediaan layanan yang bermutu dalam penatalaksanaan TBC yang diselenggarakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
    b.optimalisasi jejaring layanan TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Daerah dan swasta;
    c.pelaksanaan sistem rujukan Pasien TBC dari FKTP ke FKRTL;
    d.pemenuhan dan penjaminan mutu obat yang digunakan untuk pengobatan TBC;
    e.pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang; dan
    f.penyediaan sanatorium.

    Pasal 8
    Penyediaan layanan yang bermutu dalam penatalaksanaan TBC yang diselenggarakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a, meliputi:
    a.deteksi dini;
    b.diagnosis; dan
    c.tatalaksana yang komprehensif dan terintegrasi.

    Pasal 9
    (1)Optimalisasi jejaring layanan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilaksanakan melalui DPPM.
    (2)Unsur DPPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain:
    a.Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah;
    b.Fasilitas Pelayanan Kesehatan swasta; dan
    c.KOPI TBC.

    Pasal 10
    Pelaksanaan sistem rujukan Pasien TBC dari FKTP ke FKRTL sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf c meliputi rujukan:
    a.diagnosis; dan
    b.pengobatan.

    Pasal 11
    Pemenuhan dan penjaminan mutu obat yang digunakan untuk pengobatan TBC sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf d bertujuan agar tersedianya obat anti TBC yang berkualitas untuk Pasien TBC.

    Pasal 12
    Pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf e dilaksanakan untuk menjamin kualitas layanan TBC di semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

    Pasal 13
    (1)Sanatorium sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf f merupakan fasilitas isolasi untuk program layanan kuratif, rehabilitatif medis, dan sosial dalam jangka waktu tertentu yang dilaksanakan secara komprehensif bagi Pasien TBC yang memenuhi kriteria.

    (2)Kriteria Pasien TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a.tidak memiliki tempat tinggal tetap;
    b.tinggal dengan kelompok populasi berisiko dan tindakan pencegahan transmisi tidak bisa diselenggarakan;
    c.tidak memiliki keluarga dan memerlukan pendampingan khusus;
    d.memerlukan pemantauan khusus karena terjadinya efek samping atau adanya penyakit penyerta;
    e.memiliki riwayat mangkir atau putus berobat secara berulang; dan/atau
    f.kondisi kronis yang gagal diobati dengan pengobatan paling terkini yang tersedia.

    (3)Dinas dalam pengelolaan fasilitas isolasi TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Perangkat Daerah yang membidangi urusan pemerintahan:
    a.sosial;
    b.perumahan, permukiman, dan pertanahan; dan
    c.pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pengendalian penduduk, dan keluarga berencana.

    Bagian Keempat
    Intensifikasi Upaya Kesehatan Dalam Rangka Penanggulangan Tuberkulosis
    Paragraf 1
    Umum
    Pasal 14

    Intensifikasi upaya kesehatan dalam Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) huruf c dilakukan melalui:
    a.promosi kesehatan;
    b.pengendalian faktor risiko;
    c.penemuan dan pengobatan;
    d.pemberian kekebalan; dan
    e.pemberian obat pencegahan.

    Paragraf 2
    Promosi Kesehatan
    Pasal 15

    (1)Pemerintah Daerah melakukan promosi kesehatan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perubahan perilaku Masyarakat mengenai TBC.

    (2)Bentuk promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
    a.penyebarluasan informasi yang benar mengenai TBC ke Masyarakat melalui media komunikasi publik;
    b.penyelenggaraan upaya perubahan perilaku Masyarakat dalam pencegahan dan pengobatan TBC; dan
    c.penyampaian informasi mengenai layanan TBC yang sesuai standar.

    (3)Dinas dalam melaksanakan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat melibatkan Perangkat Daerah yang membidangi urusan pemerintahan lainnya.

