Penulis: Panji Romadhon

  • Pabrik Keripik Singkong di Cilegon Terbakar

    Pabrik Keripik Singkong di Cilegon Terbakar

    CILEGON, BANPOS – Api melalap pabrik keripik singkong (home industri) di lingkungan Curug Rotan, RT 01/06, Kelurahan Karangasem, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, Sabtu (30/5).

    Titik api berasal dari konsleting arus pendek listrik hingga membakar seluruh bangunan. Kebakaran diperkirakan mulai terjadi pukul 18.20 WIB.

    Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Cilegon Lela Sulelah membenarkan kejadian tersebut. Pihaknya menerima informasi dari masyarakat yang bernama Samsul sekitar pukul 18.20 WIB.

    “Iya telah terjadi kebakaran di rumah bu Mumun pemilik home industri keripik singkong. Tiga unit mobil damkar diluncurkan karena dekat pemukiman masyarakat khawatir merambat,” terangnya saat dikonfirmasi, Sabtu (30/5).

    Sementara itu, Komandan Pleton DPKP Kota Cilegon Heri Istrada mengatakan pihaknya menerjunkan satu regu dan menurunkan tiga unit mobil damkar.

    Api akhirnya bisa dipadamkan sekitar satu jam kemudian setelah petugas datang ke lokasi.

    “Home industri keripik singkong yang terbakar di depan gerbang BCA (perumahan). Jadi yang terbakar itu penggorengan masak sama bahan bakunya serta bangunannya (dapur). Rumah pemilik di pinggir rumahnya, tidak terbakar hanya keserempet saja jadi aman rumahnya. Menurut si pemilik konsleting arus pendek listrik,” katanya.

    Beruntung dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa hanya kerugian mencapai belasan juta rupiah.

    “Korban alhamdulilah nihil. Kerugian sekitar Rp 15 jutaan,” tandasnya.(LUK)

  • Akibat Pasien Positif “Kabur” Dari Jakarta, Puskesmas Tirtayasa Tutup Layanan

    Akibat Pasien Positif “Kabur” Dari Jakarta, Puskesmas Tirtayasa Tutup Layanan

    SERANG, BANPOS – Satu pasien positif Covid-19 dari Jakarta diketahui tidak melakukan isolasi mandiri dan memilih “kabur” atau pulang kampung ke Lebakwangi Kabupaten Serang.

    Diketahui, pasien positif tersebut awalnya tidak memberitahu statusnya, dan melakukan aktifitas seperti biasa.

    Namun, pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta sempat merilis adanya pasien positif yang tidak diketahui keberadaannya.

    Nahasnya, saat sedang berboncengan sepeda motor bertiga, pasien positif tersebut kecelakaan di depan Puskesmas Tirtayasa. Kemudian setelah diidentifiksi, baru diketahui bahwa dia adalah pasien positif yang dari Jakarta.

    Akibat dari ketidaktaatannya, diketahui Puskesmas Tirtayasa yang sempat menangani pasien saat kecelakaan, akhirnya menutup pelayanan, dan akan melakukan rapid test kepada tenaga kesehatan yang sempat melakukan kontak dengan pasien.

    “Dia memang sudah positif di Jakarta. Namun tidak taat untuk isolasi mandiri, dan pulang kampung ke Kabupaten Serang,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, drg Agus Sukmayadi, melalui telepon seluler kepada BANPOS, Sabtu (30/5).

    Sebelumnya diberitakan, tenaga kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien tidak dilengkapi dengan APD yang memadai. Akibatnya, 6 tenaga kesehatan harus isolasi mandiri.

    Agus menyayangkan, pasien tersebut tidak memilih untuk isolasi mandiri, baik di Jakarta atau di Kabupaten Serang.

    Ia menyatakan, pihaknya juga sedang melakukan penelusuran orang yang kontak dengan pasien positif tersebut.

    “Kita sudah lakukan tes kepada anggota keluarga, dan alhamdulillah non reaktif,” tandasnya.

    Saat diminta data sejak kapan pasien ada di Serang, ia meminta waktu untuk dihubungi kembali. Namun, hingga berita ini diangkat, Agus tidak mengangkat telepon selulernya.

    Sementara itu, Camat Tirtayasa, Sadik juga menyayangkan tindakan yang dilakukan pasien ini.

    Ia mengaku, khawatir sempat ada kontak pasien dengan masyarakat pada saat idul fitri kemarin.

    “Sudah sesalaman (salam-salaman, red) segala, wong lebaran,” ujar Sadik.

    Kabarnya, lanjut Sadik, bibi dari pasien yang juga terlibat dalam kecelakaan tersebut, melakukan Isolasi mandiri.

    “Kan bonceng tiga, jadi bibinya melakukan isolasi mandiri. Namanya juga khawatir, karena memang sudah lama di sini (Tirtayasa),” tandasnya.(MUF)

  • Kapolres Serang Cek Kesiapan New Normal

    Kapolres Serang Cek Kesiapan New Normal

    SERANG, BANPOS – Dalam rangka kesiapan New Normal pandemi Covid-19, Kapolres Serang bersama sejumlah pejabat utama Polres Serang dan Kapolsek Ciruas melakukan kunjungan mendadak ke sejumlah pasar tradisional.

    Kunjungan Kapolres dilakukan untuk mengetahui aktifitas masyarakat Kabupaten Serang dalam menjalankan new normal namun tetap menjalankan protokol kesehatan.

    “Kunjungan ke tempat publik ini untuk mengetahui sejauh mana kesiapan masyarakat dalam menghadapi New Normal dalam menjalankan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran pandemi Covid-19,” ungkap Kapolres Serang AKBP Mariyono disela-sela kegiatan, Sabtu (30/5).

    Dalam rangka kesiapan New Normal, Mariyono melakukan pengecekan kepada pengunjung, khususnya pedagang dalam dengan memeriksa kelengkapan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah dengan melaksanakan pengecekan hand sanitizerd, social distancing dan penggunaan masker.

    “Kita berikan imbauan agar melaksanakan aktifitas sesuai protokol kesehatan. Bagi pedagang yang tidak melengkapi hand sanitizer, kita berikan. Bagi pengunjung yang tidak mengenakan masker juga, kami bagikan masker,” ungkapnya.

