Kategori: EKONOMI

  • Pengerjaan Fisik Reaktivasi Rel KA Rangkasbitung-Pandeglang Dimulai Tahun Ini

    Pengerjaan Fisik Reaktivasi Rel KA Rangkasbitung-Pandeglang Dimulai Tahun Ini

    SERANG, BANPOS – Pemerintah pusat menjanjikan pembangunan infrastruktur reaktivasi rel Kereta Api (KA) Rangkasbitung-Pandeglang mulai dibangun pada 2020 ini.

    Demikian disampaikan Sekda Banten, Al Muktabar saat ditemui di Masjid Raya Al Bantani, KP3B, Kota Serang, Jumat (31/1).

    Ia menjelaskan, pemprov terus mendukung penuh program strategis nasional di Banten. Salah satunya reaktivasi KA Rangkasbitung-Pandeglang dan Labuan-Bayah.

    “Waktu saya menerima Pak Menhub di Stasiun Serang, salah satu pokok bahasan itu terkait rel KA. 2020 ini sudah fase pengerjaan fisik, dan itu murni pada kegiatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pemprov hanya sebatas mendukung saja,” ungkapnya.

    Selain reaktivasi, lanjut Al Muktabar, Kemenhub juga akan memperbaiki fungsi rel KA yang ada saat ini. “Jadi sebelumnya hanya bisa dilalui dengan kecepatan 40 kilometer per jam (KM/Jam) ke depan bisa 70 KM/jam,” katanya.

    Terkait pembebasan lahan pada jalur KA Rangkasbitung-Pandeglang, Muktabar mengaku, hingga kini masih sesuai jadwal.

    “Untuk Rangkasbitung-Pandeglang sudah on the track. Tinggal 2020 sudah kegiatan fisik. Mulai membangun. Untuk yang Labuan-Bayah, informasi yang saya dapat, tim masih melakukan konsolidasi untuk melakukan langkah-langkah yang akan diambil. Untuk pembangunannya nanti bertahap,” jelasnya.

    Selain reaktivasi, Kemenhub juga akan meningkatkan fungsi jalan sebidang. Khususnya yang masuk kewenangan jalan nasional.

    “Saya sudah bicara dengan Pak Dirjen Perhubungan Darat (Hubdar) Kemenhub nanti teknisnya seperti apa. Kita juga akan komunikasikan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kemen PUPR). Apakah solusinya (bangun) fly over atau under pass. Karena kan kalau di jalan negara kewenangannya itu pusat,” ujarnya.

  • Jumlah Penerima Bantuan BPJS Kesehatan Berkurang 274 Ribu Jiwa

    Jumlah Penerima Bantuan BPJS Kesehatan Berkurang 274 Ribu Jiwa

    SERANG, BANPOS – Dampak naiknya tarif iuran asuransi Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2020 oleh pemerintah pusat, sebanyak 274 ribu masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) dari Pemprov Banten dipangkas atau dinonaktifkan.

    Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti, Jumat (31/1) mengungkapkan, adanya perubahan tarif asuransi BPJS berdampak pada pembiayaan PBI baik dari APBN, APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk kuota PBI dari APBD provinsi terjadi pengurangan dari 900 ribu lebih penerima menjadi sekitar 626 ribu penerima.

    “Adanya perubahan kebijakan kaitannya dengan penambahan iuran kepesertaan BPJS dari semula Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu (per bulan). Ini yang menjadi kendala bukan hanya provinsi tapi seluruh kabupaten/kota. (Kuota dari APBD provinsi) dari 900 ribu lebih kita turunkan menjadi sekitar 626 ribu,” katanya.

    Ia menjelaskan, penurunan kuota mau tak mau harus dikurangi karena pemerintah kesulitan menutupi pembiayaannya. Sama seperti pemprov, enam pemerintah kabupaten/kota di Banten pun memberlakukan kebijakan serupa. Tak jauh berbeda dengan yang terjadi untuk PBI yang dibiayai dari APBN. Sehingga akhirnya total kuota PBI yang ditanggung pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota berkurang.

