Penulis: Panji Romadhon

  • Granat Aktif Dikantongi dan Dibawa ke Rumah Warga

    Granat Aktif Dikantongi dan Dibawa ke Rumah Warga

    LEBAK, BANPOS – Warga Sumur Leweng Desa Tambak Baya, Kecamatan Cibadak digegerkan dengan penemuan sebuah granat. Disebutkan, granat yang berjenis manggis yang ternyata masih aktif itu ditemukan warga saat membersihkan lahan persawahan pada Selasa 30 Juni 2020 pukul 15.00 Wib dan sudah diserahkan pada Jumat (17/7).

    “Saya temukan di dekat area pesawahan saluran air di Kampung Sumur Leweng, Desa Tambak Baya, Kecamatan Cibadak. Saya tidak tahu bahwa itu granat yang memang masih aktif,” kata Andi kepada wartawan.

    Ia mengaku, sempat membawa granat tersebut ke dalam kantung celana dan menaruhnya di pinggir rumah. Dikatakan Andi, selama ini ia hanya mengetahui bahan peledak di film-film, namun untuk wujud aslinya belum pernah tahu.

    “Sudah 16 hari di pinggir rumah, terus ada Pak RT datang dan menyebut bahwa itu granat yang harus segera diserahkan ke petugas yang berwajib,” katanya.

    Selang beberapa saat, tim Penjinak Bom (Jibom) Subden 1, Iptu Wahijan langsung terjun ke TKP. Wahijan mengatakan, granat tersebut dalam kondisi aktif sempurna dan dapat meledak sehingga bisa membahayakan warga.

    Karena itu, pihaknya berserta tim Jibom dari Polda Banten langsung mengamankan granat berjenis manggis tersebut dan dibawa ke Mapolda.

    “Kalau kita lihat kondisi granat tersebut sangat sempurna. Untuk kondisi aktif dan tidak aktif, yang jelas dalam SOP kita dikatakan aktif dan sangat berbahaya,”jelas Wahijan.

    Pantauan wartawan di lokasi, tim Gegana melakukan pengamanan granat selanjutnya memasang police line di TKP tempat barang tersebut ditemukan. Selanjutnya, barang militer itu diamankan.

    Untuk kronologis penemuan granat itu sendiri, terangnya, ditemukan oleh warga pada tanggal 30 Juni 2020 lalu saat sedang membersihkan saluran irigasi di lahan persawahan di daerah tersebut.

    Di tempat yang sama, Kasat Reskrim Polres Lebak AKP David Adhi Kusuma kepada wartawan membenarkan adanya penemuan granat jenis manggis oleh warga Tambak Baya, Cibadak, Lebak.

    Kata dia, sesuai keterangan, warga sebelumnya tidak mengetahui bahwa barang tersebut berbahaya dan sempat disimpan dulu di samping rumah.

    “Dapat kabar ada penemuan langsung mengecek ke lokasi. Kemudian melaporkannya ke Tim Jibom Polda Banten. Saya menghimbau kepada warga seandainya ada barang yang memang mencurigakan agar melaporkan ke pihak yang berwajib,” paparnya.

    Hingga berita ini dilansir, belum diketahui berasal darimana granat tersebut.(WDO/PBN)

  • Tidak Ada Kenaikan UKT, Lonjakan Biaya Akibat Tunggakan BPIN

    Tidak Ada Kenaikan UKT, Lonjakan Biaya Akibat Tunggakan BPIN

    SERANG, BANPOS – Untirta memastikan bahwa tidak ada kenaikan UKT pada semester ini. Hasil penelusuran dari pihak Untirta, diketahui bahwa lonjakan biaya yang terjadi pada beberapa mahasiswa akibat adanya tagihan lain, yakni tagihan BPIN yang belum terbayarkan.

    Demikian disampaikan oleh Humas Untirta, Veronica Dian Faradisa. Kepada BANPOS, ia menjelaskan bahwa hasil dari penelusuran, sejumlah mahasiswa itu masih ada tagihan BPIN sebesar Rp5 juta.

    “Gak ada kenaikan, kebanyakan (yang naik UKTnya) ditambah sama sisa tagihan kekurangan BPIN 50 persen. Ini mahasiswa masuk Untirta jalur mandiri yah,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Minggu (19/7).

    Dian pun menjabarkan perhitungan untuk setiap mahasiswa tersebut. Untuk mahasiswa yang memiliki UKT Rp2.4 juta, ditambah tunggakan BPIN sebesar Rp5 juta maka yang harus dibayarkan sebesar Rp7.4 juta.

    “Karena ada subsidi kuota internet sebesar Rp300 ribu, maka tagihannya menjadi Rp7.1 juta. Untuk yang UKT Rp6 juta, ditambah Rp5 juta menjadi Rp11 juta. Lalu dikurangi subsidi kuota menjadi Rp10.7 juta,” terangnya.

    Menurutnya, ada kemungkinan mahasiswa tersebut lupa untuk membayar BPIN pada saat itu. Namun ada juga kemungkinan sudah membayar, namun tidak tercatat oleh sistem.