    Ia telah menginstruksikan kepada seluruh personil jajaran Polres Serang aktif anjangsana ke masyarakat untuk terus memberikan pemahaman atau imbauan tentang pentingnya menjalankan protokol kesehatan.

    “Kita tekankan kepada seluruh personil untuk rutin temui masyarakat. Dengan menjalankan protokol kesehatan, tentunya kita semua berharap pandemi Covid-19 ini segera berlalu dan masyarakat bisa beraktifitas normal,” harapnya.

    Dalam kesempatan itu, Mariyono juga mengecek ketersediaan atau harga kebutuhan pokok. Dalam pemantauan secara langsung ini, dia menyebutkan, segala jenis kebutuhan pokok di pasar tradisional terbilang lengkap, begitupun dengan harga-harga masih dalam kondisi stabil.

    “Alhmadulillah semua jenis kebutuhan pokok tersedia di seluruh pasar tradisional yang saya kunjungi. Bagitupun dengan harga-harga terbilang stabil,” tandasnya.(PBN)

  • Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Undang-Undang 8 / 2015 Banyak di Judicial Review

    ACHMADUDIN rajab dalam jurnal hukum & pembangunan 47 No. 3 (2016) : 196-213 dalam “Tinjauan Hukum Eksistensi Dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Setelah 25 kali Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Pada Tahun 2015” : UU 8/2015 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 1/2015), keduanya adalah UU Pilkada yang dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015. UU 8/2015 ini merupakan perubahan dari UU 1/2015 yang lahir dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu 1/2014). Adapun Perppu 1/2014 ini lahir seminggu setelah pada Paripurna tanggal 26 September 2014 disetujui bersama UU Pilkada yang mengatur pemilihan secara tidak langsung yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU 22/2014). Dinamika politik yang terjadi antara pembentukan UU 22/2014, UU 1/2015, hingga UU 8/2015 juga dipisahkan dari dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 97/PUU-XI/2013 yang membawa angin revolusi bagi Pilkada yang dipisahkan dari rezim Pemilu.

    Dalam perkembangannya UU 8/2015 dilengkapi oleh peraturan teknis yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait pencalonan yang seringkali menimbulkan permasalahan KPU menghadirkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 9/2015) dan perubahannya yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 (PKPU 12/2015).

    Bahkan dalam rangka menyikapi Putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015 mengenai pasangan calon tunggal, KPU pun menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon (PKPU 14/2015).

    Sejak UU 8/2015 berlaku telah terdapat 25 gugatan pengujian UU 8/2015 terhadap UUD NRI Tahun 1945 (judicial review) di MK. Tentunya banyaknya pengajuan judical review di MK ini merupakan fenomena yang menarik untuk didalami dan dikaji.
    Tiap perkara tersebut pun memiliki kharakteristik tertentu dan beberapa diantaranya mendapatkan reaksi yang beragam di masyarakat ketika terbitnya putusan tersebut, seperti misalnya dalam putusan dalam Perkara Nomor 33/PUU-XIII/2015 terkait dengan pembatalan norma yang semula membatasi dinasti politik, putusan dalam Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang menghasilkan putusan yang memiliki pemaknaan sedikit berbeda dengan putusan MK sebelumnya yakni Putusan No. 4/PUU-VII/2009, bahkan yang terakhir Perkara Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang menjawab mengenai polemik hanya terdapatnya 1 pasangan calon di suatu daerah yang menyelenggarakan Pilkada.

    53 Persen Daerah Melakukan Pemilu Kada Tahun 2015

    Dalam liputan6.com, 17 April 2015 “KPU Resmikan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015” : Komisi Pemilihan Umum (KPU) meresmikan pelaksanaan pemiihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pilkada serentak ini menjadi penting dan sebagai momen bersejarah bagi Indonesia. “Launching pilkada serentak ini penting bagi kita, karena jadi momentum bangsa kita untuk memilih kepala daerah secara masif yang terorganisir dan terstruktur,” ujar Husni dalam pidato peresmian pilkada serentak di Kantor KPU Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/4/2015).

    Husni mengatakan, Pilkada serentak gelombang pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Gelombang ini untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki akhir masa jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016. Kemudian gelombang kedua dilakukan pada Februari 2016 untuk AMJ semester kedua tahun 2016 dan seluruh daerah yang AMJ jatuh pada 2017. “Sedangkan gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 untuk yang AMJ tahun 2018 dan AMJ tahun 2019,” ucap Husni.

    Husni menambahkan, model pemilihan serentak ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia. Indonesia harus dicatat dalam sejarah demokrasi dunia karena tercatat ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak gelombang pertama.

    Hal-hal Yang Baru Dalam Pemilihan GBW Tahun 2015
    Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Malik, menyatakan ada banyak hal baru lainnya dalam pilkada serentak kali ini. Mulai dari uraian kegiatan maupun jadwal atau tahapannya. Secara dasar hukum juga ada yang baru. Mulai dari UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Peraturan KPU dari Nomor 2 sampai Nomor 12, dan Putusan MK Nomor 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal yang kemudian diatur dalam PKPU Nomor 14.

    Berikut beberapa hal baru dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tahun 2015 :
    1. Pemilih harus punya KTP Elektronik (e-KTP)
    Surat domisili ataupun KTP manual, tak akan diterima sebagai identitas pemilih. Hanya KTP elektronik (e-KTP) yang diakui sebagai identitas resmi. Menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, Surat Keterangan Domisili bukanlah kartu identitas diri. Maka, pemegang kartu ini tidak serta merta mempunyai hak pilih.

    2. Hanya satu putaran
    Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pilkada hanya akan berlangsung satu putaran. “Jangan harap ada putaran kedua. Begitu gol (pemungutan suara dan diketahui pemenangnya), pemilihan selesai,” kata Ketua KPU, Husni Kamil Manik, dikutip Viva.co.id.

    3. Bisa satu pasangan calon
    Pilkada kali ini juga dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal, yang kemudian diatur dalam Peraturan KPU No 14/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 08 Tahun 2013 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah.