    “Hanya dua yang posisi kepesertaan (PBI) tidak berkurang yaitu Kota Tangerang dan Kota Tangsel (Tangerang Selatan). Dengan tidak mengurangi peserta bukan berarti tidak kesulitan pembiayaan. Kota Tangerang dari peserta PBI itu hanya mampu (membiayai) tujuh bulan, Kota Tangsel sama,” ujarnya.

    Karena ada penurunan kuota PBI, kata dia, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinkes kabupaten/kota se-Banten serta Kantor BPJS Cabang Serang dan Tangerang. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan terkait mereka yang terpaksa kepesertaan PBJS-nya tak dilanjut.

    Masih dikatakan Ati Pramudji Hastuti yang merupakan mantan pejabat Kota Tangerang dan menjadi pejabat eselon II hasil open bidding atau lelang jabatan ini, ukuran pertama adalah dengan melihat penerima PBI bekerja atau tidak yang merupakan kriteria miskin versi Dinas Sosial (Dinsos). Kemudian yang kedua adalah data kemiskinan dari Dinsos disinergikan, dan ternyata terdapat warga miskin yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Padahal, salah satu syarat menjadi peserta BPJS adalah memiliki NIK.

    “Banyak juga orang miskin tidak memiliki NIK. Mungkin masih ada, tapi saya yakin itu tidak banyak. Makannya kita kerja sama dengan Disdukcapil agar miskin tapi tidak memiliki NIK segera ditindaklanjuti,” ungkapnya.

  • Pelayanan Indihome Dinilai Payah

    Pelayanan Indihome Dinilai Payah

    SERANG, BANPOS – Penyedia layanan internet Indihome di Kota Serang dikeluhkan pelanggannya. Pasalnya, perusahaan pelat merah dinilai lamban dalam menanggapi pengaduan yang dilayangkan pelanggan.

    Seperti disampaikan Nabila, layanan Indihome di kantornya sudah beberapa hari ini bermasalah. Jaringan televisi tidak bisa diakses karena ada gangguan. Namun, ketika menghubungi pihak Indihome, Nabila hanya diminta merestart modem dan perangkat dekoder.

    “Setelah mengikuti arahan operator Indihome, televisi tetap gangguan. Tetapi kami hanya disuruh menunggu,” kata Nabila yang mengaku sudah seminggu lebih TV Indihomenya mengalami gangguan.

    Karena merasa tak puas, rekan Nabila yang lain mencoba menghubungi akun twitter Indihome. Namun, hal yang sama terjadi. Karena pihaknya hanya diminta merestart modem dan dekoder.

    “Setelah itu, TV masih gangguan juga, lalu kami diminta menunggu lagi. Tetapi hingga hari ini belum juga ada perbaikan,” kata Nabila.

    Atas hal itu, Nabila mengaku kesal dengan pelayanan Indihome. Karena, pihaknya sangat membutuhkan akses informasi melalui televisi untuk kebutuhan perusahaannya.

    “Giliran kita telat bayar, Indihome tidak mau tahu. Tetapi giliran pelanggannya mengalami gangguan, mereka juga seperti tidak mau tahu. Padahal ini perusahaan BUMN yang seharusnya punya pelayanan prima,” kata Nabila.(ENK)

  • Menyelaraskan Omnibus Law dan Kearifan Lokal

    Menyelaraskan Omnibus Law dan Kearifan Lokal

    DALAM beberapa hari belakangan, mata dan telinga kita disibukkan dengan hiruk-pikuk kata Omnibus Law. Sebuah kata yang tergolong kurang familiar untuk kebanyakan orang Indonesia.

    Mengacu pada Audrey O Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus.

    Awalnya, perbincangan soal omnibus law hanya menjadi bahan perbincangan kalangan terbatas. Namun, beberapa hari ini pembahasannya menjadi lebih luas, seiring dengan gelombang protes yang dilakukan kelompok buruh terhadap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).

    Melihat semangatnya, omnibus law digagas untuk mendorong terciptanya iklim investasi demi peningkatan ekonomi makro di Indonesia. Dari semangat itu, aturan yang selama ini dianggap tidak pro investasi akan diamandemen dan diatur dalam satu regulasi integral.