    “Jadi boleh untuk datang ke PNBP, atau bisa hubungi saya untuk mencari tahu letak kesalahannya ada dimana kalau memang sudah bayar. Untuk yang sudah merasa bayar, nanti nominalnya akan disesuaikan oleh kami, jangan bayar UKTnya dulu,” tandasnya.

    Untuk diketahui, BPIN merupakan biaya tambahan bagi mahasiswa Untirta yang masuk melalui jalur Seleksi Mandiri. Untuk jurusan eksak, dikenakan biaya sebesar Rp15 juta. Sedangkan untuk jurusan non eksak akan dikenakan sebesar Rp10 juta.

    Berdasarkan kebijakan rektorat Untirta, pembayaran BPIN dapat dilakukan dua kali. Masing-masing pembayaran sebesar 50 persen dari nominal BPIN. (DZH)

    Berita sebelumnya dapat dibaca pada tautan berikut https://banpos.co/2020/07/18/bukan-penurunan-sejumlah-mahasiswa-untirta-justru-alami-kenaikan-ukt/

  • Syafrudin Pastikan Pencalonannya di PAN Bukan Untuk Saingi Subadri

    Syafrudin Pastikan Pencalonannya di PAN Bukan Untuk Saingi Subadri

    TAKTAKAN, BANPOS – Bakal calon formatur DPW PAN Banten, Syafrudin, resmi mengembalikan formulir pendaftaran kepada tim Steering Committee (SC) pemilihan formatur. Syafrudin yang juga merupakan Walikota Serang itu datang didampingi sejumlah tim pemenangan.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, kedatangan Syafrudin di kantor DPW PAN Banten disambut oleh para pendukungnya dengan berbagai slogan kemenangan. Tak ketinggalan, riuh takbir pun berkumandang di sekretariat partai bernuansa religuis itu.

    Ditemui seusai penyerahan berkas pendaftaran, Syafrudin menuturkan bahwa meskipun dirinya merupakan Walikota Serang, namun bukan berarti dalam mengerjakan kewajibannya akan terganggu ketika menjabat sebagai Ketua DPW PAN Banten.

    “Walikota itu jabatan politis. Jadi kalau tidak masuk partai, itu jadi kurang lengkap. Gak ketua juga gak jadi masalah. Tapi kalau berbicara profesional (antara Walikota dengan Ketua DPW PAN Banten), saya pasti akan profesional,” ujarnya, Sabtu (18/7).

    Ia juga membantah bahwa keinginannya untuk maju sebagai Ketua DPW PAN Banten sebagai langkah untuk menyaingi Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, yang saat ini juga menjabat sebagai Plt. Ketua DPW PPP Banten.

    “Wah enggak lah. Saya senang kalau pak Badri di PPP, lalu saya di PAN. Saya prinsipnya jadi atau tidak jadi, tidak masalah. Jadi bukan untuk menyaingi,” katanya sembari tertawa.

    Untuk diketahui, mekanisme pemilihan ketua pada partai yang salah satu deklaratornya Amien Rais ini menggunakan sistem formatur yang nantinya akan bermusyawarah, siapa yang akan menjadi ketua. Demikian dijelaskan oleh Wakil Ketua DPP PAN, Yandri Susanto.

    “Jadi pemilihan di kami itu musyawarah mufakat, tidak one man one vote (satu orang satu suara). Lalu kami juga tidak menetapkan ketua, melainkan anggota formatur. Nanti dari Banten 4 orang, dari DPP 1 orang,” katanya melalui sambungan telepon.

    Dari empat anggota formatur ditambah satu anggota formatur dari DPP tersebut nantinya akan bermusyawarah, untuk menentukan siapa yang menjadi ketua.

    “Biasanya itu berlangsung sehari atau dua hari. Tergantung bagaimana musyawarah antara formatur tersebut,” tandasnya. (DZH)

  • Bukan Penurunan, Sejumlah Mahasiswa Untirta Justru Alami Kenaikan UKT

    Bukan Penurunan, Sejumlah Mahasiswa Untirta Justru Alami Kenaikan UKT

    SERANG, BANPOS – Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa Untirta melangsungkan aksi unjuk rasa untuk menuntut penurunan UKT akibat adanya Pandemi Covid-19. Namun anehnya, beberapa mahasiswa Untirta bukannya mendapatkan penurunan UKT, namun yang didapat justru lonjakan nilai UKT.

    Seperti yang dialami oleh salah satu mahasiswi Untirta yang tidak mau menyebutkan namanya. Kepada BANPOS, ia mengaku bahwa UKT dirinya mengalami lonjakan hingga 10 juta. Padahal UKT dia sebelumnya hanya Rp6 juta saja. Selain itu, imbas dari Covid-19 juga membuat ayahnya terkena PHK sehingga hanya ibunya saja yang saat ini bekerja.