    4. Rekapitulasi suara
    Rekapitulasi hasil penghitungan suara langsung di kecamatan. Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa/kelurahan tidak lagi melakukan rekapitulasi penghitungan suara. “Dari TPS langsung ke kecamatan,” kata anggota KPU, Arief Budiman, dilansir Viva.co.id. Ini sesuai Peraturan KPU No 11/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat.

    5. Calon sesuai rekomendasi DPP Partai
    Pasangan calon yang maju bertarung ke dalam pilkada serentak, wajib mengantongi rekomendasi DPP (Dewan Pengurus Pusat) Partai yang mengajukannya. Ini untuk menghindari konflik antar pengurus dalam penentuan calon. Terkadang muncul masalah karena DPP merekomendasi calon tertentu, tetapi di tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah) setingkat provinsi, dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) setingkat kabupaten/kota, merekomendasikan orang lain. Dasar aturan ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

    6. Pemantau pemilu boleh menggugat
    Pilkada serentak ini mengizinkan calon tunggal, sehingga pilihannya hanya Setuju atau Tidak Setuju. Tapi calon tak bisa dengan mudah melenggang. Sebab, pemantau pemilu punya hak untuk menggugat. Dasarnya Peraturan MK (PMK) No 4/2015 mengenai penyelesaian sengketa pilkada untuk pasangan calon tunggal. PMK tersebut salah satunya secara detail mengatur soal siapa yang berhak atas legal standing untuk mengajukan gugatan pilkada calon tunggal ke MK. “Yang diberi legal standing atas pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis, kita beri akses pada yang setuju atau tidak setuju,” ujar Arief, Senin 26 Oktober 2015, demikian laporan Viva.co.id.

    7. Biaya ditanggung APBD
    Untuk menghelat pemungutan suara ini, biaya ditanggung masing-masing daerah. Presiden Joko Widodo mengatakan dana pilkada serentak yang mencapai Rp7 triliun seluruhnya ditanggung Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). “Hanya biaya pengamanan dari kepolisian yang sepenuhnya tidak bisa dibiayai oleh APBD,” kata presiden saat memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip Antaranews. Dasarnya, Undang-undang No 8/2015 tentang Pilkada. Biaya yang ditanggung termasuk biaya alat peraga. Akibatnya, ongkos pilkada jadi mahal untuk pemerintah daerah. Kabupaten Jember, Jawa Timur misalnya, mengeluarkan ongkos Rp71,6 miliar. Menurut Titi dari Perludem, perlu ditimbang alat peraga lain agar ongkos pilkada lebih efisien.

    8. Tidak Ada Sanksi Pidana bagi Politik Uang.
    Tentu saja politik uang, seperti menyogok, memberikan imbalan, dan membeli suara, dilarang. Ini tegas disebutkan dalam UU No. 8/2015 yang menjadi dasar bagi Pilkada 2015 ini. Tetapi, berbeda dengan pelanggaran-pelanggaran ketetentuan lain yang ditetapkan sanksi pidananya oleh UU ini, tak ada ketentuan tentang sanksi pagi pelanggaran ketentuan tentang politik uang. Jadi kalaupun ada yang tertangkap basah membagikan uang, menyuap, dan sebagainya, tidak ada ketentuan tentang hukuman bagi para pelaku itu. Peluang yang tersisa untuk menghukum pelaku politik uang addalah pidana dengan KUHP. “Tetapi prosesnya jauh lebih lama, dan tak dibatasi tenggat waktu,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokras Perludem, Titi Anggraini.

    Manfaat Pemilihan Kepala Daerah Serentak
    Nike K. Rumokoy dalam Jurnal hukum Unsrat Vol.22 No. 6 ulli 2016 “Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Setelah Berlakunya UU No. 9 Tahun 2015” : Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang. Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK.

    Pilkada serentak tahun 2015 ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal.

    Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi.

    Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dibagian bawahnya. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah.

    Namun jika pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya. Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:
    1. Efisiensi anggaran
    2. Efektivitas lembaga pemilihan umum
    3. Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
    4. Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti Rieke yah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok)8 dan Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok).

  • Diduga Pasien Positif Dari Jakarta, Warga Kabupaten Serang Reaktif Covid-19 Setelah Kecelakaan

    Diduga Pasien Positif Dari Jakarta, Warga Kabupaten Serang Reaktif Covid-19 Setelah Kecelakaan

    TIRTAYASA, BANPOS – Salah seorang warga Lebakwangi diduga merupakan pasien positif yang terkonfirmasi di Jakarta ditemukan mengalami kecelakaan di depan Puskesmas Tirtayasa.

    Saat kecelakaan, pasien tersebut ditangani tanpa protokol keamanan Covid-19 oleh para tenaga kesehatan di UGD.

    Namun, setelah dirujuk ke RSDP dan dilakukan rapid test, ternyata hasilnya reaktif.

    “Jadi kan yang tahu reaktif ketika di RS. Memang bener (ada informasi pasien positif dari Jakarta, red), tapi kan kita tidak tahu yang mana orangnya. Ketika terjadi kecelakaan itu baru ketahuan, oh ternyata ini orangnya,” ujar Camat Tirtayasa, Sadik.

    Walaupun pasien tersebut bukan merupakan warga Tirtayasa, namun pihaknya tetap melakukan protokol pencegahan.

    “Selain wawar, kita juga akan lakukan penyemprotan disinfektan kembali,” ungkapnya.

    Ia berharap, dengan adanya kejadian ini, masyarakat dapat lebih waspada, dan ketat dalam menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

    Dihubungi terpisah, kepala Puskesmas Tirtayasa, Nunung Nuraeni mengatakan bahwa Puskesmas Tirtayasa menghentikan operasional unit gawat darurat (UGD) sementara. Meski demikian, pelayanan poli tetap berjalan seperti biasa.

    “Sementara ini UGD kita sterilkan, kita semprot. Untuk poli-poli yang lain tetap buka, UGD kita istirahatkan ruangannya 24 jam,” ujarnya.