    Semangat ini tentu harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia. Peningkatan investasi, memang menjanjikan dinamisasi roda ekonomi dan menumbuhkan multiplier effects dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Masalahnya, perubahan-perubahan terhadap regulasi yang dianggap menghambat investasi juga menyasar aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah daerah, Peraturan Daerah (Perda). Aturan ini merupakan regulasi tingkat daerah yang biasanya memiliki kekhasan maupun kekhususan tersendiri yang disesuaikan dengan kultur masyarakat di daerah itu.

    Melihat semangat penyusunan Omnibus Law oleh pemerintah pusat, bisa jadi kekhasan dan kekhususan yang selama ini sengaja dipelihara oleh sebuah daerah, teriliminasi oleh kepentingan investasi yang menjadi arwah dari penyederhanaan regulasi itu. Padahal, kekhasan dan kekhususan itu, bisa jadi merupakan nilai-nilai kearifan lokal yang dijaga demi kepentingan masyarakat di wilayah tersebut.

    Kita bisa mengambil contoh Provinsi Bali, dimana investasi harus bisa menyelaraskan diri dengan budaya-budaya setempat. Karena budaya yang dipelihara itu merupakan sumber kekayaan Bali yang mampu mendatangkan ketenangan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

    Sebuah komunitas masyarakat, termasuk pemerintahannya, memang memiliki kepentingan untuk memelihara kearifan lokal yang dianut di daerahnya. Karena kearifan lokal merupakan aset sekaligus penjaga nilai-nilai kebaikan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

    Karenanya, kehadiran omnibus law perlu untuk mempertimbangkan kearifan-kearifan lokal yang berkembang di setiap daerah. Jangan sampai, demi kepentingan investasi, nilai-nilai luhur yang selama ini dianut sebuah komunitas masyarakat, dikesampingkan dan digusur oleh nilai-nilai yang bersifat materiil.

    Kehadiran regulasi, tentu bertujuan untuk menjadi sistem dan acuan dalam tata kelola di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Karenanya, penyusunan omnibus law harus mempertimbangkan banyak aspek, termasuk kearifan-kearifan lokal yang berlaku di masyarakat.

    Jangan sampai regulasi membuat masyarakat menjadi korban karena terlalu berpihak kepada kelompok-kelompok tertentu. Apalagi, kelompok-kelompok tertentu itu yang justru memiliki akses yang luas untuk melakukan pendekatan kepada para pembuat regulasi, dan memang berniat untuk mengambil keuntungan sepihak dari kehadiran omnibus law.(*)

  • Kelurahan Sukawana Kecamatan Curug Gali Potensi Ekonomi Kreatif

    Kelurahan Sukawana Kecamatan Curug Gali Potensi Ekonomi Kreatif

    CURUG, BANPOS – Meskipun berada di daerah agak pinggir, Kelurahan Sukawana, Kecamatan Curug ternyata memiliki potensi daerah di bidang ekonomi kreatif, tepatnya pada bidang industri konveksi. Hal ini diungkapkan oleh Lurah Sukawana, Uyeh Susanto, saat ditemui BANPOS di ruang kerjanya.

     

    “Penduduk disini memang rata-rata serabutan kerjanya. Yang ada yang dikerjakan. Namun kami saat ini sedang menggali potensi ekonomi kreatif dibidang konveksi,” ujarnya, Rabu (22/1).

     

    Ia mengatakan, pada awalnya salah seorang warganya merantau ke Jakarta untuk bekerja di industri konveksi. Namun beberapa waktu yang lalu, ia pulang ke kampung halamannya dan membangun usahanya sendiri di bidang konveksi.

     

    “Dari situlah dia mempekerjakan beberapa warga sekitar untuk menjalankan bisnis usahanya. Dan kami melihat hal tersebut sebagai potensi di kelurahan kami,” ungkapnya.

     

    Menurutnya, terdapat dua lokasi yang menjadi lokasi industri konveksi di kelurahan yang ia pimpin, yaitu RT 01 dan RT 011. Keduanya menjalankan industri konveksi dengan menyerap pekerja dari warga pribumi.

     

    “Mereka itu sudah bisa membuat baju, kemeja, jaket dan produk jahit lainnya. Selain itu juga mereka sudah sekaligus menjalankan usaha sablon. Satu paket jadinya,” ucapnya.

