BAROS, BANPOS- Tiga bulan Ramadan, hampir seluruh petani di Kecamatan Baros fokus menanam timun suri atau bonteng puan. Berhektar-hektar lahan pesawahan di Baros, baik milik pribadi maupun milik orang lain yang dikelola petani ditanami, saat ini sudah mulai dipanen dan dipasarkan.
“Menanam dari dua bulan yang lalu, kalau bulan hijriyahnya mah bulan rowah, bulan Masehi nya itu bulan Januari,” ujarnya salah satu petani timun suri asal desa Suka Indah, Kecamatan Baros, Endang, beberapa waktu kemarin.
Ia menjelaskan, masing-masing petani di wilayah kecamatan Baros menjelang bulan Ramadan, difokuskan menanam timun suri. Akhir bulan Maret, sudah dilakukan panen awal dan mulai dipasarkan di pinggir-pinggir jalan nasional, jalan raya Pandeglang, Baros.
“Saat ini sedang panen awal kan sudah menjelang puasa. Kami sengaja menanam buah ini di awal Januari, agar menikmati hasil panen timun suri di bulan Ramadan,” jelasnya.
Endang mengungkapkan, tekstur dari timun suri asal Baros berbeda dengan timun suri asal daerah lain. Timun suri asal Baros disebut tidak ada tandingannya yaitu pulen, legit, dan berkristal.
“Kebetulan yang dimaksud timun suri asli Baros itu warna hijau, pulen, legit, berkristal, dan dagingnya tebal atau kandel kata orang Baros mah,” ujarnya seraya tertawa.
Ia optimis bahwa hasil panen timun suri ini dapat mencukupi maksimal hingga selesai bulan Ramadhan.
Mengingat luasnya lahan yang ditanami lebih dari satu hektare.
“InsyaAllah masih ada sampai lewat lebaran juga,” tandasnya.
Terpisah, saudagar timun suri asal Baros, Fajri mengaku bahwa dirinya bersiap untuk memasarkan hasil panen masyarakat Baros. Meskipun banyak petani timun suri di wilayah lainnya seperti Menes, Pontang dan Sawahluhur, tetapi dirinya lebih memilih memasarkan timun suri asal Baros yang dianggap tidak ada duanya.
“Meskipun di wilayah Menes, Sawah luhur juga nanam, tapi Baros itu beda. Rasa dari timun suri tidak ada duanya,” katanya.
Ia menyampaikan, kebanyakan kalau saudagar orang Baros itu keinginannya timun suri yang berwarna kuning kulitnya. Padahal kalau aslinya, timun suri asli Baros memiliki ciri khas kulitnya yang warna hijau.
“Kalau sudah musim timun suri ini ramai, saudagar dari luar pun datang ke Baros, sampai ada yang beli satu mobil penuh untuk kembali dipasarkan,” ujarnya.
Fajri menjelaskan, untuk harga, tergantung kondisi dari timun suri itu sendiri, bukan dihitung per buah. Menurutnya, para petani menjual hasil panen dengan hitungan pikulan, dimana satu pikul terdapat dua bakul yang isinya per bakul mencapai 15 timun suri.
“Satu pikul harganya Rp50.000-70.000 . Awal menjelang puasa itu memang agak mahal, jadi satu pikul ada dua bakul yang paling banyak 15 buah timun suri,” katanya.
Ia mengatakan, untuk penjualan, para petani di Desa Sukamanah, Kampung sawah lebih memilih menjual sendiri di pinggir jalan. Mereka sengaja membuka saung atau gubuk.
“Ada juga yang beli untuk dijual lagi, saudagar dari Pontang, pasar rau dan lain-lain,” tandasnya. (MUF)