    Baca juga: Kenaikan UKT Untirta Akibat Tunggakan BPIN

    “Ayah saya juga kena PHK karena Korona kemarin. Jadi sisa ibu yang kerja. Atuh saya berharap banget turun, kasian liat orang tua gak kayak dulu. Lagian saya gak minta turun banyak kok, dari Rp6 juta turun jadi Rp4 juga juga gak apa-apa,” ucapnya, Sabtu (18/7).

    Senasib juga dialami oleh mahasiswa lainnya yang minta disamarkan namanya, Leonel. Ia mengatakan bahwa awal mula dirinya mengetahui lonjakan nilai UKT tersebut, karena adanya pemberitahuan pemotongan UKT sebesar Rp300 ribu secara otomatis sebagai bentuk subsidi kuota dari kampus.

    “Karena ada berita itu saya lansung nyoba ngecek pada saat UKT sudah diinformasikan bisa dibayarkan. Saya coba melalui m-Banking BNI, saya melihat tagihan UKT saya berapa. Ternyata jadi Rp7.1 juta,” ujarnya saat dihubungi BANPOS melalui pesan WhatsApp.

    Padahal menurutnya, UKT dirinya pada semester genap lalu hanya sebesar Rp2.4 juta. Itu pun setelah mengajukan penyesuaian besaran UKT pada semester ganjil yang lalu. Karena sebelum pengajuan penyesuaian UKT, besarannya yakni sebesar Rp4.2 juta.

    “Semester 1 itu UKT saya Rp4.2 juta. Setelah mengajukan penyesuaian, turun pada semester 2 menjadi Rp2.4 juta. Nah untuk sekarang semester 3 ini naik jadi Rp7.1 juta,” ungkapnya.

    Ia mengaku meskipun besaran UKT dirinya melonjak signifikan, namun ia tetap berusaha agar dapat melanjutkan kuliah dirinya. Leonel menuturkan, dirinya berupaya agar mendapatkan keringanan UKT kembali.

    “Saya pun juga mempersiapkan planning rancangan untuk mencari uang sesuai dengan nominal tadi. Semoga dalam pengajuan penyesuaian, UKT saya bisa berubah. Apabila tidak berubah, semoga bisa terbayarkan segitu dan tidak cuti,” tandasnya. (DZH)

  • Gama Grup Bantu Terdampak Covid, Andika: Seluruh Elemen Harus Besinergi

    Gama Grup Bantu Terdampak Covid, Andika: Seluruh Elemen Harus Besinergi

    SERANG, BANPOS – Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy meminta masyarakat dan seluruh elemen untuk tetap saling menguatkan selama masa pandemi Covid-19, pasalnya hingga saat ini Pandemi Covid-19 masih terus terjadi bahkan PSBB di wilayah Tangerang Raya diperpanjang hingga 26 Juli mendatang.

    Hal tersebut diungkapkan Andika saat menerima bantuan sosial dari Gama Grup berupa beras dan handsanitizer di Kantor Wakil Gubernur Banten, Kamis (16/7). Andika mengatakan bahwa pemerintah saat ini terus berusaha menangani Covid-19 mulai dari pencegahan hingga pemberian bantuan terhadap masyarakat terdampak Covid-19.

    Namun, usaha pemerintah juga harus bersinergi dengan masyatakat dan seluruh elemen didalamnya, sehingga penguatan dapat dilakukan bersama-sama. “Seluruh elemen harus bisa saling menguatkan ditengah pandemi Covid-19,” ujar Andika Hazrumy

    Andika mengapresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada Gama Grup yang turut berpartisipasi membantu masyarakat Banten. “Ini bukti kalau kita bisa saling menguatkan,” lanjutnya

    “Dengan gotong royong ditengah pandemi ini, kita bisa saling menguatkan semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu sehingga perekonomian masyarakat bisa bangkit kembali,” imbuhnya.

    Sementara itu, Pimpinan Gama Grup, Billy Mulya Margono mengatakan bahwa pihaknya telah menyediakan 250 Kg beras dan 120 liter Handsanitizer pada tahap pertama. “Ini tahap pertama, akan berkelanjutan karena Covid-19 belum usai,” kata Billy Mulya Margono.
    “Kami harap dengan bantuan kami dapat meringankan beban di masyarakat khususnya di daerah Banten,” tandasnya.(PBN)

  • Alot, Laporan Keuangan Bank Banten Diragukan BGD

    Alot, Laporan Keuangan Bank Banten Diragukan BGD

    SERANG, BANPOS – Laporan keuangan Bank Banten dalam acara rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan yang dilaksanakan di hotel Horison, Serang, Jumat (17/7/) berlangsung alot. Rapat yang dimulai sejak pukul 08.00 WIB itu seharusnya sudah selesai pada pukul 12.00 WIB.

    Namun, hingga pukul 17.30 rapat terhenti tanpa ada keputusan dan penjelasan dari pihak Bank Banten.

    Informasi dihimpun, laporan keuangan Bank Banten itu menjadi lama lantaran PT Banten Global Development (BGD) selaku perusahaan induk dari Bank Banten tetap ragu dan mempertanyakan kinerja Bank Banten.

    Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) selaku pemegang saham pengendali mewakilkan kepada Sekda Banten Al Muktabar dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten, Rina Dewiyanti.

