Kategori: HEADLINE

  • Pemkab Serang Tak Sanggup Bayar Penuh PBI BPJS

    Pemkab Serang Tak Sanggup Bayar Penuh PBI BPJS

    SERANG, BANPOS – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Serang melalui UPT Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), mengungkap bahwa anggaran untuk kepesertaan BPJS penerima bantuan iuran (PBI) Kabupaten Serang untuk tahun 2021 hanya Rp18 miliar. Jumlah tersebut, disebut masih terbatas, karena hanya mampu menganggarkan untuk 10 bulan saja.

    Kepala UPT JPK, Wahyu Suwargi, menyampaikan bahwa untuk peserta PBI Kabupaten Serang saat ini sebanyak 46.395. Seharusnya, dengan jumlah peserta tersebut dibutuhkan anggaran sekitar Rp23 miliar selama satu tahun.

    “Karena anggaran terbatas, kita anggarkan untuk 10 bulan. Harusnya dengan peserta 46.396 dibutuhkan anggaran Rp23 miliar, tapi kita baru ada Rp18 miliar,” ungkapnya, Kamis (10/3).

    Meskipun demikian, pihaknya mengupayakan agar ada penambahan anggaran. Guna memenuhi kebutuhan pembayaran iuran kepesertaan BPJS PBI Kabupaten Serang hingga bulan Desember mendatang.

    “Kita upayakan, karena kalau tidak ditambah nanti ada pengurangan (peserta) PBI Kabupaten Serang. Mudah-mudahan proses verifikasi dan validasi (verivali) nya jalan, jadi kalau ada yang meninggal dihapus, kalau yang sudah mampu dicoret sehingga yang mengantri bisa masuk,” jelasnya.

    Ia mengaku, secara perhitungan anggaran untuk jaminan kesehatan warga miskin di Kabupaten Serang, sudah cukup. Dengan catatan, proses verivali berjalan dengan baik, dan masyarakat aktif melaporkan apabila ada peserta yang meninggal atau menyadari bahwa dirinya sudah mampu dan tidak lagi menjadi peserta jaminan kesehatan yang dibantu oleh pemerintah.

    “Kami berharap terutama peserta yang sebenarnya punya kemampuan dan belum mau jadi peserta mandiri, menurut kami lebih baik dan lebih terjamin meski harus iuran setiap bulan tetapi terjaga. Karena sekali sakit bisa mengeluarkan uang berjuta-juta, apabila sudah terdaftar kepesertaan BPJS bisa lebih ringan,” jelasnya.

    Wahyu menegaskan, pihaknya diamanahi untuk pengelolaan keuangan jaminan kesehatan dan pengendalian peserta saja. Untuk kepesertaan, yang memverifikasi adalah petugas dari Dinsos dan desa.

    “Pengelolaan data di Dinsos, kami menempatkan petugas Dinkes untuk membantu menginput data,” tandasnya.

    Diketahui, total penerima bantuan jaminan kesehatan di Kabupaten Serang baik dari pusat yaitu Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK), peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Provinsi dan Kabupaten saat ini tercatat sebanyak 600.000 peserta.

    Sekretaris Dinsos Kabupaten Serang, Encep S Somantri, mengungkapkan bahwa pihaknya dapat membantu warga Kabupaten Serang baik bidang sosial maupun kesehatan, dengan catatan harus terdata dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

    “InsyaAllah akan kami bantu, tapi dilihat apakah sudah ada datanya dalam DTKS. Karena dasar Dinsos membantu adalah DTKS, bukan kami tidak ingin membantu tapi harus melalui prosedur terlebih dahulu,” katanya.(MUF/PBN)

  • Pengadilan Lepas Tangan Terkait Penjualan Barang Bukti Migor?

    Pengadilan Lepas Tangan Terkait Penjualan Barang Bukti Migor?

    SERANG, BANPOS – Pengadilan terkesan lepas tangan terkait polemik penjualan minyak goreng sitaan milik tersangka kasus penimbunan oleh Polres Serang Kota dan Polres Lebak. Sebelumnya, Polda mengklaim bahwa penjualan tersebut sudah sesuai dengan aturan.