    Paragraf 3
    Pengendalian Faktor Risiko
    Pasal 16

    (1)Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dilakukan melalui:
    a.peningkatan derajat kesehatan perseorangan;
    b.peningkatan kualitas rumah tinggal Pasien TBC,
    perumahan, dan permukiman; dan
    c.pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan ruang publik;
    d.penatalaksanaan gizi untuk Pasien TBC;
    e.penyuluhan dan investigasi kontak bagi keluarga Pasien TBC; dan
    f.intervensi perubahan perilaku Masyarakat.

    (2)Dinas dalam melaksanakan pengendalian faktor risiko
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Perangkat Daerah yang membidangi urusan pemerintah dibidang :
    a.perumahan, permukiman, dan pertanahan; dan/atau
    b.kependudukan dan pencatatan sipil.

    (3)Dinas selain melibatkan Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan kecamatan.

    Paragraf 4
    Penemuan dan Pengobatan
    Pasal 17

    Penemuan dan pengobatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dilakukan melalui:
    a.optimalisasi upaya penemuan kasus TBC;
    b.pengobatan sesuai dengan standar dengan konsep pengobatan yang berpihak pada Pasien TBC; dan
    c.penyediaan sarana diagnostik yang sensitif dan spesifik untuk penyakit TBC.

    Pasal 18
    Optimalisasi upaya penemuan kasus TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dilakukan secara:
    a.pasif intensif berbasis Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
    b.aktif berbasis institusi dan komunitas.

    Pasal 19
    (1)Penemuan kasus TBC secara pasif intensif berbasis
    Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 18 huruf a dilakukan melalui pemeriksaan
    terduga TBC yang datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lainnya.

    (2)Pengintegrasian dengan pelayanan kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kolaborasi program:
    a.TBC HIV;
    b.TBC diabetes mellitus;
    c.TBC gizi masyarakat; dan
    d.TBC manajemen terpadu balita sakit.

    Pasal 20
    (1)Penemuan kasus TBC secara aktif berbasis institusi dan komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilakukan melalui:
    a.investigasi dan pemeriksaan kasus kontak oleh Tenaga Kesehatan dan kader kesehatan;
    b.skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan kelompok berisiko; dan
    c.skrining pada kondisi situasi khusus.

    (2)Skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan kelompok berisiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan antara lain kepada:
    a.usia lanjut;
    b.anak bawah lima tahun;
    c.perokok aktif;
    d.penyalahguna obat dan alkohol;
    e.pekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
    f.orang yang tinggal serumah dengan Pasien TBC; dan/atau
    g.orang yang memiliki imunitas tubuh rendah.

    (3)Selain penemuan kasus TBC secara aktif sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
    kepada peserta didik dan pekerja.

    Pasal 21
    (1)Pengobatan sesuai dengan standar dengan konsep
    pengobatan yang berpihak pada Pasien TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b menggunakan obat yang disediakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

    (2)Dalam menjalani pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pasien TBC mendapatkan:
    a.pendampingan dari keluarga dan tenaga kesehatan;
    b.dukungan psikologis, sosial, dan ekonomi yang diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat; dan
    c.perlindungan terhadap stigma dan diskriminasi terkait dengan penyakitnya.

    (3)Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan sosial ekonomi bagi Pasien TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam bentuk bantuan sosial.

    Pasal 22
    Dalam rangka memastikan keberhasilan pengobatan Pasien TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilakukan:
    a.optimalisasi upaya penanganan kasus TBC sesuai standar untuk meningkatkan kualitas pelayanan;
    b.upaya penyediaan layanan TBC yang ramah dan berpihak pada kebutuhan Pasien TBC;
    c.sistem pelacakan aktif untuk Pasien TBC yang mangkir dan berhenti berobat sebelum waktunya;
    d.peningkatan jejaring pelacakan dengan melibatkan kader kesehatan dan tokoh Masyarakat; dan
    e.pelaporan hasil pengobatan kasus TBC oleh Fasilitas
    Pelayanan Kesehatan menggunakan Sistem Informasi TBC.