    Nanti malam, lanjut dia, UGD sudah bisa melakukan pelayanan. Untuk petugas medis yang terpapar langsung, sementara diisolasi mandiri.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, pasien berinisial JN, mengalami kecelakaan tunggal di dekat Puskesmas Tirtayasa. Sempat tak sadarkan diri, pasien kemudian dirujuk ke RSDP Kabupaten Serang

    “Alhamdulillah sudah kita laporkan kepada gugus tugas, dan petugas kesehatan yang menangani saat itu sementara diisolasi mandiri, sebelum Rapid tes kita lakukan,” tuturnya.

    Labih lanjut ia mengatakan, hari Selasa (2/6), semua karyawan Puskesmas Tirtayasa akan menjalani pemeriksaan Rapid tes.

    “Kalau keluarga (pasien) adanya di Lebak Wangi,” ucapnya.

    Nunung juga menjelaskan, dalam kecelakaan tersebut, pasien berboncengan tiga dengan satu sepeda motor. Ketiganya, termasuk pasien, adalah warga Kecamatan Lebak Wangi.

    “Kejadiannya memang kecelakaan di depan Puskesmas, sehingga masuk UGD Puskesmas. Kita tidak screening, karena memang mau masuk UGD dan orangnya (pasien-red) tidak sadar,” jelasnya.

    Selanjutnya, kata Nunung, pasien tersebut dibawa ke Rumah sakit dan setelah dilakukan pemeriksaan rapid tes hasilnya reaktif (positif Covid-19). Pihaknya tidak bisa melakukan pemeriksaan Rapid tes kepada semua orang, harus ke RS untuk melakukan pemeriksaan Rapid tes.

    “Kita hanya screening saja, kalau ada gejala, baru kita lakukan langkah-langkah selanjutnya. Kalau seperti itu kejadiannya, memang kalau Rapid di Puskesmas ada, tetapi untuk orang-orang tertentu, seperti PDP dan sebagainya,” tandasnya.

    Diketahui, pasien tersebut berasal dari desa Pegandikan Kecamatan Lebak Wangi, Kabupaten Serang. Pasien mengalami kecelakaan pada pukul 10.30 WIB, dan ditangani oleh petugas medis Puskesmas Tirtayasa yang bertugas piket pagi.(MUF)

  • Dinilai Kurang Pengawasan, Pembangunan Situ Pasir Ayunan Disoal

    Dinilai Kurang Pengawasan, Pembangunan Situ Pasir Ayunan Disoal

    LEBAK,BANPOS-Diduga kurang maksimal dalam pelaksanaannya, pekerjaan rehabilitasi Situ Pasir Ayunan, Desa Sajira, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC), Satuan Kerja (Satker) Non Vertikal Tertentu Pembangunan Bendungan, kegiatan Danau Situ dan Embung SNVT Pembangunan Bendungan BBWSC tahun 2019 dengan anggaran sebesar Rp 11,7 miliar disoal aktivis LSM Rakyat Perduli NKRI.

    Pasalnya dalam rehabilitasi tersebut, salah satu fasilitas pemutar pintu air tidak disediakan sehingga ketika musim penghujan saat air tidak tertampung dan meluap merusak bangunan Situ serta sawah masyarakat yang ada disekitar.

    Anggota RP NKRI, Dayat mengatakan, karena pekerjaan rehabilitasi Situ Pasir Ayunan kurang maksimal, akibatnya masyarakat atau para penerima manfaat dari pembangunan tersebut dirugikan.

    “Setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, kita selalu mendukung kalau hasilnya memberikan manfaat kepada masyarakat. Akan tetapi jika hasilnya tidak memberikan manfaat, bahkan sampai merugikan masyarakat, sebagai kontrol sosial kita akan berada digarda terdepan untuk membelanya,” kata Dayat kepada BANPOS, Sabtu (30/5).

    Menurutnya, dengan tidak maksimalnya rehabilitasi Situ Pasir Ayunan tersebut, pihaknya menilai Satker Non Verikal Tertentu Pembangunan Bendungan lemah dalam melakukan pengawasan saat pelaksanaan pembangunannya.

    “Saya kira dengan kondisi seperti ini, pengawasan yang dilakukan oleh Satker sangat lemah atau mungkin mereka bagian dari pihak ketiga yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi tersebut. Logikanya kalau benar-benar diawasi, bagaimana mungkin pintu air tidak disediakan alat pembukanya. Pada akhirnya saat air tidak tertampung akhirnya meluap kemana-mana, coba kalau pintu airnya dibuka kan air akan bisa mengalir lewat pintu air tersebut,” terangnya.

    “Oleh karena itu, untuk mempertanggung jawabkannya. Kita akan melayangkan surat untuk melakukan audiens dengan pihak Satker. Ini harus dipertanggung jawabkan, karena yang digunakan untuk pembangunan itu kan uang rakyat dan harus dinikmati oleh rakyat,” tegasnya.

    Sementara warga setempat yang tidak ingin disebutkan Namanya mengatakan bahwa bangunan yang rusak akibat air yang meluap karena tidak tertampung mengingat Situ Pasir Ayunan letaknya berada didataran rendah.

    “Iya ini kemarin waktu hujan air dari beberapa kampung masuk ke Situ, karena hujannya deras dan air seluruhnya tertampung disini (Situ,red) akhirnya meluap kemana-mana,” katanya.(dhe)

  • Peluang dan Tantangan Pesantren Menjalankan Kegiatan Pendidikan di Musim Wabah Covid-19

    Peluang dan Tantangan Pesantren Menjalankan Kegiatan Pendidikan di Musim Wabah Covid-19

    Momentum Memperkuat Budaya Sehat di Pesantren

    KONDISI wabah covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan meski Pemerintah Pusat mengkampanyekan “NewNormal” realitasnya masih ada temuan kasus covid-19 bahkan diprediksi akan terjadi covid-19 gelombang kedua, Per tanggal 29/05/2020 Jumlah kasus terkonfirmasi positif di dunia mencapai 5.945.977 atau hampir 6 juta pasien, dalam daftar wordometers.info Indonesia menempati urutan ke-32 dari 215 daftar negara yang tedampak virus corona dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif 25.216, kematian 1520 dan pertumbuhan kasus masih di tiga digit yakni 678 artinya secara statistik sebaran kasus covid-19 di Indonesia dikatakan masih tinggi. Disamping itu kasus anak terpapar covid-19 di Indonesia cukup besar berdasarkan data yang dirilis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dari 584 anak yang dinyatakan positif 129 meninggal dengan status PDP dan 14 pasien meninggal dengan status positif juga diperkirakan ada 3324 anak dirawat dengan status PDP. Pembukaan kegiatan pendidikan di bulan Juli berjalan saat kurva covid-19 masih tinggi belum mengalami penurunan artinya kegiatan pendidikan dalam bayang-bayang ancaman sebaran covid-19 dan anak-anak termasuk berpotensi terkena penyakit virus covid-19.

