Momentum Memperkuat Budaya Sehat di Pesantren
KONDISI wabah covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan meski Pemerintah Pusat mengkampanyekan “NewNormal” realitasnya masih ada temuan kasus covid-19 bahkan diprediksi akan terjadi covid-19 gelombang kedua, Per tanggal 29/05/2020 Jumlah kasus terkonfirmasi positif di dunia mencapai 5.945.977 atau hampir 6 juta pasien, dalam daftar wordometers.info Indonesia menempati urutan ke-32 dari 215 daftar negara yang tedampak virus corona dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif 25.216, kematian 1520 dan pertumbuhan kasus masih di tiga digit yakni 678 artinya secara statistik sebaran kasus covid-19 di Indonesia dikatakan masih tinggi. Disamping itu kasus anak terpapar covid-19 di Indonesia cukup besar berdasarkan data yang dirilis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dari 584 anak yang dinyatakan positif 129 meninggal dengan status PDP dan 14 pasien meninggal dengan status positif juga diperkirakan ada 3324 anak dirawat dengan status PDP. Pembukaan kegiatan pendidikan di bulan Juli berjalan saat kurva covid-19 masih tinggi belum mengalami penurunan artinya kegiatan pendidikan dalam bayang-bayang ancaman sebaran covid-19 dan anak-anak termasuk berpotensi terkena penyakit virus covid-19.
Ancaman Virus Masih Ada, Kehidupan Belum Normal
Memahami bahwa realitas virus masih ada itu sangatlah penting ketimbang kita menipu diri sendiri dengan apapun namanya karena dengan menerima realitas dapat mengantisipasi dan mengurai masalah tersebut secara objektif dan tuntas, memang ada yang belum tepat dalam kebijakan “new normal” di Indonesia, bagi negara lain penerapan “new normal” dilakukan didasari menurunnya kurva covid-19 pada single digit bahkan nol kasus sedang di Indonesia kasus hariannya masih di triple digit wajar bila dipersoalkan para ahli karena dianggap belum tepat waktunya serta berpotensi memicu ledakan pasien covid-19 memicu covid-19 gelombang kedua.
Di awal sebaran (outbreak) WHO merilis gejala Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu batuk, sesak napas hingga mengalami kesulitan bernafas dan pada kasus yang lebih parah bisa menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal bahkan kematian. Namun kini masuk berbagai laporan didunia terkait gejala covid diantaranya dilaporkan oleh Pusat Pengengalian Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) selain menyerang saluran pernafasan yaitu panas dingin, menggigil, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, kehilangan rasa atau bau juga kulit. dr.Dennis Porto,MD menemukan gejala fisik dari jenis baru atau SARS-Cov-2 yang dirilis dalam twitter pribadinya menjelaskan bahwa dirinya mendiagnosis seorang pasien pada kulitnya memiliki ruam kemerahan di ujung jari kaki-kaki disebut juga dengan istilah “Jari Kaki Covid19”, selain itu CDC memasukan gejala “bibir atau wajah kebiruan” sebagai daftar gejala dari corona virus, sampai saat ini para ahli terus belajar dan menemukan hal -hal baru dari virus yang memang jenis baru dari jenis sebelumnya SARS dan MERS.
Ketua IDAI dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K) menegaskan bahwa “anak-anak termasuk kelompok rentan yang tertular virus covid-19” dari data yang diungkap IDAI mengkonfirmasi bahwa anak sangat rentan terinfeksi virus mengingat anak-anak lebih sulit diatur ketimbang orang dewasa dalam hal pelaksanaan jaga jarak, pakai masker juga guna mencegah penularan virus, CDC menyatakan gejala anak yang terinfeksi virus corona mirip dengan kondisi Multysistem Inflamatory Syndrome in Children (MIS-C) laporan medis menyatakan tanda-tanda infeksi virus corona adalah demam, sakit perut hingga diare, muntah, sakit leher, muncul ruam dan mata leher dan merasa lelah.
Dalam kondisi kasus cukup berat anak-anak yang terserang virus corona dapat memperlihatkan tanda kegawatdaruratan seperti sesak napas, sakit perut dan bibir serta wajah kebiruan, anak-anak yang terinfeksi virus corona dengan gejala MIS-C bisa berujung pada komplikasi serius hingga kematian, namun bila gejala ini diketahui sejak dini resiko medis serta komplikasi dapat ditangani dan diminimalisir dampaknya.
Pondok pesantren dengan jumlah santri yang besar perlu melakukan antisipasi dampak-dampak kesehatan dari virus corona bila pendidikan akan diaktifkan kembali, pengelola ponpes hendaknya mengetahui potensi ancaman dari virus corona, pengetahuan mendalam akan ancaman virus cukup bermanfaat agar dapat merumuskan langkah-langkah taktis strategis dalam menghadapinya secara terencana dan objektif.
Faktor-faktor Resiko Masuknya Coronavirus di Pesantren
Pada hakikatnya siapapun dapat terinfeksi virus corona karena penyebaran corona terjadi melalui transmisi manusia ke manusia, sebaran virus corona di Indonesia berawal dari imported case karena ketidaktegasan pemerintah mencegah masuknya orang asing atau orang yang bepergian dari luar, lalu menyebar dengan massif di Indonesia melalui ‘local transmission’.