    Pasal 23
    Penyediaan sarana diagnostik yang sensitif dan spesifik untuk penyakit TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c dapat diakses oleh Masyarakat secara gratis.

    Paragraf 5
    Pemberi Kekebalan
    Pasal 24

    Pemberian kekebalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dilakukan melalui imunisasi.
    (2) Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa imunisasi BCG.

    Paragraf 6
    Pemberian Obat Pencegahan
    Pasal 25

    (1)Pemberian obat pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e ditujukan kepada antara lain:
    a.kontak serumah dengan Pasien TBC;
    b.ODHIV yang terbukti tidak menderita TBC; dan
    c.orang yang mengalami penurunan fungsi sistem imun;
    d.Tenaga Kesehatan; dan/atau
    e.pengguna narkoba suntik.

    (2)Obat pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan obat yang dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah.

    (3)Pemerintah Daerah memastikan pemberian obat pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai standar.

    Bagian Kelima
    Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi di Bidang Penanggulangan TBC
    Pasal 26

    (1)Pemerintah Daerah dapat melaksanakan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.

    (2)Penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh:
    a.Dinas; dan/atau
    b.Perangkat Daerah.

    Bagian Keenam
    Peningkatan Peran Serta Masyarakat
    Pasal 27

    (1)Peningkatan peran serta Masyarakat dalam Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e dilakukan melalui:
    a.keterlibatan dalam Penanggulangan TBC mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pendanaan;
    b.dukungan untuk Pasien TBC ;
    c.pencegahan terjadinya stigma dan diskriminasi
    terhadap Pasien TBC di masyarakat;
    d.mitigasi terhadap dampak psikososial dan ekonomi yang dihadapi Pasien TBC dan keluarganya; dan/atau
    e.pembentukan wadah kemitraan.

    (3)Bentuk wadah kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, antara lain:
    a.KOPI TBC; dan
    b.Kader ASMARA TBC.

    Pasal 28
    KOPI TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a berperan serta dalam Penanggulangan TBC antara lain melalui:
    a.peningkatan keterlibatan anggota profesi;
    b.pelaksanaan tata laksana TBC sesuai standar yang berlaku; dan/atau
    c.Pelaporan Pasien TBC yang diobati melalui Sistem Informasi TBC.

    Pasal 29
    Kader ASMARA TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b berperan serta dalam Penanggulangan TBC antara lain melalui:
    a.pemberian penyuluhan kepada Masyarakat setempat;
    b.penemuan terduga dan kasus TBC di Masyarakat;
    c.pendampingan pengobatan Pasien TBC sampai dengan sembuh; dan
    d.pelaksanaan investigasi kontak dan skrining TBC kepada keluarga dan kontak erat Pasien TBC.

    Bagian Keenam
    Penguatan Manajemen Program
    Paragraf 1
    Umum
    Pasal 30

    Penguatan manajemen program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f dilakukan melalui:
    a.penguatan fungsi perencanaan dan pemantauan program;
    b.penguatan kapasitas sumber daya manusia;
    c.penguatan sistem manajemen pengelolaan obat TBC;
    d.peningkatan motivasi dukungan Penanggulangan TBC; dan
    e.penguatan sistem pendanaan.

    Paragraf 2
    Penguatan Fungsi Perencanaan dan Pemantauan Program
    Pasal 31

    Penguatan fungsi perencanaan dan pemantauan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a dilakukan melalui:
    a.penyusunan analisis kebutuhan dan rencana pemenuhan Tenaga Kesehatan; dan
    b.perencanaan, pemantauan, dan analisis ketersediaan
    logistik TBC di Daerah dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

    Paragraf 3
    Penguatan Kapasitas Sumber Data Manusia
    Pasal 32

    Penguatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b dilakukan dengan cara:
    a.penyediaan Tenaga Kesehatan terlatih;
    b.pemetaan Tenaga Kesehatan; dan
    c.penyelenggaraan pelatihan standarisasi pelayanan TBC bagi Tenaga Kesehatan.