    Al Muktabar dan Rina datang ke acara RUPS pukul 08.30 WIB, namun rapat belum usai pada 10.30 WIB, keduanya kompak meninggalkan ruang rapat, dan menyerahkan keputusannya kepada Plt Dirut PT BGD, Fatoni.

    “Ya, tadi emang sempat alot. Ini juga belum selesai. Tapi kita udah tidak pakai ruangan di sini lagi, karena argonya sudah habis,” kata Kabag informasi perusahaan Bank Banten Rahmat Hidayat, Jumat (17/7).

    Hal serupa juga dikatakan salah satu staf Bank Banten. Kepada wartawan, staf tersebut meminta maaf karena agenda press conference yang semula diagendakan, tidak bisa dilaksanakan.

    “Kami mohon maaf, karena ada hal yang harus disesuaikan, sehingga rapat belum selesai sampai saat ini,” katanya.

    Salah satu pemilik saham Bank Banten Indra mengatakan, setelah istirahat makan siang rapat ditunda sampai jam 15.00 WUB oleh pemegang saham mayoritas.

    “Tapi sampai jam 16.00 lewat, ternyata semakin sepi. Saya juga mempertanyakan ini,” katanya.

    Ia mengungkapkan, secara umum rapat sebelum solat Jumat tadi berjalan lancar, ada beberapa hal memang yang dipertanyakan dan belum terjawab. “Kami belum menerima laporan keuangannya, sehingga belum memutuskan,” ujarnya.(RUS)

  • Siap-siap, Pekan Depan Polda Banten Gelar Operasi Kalimaya 2020

    Siap-siap, Pekan Depan Polda Banten Gelar Operasi Kalimaya 2020

    SERANG, BANP9S – Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Banten beserta jajaran Satlantas akan menggelar Operasi Patuh Kalimaya 2020 yang dilaksanakan pekan depan mulai Kamis, (23/7) hingga (5/8).

    Berbeda dengan tahun sebelumnya, kegiatan operasi kali ini tanpa dilakukan razia atau mengumpulkan massa di satu titik.

    Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Banten, Kombes Pol Rudy Purnomo, mengatakan pihaknya telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk melakukan tindakan hukum secara pre-emtif, preventif serta mengedepankan tindakan persuasif pada operasi kali ini.

    “Tidak ada razia hanya mengedepankan preventif dan pre-emtif, untuk penindakan yang kasat mata dan tematik saja,” katanya saat dihubungi awak media, Jumat (17/7)

    Menurut Rudy, fokus lain operasi Patuh Kalimaya ini yaitu menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran (kamseltibcar) berlalu lintas selama pelaksanaan operasi berlangsung.

    “Dan orientasi kita mendisiplinkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan COVID-19, pada saat operasi,” ujarnya.

    Rudy menambahkan meski tidak melakukan razia, tindakan tilang tidak dilarang. Namun, tetap harus mengedepankan tindakan humanis dahulu, seperti menargetkan pelanggaran apa yang akan ditindak dan sosialisasikan kepada masyarakat.

    “Misalnya melawan arus, tidak menggunakan helm,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Rudy juga mengingatkan agar anggotanya di lapangan untuk menggunakan APD selama Operasi Patuh 2020. Yang tak kalah pentingnya adalah menerapkan protokol kesehatan di lapangan.

    “Begitu juga dengan pengendara, selain melengkapi dokumen kendaraan, ikuti rambu dan jangan lupa pakai masker,” tandasnya. (DZH)

  • Ngaku Petugas Puskesmas, 3 Pria ‘Palak’ Kafe di Cipocok

    Ngaku Petugas Puskesmas, 3 Pria ‘Palak’ Kafe di Cipocok

    SERANG,BANPOS- Sejumlah oknum  yang mengaku sebagai petugas Puskesmas mencoba memeras salah satu kafe yang ada di Kecamatan Cipocok. Oknum tersebut meminta uang sebesar Rp400 ribu kepada pihak kafe, dengan alasan kafe tersebut tidak memenuhi protokol kesehatan dan dikenakan denda.

    Pegawai kafe tersebut merasa curiga lantaran oknum yang mengaku sebagai petugas Puskesmas itu ragu saat ditanya berasal dari Puskesmas mana. Lalu, pihak kafe pun merasa telah memenuhi protokol kesehatan. Namun yang dipermasalahkan justru adanya minuman yang tumpah.

    Salah satu pegawai, Hasan, menceritakan bahwa sebanyak tiga oknum tersebut datang beberapa hari yang lalu. Dari tiga orang itu, hanya satu yang masuk ke dalam kafe dengan membawa surat bertuliskan Puskesmas.

    “Orangnya ada tiga, yang satu badannya besar masuk ke dalam. Sisanya yang dua orang menunggu diluar. Bawa surat yang kopnya itu ada tulisan Puskesmas,” ujarnya kepada awak media, Kamis (16/7).

    Menurut Hasan, salah satu oknum tersebut mengaku bahwa kedatangan mereka untuk melakukan pemeriksaan atas protokol kesehatan di kafe tempat ia bekerja.