    Ancaman Virus Masih Ada, Kehidupan Belum Normal

    Memahami bahwa realitas virus masih ada itu sangatlah penting ketimbang kita menipu diri sendiri dengan apapun namanya karena dengan menerima realitas dapat mengantisipasi dan mengurai masalah tersebut secara objektif dan tuntas, memang ada yang belum tepat dalam kebijakan “new normal” di Indonesia, bagi negara lain penerapan “new normal” dilakukan didasari menurunnya kurva covid-19 pada single digit bahkan nol kasus sedang di Indonesia kasus hariannya masih di triple digit wajar bila dipersoalkan para ahli karena dianggap belum tepat waktunya serta berpotensi memicu ledakan pasien covid-19 memicu covid-19 gelombang kedua.

    Di awal sebaran (outbreak) WHO merilis gejala Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu batuk, sesak napas hingga mengalami kesulitan bernafas dan pada kasus yang lebih parah bisa menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal bahkan kematian. Namun kini masuk berbagai laporan didunia terkait gejala covid diantaranya dilaporkan oleh Pusat Pengengalian Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) selain menyerang saluran pernafasan yaitu panas dingin, menggigil, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, kehilangan rasa atau bau juga kulit. dr.Dennis Porto,MD menemukan gejala fisik dari jenis baru atau SARS-Cov-2 yang dirilis dalam twitter pribadinya menjelaskan bahwa dirinya mendiagnosis seorang pasien pada kulitnya memiliki ruam kemerahan di ujung jari kaki-kaki disebut juga dengan istilah “Jari Kaki Covid19”, selain itu CDC memasukan gejala “bibir atau wajah kebiruan” sebagai daftar gejala dari corona virus, sampai saat ini para ahli terus belajar dan menemukan hal -hal baru dari virus yang memang jenis baru dari jenis sebelumnya SARS dan MERS.

    Ketua IDAI dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K) menegaskan bahwa “anak-anak termasuk kelompok rentan yang tertular virus covid-19” dari data yang diungkap IDAI mengkonfirmasi bahwa anak sangat rentan terinfeksi virus mengingat anak-anak lebih sulit diatur ketimbang orang dewasa dalam hal pelaksanaan jaga jarak, pakai masker juga guna mencegah penularan virus, CDC menyatakan gejala anak yang terinfeksi virus corona mirip dengan kondisi Multysistem Inflamatory Syndrome in Children (MIS-C) laporan medis menyatakan tanda-tanda infeksi virus corona adalah demam, sakit perut hingga diare, muntah, sakit leher, muncul ruam dan mata leher dan merasa lelah.

    Dalam kondisi kasus cukup berat anak-anak yang terserang virus corona dapat memperlihatkan tanda kegawatdaruratan seperti sesak napas, sakit perut dan bibir serta wajah kebiruan, anak-anak yang terinfeksi virus corona dengan gejala MIS-C bisa berujung pada komplikasi serius hingga kematian, namun bila gejala ini diketahui sejak dini resiko medis serta komplikasi dapat ditangani dan diminimalisir dampaknya.

    Pondok pesantren dengan jumlah santri yang besar perlu melakukan antisipasi dampak-dampak kesehatan dari virus corona bila pendidikan akan diaktifkan kembali, pengelola ponpes hendaknya mengetahui potensi ancaman dari virus corona, pengetahuan mendalam akan ancaman virus cukup bermanfaat agar dapat merumuskan langkah-langkah taktis strategis dalam menghadapinya secara terencana dan objektif.

    Faktor-faktor Resiko Masuknya Coronavirus di Pesantren

    Pada hakikatnya siapapun dapat terinfeksi virus corona karena penyebaran corona terjadi melalui transmisi manusia ke manusia, sebaran virus corona di Indonesia berawal dari imported case karena ketidaktegasan pemerintah mencegah masuknya orang asing atau orang yang bepergian dari luar, lalu menyebar dengan massif di Indonesia melalui ‘local transmission’.

    WHO merilis bahwa sebaran covid-19 terjadi melalui droplet atu percikan air liur saat batuk dan bersin, menyentuh tangan atau wajah tangan orang yang terinfeksi virus corona, menyentuh mata, hidung atau mulut setelah memegang barang yang terkena droplet atau percikan air liur pengidap virus corona, dalam sebuah penelitian virus corona menyebar lewat aerosol terutama pada tindakan medis maka wajar dalam tatalaksana penanganan pasien corona tim medis menggunakan Hazmat dan pelindung diri yang lengkap (APD) berlapis-lapis menghindari masuknya aerosol dan droplet.

    Sebetulnya pesantren jauh lebih siap dibandingkan pendidikan formal dalam melaksanakan pendidikan di musim wabah, model pendidikan pesantren serupa dengan pelaksanaan isolasi massal atau dikenal dengan karantina mandiri karena peserta didik belajar penuh dan menginap didalam pesantren sedangkan pendidikan formal hanya menerapkan belajar paruh waktu artinya anak-anak sekolah formal masih terbuka ruang interaksi sosial baik di lingkungan rumah, dijalan saat berangkat dan pulang ke sekolah juga interaksi didalam sekolah secara bebas baik di kelas, lingkungan sekolah juga dikantin terbuka interaksi dengan pedagang yang secara bebas berinteraksi sosial saat di pasar serta tempat-tempat umum yang berpotensi tempat sebaran virus corona.