    Selain diklaim telah mengikuti pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penjualan barang bukti itu juga disebut merupakan hasil koordinasi dan kesepakatan, antara Criminal Justice System yakni Penyidik, Penuntut dan Hakim.

    Saat dicoba konfirmasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Serang terkait dengan hal itu. Menurut Humas PN Serang, Uli Purnama, hingga saat ini PN Serang hanya mengeluarkan surat izin penyitaan saja.

    “Informasi dari PN bahwa barbuk (barang bukti) tersebut telah ada persetujuan penyitaannya. Sedangkan yang lain belum ada,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (10/3).

    Sedangkan pihak Kejaksaan mengatakan jika perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan oleh Polres Serang Kota. Perkara itu belum dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang.

    “Sudah saya tanyakan ke Kasi Pidum (Pidana Umum) bahwa masih SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) terkait dengan perkara minyak,” kata Kasi Intel Kejari Serang, Mali Diaan.

    Berdasarkan sumber BANPOS di lingkungan Kejari Serang, klaim adanya kesepakatan antara penyidik dan penuntut, dalam hal ini Kejari Serang, untuk melakukan penjualan barang bukti tidaklah benar. Namun diakui, penyidik Polres Serang Kota telah berkonsultasi dengan Kejari Serang untuk menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau dari kami mah silahkan saja, asalkan memperhatikan Pasal 45 KUHAP. Kalau nanti ternyata tidak sesuai, mungkin kami tidak akan terima perkaranya. Karena ini belum dilimpahkan, masih penyidikan. Kecuali misalkan ada di tahap P-19, kami bisa berikan arahan dan petunjuk,” tutur sumber BANPOS.

    Terpisah, praktisi hukum, Ferry Renaldy, mengatakan bahwa penjualan barang bukti yang dilakukan oleh Kepolisian, harus benar-benar dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Jika pihak Kepolisian berpegang pada Pasal 45 KUHAP, maka seharusnya penerapan praktiknya pun sesuai dengan aturan tersebut.

    “Dalam Pasal 45 secara jelas menyatakan barang mudah rusak atau berbahaya. Maka pertanyaannya, apakah minyak goreng ini masuk kategori barang mudah rusak barang yang berbahaya,” ujarnya.

    Ia menuturkan, jika Kepolisian menganggap bahwa minyak goreng tersebut merupakan barang yang mudah rusak, maka Kepolisian harus bisa membuktikan hal itu. Sebab dalam penjelasan Pasal 45, harus ada lembaga ahli dalam menentukan barang masuk kategori mudah rusak.

    “Apa yang menjadi alasan minyak goreng itu masuk ke dalam kategori mudah rusak? Apakah karena expirednya? Siapa lembaga ahli yang menyatakan mudah rusak sesuai Pasal 45? Kan ada BPOM mungkin,” ungkapnya.

    Selain itu, Pasal 45 pun mengatur bahwa untuk menjual barang bukti yang mudah rusak, harus dilakukan dengan cara lelang yang dilakukan oleh Lembaga Lelang Negara seperti KPKNL.

    “Jadi yang harus dilakukan adalah Lelang, bukan bazar seperti itu. Kalau alasannya lama lagi prosesnya, tetap harus dilakukan. Tidak ada diskresi untuk itu,” ucapnya.

    Ferry juga mempertanyakan selisih penjualan barang bukti yang dijual. Menurutnya, jika tersangka membeli minyak goreng dengan harga grosir, maka seharusnya muncul selisih keuntungan dari penjualan yang dilakukan oleh Kepolisian.

    “Sekarang dijualnya dengan harga eceran tertinggi (HET), katakanlah Rp14 ribu. Tersangka pasti membeli dengan harga grosir yang lebih murah. Pertanyaannya, kemana selisih lebih hasil penjualannya itu?,” ucap Ferry.