    “Mereka mengaku datang untuk mengecek kafe kami itu udah memenuhi standar atau tidak. Dicek apakah ada hand sanitizer, apakah pegawai menggunakan masker dan face shield. Lalu bagaimana tempat duduknya apakah ada physical distancing,” katanya.

    Namun anehnya, meskipun seluruh pegawai kafe sudah menerapkan protokol kesehatan, mereka tetap harus membayar denda. Oknum tersebut beralasan, adanya minuman yang tumpah membuat kafe itu tidak memenuhi protokol kesehatan.

    “Kondisi kafe itu semua karyawan memakai masker dan face shield. Kemudian ada hand sanitizer dan peringatan physical distancing. Tapi karena ada minuman coklat jatuh, katanya kotor dan akhirnya diberi sanksi,” tuturnya.

    Hasan mengatakan, denda yang diminta oleh oknum tersebut berjumlah Rp400 ribu. Namun secara sekilas, ia melihat pada surat yang dibawa, denda yang tertera hanyalah Rp250 ribu saja.

    “Saya juga curiga, kok mereka bawa surat tapi tidak mau dikasih lihat. Banyak yang ditutupi suratnya. Lalu ada juga tempelan yang terbuka, ternyata surat itu tahun 2017, tapi ditempel tulisan tahun 2020,” katanya.

    Melihat kejanggalan tersebut, pihaknya pun mempertanyakan siapa sebenarnya tiga orang tersebut. Salah satu oknum itu menjawab dengan ragu-ragu bahwa mereka dari Puskesmas dan tidak mau memberitahu Puskesmas dimana mereka bertugas.

    “Karena tidak jelas dan kami pun sudah memenuhi protokol kesehatan, kami menolak untuk bayar. Kami juga minta agar atasan mereka datang kesini untuk menjelaskan, tapi mereka mengelak. Akhirnya mereka pura-pura nelpon lalu pergi begitu saja,” ungkapnya.

    Sayangnya, Hasan mengaku diantara pegawai kafe maupun dirinya tidak ada yang mengambil foto oknum tersebut.

    Saat dikonfirmasi, juru bicara Gugus Tugas penanganan Covid-19 Kota Serang, W. Hari Pamungkas, membantah bahwa Pemkot Serang menerjunkan petugas Puskesmas untuk menilai apakah suatu tempat usaha menerapkan protokol kesehatan ataupun tidak.

    “Saya baru dengar itu. Karena tim yang resmi turun itu gabungan Satpol dengan TNI dan Polri. Itu tim yang turun ke tempat keramaian dan sarana publik,” ujarnya di kantor Diskominfo Kota Serang.

    Ia pun membantah bahwa pihaknya menjatuhkan denda kepada siapa pun yang melanggar Perwal 18 tahun 2020 tentang prosedur transisi new normal. “Enggak ada denda. Dalam Perwal 18 tahun 2020 itu tidak ada denda. Jadi dipastikan itu oknum,” jelasnya.

    Ia pun mengimbau kepada pelaku usaha, apabila menemukan oknum yang mengaku sebagai bagian dari Gugus Tugas dan meminta sejumlah uang, agar dapat segera memfoto orang tersebut dan melaporkan kepada Gugus Tugas.

    “Harus difoto, nanti kami akan cari untuk ditangkap. Itu merupakan tindakan melanggar hukum. Itu artinya mereka melakukan penipuan dan pungutan liar. Jadi kalau ada lagi foto biar bisa kami cari,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Biarkan Mereka Memilih…

    Biarkan Mereka Memilih…

    ISU penghapusan kawasan Baduy sebagai obyek wisata memang sudah dibantah para sesepuh adat Baduy. Namun, keprihatinan banyak pihak soal dampak wisata bagi kelestarian budaya dan kelestarian alam di kawasan itu, tetap menjadikan catatan tentang perlunya perlindungan bagi kominiiytas adat tersebut agar mereka dapat hidup sesuai dengan cara hidup yang mereka inginkan.

    Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kabupaten Lebak, Yeni Mulyani kepada BANPOS mengatakan, di satu sisi pemerintah memang sedang giat mengembangkan dunia pariwisata demi mendongkrak ekonomi lokal. Meski demikian, dengan beragam kekhasan yang dimiliki oleh komunitas adat Baduy, pengembangan wisata di kawasan tersebut sebaiknya diserahkan kepada masyarakat Baduy itu sendiri.

    “Ya, kalaupun itu benar, itu hak warga Baduy untuk minta dihapus. Kita juga bisa tetap melihat Baduy, untuk melihat Baduy kan tidak mesti harus datang ke sana. Tapi yang saya tau pernyataan itu sudah dibantah lagi,” ujarnya, Minggu malam (12/7).

    Menanggapi polemik yang sempat muncul, dalam hal ini jajaran Pokdarwis bersama Disbudpar Lebak ke depan akan lebih ketat dan selektif bagi pengunjung wisata ke lingkungan Baduy, terutama terhadap pengunjung wisata travel.