    Paragraf 4
    Penguatan Sistem Manajemen Pengelolaan Obat TBC
    Pasal 33

    Penguatan sistem manajemen pengelolaan obat TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c dilakukan dengan cara:
    a.penyediaan kebutuhan obat TBC; dan
    b.penjaminan mutu obat TBC.

    Paragraf 5
    Peningkatan Motivasi Dukungan Penanggulangan TBC
    Pasal 34

    (1)Peningkatan motivasi dukungan Penanggulangan TBC
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d dilakukan melalui pemberian penghargaan.

    (2)Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada antara lain:
    a.Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
    b.Tenaga Kesehatan; dan
    c.Masyarakat yang berkontribusi dalam Penanggulangan TBC.

    (3)Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
    a.piagam;
    b.trofi;
    c.uang tunai; dan/atau
    d.satuan kredit profesi.

    Paragraf 6
    Penguatan Sistem Pendanaan
    Pasal 35

    (1)Penguatan sistem pendanaan TBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e dilakukan dengan cara menyediakan dana untuk pelayanan kesehatan perseorangan Pasien TBC.

    (2)Penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui bantuan iuran jaminan kesehatan yang dibebankan pada pendanaan jaminan kesehatan.

    BAB IV
    PERCEPATAN PENANGGULANGAN TBC
    Pasal 36

    (1)Pemerintah Daerah membentuk tim percepatan Penanggulangan TBC sebagai upaya percepatan
    Penanggulangan TBC.

    (2)Tim percepatan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi Penanggulangan TBC secara efektif, menyeluruh, dan terintegrasi.

    (3)Tim percepatan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
    a.pengarah; dan
    b.pelaksana.

    (4)Pengarah dan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
    a.ketua; dan
    b.anggota.

    (5)Tim percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Wali Kota.

    Pasal 37
    (1)Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a, bertugas memberikan:
    a.arahan terkait dengan kebijakan percepatan Penanggulangan TBC;
    b.pertimbangan, saran, dan rekomendasi penyelesaian kendala dan hambatan dalam percepatan Penanggulangan TBC; dan
    c.memberikan laporan kepada Wali Kota.

    Pasal 38
    (1)Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b, bertugas:
    a.menyusun rencana kerja tahunan untuk mencapai target Eliminasi TBC;
    b.menyediakan dan mengoptimalkan sumber daya dalam rangka percepatan Penanggulangan TBC;
    c.mengooordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan percepatan Penanggulangan TBC;
    d.melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan Penanggulangan TBC; dan
    e.melaporkan pelaksanaan percepatan Penanggulangan TBC kepada Pengarah.

    (2)Pelaporan pelaksanaan percepatan Penanggulangan TBC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan/atau sewaktu waktu apabila diperlukan.

    (3)Pelaksana dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional dilakukan oleh Dinas.

    Pasal 39
    Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a dan ayat (4) terdiri atas:
    a.ketua yang dijabat oleh Wali Kota; dan
    b.anggota yang terdiri atas unsur forum koordinasi pimpinan Daerah.

    Pasal 40
    Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b dan ayat (4) terdiri atas:
    a.ketua yang dijabat oleh Sekretaris Daerah; dan
    b.anggota yang terdiri atas kepala Perangkat Daerah yang membidangi urusan pemerintahan dibidang, antara lain:
    1.kesehatan;
    2.perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
    3.sosial;
    4.pendidikan;
    5.komunikasi, informasi, statistik dan persandian;
    6.administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
    7.ketenagakerjaan;
    8.perencanaan, penelitian dan pengembangan; dan
    9.keuangan.

    BAB V
    PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN
    Bagian Kesatu
    Pemantauan dan Evaluasi
    Pasal 41

    (1)Wali Kota melalui Dinas melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Penanggulangan TBC.
    (2)Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap:
    a.Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam memberikan
    pelayanan kesehatan bagi Pasien TBC;
    b.ketersediaan kebutuhan obat dan logistik TBC; dan
    c.ketersediaan pendanaan.