WHO merilis bahwa sebaran covid-19 terjadi melalui droplet atu percikan air liur saat batuk dan bersin, menyentuh tangan atau wajah tangan orang yang terinfeksi virus corona, menyentuh mata, hidung atau mulut setelah memegang barang yang terkena droplet atau percikan air liur pengidap virus corona, dalam sebuah penelitian virus corona menyebar lewat aerosol terutama pada tindakan medis maka wajar dalam tatalaksana penanganan pasien corona tim medis menggunakan Hazmat dan pelindung diri yang lengkap (APD) berlapis-lapis menghindari masuknya aerosol dan droplet.
Sebetulnya pesantren jauh lebih siap dibandingkan pendidikan formal dalam melaksanakan pendidikan di musim wabah, model pendidikan pesantren serupa dengan pelaksanaan isolasi massal atau dikenal dengan karantina mandiri karena peserta didik belajar penuh dan menginap didalam pesantren sedangkan pendidikan formal hanya menerapkan belajar paruh waktu artinya anak-anak sekolah formal masih terbuka ruang interaksi sosial baik di lingkungan rumah, dijalan saat berangkat dan pulang ke sekolah juga interaksi didalam sekolah secara bebas baik di kelas, lingkungan sekolah juga dikantin terbuka interaksi dengan pedagang yang secara bebas berinteraksi sosial saat di pasar serta tempat-tempat umum yang berpotensi tempat sebaran virus corona.
Para peserta didik (santri) yang telah masuk di lingkungan pesantren dapat dilakukan isolasi atau karantia sehingga mengurangi batas interaksi sosial dengan lingkungan diluar pesantren, karena sulitnya mendapatkan alat tes corona yang akurat melalui swab dan pengecekan dengan (PCR Test) juga biaya yang cukup mahal maka pesantren dapat melakukan kegiatan karantina mandiri selama masa inkubasi virus selama 14 hari dengan berbagai kegiatan positif guna meningkatkan daya tahan tubuh dan penguatan mental agar para santri tidak mengalami stres karena ini berdampak pada peningkatan hormon kortisol dan menurunkan daya tahan tubuh.
Pelaksanaan isolasi atau pengkarantiaan para santri selama 14 hari sangatlah penting dan paling murah untuk memastikan bahwa kondisi santri telah aman dari virus corona setelah melewati masa inkubasi yakni 14 hari, namun bukan berarti ancaman virus telah hilang justru faktor-faktor ancaman virus masuk ke pesantren setelah melalui masa karantina 14 hari dan faktor resiko bisa muncul dari beberapa aspek.
Pertama, SDM Internal Pengurus Pesantren seperti guru, keluarga kiyai, petugas kebersihan dan staf pesantren yang masih melakukan interaksi sosial diluar lingkungan pesantren dan mendatangi daerah-daerah yang berpotensi tertularnya penyakit.
Kedua, Pihak Eksternal yang berkunjung ke pesantren seperti tamu, keluarga santri juga penyedia barang bagi kebutuhan pesantren
Ketiga, Barang-barang dan benda yang dipesan oleh pesantren dari lingkungan luar pesantren seperti barang sembako, alat-tulis, pakaian baik yang dipesan secara online atau dari pihak penyedia jasa dan barang.
Keempat, Pendidikan Formal yang diselenggarakan pesantren dan siswa tidak mukim memungkinkan adanya interaksi sosial secara terbuka dengan santri yang mukim.
Agar tidak terjadi sebaran secara langsung antara manusia ke manusia maka pesantren dapat menerapkan pengketatan juga lebih selektif dalam menerima tamu yang masuk, menerapkan protokol yang ketat bagi pengurus pesantren yang memilki aktifitas di luar pesantren juga memastikan setiap barang-barang yang masuk kedalam pesantren sudah aman dari virus corona agar tidak terjadi sebaran corona disebabkan benda yang menempel pada barang.
Keberadaan pendidikan formal didalam pesantren yang tidak mukim perlu dipikirkan agar tidak bercampur dengan para santri mukim, bila dikhawatirkan tidak mampu mengendalikan bisa saja kegiatan pesantren berjalan hanya pendidikan formal tetap diliburkan namun bila terikat dengan kewajiban kepada kemendikbud karena diberlakukan new normal disektor pendidikan maka pengelola pesantren perlu berpikir matang pengendaliannya, pemisahan antara santri mukim dan tidak hendaknya dilakukan secara ketat.
Budaya Sehat Pesantren, Upaya Efisiensi Biaya Kesehatan
Ada atau tidaknya virus corona sebetulnya pesantren baiknya mulai menerapkan ajaran Islam dalam hal menjaga kebersihan sebagai tindakan preventif karena tindakan preventif jauh lebih hemat daripada tindakan kuratif, melindungi kesehatan jiwa santri wajib dilakukan oleh pondok pesantren sebagai upaya menjaga amanah dan memberikan rasa aman bagi orang tua didik serta meningkatkan kepercayaan publik pada pesantren.