    Para peserta didik (santri) yang telah masuk di lingkungan pesantren dapat dilakukan isolasi atau karantia sehingga mengurangi batas interaksi sosial dengan lingkungan diluar pesantren, karena sulitnya mendapatkan alat tes corona yang akurat melalui swab dan pengecekan dengan (PCR Test) juga biaya yang cukup mahal maka pesantren dapat melakukan kegiatan karantina mandiri selama masa inkubasi virus selama 14 hari dengan berbagai kegiatan positif guna meningkatkan daya tahan tubuh dan penguatan mental agar para santri tidak mengalami stres karena ini berdampak pada peningkatan hormon kortisol dan menurunkan daya tahan tubuh.

    Pelaksanaan isolasi atau pengkarantiaan para santri selama 14 hari sangatlah penting dan paling murah untuk memastikan bahwa kondisi santri telah aman dari virus corona setelah melewati masa inkubasi yakni 14 hari, namun bukan berarti ancaman virus telah hilang justru faktor-faktor ancaman virus masuk ke pesantren setelah melalui masa karantina 14 hari dan faktor resiko bisa muncul dari beberapa aspek.

    Pertama, SDM Internal Pengurus Pesantren seperti guru, keluarga kiyai, petugas kebersihan dan staf pesantren yang masih melakukan interaksi sosial diluar lingkungan pesantren dan mendatangi daerah-daerah yang berpotensi tertularnya penyakit.

    Kedua, Pihak Eksternal yang berkunjung ke pesantren seperti tamu, keluarga santri juga penyedia barang bagi kebutuhan pesantren

    Ketiga, Barang-barang dan benda yang dipesan oleh pesantren dari lingkungan luar pesantren seperti barang sembako, alat-tulis, pakaian baik yang dipesan secara online atau dari pihak penyedia jasa dan barang.

    Keempat, Pendidikan Formal yang diselenggarakan pesantren dan siswa tidak mukim memungkinkan adanya interaksi sosial secara terbuka dengan santri yang mukim.

    Agar tidak terjadi sebaran secara langsung antara manusia ke manusia maka pesantren dapat menerapkan pengketatan juga lebih selektif dalam menerima tamu yang masuk, menerapkan protokol yang ketat bagi pengurus pesantren yang memilki aktifitas di luar pesantren juga memastikan setiap barang-barang yang masuk kedalam pesantren sudah aman dari virus corona agar tidak terjadi sebaran corona disebabkan benda yang menempel pada barang.

    Keberadaan pendidikan formal didalam pesantren yang tidak mukim perlu dipikirkan agar tidak bercampur dengan para santri mukim, bila dikhawatirkan tidak mampu mengendalikan bisa saja kegiatan pesantren berjalan hanya pendidikan formal tetap diliburkan namun bila terikat dengan kewajiban kepada kemendikbud karena diberlakukan new normal disektor pendidikan maka pengelola pesantren perlu berpikir matang pengendaliannya, pemisahan antara santri mukim dan tidak hendaknya dilakukan secara ketat.

    Budaya Sehat Pesantren, Upaya Efisiensi Biaya Kesehatan

    Ada atau tidaknya virus corona sebetulnya pesantren baiknya mulai menerapkan ajaran Islam dalam hal menjaga kebersihan sebagai tindakan preventif karena tindakan preventif jauh lebih hemat daripada tindakan kuratif, melindungi kesehatan jiwa santri wajib dilakukan oleh pondok pesantren sebagai upaya menjaga amanah dan memberikan rasa aman bagi orang tua didik serta meningkatkan kepercayaan publik pada pesantren.

    Persoalan kesehatan klasik yang terjadi didunia pesantren baik pesantren salafi, modern dan terpadu adalah penyakit kulit seperti jamuran, kudis, scabies, herpes disamping itu yang sering ditemukan adalah penyakit thypoid, demam dan tidak memungkinan adanya kasus TB-Paru yang tidak terdeteksi di pesantren. Penyakit kulit adalah penyakit yang umum terjadi di semua pesantren seolah menjadi tren kontemporer, hal ini terjadi tidak lepas dari realitas kehidupan di pesantren seperti bertukar pakaian dan handuk, pakaian dalam yang dipakai berulang, tidur bareng dalam satu ruangan dan mandi dalam kolam air yang berjamur serta lembabnya kasur dan kamar tidur.

    Kebiasaan-kebiasaan yang memicu hadirnya jamur, bakteri dan virus yang mengancam para santri hendaknya harus diatasi dengan bijaksana oleh pengelola pesantren, tidak hanya takut dan khawatir dimasa pandemi covid-19 namun pengelola pesantren juga perlu menyiapkan master plan dalam peningkatan sistem kesehatan di pondok pesantren juga membangun budaya sehat yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan selama 20 detik hingga bersih perlu dibudayakan, menghidari menyentuh wajah, hidung atau mulut saat tangan kotor atau belum dicuci, menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit juga memisahkan santri yang sakit dan sehat perlu dilakukan oleh pengelola pesantren, senantiasa membersihkan permukaan benda yang sering digunakan dilingkungan pesantren dan kamar santri perlu digalakan, menutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu membuang tisu ketempat sampah yang telah disediakan disetiap sudut pesantren lalu mencuci tangan hingga bersih haruslah dibiasakan dan pengelola pesantren mulai menyediakan tempat cuci tangan dan sabun disetiap sudut serta menyediakan masker bagi santri yang sakit agar menghindari terjadinya sebaran virus, segala potensi tumbuh suburnya jamur dan virus perlu diantisipasi oleh pengelola pesantren menata kembali infrastruktur yang ada dan memperhatikan masuknya sinar matahari di setiap ruang pesantren khususnya kamar santri, memang kobong model yang terbuka sirkulasi udara dan cahaya matahari adalah model kobong yang baik.

    Selain itu penguatan kekebalan tubuh bagi santri perlu dilakukan dengan penguatan mental jiwa santri melalui membaca al-qur’an, pesantren perlu melakukan inovasi dalam penyediaan fasilitas agar hal-hal yang memicu stres bagi santri bisa dihindari juga memberikan asupan nutrisi yang mencukupi bagi santri setidaknya dalam empat belas hari pertama pesantren tidak membebani santri dengan beban pelajaran yang berat namun lakukan kegiatan olahraga dan hal-hal yang menyenangkan bagi santri, bagi santri yang sehat dan santri yang sakit tentu perlu diperlakukan berbeda berikan asupan nutrisi yang lebih bagi santri yang sakit bila perlu mewajibkan orang tua santri untuk membekali santrinya membawa suplemen makanan baik herbal maupun vitamin – C dan pemisahan santri yang datang dari zona merah juga terindikasi ODP perlu dilakukan diawal sebelum santri bertemu dan bergabung dengan santri lainnya.