    Di sisi lain, Ferry menuturkan jika seharusnya Kepolisian bukan menjual barang bukti tersebut untuk membantu masyarakat di tengah kelangkaan minyak goreng. Namun membongkar jaringan distributor minyak goreng.

    “Tersangka ini kan membeli ya, sudah pasti ada distributornya. Lalu kita juga melihat ada sejumlah elemen masyarakat yang juga menggelar bazar minyak goreng. Artinya ketersediaan minyak goreng itu ada, Kepolisian harus membongkar kenapa bisa langka,” ungkapnya.

    Ia pun mendorong agar Komisi III pada DPR RI untuk dapat turun ke Provinsi Banten, guna melakukan investigasi mengenai permasalahan minyak goreng yang tengah terjadi di Banten.

    (DZH/PBN)

  • Kejati Uji Petik Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    Kejati Uji Petik Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melakukan uji petik terhadap sejumlah komputer pada kasus UNBK. Uji petik tersebut dilakukan untuk mencari tahu apakah perangkat keras itu sesuai dengan kontrak atau tidak.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa tim penyidik Kejati Banten tengah melakukan pemeriksaan uji petik oleh ahli terhadap laptop dan server dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan komputer UNBK tahun 2018.

    “Pemeriksaan uji petik dilakukan oleh tim ahli dari Universitas di Jakarta. Uji petik laptop dan server berasal dari 19 SMAN dan SMKN,” ujar Ivan, Kamis (10/3).

    Ivan mengatakan, 19 sekolah tersebut diantaranya SMKN 5 Kabupaten Tangerang, SMAN 4 Pandeglang, SMAN 2 Pandeglang, SMKN 2 Tangerang Selatan, SMAN 4 Kabupaten Tangerang, SMKN 1 Rangkasbitung, SMKN Pertanian Kota Serang.

    “Selanjutnya yaitu SMAN 1 Maja, SMAN 1 Cibadak, SMAN 1 Cileles, SMAN 1 Cipanas, SMAN 2 Leuwidamar, SMAN 1 Curugbitung, SMAN 1 Warung Gunung, SMKN 1 Cikeusal, SMKN 5 Pandeglang, SMKN 7 Kota Serang, SMAN 1 Pabuaran, SMKN 6 Kota Serang,” katanya.

    Menurut Ivan, masing-masing dari 19 sekolah itu datang ke Kejati Banten, dengan membawa alat bukti tersebut sebanyak empat unit laptop dan dua komputer yang digunakan untuk menjadi server.

    “Adapun tujuan dilakukan pemeriksaan uji petik untuk mengetahui spesifikasi laptop dan server apakah telah sesuai dengan spesifikasi, sebagaimana yang tercantum dalam kontrak,” tuturnya.

    Dengan demikian, Kejati Banten nantinya akan menemukan fakta hukum tentang dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengadaan komputer UNBK pada Dindikbud Provinsi Banten yang bersumber dana APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018 itu.

    Ivan mengaku, hingga berita ini ditulis, pihaknya masih melakukan uji petik terhadap komputer dan laptop itu. Mengingat, jumlah komputer dan laptop yang diperiksa mencapai sebanyak 114 unit.

    “Belum, saat ini masih berlangsung pemeriksaannya. Karena kan ada 19 sekolah, masing-masing membawa empat laptop dan dua server. Jadi total unit 114 yang diperiksa,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Bantuan Perbaikan Rumah Korban banjir Prioritaskan Pemilik Hak Atas Tanah

    Bantuan Perbaikan Rumah Korban banjir Prioritaskan Pemilik Hak Atas Tanah

    SERANG, BANPOS – Pemberian bantuan perbaikan rumah bagi penyintas bencana banjir bandang di Kota Serang, akan difokuskan kepada masyarakat yang memiliki alas hak maupun sertifikat kepemilikan tanah. Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki, belum ditentukan akan seperti apa ke depannya.

    Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kota Serang, Nofriadi Eka Putra, mengatakan bahwa data terakhir rumah rusak akibat banjir bandang yang pihaknya dapatkan yakni sebanyak 229 rumah.