    Bagian Kedua
    Pelaporan
    Pasal 42

    (1)Dinas menyusun pelaporan pelaksanaan Penanggulangan TBC.

    (2)Dinas menyampaikan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wali Kota.

    (3)Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setiap 6 (enam) bulan dan/atau sewaktu waktu apabila diperlukan.

    BAB VI
    PENDANAAN
    Pasal 43

    Pendanaan pelaksanaan Penanggulangan TBC dapat bersumber dari:
    a.anggaran pendapatan dan belanja Daerah; dan/atau
    b.sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

    BAB VII
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 44

    Peraturan Wali kota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Wali Kota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon.

    Ditetapkan di Cilegon
    pada tanggal
    WALIKOTA CILEGON,

    ………………………….

    Diundangkan di
    pada tanggal
    SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON

    ………………………..
    BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN …. NOMOR …

  • RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON TENTANG KOMITE SEKOLAH

    RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA CILEGON TENTANG KOMITE SEKOLAH

    Unduh di Sini

    RANCANGAN
    PERATURAN WALI KOTA CILEGON
    NOMOR…TAHUN……….
    TENTANG
    KOMITE SEKOLAH

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    WALI KOTA CILEGON,

    Menimbang :
    a. bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam
    penyelenggaraan pendidikan melalui komite Sekolah guna meningkatkan mutu pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan;

    b.bahwa komite Sekolah pada satuan pendidikan di Daerah berfungsi untuk mewadahi, menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat, memberikan pertimbangan dan arahan dalam melahirkan kebijakan operasional dan program, memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan;

    c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
    dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
    Peraturan Wali Kota tentang Komite Sekolah;

    Mengingat :
    1. Undang- undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Madya Daerah Tingkat II Depok dan Kota Madya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

    2.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
    Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

    3.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6757);

    4.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
    Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    5157);

    5.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah (Berita Negara
    Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2117);

    6.Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Sistem Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor 64);

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan :

    PERATURAN WALI KOTA TENTANG KOMITE SEKOLAH.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Peraturan Wali Kota ini yang dimaksud dengan:
    1.Daerah adalah Kota Cilegon.
    2.Pemerintah Daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
    3.Wali Kota adalah Wali Kota Cilegon.
    4.Dinas adalah Perangkat Daerah yang membidangi urusan pendidikan.
    5.Sekolah adalah satuan pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama.
    6.Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua atau wali peserta didik, komunitas Sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
    7.Bantuan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orangtua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.
    8.Pungutan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Pungutan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
    9.Sumbangan Pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan Sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

    BAB II
    KEDUDUKAN DAN FUNGSI
    Pasal 2

    (1)Komite Sekolah berkedudukan di setiap Sekolah.
    (2)Komite Sekolah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan.
    (3)Komite Sekolah menjalankan fungsinya secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.

    Pasal 3
    Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Komite Sekolah bertugas untuk:
    a.memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait:
    1.kebijakan dan program Sekolah;
    2.rencana anggaran pendapatan dan belanja Sekolah/rencana kerja dan anggaran Sekolah;
    3.kriteria kinerja Sekolah;
    4.kriteria fasilitas pendidikan di Sekolah; dan
    5.kriteria kerjasama Sekolah dengan pihak lain.

    b.menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri atau pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.

    c.mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    d.menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, masyarakat, dan hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah.

    Pasal 4
    (1)Komite Sekolah melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melalui koordinasi dan konsultasi dengan Dewan Pendidikan Kota, Dinas, dan pemangku kepentingan lainnya.

    (2)Komite Sekolah dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berkoordinasi dengan Sekolah yang bersangkutan.

    BAB III
    PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN
    Pasal 5

    (1)Sekolah membentuk Komite Sekolah.