     

    Ia mengaku, pihaknya telah mengajukan anggaran untuk dapat mengadakan pelatihan konveksi untuk masyarakat Kelurahan Sukawana. Dengan demikian, potensi ekonomi kreatif tersebut dapat benar-benar terakomodir.

     

    “Jadi mereka kami latih agar bisa menjahit. Setelah itu, mudah-mudahan kalau pengajuannya disetujui, mereka juga dapat diberikan modal untuk bisa menjalankan usahanya,” tandas Uyeh Susanto. (DZH)

  • Nelayan Bojonegara Dukung Pembangunan Kawasan Industri Wilmar

    Nelayan Bojonegara Dukung Pembangunan Kawasan Industri Wilmar

    BOJONEGARA, BANPOS – Masyarakat nelayan di empat desa di Kecamatan Bojonegara mendeklarasikan dukungan terhadap pembangunan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (KITW). Keempat desa yaitu, Desa Teratai, Desa Pangsoran, Desa Margagiri, dan Desa Pulopanjang, Kecamatan Bojonegora, Kabupaten Serang.

    Deklarasi bersama tersebut merupakan perwujudan dukungan dari seluruh nelayan yang berada di empat desa itu terhadap pembangunan fisik kawasan industri serta pembangunan jetti oleh PT Multimas Nabati Asahan (MNA).

    Deklarasi bersama merupakan puncak dari rangkaian program pemberian berbagai bantuan dari KITW dan MNA kepada masyarakat lokal dalam bentuk community development sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.

    Sepanjang 2018-2019, KITW telah merealisasikan pemberian bantuan berupa pembangunan sarana ibadah dan fasilitas sosial yang terdiri dari enam masjid, enam madrasah, tujuh sumur bor, peralatan pendidikan seperti komputer dan pelatihan guru, serta dukungan bagi Posyandu kepada masyarakat di empat desa tersebut.

    Bambang Wisnumurthy, salah satu manager yang mewakili pihak Wilmar kepada wartawan menjelaskan, deklarasi bersama antara KITW dan masyarakat nelayan di empat desa yang dilakukan pada Selasa, 31 Desember 2019, itu merupakan puncak sosialisasi yang dilakukan untuk mendukung pembangunan fisik.
    “Deklarasi bersama ini merupakan wujud sinergi bersama antara KITW dan masyarakat lokal nelayan dalam rangka mendukung kemajuan bersama,” ujarnya, Selasa (7/1/2020).

    Bambang menegaskan, 100 persen dari warga di empat desa tersebut mendukung penuh pembangunan yang dilakukan KITW untuk berkontribusi secara riil terhadap peningkatan perekonomian daerah.
    “Alhamdulillah seluruh warga di 4 desa mendukung deklarasi bersama dengan penandatanganan pakta integritas yang diteken ketua nelayan dari masing-masing desa beserta perwakilan lainnya. Ini merupakan wujud sinergi yang positif secara konkret,” tuturnya.

    Ia menjelaskan, pembangunan jetti oleh PT MNA tidak menggunakan pasir laut, tapi menggunakan batu bolder dengan konstruksi tiang pancang. “Kami juga ingin meluruskan mispersepsi yang berkembang di masyarakat bahwa pembangungan jetti MNA memakai pasir laut. Itu sama sekali tidak benar, karena kami menggunakan batu bolder dan konstruksi tiang pancang,” jelasnya.

    Sebelumnya sempat beredar kabar bahwa KITW dan MNA dalam membangun jetti akan melakukan reklamasi laut dengan pasir laut. “Kabar dan opini itu tidak benar. Pihak KITW dan MNA terbuka untuk memberikan informasi kepada masyarakat sehingga tidak berkembang kabar dan opini yang tidak benar,” ujarnya.

    Bambang menambahkan empat desa, yakni Desa Teratai, Desa Pangsoran, Desa Margagiri, dan Desa Pulopanjang, merupakan wilayah terdekat dari KITW dan MNA yang menjadi mitra perusahaan. Dia menjabarkan selama ini KITW dan MNA telah merealisasikan berbagai macam bantuan mulai dari bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, hingga sosial ekonomi.

    “Sampai saat ini, KITW dan MNA telah membantu pembangunan 6 mesjid, 6 madrasah, 7 sumur bor yang tersebar di keempat desa tersebut,” ujarnya.