    “Memang yang paling parah adalah Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Serang. Di sana paling parah karena rusaknya berat dan hanyut rumah,” ujarnya saat diwawancara awak media, Kamis (10/3).

    Ia mengatakan, dari sebanyak 229 rumah rusak itu, Pemprov Banten akan membantu membangun sebanyak 40 rumah yang kondisinya rusak berat ataupun hanyut. Sedangkan bantuan dari pusat maupun Baznas, belum diketahui jumlahnya.

    “Kalau dari kami tentunya ingin pusat, Baznas dan Pemprov Banten membantu sebanyak-banyaknya. Namun kembali lagi disesuaikan dengan pemberian dari mereka,” tuturnya.

    Menurutnya, saat ini yang menjadi prioritas pemberian bantuan pembangunan rumah, hanya kepada masyarakat yang memiliki alas hak saja terhadap tanah mereka. Sebab, hal itu yang menjadi dasar pemberian bantuan pembangunan rumah.

    “Kalau yang berdiri di atas bantaran sungai, atau di pinggir rel kereta api, itu palingan bantuannya belum bisa dari Dana Tak Terduga (DTT). Kami prioritaskan yang memiliki alas hak seperti AJB, girik, dan kepemilikan,” ucap Nofri.

    Menurutnya, pendataan rumah rusak baru selesai dilakukan. Data yang didapat pun berdasarkan validasi berjenjang mulai dari Kelurahan, Kecamatan dan BPBD.

    “Maka besok (hari ini) kami baru akan memasukkan data itu ke Pusat dan Baznas untuk bisa mendapatkan bantuan. Kalau Baznas memang sudah biasa bekerja sama dengan kami untuk membangun rumah,” ungkapnya.

    Sementara Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa untuk rumah-rumah yang tidak memiliki alas hak, hanya bisa diberikan kompensasi saja. Sementara pembangunan rumah, belum bisa diberikan bantuan. “Dapat kompensasi saja palingan,” tandasnya.

    (DZH/AZM)

  • Miris, Rata-rata Pendidikan Masyarakat Banten Hanya Sampai SMP

    Miris, Rata-rata Pendidikan Masyarakat Banten Hanya Sampai SMP

    SERANG, BANPOS – Meski Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten mengalami peningkatan di tahun 2021 dibanding 2020 lalu, akan tetapi rata lama-lama sekolah masyarakat Banten hanya mengenyam sampai ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau 8,93 tahun.

    Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy pada saat menyampaikan nota pengantar Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) tahun anggaran 2021 dalam Rapat paripurna DPRD Banten, Kamis (10/3) mengungkapkan, IPM dan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Banten tahun 2021 angkanya melampaui angka rata-rata Nasional. Selain itu, angka kemiskinan dan pengangguran juga dilaporkan menurun.

    “Peningkatan IPM Banten tahun 2021, terjadi pada tiga komponen, yaitu umur harapan hidup (UHH) menjadi 70,02 tahun, Harapan Lama Sekolah (HLS) menjadi 13,02 tahun, rata-rata lama sekolah (RLS) menjadi 8,93 tahun, dan pengeluaran per kapita (PKP) per tahun sebesar Rp12 juta,” katanya.

    Adapun LPE sendiri mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,44 persen, atau pulih dari kondisi perekonomian tahun 2020 yang mengalami pertumbuhan negatif -3.38 persen. “Lebih baik dibandingkan perekonomian nasional yang hanya tumbuh 3.51 persen

    “Pembangunan manusia di Banten secara konsisten terus mengalami kemajuan, yang dilihat dari peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM). Capaian IPM sebesar 72,72 poin atau meningkat 0,27 poin dari tahun sebelumnya, dan lebih baik dibandingkan IPM nasional yang mencapai 72.29 poin,” kata Andika