    (2)Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:

    a.orang tua/wali dari siswa yang masih aktif pada Sekolah yang bersangkutan paling banyak 50% (lima puluh persen);

    b.tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain:

    1.memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat; dan/atau

    2.anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi pendidik dan pengurus partai politik.

    c.pakar pendidikan paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain:
    1.pensiunan tenaga pendidik; dan/atau
    2.orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan.

    d.persentase sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c menjadi batas maksimal sampai dengan jumlah anggota memenuhi 100% (seratus persen) yang disesuaikan dengan kondisi Sekolah.

    (3)Anggota Komite Sekolah berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang.

    (4)Anggota Komite Sekolah tidak dapat berasal dari unsur:
    a.pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang bersangkutan;
    b.penyelenggara Sekolah yang bersangkutan;
    c.kelurahan;
    d.forum koordinasi pimpinan kecamatan;
    e.forum koordinasi pimpinan Daerah;
    f.anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau
    g.pejabat pemerintah/Pemerintah Daerah yang membidangi pendidikan.

    (5)Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Sekolah.

    Pasal 6
    (1)Anggota Komite Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orangtua/wali siswa.

    (2)Susunan kepengurusan Komite Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) terdiri atas ketua, sekretaris, dan bendahara yang dipilih dari dan oleh anggota secara musyawarah mufakat dan/atau melalui pemungutan suara.

    (3)Ketua Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan berasal dari unsur orangtua/wali siswa aktif.

    (4)Pengurus Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh merangkap menjadi pengurus pada Komite Sekolah lainnya.

    Pasal 7
    (1)Sekolah yang memiliki siswa kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk Komite Sekolah gabungan dengan Sekolah lain yang sejenis.

    (2)Pembentukan Komite Sekolah gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Dinas.

    (3)Penetapan Komite Sekolah gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Sekolah yang memiliki jumlah peserta didik paling banyak.

    Pasal 8
    (1)Komite Sekolah yang telah ditetapkan oleh kepala Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) harus menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

    (2)Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat hal sebagai berikut:
    a.nama dan tempat kedudukan;
    b.dasar, tujuan, dan kegiatan;
    c.keanggotaan dan kepengurusan;
    d.hak dan kewajiban anggota dan pengurus;
    e.keuangan;
    f.mekanisme kerja dan rapat-rapat;
    g.perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan
    h.pembubaran organisasi.

    Pasal 9
    (1)Masa jabatan keanggotaan Komite Sekolah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
    (2)Keanggotaan Komite Sekolah berakhir apabila:
    a.mengundurkan diri;
    b.meninggal dunia;
    c.tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; atau
    d.dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Pasal 10
    Dinas, camat, dan lurah merupakan pembina seluruh Komite Sekolah sesuai dengan wilayah kerjanya.

    BAB IV
    PENGGALANGAN DANA
    Pasal 11

    (1)Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.

    (2)Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk Bantuan dan/atau Sumbangan, bukan Pungutan.

    (3)Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam bentuk proposal yang berisi:
    a.maksud dan tujuan kegiatan; dan
    b.rencana anggaran biaya.

    (4)Proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Komite Sekolah bersama-sama dengan Kepala Sekolah.

    Pasal 12
    (1)Hasil penggalangan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dibukukan pada rekening bersama antara Komite Sekolah dan Sekolah.

    (2)Hasil penggalangan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan antara lain:
    a.menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan;
    b.pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu Sekolah yang tidak dianggarkan;
    c.pengembangan sarana prasarana; dan
    d.pembiayaan kegiatan operasional Komite
    e.Sekolah dilakukan secara wajar dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan.

    (3)Penggunaan hasil penggalangan dana oleh Sekolah harus:
    a.mendapat persetujuan dari Komite Sekolah;
    b.dipertanggungjawabkan secara transparan; dan
    c.dilaporkan kepada Komite Sekolah dan pihak pemberi Bantuan.