    Bukan hanya pembangunan enam madrasah, lanjut dia, KITW juga memberikan bantuan komputer dan pelatihan guru dan tenaga pengajar yang diambil dari masyarakat lokal. Sedangkan di bidang kesehatan, KITW memberi dukungan dalam program Posyandu dan Puskesmas.(ENK)

  • Stok Pangan Aman, Surplus Jelang Nataru

    Stok Pangan Aman, Surplus Jelang Nataru

    LEBAK, BANPOS – Jelang natal dan tahun baru (Nataru), stok pangan di Kabupaten Lebak aman. Data stok pangan tahun 2019 yang didapat dari Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Lebak menunjukkan angka yang surplus sebanyak 145,031 ton.

    Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak, Dede Supriatna mengatakan, angka 145,031 ton itu hasil panen bulan Januari – November 2019.

    “Kita menjamin persediaan beras untuk keperluan natal dan tahun baru ini mencukupi dan relatif aman,” kata Dede, Jumat (20/12).

    Walau sempat ada yang mengalami gagal panen karena kemarau panjang, petani di Kabupaten Lebak tetap melakukan tanam dengan mengoptimalkan pompa baik pompa penyedot air permukaan maupun air dalam.

    Kemarau panjang tidak menjadikan halangan bagi petani untuk melaksanakan percepatan tanam sesuai jadwal. Menurutnya, produksi beras hasil panen petani pada Januari – November 2019 mencapai 592,928 ton Gabah Kering Panen (GKP), atau setara beras 276,778 ton.

    Adapun kebutuhan konsumsi masyarakat di Kabupaten Lebak dengan jumlah penduduk sebanyak 1,2 juta, rata-rata 143,724 ton per tahun dan atau 11,977 ton per bulan.

    “Semua petani yang lahannya terdapat air permukaan tetap melaksanakan tanam padi dan tetap bisa panen. Kita memastikan produksi beras surplus sebanyak 145,031 ton. Jadi persediaan kebutuhan pangan kita relatif aman,” jelasnya

    Dede menegaskan, untuk mensukseskan program swasembada pangan, pihaknya menyalurkan bantuan kepada Kelompok Tani (Poktan) berupa sarana prasarana seperti pompa air, pembangunan jaringan irigasi, traktor, pupuk dan benih.

    “Semua bantuan yang diberikan kepada petani untuk meningkatkan produksi pangan” tegasnya.

    Kepala Bidang Sarana Prasarana, Nana Mulyana membenarkan bahwa bantuan sarana yang diberikan kepada masyarakat Kelompok Tani (Poktan) itu untuk meningkatkan produksi pangan, sehingga program swasembada pangan dapat terpenuhi selain kebutuhan pangan lokal.

    Dilain pihak, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Cipanjangjaya Surta Pujangga dan Jamhari Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sri Rama II, Desa Sumberwaras, Kecamatan Malingping mengatakan, bahwa kedua kelompoknya membutuhkan sarana prasarana berupa pembangunan jaringan irigasi, pompa air dalam dan traktor. (MG-01/PBN)

  • Dianggap Tidak Tepat, Program CSR BJB Dikritik

    Dianggap Tidak Tepat, Program CSR BJB Dikritik

    LEBAK, BANPOS – Aktivis Komunitas Lebak Peduli Alam (Kalam) mengkritisi pelaksanaan program CSR BJB yang hanya dikonsentrasikan untuk pembangunan air mancur di Balong Rangkasbitung.

    Menurutnya, program CSR tersebut tidak tepat guna dan tepat sasaran. Apalagi dengan anggaran yang menelan hingga ratusan juta, tidak terlihat prioritas dan sasarannya. Sehingga diharapkan dapat dialihkan untuk hal yang lebuh bermanfaat.

    “Kami menolak secara tegas dan akan melakukan berbagai upaya legal agar proses tersebut tidak terjadi, kami menilai jika proyek tersebut dilaksanakan maka hanya menjadi kegiatan yang cenderung hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu tanpa berimplikasi besar terhadap warga,” ujar Ketua Presidium Kalam, Ari, Jumat, (20/12).

