SERANG, BANPOS – Kasus meninggal dunia akibat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Banten terus meningkat. Akibatnya, lahan yang khusus dipersiapkan untuk memakamkan pasien covid-19 yang meninggal dunia terus berkurang. Bahkan, di wilayah Tangerang Raya jumlah lahan mendekatai krisis. Belum lagi penolakan warga terhadap keberadaan makam khusus, seperti yang terjadi di Selapajang, Kabupaten Tangerang.
Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo mengungkapkan terjadinya krisis lahan untuk pemakaman korban Covid-19 di wilayah Tangerang Raya. Karenanya, dia mengusulkan Pemprov Banten memanfaatkan tanah sedimentasi situ-situ yang menjadi aset provinsi untuk dimanfaatkan menjadi makam baru bagi pasien Covid-19 yang meninggal dunia.
“Melihat kurangnya lahan untuk pemakaman korban Covid-19 di Tangerang Raya, Pemprov Banten bisa memanfaatkan sedimentasi situ-situ, seperti Situ Gintung atau Situ Tujuh Muara untuk dikaji dengan melakukan koordinasi dengan Pemkot Tangel,” ungkap Budi pada Selasa, (14/7)
Ia mengatakan, pemanfaan sedimentasi situ-situ bisa menjadi solusi untuk mengatasi menipisnya lahan untuk pemakaman di Tangerang Raya.
Banyaknya korban Covid-19 dan terbatasnya lahan pemakaman, menurutnya, bekalangan ini menjadi masalah, sehingga harus dicari lahan alternatif untuk pemakaman baru.
Ia mengatakan, Situ Gintung di Kelurahan Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan memiliki luas sekitar 28 hektare. Demikian juga Situ Tujuh Muara berada di Tangerang Selatan.
Situ itu terletak di Kelurahan Pamulang Barat dan Pondok Benda. Luas situ, menurut data Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang Selatan, saat ini sekitar 19,3 hektare.
Pengelola TPU Jombang, Tangerang Selatan, Shohibin Na’im saat ditemui mengatakan, lahan pemakaman tersebut tersisa hanya untuk 100 jenazah lagi. Menurutnya, dalam satu hari TPU itu mampu menampung 30 hingga 50 jenazah Covid-19.
Di beberapa tempat, umumnya jenazah pasien Covid-19 yang Isoman harus menunggu berjam-jam untuk proses penguburan.
Permasalahan utama antrean pemakaman jenazah Covid-19 di lokasi tersebut, karena adanya penolakan dari pemilik pemakaman wakaf untuk memakamkan jenazah yang terindikasi positif Covid-19. Seperti yang terjadi di TPU Selapajang, KEcamatan Neglasari, Kabupaten TAngerang.
Warga menggugat penggunaan lahan wakaf di TPU Selapajang, Kecamatan Neglasari yang digunakan untuk pemakaman jenazah Covid-19. Pasalnya, warga menilai penggunaan lahan wakaf seluas 1,5 hektare belum ada pemberitahuan.
Salah seorang tokoh masyarakat Selapajang, Ahmad Taufik Hidayat mengatakan, persoalan ini bermula ketika lahan wakaf digunakan. Warga baru sadar pada Senin, (12/07) lalu. “Kita kan jadi kaget, kok dimakamkan di tanah wakaf kita semua kaget warga, RT , tokoh semua kaget,” ujarnya, Selasa, (13/07).
Akhirnya, mereka pun melakukan protes di kantor UPT TPU Selapajang. Lantaran, mereka merasa tidak ada sosialiasi atau pemberitahuan terkait pengguna lahan tersebut. “Ya kita protes karena kita tidak pernah merasa memberikan mandat apalagi memberikan kuasa apapun terkait wakaf itu, jadi kita protes,” katanya.
Total saat ini lahan tersebut sudah terdapat 32 makan jenazah pasien Covid-19. Sebagian liang yang sebelumnya sudah digali kini ditimbun dengan tanah lagi. “Kita warga dan tokoh nggak ada sama sekali pemberitahuan dan itu kerjasamanya sepihak,” kata Taufik.
Taufik menduga adanya sesuatu antara Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Tangerang dengan individu lain dalam penggunaan lahan tersebut. Pasalnya, terdapat surat persetujuan serah terima pergantian tanah pemakaman wakaf Selapajang Jaya, Kecamatan Neglasari.