    “Nanti kita akan selektif, mereka harus dapat ijin Pokdarwis dan Disbudpar. Dan juga harus membawa guide dari Pokdarwis. Soal ini akan segera kita rapatkan,” ungkap Yeni.

    Dijelaskan, pihaknya juga prihatin dengan banyaknya keluhan soal banyak wisatawan ke Baduy yang membuang sampah sembarangan. Karena itu dianggap mencoreng destinasi wisata itu sendiri. 

    “Kawasan Baduy itu justru harus dijaga kelestarian alam dan budayanya. Nanti mah pengunjung dilarang membawa jajanan dari produk luar daerah yang berbagan plastik, kita harapkan mereka wajib membeli produk lokal yang ramah lingkungan,” tandasnya.

    Sementara soal keberadaan masyarakat adat Baduy yang hingga kini masih teguh menpertahankan tradisi leluhurnya, juga ditanggapi peneliti dari Jaringan Kerja (Jangkar) Ecovillage, Juandi Bin Itja Djuhia. Ecovillage adalah sebuah jaringan yang konsen dengan pengembangan kampung berbudaya lingkungan.
    Kepada BANPOS Juandi menuturkan, masyarakat adat Baduy itu sebagai pemegang wasiat sejarah leluhurnya dalam hal menjaga lingkungan alam yang terhubung pada akar budaya yang hingga kini masih bertahan. 

    “Keberadaan destinasi wisata di lingkungan Baduy secara jangka pendeknya bisa juga membantu pengembangan ekonomi warga Baduy sendiri, dan mereka juga bisa terdidik mengikuti pola bisnis modern, namun jangka panjangnya mungkin bisa berdampak pada kerusakan tatanan kultur dan alam di sana, ini juga harus dipertimbangkan,” kata Juandi.

    Menurutnya, pihak yang berada di luar perlu memahami masyarakat Baduy. Seperti soal adanya destinasi pariwisata di Baduy, apa indikator manfaat yang dirasakan mereka baik secara langsung atau tidak?

    “Melihat Baduy itu kan tidak perlu harus datang ke sana,” ucapnya.

    Menurut Juandi, keberadaan kelestarian alam dan ketentraman mereka itu justru oleh pemerintah daerah dan pusat harus didukung tetapi bukan dengan cara dijadikan eksploitasi jualan wisata.

    “Dengan adanya wisata itu apa manfaat yang dirasakan masyarakat Baduy? Masyarakat adat Baduy itu adalah masyarakat sejarah, mereka memiliki akar filosofi kuat yang harus dijadikan pelajaran kehidupan dan tentunya harus kita hormati. Dalam pola hidup, justru masyarakat Baduy itu memiliki aturan kehidupan yang tertib, kalau kita resapi justru lebih maju dari kultur modern di luar,” ungkapnya.

    Kata dia, mereka mencintai alam lingkungan dan pola budaya hidup secara mandiri dengan menjaga lingkungan kelestarian alam.

    “Jadi, keberadaan dalam menjalankan falsafah hidup dan kebudayaan, menjaga sejarah dan menjaga tatanan lingkungan alam agar tidak rusak, dan apa yang mereka jalani seperti itu jangan dieksplotasi untuk tujuan lain dan kepentingan lain, mereka bukan destinasi tontonan indah, tapi justru layaknya jadi renungan komparasi edukatif bagi kita,” tutur Juandi.(WDO/ENK)

  • Karena Baduy Bukan Obyek

    Karena Baduy Bukan Obyek

    Masyarakat suku Baduy, dikenal karena keteguhannya menjaga kelestarian adatnya. Ketika merasa terancam, masyarakat Baduy merasa perlu untuk membela diri. Tujuannya adalah agar eksistensi mereka sebagai sebuah komunitas adat tetap lestari, sekaligus keberadaan mereka sebagai bagian dari umat manusia juga dihargai.

    Selasa, 7 Juli 2020 lalu, masyarakat Indonesia dibuat kaget oleh sebuah surat terbuka yang dilayangkan kepada Presiden RI, Joko Widodo. Surat itu berasal dari sebuah komunitas adat yang bernama Suku Baduy.

    “Agar bapak presiden melalui perangkat birokrasinya, berkenan membuat dan menetapkan sebuah kebijakan, supaya wilayah adat Baduy tidak lagi dicantumkan sebagai lokasi objek wisata. Dengan kata lain, kami memohon agar pemerintah bisa menghapus wilayah Adat Baduy dari peta wisata Indonesia,” demikian petikan surat tersebut.

    Surat itu dicap jempol oleh tiga jaro atau kepala desa, yakni Jaro Saidi sebagai Tanggungan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipari, dan Jaro Madali sebagai Pusat Jaro 7.

    Empat orang mengaku menerima mandat dari sesepuh adat Baduy untuk mempublikasikan surat itu. Mereka adalah pegiat internet Heru Nugroho, pegiat seni dan budaya Henri Nurcahyo, pegiat sosial dan lingkungan Anton Nugroho, dan pegiat seni Fajar Yugaswara.