    Berikutnya, Andika melanjutkan, capaian persentase penduduk miskin sebesar 6,50 persen atau menurun dibandingkan dengan capaian tahun 2020 yang mencapai 6,63 persen, dan angka tersebut masih lebih baik dari tingkat kemiskinan nasional yang mencapai 9,71 persen. Angka kemiskinan tersebut mengalami penurunan sebesar 0,13 poin dibanding kondisi tahun sebelumnya. Hal ini, kata Andika, sejalan dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin sebanyak 15,000 ribu orang. Adapun capaian persentase pengangguran terbuka pada 2021 terealisasi sebesar 8,98 persen, menurun signifikan dari kondisi pengangguran tahun 2020 yang mencapai 10,64 persen atau turun sebesar 1,66 persen. Jumlah pengangguran berkurang signifikan sebanyak 99.000 ribu orang.

    Andika mengatakan, meskipun wabah Covid-19 belum berakhir, patut disyukuri Pemprov Banten masih dapat mewujudkan keberhasilan pembangunan, seperti dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, Pemprov Banten mendapatkan sejumlah prestasi dan penghargaan. Prestasi tersebut di antaranya penilaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 5 tahun berturut-turut, peringkat dua penghargaan pencegahan korupsi dari KPK, provinsi sangat inovatif dari Kemendagri, peringkat pertama manajemen kepegawaian dari BKN dan predikat provinsi informatif dari Komisi Informasi Republik Indonesia.

    Untuk pencapaian dalam bidang pembangunan Infrastruktur, Andika menyebut, Pemprov Banten telah berhasil merevitalisasi Banten Lama, membangun stadion “Banten International Stadium”, membangun Jembatan Bogeg di Kota Serang, membangun jembatan Ciberang yang merupakan akses wisata negeri di atas awan di Kabupaten Lebak, hingga tercapainya 98 persen dari 762 km jalan provinsi dalam kondisi mantap. “Berikutnya, tertanganinya 1.823 rumah tidak layak huni dan saat ini sedang dibangun 3 ruas jalan baru yaitu jalan akses Cikeusal-Boru, Tonjong-Banten lama dan Lingkar Baros,” tambahnya.

    Semua capaian tersebut, kata dia, sudah sesuai dengan Perda 10/2019 tentang Perubahan RPJMD tahun 2017-2022, yang telah menetapkan 5 prioritas pembangunan daerah, yaitu mempercepat pemulihan pandemi covid 19, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperkuat infrastruktur untuk interkonektivitas wilayah dan daya saing daerah. “Berikutnya memacu pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor-sektor unggulan dan memperkuat tata kelola pemerintahan,” kata Andika.

    (RUS/PBN)

  • Polda Klaim Sesuai Aturan, Penjualan Barang Bukti Migor Berlanjut

    Polda Klaim Sesuai Aturan, Penjualan Barang Bukti Migor Berlanjut

    SERANG, BANPOS – Penjualan barang bukti kasus penimbunan minyak goreng (migor) oleh kepolisian terus berlanjut, diketahui Polres Serang Kota juga melakukan hal yang sama seperti Polres Lebak. Akan tetapi menurut Polda Banten, tindakan yang dilakukan oleh Polres Lebak diklaim sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, disebutkan bahwa barang bukti yang telah disita oleh penyidik, sudah bukan lagi menjadi milik tersangka.

    Hal itu diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi BANPOS di Polda Banten. Menurutnya, secara aturan barang bukti yang disita oleh penyidik, sudah bukan lagi milik tersangka.

    “Hakikat penyitaan barang bukti artinya barang bukti itu dikuasakan oleh negara kepada penyidik. Artinya, barang bukti itu not anymore belong to suspect, atau tidak lagi menjadi barang milik tersangka, karena ada penetapan dan penyitaan barang bukti,” ujarnya, Rabu (9/3).

    Ia mengatakan, penjualan barang bukti berupa minyak goreng kepada masyarakat, merupakan hasil kesepakatan antara penyidik yakni Kepolisian, penuntut yakni Kejaksaan dan hakim yakni Pengadilan. Sebab, barang bukti itu merupakan barang langka dan merupakan kebutuhan dasar masyarakat.