Persoalan kesehatan klasik yang terjadi didunia pesantren baik pesantren salafi, modern dan terpadu adalah penyakit kulit seperti jamuran, kudis, scabies, herpes disamping itu yang sering ditemukan adalah penyakit thypoid, demam dan tidak memungkinan adanya kasus TB-Paru yang tidak terdeteksi di pesantren. Penyakit kulit adalah penyakit yang umum terjadi di semua pesantren seolah menjadi tren kontemporer, hal ini terjadi tidak lepas dari realitas kehidupan di pesantren seperti bertukar pakaian dan handuk, pakaian dalam yang dipakai berulang, tidur bareng dalam satu ruangan dan mandi dalam kolam air yang berjamur serta lembabnya kasur dan kamar tidur.
Kebiasaan-kebiasaan yang memicu hadirnya jamur, bakteri dan virus yang mengancam para santri hendaknya harus diatasi dengan bijaksana oleh pengelola pesantren, tidak hanya takut dan khawatir dimasa pandemi covid-19 namun pengelola pesantren juga perlu menyiapkan master plan dalam peningkatan sistem kesehatan di pondok pesantren juga membangun budaya sehat yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan selama 20 detik hingga bersih perlu dibudayakan, menghidari menyentuh wajah, hidung atau mulut saat tangan kotor atau belum dicuci, menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit juga memisahkan santri yang sakit dan sehat perlu dilakukan oleh pengelola pesantren, senantiasa membersihkan permukaan benda yang sering digunakan dilingkungan pesantren dan kamar santri perlu digalakan, menutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu membuang tisu ketempat sampah yang telah disediakan disetiap sudut pesantren lalu mencuci tangan hingga bersih haruslah dibiasakan dan pengelola pesantren mulai menyediakan tempat cuci tangan dan sabun disetiap sudut serta menyediakan masker bagi santri yang sakit agar menghindari terjadinya sebaran virus, segala potensi tumbuh suburnya jamur dan virus perlu diantisipasi oleh pengelola pesantren menata kembali infrastruktur yang ada dan memperhatikan masuknya sinar matahari di setiap ruang pesantren khususnya kamar santri, memang kobong model yang terbuka sirkulasi udara dan cahaya matahari adalah model kobong yang baik.
Selain itu penguatan kekebalan tubuh bagi santri perlu dilakukan dengan penguatan mental jiwa santri melalui membaca al-qur’an, pesantren perlu melakukan inovasi dalam penyediaan fasilitas agar hal-hal yang memicu stres bagi santri bisa dihindari juga memberikan asupan nutrisi yang mencukupi bagi santri setidaknya dalam empat belas hari pertama pesantren tidak membebani santri dengan beban pelajaran yang berat namun lakukan kegiatan olahraga dan hal-hal yang menyenangkan bagi santri, bagi santri yang sehat dan santri yang sakit tentu perlu diperlakukan berbeda berikan asupan nutrisi yang lebih bagi santri yang sakit bila perlu mewajibkan orang tua santri untuk membekali santrinya membawa suplemen makanan baik herbal maupun vitamin – C dan pemisahan santri yang datang dari zona merah juga terindikasi ODP perlu dilakukan diawal sebelum santri bertemu dan bergabung dengan santri lainnya.
Kesimpulan
Kegiatan pendidikan di pesantren ditengah wabah covid-19 dimana kurva covid-19 masih relatif tinggi pada hakikatnya bisa saja dijalankan oleh pesantren dengan mengantisipasi segala faktor-faktor resiko masuknya virus ke pesantren, selama masa inkubasi virus dua minggu setelah santri masuk hendaknya dimanfaatkan oleh pesantren untuk implementasi budaya sehat dan momentum covid-19 adalah kesempatan bagi pesantren membuat budaya hidup sehat sebagai tindakan preventif agar mengurangi tindakan kuratif dengan jiwa dan tubuh yang sehat kegiatan pendidikan di pesantren dapat berjalan secara efektif.
Tantangan menjalankan kegiatan pendidikan dimasa covid-19 tentu ada dikarenakan anak-anak berpotensi dan rentan terkena virus-19 untuk itu perlu ada pencegahan masuknya virus terutama pada faktor-faktor yang beresiko masuknya virus di pesantren baik pihak internal pengurus pesantren, eksternal dan juga pada benda yang masuk ke pesantren termasuk pelaksanaan pendidikan formal yang tidak mukim yang diselenggarakan didalam pesantren, namun bila pengelola pesantren mampu mengelola dengan baik mengatur jarak dan memastikan dapat memutus sebaran virus lewat peraturan lokal yang diterapkan, pesantren memungkin untuk menjalankan kegiatan pendidikan seperti biasa dengan kewaspadaan yang wajar terkendali.
Semoga Allah melindungi kita semua dari ancaman virus ini dan mencabut wabah ini dari bumi Indonesia.
Wallahua’lam bisshowab
*) Penulis adalah Anggota satgas covid19 MUI Banten dan Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Organisasi FSPP Banten