    Salah satu dari empat orang yang mengaku mendapatkan mandat dari Lembaga Adat Baduy, Heru Nugroho, mengatakan bahwa dirinya membawa mandat dari Lembaga Adat Baduy, meskipun melalui tahapan yang salah. Surat itu muncul karena adanya kekhawatiran mendasar dari para tokoh masyarakat.

    Kekhawatiran pertama adalah tercemarnya lingkungan mereka. Sebab, banyaknya pengunjung yang datang ke wilayah Baduy beberapa telah mencemari keasrian alam mereka. Lalu, tercemarnya tatanan adat masyarakat Baduy juga terjadi akibat banyaknya pengunjung yang mengambil foto, yang seharusnya dilarang.

    “Ketiga, generasi muda mereka itu sudah mulai terjadi pergeseran budaya. Banyak dari generasi mudanya itu mulai memiliki akun medsos. Handphone sudah bolak balik dirazia, karena pengaruh orang yang datang. Bukan menjaga budaya, malah mempengaruhi. Pergeseran budaya yang ekstrim memang terjadi pada masyarakat Baduy dalam,” jelasnya.

    Selain itu, ia juga mengatakan bahwa masyarakat Baduy tidak ingin mereka hanya dijadikan sebagai bahan tontonan bagi mereka yang berkunjung saja. Sebab, mereka bukanlah objek wisata yang dikunjungi hanya untuk ditonton. “Jadi mereka itu bukan untuk ditonton, tapi silaturahmi,” katanya.

    Terkait adanya pergeseran budaya yang ekstrem tersebut, Heru menegaskan bahwa keinginan masyarakat Baduy untuk jauh dari teknologi merupakan jalan hidup mereka. Jadi, jangan menganggap bahwa penolakan mereka terhadap teknologi karena mereka bodoh.

    “Orang memilih jalan hidup untuk tinggal di gunung, jauh dari teknologi, itu kan karena keinginan mereka. Bukan karena mereka bodoh, itu adalah pilihan. Mereka kan menghargai pilihan kita, maka kita harus hargai pilihan mereka. Yah realistis aja, yang hidupnya tenteram kan justru mereka,” ungkapnya tertawa.

    Ketika dikonfirmasi, Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija mengatakan, pihaknya juga telah menggelar  Musyawarah Besar dengan para tetua adat lainnya  di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, pada Jum’at (10/7) lalu. Dalam musyawarah tersebut para tetua adat membuat pernyataan bahwa mereka tidak memberikan mandat kepada Heru Nugroho cs perihal surat yang meminta Jokowi menghapuskan Baduy dari peta destinasi wisata, dan tetap akan membuka Baduy untuk para wisatawan.

    “Kami dari lembaga suku adat Baduy tidak pernah memberikan mandat kepada Heru terkait hal tersebut,” terangnya.

    Saija menegaskan, Baduy sendiri tidak memiliki lembaga adat ataupun perwakilan di luar kawasan suku adat baduy.

    “Dan untuk surat yang dibubuhi cap jempol tersebut oleh Jaro Tangungan 12 Saidi Putra, Jaro Warega Jaro Madali, Jaro Dangka Cipantik Jaro aja tidak benar isinya dan para Jaro juga tidak mengetahui isi dari surat tersebut,” tegasnya.

    Meski demikian, Saija tetap meminta kepada wisatawan yang hendak mengunjungi Baduy agar taat pada aturan adat Baduy dan menjaga kelestarian alam dengan tidak membuang sampah sembarangan.

    “Tetap akan dibuka, namun harus taat aturan adat. Terus, tengah pandemi Covid-19 ini, wisatawan juga harus bawa surat kesehatan,” katanya.

    Terpisah, pendamping saba budaya Baduy, Uday Suhada, mengatakan bahwa polemik yang muncul terkait masyarakat Baduy tersebut sebenarnya hanya keinginan masyarakat Baduy agar merubah istilah destinasi wisata, menjadi saba budaya.

    “Mereka inginnya merubah istilah. Sekarang itu kan disebutnya wisata, mereka tidak mau dianggap sebagai objek ketika menggunakan istilah pariwisata. Maka mereka inginnya merubah selutuh istilah wisata Baduy dirubah menjadi saba budaya,” ujarnya.

    Uday menegaskan bahwa penggunaan istilah destinasi wisata membuat mereka seolah-olah bukanlah manusia. Namun perubahan istilah tersebut bukan berarti mereka tidak ingin dikunjungi oleh orang luar, karena bagi mereka menolak tamu merupakan hal yang pantang dilakukan.

    “Orang baduy itu dalam sejarahnya tidak mungkin menolak tamu. Itu pantangan bagi mereka ketika ada tamu tapi ditolak. Sehingga tidak mungkin ada penutupan kunjungan. Namanya juga saba, silaturahmi, maka itu berarti mereka membuka silaturahmi. Mereka tidak mau menutup silaturahmi,” terangnya.

    Selain itu, ia menuturkan bahwa memang ada kekhawatiran terkait rusaknya alam dan budaya. Namun untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa pihak termasuk dirinya sudah mengusulkan langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal tersebut.