    “Maka dari jumlah itu sebagian kecil yang akan naik sebagai barang bukti di persidangan, dan sebagian besar akan ditransaksikan kembali kepada masyarakat dengan harga eceran tertinggi (HET), yang ditetapkan oleh pemerintah,” ungkapnya.

    Menurutnya, sesuai dengan aturan, uang hasil penjualan barang bukti itu tidak masuk ke dalam kantong Kepolisian, akan tetapi menjadi barang bukti yang telah berubah bentuk, dari natura menjadi uang tunai.

    “Dan itu juga nanti akan ditampilkan di dalam persidangan. Jadi tidak ada yang salah dalam hukum acara terhadap apa yang dilakukan oleh Polres Lebak, tetapi lebih berorientasi pada Needs (kebutuhan) masyarakat yang membutuhkan minyak goreng yang saat itu masih langka,” ungkapnya.

    Shinto mengatakan, dalam KUHAP tidak mengatur jumlah barang bukti yang dapat dijual berdasarkan persentase. Namun, jumlah barang yang dapat dijual merupakan kesepakatan bersama Criminal Justice System yaitu penyidik, penuntut dan hakim.

    “Maka penyidik berkoordinasi dengan penuntut untuk penyisihan barang bukti, untuk nanti dinaikkan ke persidangan. Pada saat kita turun operasi pasar, pihak kejaksaan dan pengadilan pun datang untuk mendampingi kegiatan,” terangnya.

    Ditanya terkait dengan aturan yang menyatakan bahwa penjualan barang bukti harus melalui mekanisme lelang, Shinto menuturkan bahwa hal itu benar. Akan tetapi, kebutuhan masyarakat akan minyak goreng yang tengah langka dan mahal pun menjadi orientasi utama pihaknya melakukan penjualan dalam bentuk bazar.

    “Lelang itu pascaputusan, bisa. Namun kembali lagi saya katakan, orientasinya adalah untuk masyarakat. Sehingga ketika minyak goreng masih langka dan mahal, maka kebijakan criminal justice system untuk menyisihkan sebagian kecil yang nanti akan muncul dalam pengadilan, dan sebagian besarnya didistribusikan kembali kepada masyarakat dengan HET,” tandasnya.

    Penjualan barang bukti minyak goreng pun dilakukan oleh Polres Serang Kota. Diketahui, Polres Serang Kota menjual barang bukti perkara penimbunan minyak goreng sebanyak 9.600 liter yang diamankan di Kecamatan Walantaka.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pengadilan dan Kejaksaan bahkan tersangka kasus, terkait dengan penjualan barang bukti tersebut.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Pengadilan dan Kejaksaan serta pemilik barang tersebut. Jadi kami sisihkan barang bukti tersebut untuk nanti dijadikan barang bukti,” terangnya.(DZH/PBN)

  • Hukuman Edhy Prabowo Didiskon Mahkamah Agung

    Hukuman Edhy Prabowo Didiskon Mahkamah Agung

    JAKARTA, BAKPOS – Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dari semula 9 tahun penjara, menjadi 5 tahun penjara.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Rabu (9/3).

    Selain hukuman kurungan, MA juga memangkas pencabutan hak politik Edhy Prabowo, dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Hukuman itu dihitung seusai Edhy menjalani masa kurungan.

    Perkara ini diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada Senin (7/3).

    Dalam pertimbangannya, hakim beralasan, pemangkasan hukuman Edhy Prabowo dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.

    Edhy, menurut hakim, dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia memberikan harapan bagi nelayan untuk memanfaatkan benih lobster sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya nelayan.

    “Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan kepada nelayan,” bebernya.

    Salah satunya, mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan, yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat.

    Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 tersebut, eksportir disyaratkan untuk memperoleh Benih Bening Lobster dari nelayan kecil penangkap BBL.

    “Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil,” ungkapnya.

    Sebelumnya, di tingkat banding, hukuman Edhy diperberat. Dari semula 5 tahun penjara, menjadi 9 tahun penjara. Politisi Partai Gerindra itu juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77.000 dolar AS atau setara Rp 1,1 miliar dengan kurs saat ini, dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.