    Dalam siaran pers yang dikirimkannya, Ari berharap pemberian CSR tidak melenceng jauh dari substansi CSR, Karena sejatinya CSR itu bukan sekedar donasi atau bersifat charity belaka, tapi harusnya berkelanjutan dan membawa dampak pada masyarakat bukan malah membuat resah warga.

    “Bukankah CSR dalam pengelolaanya harus sesuai dengan ISO 26000, dan harus dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan secara berkelanjutan (sustainablity)? Bukan malah dibangun hanya untuk memanjakan visualisasi pejabat dan kelompok tertentu. Kami berharap CSR harus menyentuh aspek kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan/alam,” tegasnya.

    Dalam hal tersebut, Ari mendesak pihak perusahaan yang akan melaksanakan program CSR agar melakukan asessment terlebih dahulu, agar program yang dijalankan tepat sasaran dan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat dan lingkungan bukan hanya mengikuti keinginan kalangan tertentu.

    “Jangan sampai program CSR hanya dilaksanakan sekedar formalitas, akan tetapi harus menjadi bagian dari solusi atas berbagai persoalan sosial dan lingkungan, maka program CSR dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya harus benar dijalankan secara profesional dan partisipatif,” katanya. (WDO/PBN)

  • Kemiskinan Lebak Diklaim Menurun dalam Evaluasi Tahun 2019 Pemkab

    Kemiskinan Lebak Diklaim Menurun dalam Evaluasi Tahun 2019 Pemkab

    LEBAK, BANPOS – Bersama jajaran para Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kepala bagian dan camat se-Lebak, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak menggelar Rapat Dinas Evaluasi Kinerja Akhir Tahun 2019.

    Rapat dipimpin langsung oleh Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya didampingi Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi. Bertempat di Gedung Aula Multatuli Setda Lebak, Selasa (17/12) kemarin. Kali ini rapat membahas tentang evaluasi pendapatan dan realisasi pelaksanaan visi juga realisasi penyerapan anggaran tahun 2019.

    Dalam rapat terebut, Iti Octavia Jayabaya menekankan beberapa hal penting lainnya kepada para Kepala OPD dan Camat khususnya, mengimbau kepada masyarakat untuk ikut menjaga hasil-hasil pembangunan agar manfaatnya bisa dirasakan dalam jangka waktu yang lama.

    Selain itu, Iti juga menekankan tentang persiapan langkah-langkah yang perlu dilakukan menjelang libur natal dan tahun baru, juga mewaspadai potensi curah hujan yang tinggi yang dapat berakibat pada musibah.

    “Terus lakukan sosialisasi agar masyarakat bisa lebih waspada terhadap potensi curah hujan yang tinggi, dan tinggi gelombang di daerah pesisir pantai, segera laporkan apabila ada kejadian yang perlu penanganan ekstra,” ujar Iti.

    Sementara itu, Wakil Bupati (Wabup) Ade Sumardi menyampaikan laporan data kemiskinan yang mengalami penurunan menurut BPS Kabupaten Lebak.

    Politisi PDI-Perjuangan ini ingin hal tersebut dapat ditindak lanjuti sebagai bahan bagi arah kebijakan ditahun 2020 nanti. Sehingga program-program pembangunan yang dijalankan tidak salah sasaran.

    Ia juga mengusulkan terkait kepramukaan yang masuk dalam kurikulum baru agar diwajibkannya bagi para guru 1 hari memakai baju pramuka.

    “Terserah mau hari apa yang kira-kira cocok, nanti Dinas Pendidikan mengusulkan kepada Ibu Bupati, tinggal kemudian di resmikan,” ucap Ade. (WDO/PBN)

  • Sampai Batas Akhir Pengajuan, 73 Perusahaan Keberatan Terapkan UMK 2020

    Sampai Batas Akhir Pengajuan, 73 Perusahaan Keberatan Terapkan UMK 2020

    SERANG, BANPOS – Sebanyak 73 perusahaan di lima daerah mengaku tak bisa membayar upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2020 yang ditetapkan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH). Mereka ramai-ramai mengajukan penangguhan upah tersebut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

    Diketahui, WH telah menetapkan besaran UMK 2020. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 561/Kep.320-Huk/2019 tentang Penetapan UMK di Banten Tahun 2020 tertanggal 19 November 2019. Kenaikan yang diputuskan sesuai dengan perhitungan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebesar 8,51 persen.