    Kesimpulan

    Kegiatan pendidikan di pesantren ditengah wabah covid-19 dimana kurva covid-19 masih relatif tinggi pada hakikatnya bisa saja dijalankan oleh pesantren dengan mengantisipasi segala faktor-faktor resiko masuknya virus ke pesantren, selama masa inkubasi virus dua minggu setelah santri masuk hendaknya dimanfaatkan oleh pesantren untuk implementasi budaya sehat dan momentum covid-19 adalah kesempatan bagi pesantren membuat budaya hidup sehat sebagai tindakan preventif agar mengurangi tindakan kuratif dengan jiwa dan tubuh yang sehat kegiatan pendidikan di pesantren dapat berjalan secara efektif.

    Tantangan menjalankan kegiatan pendidikan dimasa covid-19 tentu ada dikarenakan anak-anak berpotensi dan rentan terkena virus-19 untuk itu perlu ada pencegahan masuknya virus terutama pada faktor-faktor yang beresiko masuknya virus di pesantren baik pihak internal pengurus pesantren, eksternal dan juga pada benda yang masuk ke pesantren termasuk pelaksanaan pendidikan formal yang tidak mukim yang diselenggarakan didalam pesantren, namun bila pengelola pesantren mampu mengelola dengan baik mengatur jarak dan memastikan dapat memutus sebaran virus lewat peraturan lokal yang diterapkan, pesantren memungkin untuk menjalankan kegiatan pendidikan seperti biasa dengan kewaspadaan yang wajar terkendali.

    Semoga Allah melindungi kita semua dari ancaman virus ini dan mencabut wabah ini dari bumi Indonesia.

    Wallahua’lam bisshowab

    *) Penulis adalah Anggota satgas covid19 MUI Banten dan Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Organisasi FSPP Banten

  • Belanja di Warung Tetangga

    Belanja di Warung Tetangga

    SUDAH lebih dari tiga bulan kita diterpa wabah corona. Dampaknya luar biasa. Bukan semata merenggut jiwa. Ekonomi pun kena imbasnya.

    Ekonomi menjadi lumpuh, karena ada aturan pembatasan aktifitas. Banyak orang tidak bisa bekerja. Karena tak kerja maka tidak mendapatkan penghasilan. Kebutuhan pokok, ditanggulangi oleh pemerintah dalam bentuk bantuan langsung.

    Menjelang penerapan relaksasi, yang membuat kita masuk pada babak baru yang dikenal dengan istilah new normal, diharapkan seluruh aktifitas warga kembali normal seperti semula. Pemberlakuan ini dilaksanakan secara bertahap, dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan.

    Petani kembali turun ke sawah, nelayan kembali melaut, angkutan umum kembali beroperasi, para pegawai kembali masuk kantor, buruh kembali bekerja di pabrik, pegawai layanan jasa juga siap bekerja. Ekonomi mulai menggeliat lagi.

    Ditengah geliat ekonomi warga, muncul anjuran agar kita melakukan gerakan saling membantu. Misalnya, lebih memilih untuk belanja di warung tetangga dibanding belanja di mall atau minimarket. New normal, no mall.

    Anjuran dan ajakan ini tidak salah. Karena dengan belanja di warung tetangga, merupakan wujud nyata cara bantu kita pada mereka. Tapi, belanja di mall juga bukan langkah salah. Mengapa?

    Sebagian besar dari kita beranganggapan bahwa mall, juga hotel, adalah corporate, perusahaan besar. Pangsanya juga bukan warga berpenghasilan minim. Mall dan hotel identik dengan kalangan orang kaya.

    Anggapan seperti itu tidak sepenuhnya salah. Tapi sebaliknya juga, tidak sepenuhnya benar. Mengapa? Karena mall dan hotel juga menjadi tempat bergantung para petani dan nelayan, kelompok masyarakat yang diidentikkan sebagai penyandang status ekonomi lemah.

    Analisa ini bukan semata hasil bacaan, apalagi dugaan. Tapi merupakan hasil pengalaman langsung. Langsung saya alami dan saksikan, ketika berkunjung ke mall dan atau hotel.

    Untuk sebuah keperluan kedinasan, saya kerap mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga tempat saya bekerja. Kadang diundang oleh lembaga lain, baik lembaga pemerintah maupun swasta, juga organisasi kemasyarakatan, dengan menggunakan hotel sebagai tempat kegiatan.

    Lazimnya kegiatan yang dilaksanakan di hotel, pihak hotel memberikan fasilitas layanan makanan; makan, sarapan, dan snack berupa cemilan ringan. Pada session inilah saya menemukan peran petani dan nelayan.

    Ketika sarapan di resto hotel, ada banyak makanan yang sejatinya akrab dengan keseharian kita diluar hotel. Misalnya kacang tanah, jagung, ubi, talas, pisang, dan yang lainnya. Minumannya seperti kopi, teh, wedang jahe, bandrek, dan bajigur.

    Sajian makan berat, selain nasi, ada lauk pauk; tempe, tahu, ikan, daging, telur, perkedel, dan seafood. Sayurannya berupa timun, wortel, bayam, jagung, melinjo, labuh, kacang polong, dan lain-lain.

    Semua jenis makanan, sayuran, dan minuman yang saya sebutkan diatas, bisa disantap di resto hotel, setelah melewati proses panjang. Bisa jadi pihak hotel mendapatkannya lewat belanja di pasar induk, atau langsung mendapat pasokan rutin dari desa.

    Ada beberapa hotel di kota-kota besar yang secara rutin mendapatkan kiriman bahan makanan itu langsung dari para petani. Kontinuitas pesanan ini tentu menjadi jaminan bagi para petani dalam mengelola dan mengatur ritme distribusinya.