Surat tersebut telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Perkim Kota Tangerang, Tatang Sutisna sebagai pihak kesatu. Kemudian, pihak kedua, Mardoli. Dalam surat itu Mardoli bertindak sebagai pengurus tempat pemakaman wakaf Selapajang.
Dalam surat itu menyatakan pihak kesatu menyerahkan lahan tahan pemakaman wakaf Selapajang seluas kurang lebih 1296 meter persegi. Pihak kedua menerima pergantian lahan tersebut. Menurut Taufik, surat tersebut tidak sah lantaran tak terdapat aturan hukum yang berlaku. Seharusnya kata dia, rislah itu terdapat legal formal.
“Harusnya ada notaris kalau secara hukum. Diketahui banyak orang baru setelah resmi silakan secara hukum. Harus ada musyawarah. Bermusyawarah lah kamu dengan segala urusan. Urusan apapun bisa selesai kalau ada musyawarah,” jelasnya.
Taufik mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya musyawarah dengan pihak terkait. Apalagi lahan tersebut kini sudah terdapat 32 makam dari pasien Covid-19. “Permintaan warga, kita minta uruk lagi untuk lubang yang sudah jadi. Permasalahan makam yang sudah jadi Insya Allah kita rapatkan besok (Rabu/12/7). Apakah digali atau pindah atau tetap disana besok keputusannya,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Tangerang, Tatang Sutisna menyampaikan, hal itu dilakukan atas permintaan warga setempat yang ingin menukar lahan pemakaman. Kata Tatang lahan pemakaman milik Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang untuk jenazah pasien Covid-19 berdekatan dengan pemukiman. Sementara tahan wakaf warga berlokasi di tengah TPU Selapajang. Maka, warga berkeinginan untuk menukar lahannya tersebut.
“Kan itu gini, itu kan permohonan para sesepuh. Lahan kami ada, tapi berdekatan dengan warga 1.500 meter. Kata warga, ya sudah mau nggak ditukar. Maksudnya biar dekat dengan warga ya monggo saya bilang. Tapi ada warga yang ngga setuju ya kembalikan lagi ke forum,” jelasnya.
Kata Tatang, terkait dengan hal ini pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan warga, tokoh masyarakat serta pemangku jabatan di Selapajang Jaya. Mereka pun menyetujui upaya tersebut. “Kan Perwakilan kami ajak musyawarah. Tokoh masyarakat, RT, RW, lurah. Masa kami harus panggil semua warga,” ungkapnya.
Menurut Tatang terkait penggunaan lahan wakaf warga memang belum ada rislah secara hukum. Namun, akan dipastikan lahan wakaf warga akan diganti sesuai dengan ukurannya. “Nanti dokumen resminya kan dengan aset kan gitu. Nggak mungkin secepat itu. Kan ini mendesak belum selesai lah rislah-nya,” katanya.
Surat yang sudah ditandatangani kedua belah pihak antara dirinya dan Mardoli kata Tatang itu merupakan berita acara. Atau bukti terkait kesepakatan kedua belah pihak. “Pemerintah apakah akan mempecundangi warga ? Ya nggak mungkin lah. Kalau itu hak warga ya silakan gitu loh. Kalau sekarang proses dulu mau kapan selesainya,” tegas Tatang.
Tatang pun meminta warga tidak terprovokasi dengan oknum yang tak bertanggungjawab. Proses tukar lahan tetap akan berjalan. Saat ini pihaknya masih fokus dalam penanganan pasien Covid-19 yang meninggal. Mengingat saat ini angka kematian di tengah pandemi Covid-19 sangat tinggi.
“Kita manfaatkan lahan yang ada dulu. Yang kita punya, bukan punya warga loh karena sifatnya mau tuker lokasi. Bukan punya warga di sana keluar di sana, masih satu TPU,” jelasnya. Namun, apabila tidak ada titik temu Tatang pun tak mau ambil pusing. Menurut dia bila terus berpolemik lebih baik dibatalkan persetujuan itu.
“Ya sudah angkat saja (jenazah yang sudah dikubur di lahan wakaf). Kita kan bekerja untuk rakyat. Tanah ini dipakai bukan untuk pribadi tapi buat warga,” pungkasnya.(IRFAN/MADE/RUS/ENK/BNN)