    (4)Pembiayaan operasional Komite Sekolah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) huruf d, digunakan untuk:
    a.kebutuhan administrasi/alat tulis kantor;
    b.konsumsi rapat pengurus;
    c.transportasi dalam rangka melaksanakan tugas; dan/atau
    d.kegiatan lain yang disepakati oleh Komite Sekolah dan Satuan Pendidikan.

    Pasal 13
    Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dalam bentuk Bantuan dan/atau Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) tidak boleh bersumber dari:
    a.perusahaan rokok dan/atau lembaga yang menggunakan
    merek dagang, logo, semboyan dan/atau warna yang
    dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan rokok;
    b.perusahaan minuman beralkohol dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan minuman beralkohol; dan/atau
    c.partai politik.

    BAB V
    LARANGAN
    Pasal 14

    (1)Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang:
    a.menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah;
    b.melakukan Pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya;
    c.mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung;
    d.mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung;
    e.melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas Sekolah secara langsung atau tidak langsung;
    f.mengambil atau menyiasati keuntungan ekonomi dari pelaksanaan kedudukan, tugas dan fungsi Komite Sekolah;
    g.memanfaatkan aset Sekolah untuk kepentingan pribadi/kelompok;
    h.melakukan kegiatan politik praktis di Sekolah; dan/atau
    i.mengambil keputusan atau tindakan melebihi kedudukan, tugas, dan fungsi Komite Sekolah.

    (2)Komite Sekolah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Dinas.

    BAB VI
    PERTANGGUNGJAWABAN
    Pasal 15

    (1)Komite Sekolah wajib menyampaikan laporan kepada orangtua/wali peserta didik, masyarakat, dan kepala Sekolah melalui pertemuan berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester.

    (2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
    a.laporan kegiatan Komite Sekolah; dan
    b.laporan hasil perolehan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri atau pemangku kepentingan lainnya.

    BAB VII
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 16

    Peraturan Wali kota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Wali Kota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon.

    Ditetapkan di Cilegon
    pada tanggal
    WALIKOTA CILEGON,

    ………………………….

    Diundangkan di
    pada tanggal
    SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON

    ………………………..
    BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN …. NOMOR …

    Unduh di Sini

  • Bawaslu: Anies Tidak Melanggar Aturan Pemilu

    Bawaslu: Anies Tidak Melanggar Aturan Pemilu

    JAKARTA, BANPOS – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyatakan laporan dugaan pelanggaran terkait adanya peristiwa penandatanganan petisi dukungan menjadi presiden yang dilakukan terlapor Anies Baswedan (AB) di Masjid Baiturrahman, Aceh tidak memenuhi syarat materiil.

    “Bawaslu menyatakan laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan pelapor atas nama MT (Mahmud Tamher) terkait adanya peristiwa penandatanganan petisi dukungan jadi presiden yang dilakukan terlapor AB pada 2 Desember 2022 di Masjid Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, tidak memenuhi syarat materiil,” ujar anggota Bawaslu RI Puadi dalam konferensi pers di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (15/12).

    Puadi menjelaskan hasil kajian awal dari Bawaslu menyatakan laporan telah memenuhi syarat formal, namun tidak memenuhi syarat materiil karena peristiwa yang dilaporkan belum mengandung dugaan pelanggaran pemilu, mengingat belum adanya penetapan peserta pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

    Kemudian, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, Bawaslu telah memberitahukan hasil kajian awal tersebut kepada pelapor.

    Pelapor, ujar Puadi, diberikan kesempatan paling lama dua hari atau sampai dengan hari Rabu 14 Desember 2022 untuk melengkapi syarat materiil laporan dengan menyertakan bukti-bukti yang dapat menunjukkan adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa penandatanganan petisi dukungan menjadi presiden tersebut.

    “Namun, pelapor tidak dapat melengkapi syarat materiil laporan dengan bukti-bukti yang menunjukkan adanya dugaan pelanggaran pemilu,” ujar Puadi.