    “Bagaimana untuk mengurai kunjungan, kami mengusulkan salah satunya dengan membuat institusi diluar Lembaga Adat untuk jadi pusat informasi budaya Baduy. Bayangkan dalam sehari 1.000 lebih pengunjung ke Baduy,” jelasnya.

    Selain itu, ia menjelaskan bahwa terdapat Perdes No. 1 tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Kanekes (Baduy). Dalam Perdes itu, terdapat beberapa ketentuan apabila masyarakat ingin melakukan Saba Budaya ke masyarakat Baduy.

    “Namun sayangnya, Perdes tersebut ternyata belum tersosialisasi dengan baik. Pemerintahan daerah kurang membantu dalam menyosialisasikan perdes itu. Bahkan Dinas Pariwisata baru tahu bahwa ada perdes itu,” jelasnya.

    Ia pun mengatakan bahwa terkait tuntutan agar merubah segala istilah dan nomenklatur wisata Baduy dan menggantinya menjadi Saba Budaya, dirasa dapat direalisasikan oleh pemerintah. Sebab menurutnya, tuntutan tersebut adalah keinginan masyarakat Baduy agar dapat dimanusiakan, tidak dianggap sebagai objek wisata.

    “Saya optimis bahwa pemerintah akan menerima konsepan itu. Kalau tidak menerima, berarti pemerintah tidak mau menanusiakan manusia. Tapi saya yakin pusat atau daerah pasti akan menerima itu,” tegasnya.

    Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Tabrani, mengaku hingga saat ini masih belum mengetahui perkembangan polemik tersebut. Karena, dari Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak belum melaporkan perkembangannya.

    “Kami dari Dinas Pariwisata Banten menunggu hasil musyawarah para tokoh adat Baduy yang katanya kemarin sudah dilakukan. Namun memang informasinya masih belum kami terima,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Untuk keinginan dari masyarakat Baduy, Tabrani mengatakan bahwa pihaknya akan mendiskusikan hal tersebut kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak. Karena, yang lebih mengetahui terkait masyarakat Baduy adalah Pemkab Lebak dan masyarakat Baduy sendiri.

    “Jadi apapun hasil keputusan dari musyawarah tokoh masyarakat Baduy, kami akan melakukan diskusi bersama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak,” katanya.

    Terkait pendapatan dari Saba Budaya Baduy selama ini untuk Pemprov Banten, dirinya mengatakan tidak ada. Sebab, untuk retribusi wisata hanya pemerintah kota dan kabupaten saja yang mengelola. Sedangkan yang digelontorkan oleh Pemprov Banten untuk pengembangan masyarakat Baduy, Tabrani mengaku tidak tahu karena dirinya baru sebagai pelaksana tugas (Plt).

    “Saya masuk di Dinas Pariwisata sebagai Plt itu di pertengahan Maret. Jadi saya harus mengecek dulu apakah ada anggaran untuk masyarakat Baduy. Yang saya tahu sih kalau untuk Saba Baduy itu ada kerjasama antara DIndik dengan Dinas Pariwisata. Nanti saya tanyakan kepada bidang terkait,” tandasnya.

    Pada bagian lain, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Lebak, Imam Rismahayadin bahwa masyarakat adat Baduy tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun.

    “Masyarakat adat Baduy saat melakukan musyawarah besar lembaga adat yang dihadiri oleh para olot yang menghasilkan beberapa poin penting,” kata kepada BANPOS melalui selulernya, Minggu (12/7).

    Terkait dengan anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak untuk membangun daerah wisata Baduy, Imam mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah memberikan bantuan untuk pembangunan.

    “Tidak ada, Baduy mah tidak bisa dibangun. Jangankan untuk dibangun, untuk diberikan bantuan saja ditolak,” ujarnya.

    Untuk sumbangan pendapatan daerah dari destinasi wisata Baduy, Imam menjelaskan bahwa sejak tahun 2019, pemerintah daerah sudah menghilangkan retribusi.

    “Kalau  Baduy dari tahun 2019 sudah dihilangkan, tidak ada retribusi dari destinasi Baduy,” terangnya.

    Untuk permohonan yang dikirim kepada Presiden, lanjut Imam, pihaknya tidak bisa memberikan solusi karena masyarakat adat Baduy mempunyai aturan dan norma sendiri, sehingga pihaknya hanya bisa mengikuti sesuai dengan aturan adat Baduy.

    “Bukan kita memberikan solusi, justru karena masyarakat mempunyai aturan dan norma sendiri dan kita akan mengikuti aturan mereka dan ternyata mereka punya Perdes nomor 1 tahun 2007 yang menyebutkan bukan wisata Baduy bukan destinasi wisata. Akan tetapi saba budaya Baduy, namun secara media, wisatawan  menyebutnya wisata Baduy. Makanya poin yang diminta Lembaga adat Baduy, tolong istilah destinasi wisata Baduy dijadikan saba budaya Baduy,” ungkapnya.(DHE/DZH/ENK)