    Adapun besaran UMK 2020 terdiri atas Kabupaten Pandeglang Rp2.758.909,07, Kota Serang Rp3.773.940,00, Kota Cilegon Rp4.246.081,42, Kota Tangerang Selatan Rp4.168.268,62. Kemudian, Kabupaten Tangerang Rp4.168.269,62, Kota Tangerang Rp4.199.029,92, Kabupaten Serang Rp4.152.887,55 serta Kabupaten Lebak Rp2.710.654,00.

    Kepala Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial pada Disnakertrans Banten Karna Wijaya, Selasa (17/12) membenarkan ada 73 perusahaan yang telah mengajuka n penangguhan UMK 2020, sampai batas waktu yang telah ditetapkan pada 16 Desember lalu.

    “73 perusahaan. Rinciannya, Kabupaten Tangerang 51 perusahaan, Kota Tangerang 18 perusahaan, Kabupaten Serang 2 perusahaan dan Kota Tangerang Selatan serta Kota Cilegon masing-masing 1 perusahaan,” katanya.

    Ia menjelaskan, jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK 2020 telah dibahas dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Banten. Usulan tersebut tak secara otomatis dikabulkan karena harus dilakukan verifikasi terlebih dahulu.

    “Verifikasi faktual ke perusahaan-perusahaan oleh Dewan Pengupahan. Dewan Pengupahan itu terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh, unsur Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), unsur pemerintah yang dalam hal ini Disnakertrans,” katanya.

    Dalam verifikasinya, kata dia, Dewan Pengupahan akan membentuk empat tim dan turun langsung ke 73 perusahaan yang mengajukan penangguhan pada 18 hingga 20 Desember. Salah satu yang akan diuji kebenarannya adalah tersebut surat kesepakatan atau persetujuan penangguhan antaran pengusaha dengan serikat pekerja atau buruh.

    “Nanti tim ini mendatangi manajeman perusahaan dan uji petik. Biasanya tim menanyakan secara acak kepada pekerja yang lagi bekerja. Apa benar pekerjanya menandatangani persetujuan penangguhan tersebut. Kalau buruh tak merasa, biasanya mereka komplain ke kami, jadi perusahaan tidak bisa bohong,” ungkapnya.

    Disinggung apakah perusahaan yang tak memiliki serikat buruh artinya tak bisa mengajukan penangguhan, Karna membantahnya. Perusahaan yang tak memiliki serikat buruh tetap bisa mengajukan. Untuk pembuatan surat persetujuan penangguhan bisa dilakukan oleh Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit atau pengusaha dengan perwakilan pekerja.

    “Kan perusahaan ada yang memiliki serikat buruh ada yang enggak. Yang enggak memiliki serikat buruh ada LKS bipartit, semacam forum diperusahaan itu yang terdiri dari unsur pengsaha dan perwakilan pekerja. Kalau LKS bipartit juga enggak ada, itu kesepakatannya antara perwakilan buruh dengan pengusaha,” paparnya.

    Karna menegaskan, pengajuan penangguhan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan jika tak sanggup membayar upah minimum. Jika perusahaan tak melaksanakan ketentuan upah minimum namun tak mengantongi persetujuan penangguhan maka mereka dijerat pidana.

    “Itu bisa dipidana, lima tahun atau denda berapa miliar itu. Bisa dicek di Undang-undang tentang Ketenagakerjaan,” tuturnya.

    Senada diungkapkan Kepala Disnakertrans Banten Al Hamidi. Dikarakannya, tahapan penangguhan UMK dilakukan setelah UMK tahun berkenaan ditetapkan. Usulan penangguhan selanjutnya akan dilakukan verifikasi guna menguji kebenarannya.

    “Setelah ini nanti diberikan kepada perusahaan yang tidak mampu membayar UMK sesuai ketetapan, itu mengajukan penangguhan. Ya seperti tahun-tahun yang sudah, bagi perusahaan yang tidak dapat membayar upah sesuai dengan ketentuan, maka perusahaan dapat mengajukan penangguhan kepada gubernur melalui dinas,” katanya menjelaskan.(RUS/ENK)