    Selain memberi kesempatan kepada pelapor untuk memperbaiki syarat materiil laporan, Puadi mengatakan Bawaslu telah memerintahkan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Provinsi Aceh untuk mendalami informasi peristiwa yang dilaporkan.

    Pendalaman itu dapat dilakukan dengan mendatangi pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan. Pihak-pihak tersebut, di antaranya, Pemerintah Desa Pango Raya, Aceh; Kepala Polisi Sektor Ulee Kareng, Aceh; Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Baiturrahman, Aceh; Ketua Remaja Masjid Raya Baiturrahman; dan Ketua Garda Pemuda NasDem Aceh selaku panitia kegiatan silaturahim Anies Baswedan ke Aceh.

    “Hasil pendalaman yang dilakukan Panwaslih Provinsi Aceh menyimpulkan tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan terlapor (Anies Baswedan),” ungkap Puadi.
    Dengan demikian, laporan pelapor atas nama Mahmud Tamher dengan nomor laporan 001/LP/PL/RI/00.00/XII/2022 diberikan status laporan tidak diregister dengan alasan tidak memenuhi syarat materiil.(PBN/ANT)

  • Open Bidding 4 OPD, Pansel Rilis Nama 3 Besar

    Open Bidding 4 OPD, Pansel Rilis Nama 3 Besar

    SERANG, BANPOS – Panitia Seleksi (Pansel) Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Kota Serang merilis nama-nama peserta seleksi terbuka atau open bidding pada 4 OPD di lingkungan Pemkot Serang. Nama-nama tersebut muncul berdasarkan hasil Rapat Pleno penilaian Hasil Akhir Seleksi Terbuka JPT Pratama tertanggal 15 Desember 2022.

    Penetapan hasil akhir seleksi terbuka JPT Pratama ini berdasarkan Nomor: 800/003/PANSELJPTP-BKPSDM/XII/2022 yang ditandatangani oleh Ketua Pansel terbuka JPT Pratama Kota Serang, Nanang Saefudin. Berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, menetapkan sebanyak 12 nama pejabat eselon III A masuk tiga besar untuk mengisi kekosongan kepala OPD di lingkungan Pemkot Serang.

    kepala OPD yang kosong antara lain Kepala BKPSDM, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) dan Sekretaris DPRD Kota Serang.

    “Berdasarkan hasil rekapitulasi penilaian dari seluruh tahapan dalam Seleksi Terbuka yang meliputi Verifikasi Penilaian Administrasi serta Rekam Jejak, Uji Kompetensi melalui Assessment, Presentasi Uji Gagasan/Makalah dan Wawancara, berikut disampaikan daftar Calon Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Kota Serang dengan nilai terbaik yang ditetapkan oleh panitia seleksi untuk setiap jabatan yang disusun berdasarkan urutan peringkat,” ujar Nanang, dikutip dari dokumen pengumuman.

    Berikut nama-nama pejabat yang masuk 3 besar open bidding:
    Jabatan Kepala BKPSDM, peringkat pertama diisi oleh Karsono, disusul oleh Asep Setiawan lalu Kristiyanto. Jabatan Kepala Dindikbud diisi oleh Tb. M. Suherman pada peringkat pertama, selanjutnya Karsono dan disusul oleh Dicky Mustofa Jaya.

    Sementara untuk jabatan Disparpora, peringkat pertama diisi Tb. M. Suherman, disusul oleh Sarnata kemudian Iman Setiawan. Jabatan Kepala Sekretaris DPRD Kota Serang pada peringkat pertama diduduki oleh Iman Setiawan, disusul Budi Martono dan peringkat ketiga diisi oleh Ahmad Nuri.

    “Pengumuman ini juga dapat dilihat di website: https://bkpsdm.serangkota.go.id. Keputusan Panitia Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Kota Serang Tahun 2022 bersifat FINAL dan tidak dapat diganggu gugat,” tutup Nanang dalam dokumen pengumuman. (MUF)