    Hal yang sama iuga berlaku bagi mall. Biasanya, seperempat area mall diperuntukkan bagi penjualan bahan makanan yang didatangkan langsung dari desa. Dari para petani dan nelayan.

    Maka, bila hotel sepi dari pengguna, dan mall sepi dari pembeli, secara tidak langsung juga berdampak terhadap nasib para petani dan nelayan. Karena sepi pembeli, hotel dan mall menghentikan pesanan kepada rekanan, dalam ini petani dan nelayan.

    Jadi, mengajak warga belanja di warung tetangga, itu baik. Karena bisa membantu memudahkan perekonomian mereka. Namun, belanja di mall juga tidak salah. Karena secara tidak langsung, juga membantu nasib para petani dan nelayan.

    Dengan demikian, anggapan bahwa hotel dan mall identik dengan konglomerasi dan taipan, tidak sepenuhnya benar. Ribuan pekerja di hotel dan mall pada umumnya juga berasal dari keluarga sederhana dan bersahaja.

    Mari belanja di warung tetangga. Tak perlu dilarang bagi yang mau belanja di mall!

  • Sering Pulang Pergi Jakarta, Warga Cilegon Terkonfirmasi Positif Covid-19

    Sering Pulang Pergi Jakarta, Warga Cilegon Terkonfirmasi Positif Covid-19

    CILEGON, BANPOS – Pasien yang baru terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Cilegon diduga terpapar akibat sering pulang dan pergi ke Jakarta yang merupakan zona merah, untuk kontrol rutin penyakit kanker payudara.

    Hal ini berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun bahwa pasien tersebut selama ini sering berkunjung ke keluarga di Jakarta, dan sekali-kali dengan waktu tidak menentu kembali ke Cilegon. Terakhir pasien berada di Cilegon pada 8 Mei 2020.

    Jubir Gugus Tugas Covid-19 Kota Cilegon, Ahmad Aziz Setia Ade Putera, mengatakan bahwa pasien positif terbaru ini merupakan wanita berinisial ER (33). Pasien merupakan salah satu warga Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Citangkil.

    Melalui siaran video update Covid-19 Kota Cilegon, Aziz menjelaskan, pada 20 Mei 2020, ER yang mengidap penyakit kanker payudara melakukan kontrol di Rumah Sakit (RS) Darmais, Jakarta.

    Pada waktu yang sama, ER yang sebelumnya berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) ini juga melakukan pemeriksaan darah dan swab di RS Darmais.

    Kemudian, lanjut Aziz, pada 28 Mei 2020, ER kembali melakukan kontrol rutin di RS Darmais, serta mengambil hasil pemeriksaan PCR.

    “Hasil PCR yang diterima tanggal 28 Mei 2020 tersebut, menyatakan bahwa saudari ER dinyatakan terkonfirmasi positif covid-19,” ujar Aziz.

    Dari hasil PCR yang menyatakan ER terkonfirmasi positif Covid-19, kata Aziz, RS Darmais memberikan surat rujukan ke Puskesmas Citangkil, untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Cilegon.

    “Pada hari ini juga, yang bersangkutan dirujuk ke RSUD Banten untuk ditangani lebih lanjut,” katanya.

    Sampai dengan Jumat, 29 Mei 2020, tercatat sebanyak 6 orang warga Cilegon dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.

    Saat ini pasien warga Cilegon yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 3 orang masih dirawat, 1 orang pasien menjalani isolasi mandiri dan 2 orang dinyatakan sembuh dari Covid-19.

    “Kami mengimbau kepada masyarakat Kota Cilegon untuk tetap tinggal di rumah, gunakan masker apabila terpaksa keluar rumah, hindari kerumunan dan cuci tangan pakai sabun,” tandasnya. (LUK)

  • Bukan Program Asimilasi, Ratusan Napi Cilegon Dibebaskan

    Bukan Program Asimilasi, Ratusan Napi Cilegon Dibebaskan

    CILEGON, BANPOS – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Cilegon membebaskan 586 orang narapidana dari penjara, setelah mendapatkan remisi pada hari raya Idul Fitri lalu. Remisi tersebut merupakan program remisi khusus hari raya idul fitri yang diberikan oleh Lapas Kelas II A Cilegon.

    Kepala Lapas (Kalapas) Kelas II A Cilegon, Masjuno, mengatakan bahwa remisi tersebut diluar program asimilasi.

    “Itu diluar program asimilasi. Ada agenda setiap hari raya keagamaan, sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing yang merayakan mendapatkan remisi,” kata Masjuno saat dikonfirmasi, Jumat (29/5).

    Masjuno mengungkapkan bahwa program remisi khusus hari raya Idul Fitri rutin dilakukan setiap tahun. Warga binaan mendapatkan pemotongan masa tahanan dengan adanya program tersebut.

    Mantan Kepala Rutan Salemba ini memastikan bahwa 586 napi yang bebas itu berbeda dengan napi yang dikeluarkan dari program asimilasi. “Kalau asimilasi sampai saat ini 227 orang,” ujarnya.

    Dikatakan Masjuno, napi yang mendapatkan remisi dan mendapatkan asimilasi itu berbeda. Jika remisi, napi tersebut benar-benar telah bebas dan dianggap telah menyelesaikan masa tahanan.

    Sementara itu,napi yang mendapatkan program asimilasi dikeluarkan dari tahanan, namun dengan tetap dalam pengawasan. Jika dianggap berulah atau melanggar ketetapan, maka napi tersebut kembali dijebloskan ke penjara.

    “Pengawasan asimilasi dilakukan sampai 31 Desember, sesuai dengan program,” jelasnya.

    Masjuno mengatakan bahwa saat ini warga binaan yang ditahan di Lapas Kelas II A Cilegon sebanyak 1.166 orang. Jumlah itu jauh lebih banyak dari kapasitas Lapas. “Kapasitasnya hanya 700 orang,” ucapnya.

    Dibagian lain, Bidang Administrasi Lapas Kelas II A Cilegon, Agung Nuryanto, menambahkan bahwa yang mendapatkan program remisi itu adalah napi yang telah menjalani hukuman minimal enam bulan, kemudian berkelakuan baik.

    “Mayoritas yang kasus narkotika,” singkatnya. (LUK)