    Majelis tingkat banding juga mencabut hak politik Edhy selama 3 tahun setelah dia selesai menjalani masa pidana pokok atau hukuman 9 tahun penjara.

    Edhy dinilai terbukti menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,1 miliar dan Rp 24,62 miliar terkait proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada para eksportir.

    (OKT/RMID)

  • Dua ABG Nyaris Jadi Korban PSK

    Dua ABG Nyaris Jadi Korban PSK

    CILEGON, BANPOS – Jajaran Satreskrim Polres Cilegon berhasil mengungkap Tindak Pidana
    Perdagangan Orang (TPPO) dengan pelaku berinisial HF dan NM. Diketahui kedua pelaku
    menjual korban dengan inisial PM (17) seharga Rp 1,5 juta untuk dijadikan Pekerja Seks
    Komersial (PSK).
    Pelaku HF merupakan warga asal Dusun Buluh Cina, Kecamatan Siak, Kabupaten Kampar
    Provinsi Riau dan NM warga Cempaka Putih Barang, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta
    Barat.
    Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono mengatakan, korban dengan awalnya ditawari pekerjaan
    oleh kedua pelaku di sebuah butik di Kota Serang melalui media sosial. Namun, saat kedua
    pelaku mendatangi rumah korban pada Selasa, 15 Februari 2022 sekitar pukul 11.30 WIB untuk
    membawa korban, ibu korban selaku pelapor tidak mengijinkan. Akan tetapi, tanpa
    sepengetahuan ibu korban, korban akhirnya dibawa oleh kedua pelaku.
    “Pada hari Rabu, 16 Februari 2022 sekitar pukul 09.00 WIB pagi hari anak pelapor menghubungi
    pelapor saat itu si anak berada di perjalanan dengan menggunakan mini bus dengan mengarah
    ke Pekanbaru Riau serta korban ini merasa ditipu yang awalnya mengajak kerja di Serang,
    Banten namun mobilnya mengarah ke Pekanbaru," kata AKBP Sigit saat Konferensi Pers di
    Mapolres Cilegon, Selasa (8/3).
    Mengetahui anaknya dibawa ke Pekanbaru, lanjut AKBP Sigit, Rabu 16 Februari 2022 pukul
    15.00 WIB ibu korban datang ke Polres melaporkan ke unit PPA terkait dengan adanya tindak
    pidana penculikan pada awalnya.
    Mendapat laporan tersebut, polisi langsung melakukan penyelidikan menggunakan IT maupun
    secara konvensional dengan memeriksa empat orang saksi kemudian berangkat ke Pekanbaru.
    “Sesampainya di Pekanbaru penyidik menemukan korban berada di sebuah warung makan di
    pemukiman, mohon maaf pemukiman tersebut merupakan lokalisasi yang ada di Pekanbaru
    yaitu di daerah Beringin, Pekanbaru. Kemudian penyidik melakukan pemeriksaan terhadap
    tempat makan tersebut,” tuturnya.
    Beruntung, berdasarkan hasil pemeriksaan korban belum sempat melayani pria hidung belang
    karena selalu menolak. Akhirnya pada Senin, 21 Februari 2022 korban dibawa ke Polres Cilegon
    dan dipertemukan dengan orang tua korban.

    Lebih lanjut AKBP Sigit menyampaikan, setelah dilakukan penyelidikan, penyidik Satreskrim
    Polres Cilegon unit PPA di-back-up oleh Resmob pada Kamis, 3 Maret 2022 melakukan
    penangkapan terhadap pelaku berinisial HF di sekitar Jalan Lingkar Selatan dan pelaku berinisial
    NM di Pelabuhan Merak saat hendak menyeberang ke Bakauheni.
    “Untuk kedua pelaku yang menjual dan mengantar ke Pekanbaru tadi inisial HF dan NM
    dikenakan Pasal 2 Ayat 1 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan
    Orang. Yang dimaksud itu adalah mereka perekrutan, penipuan, pengiriman dengan pidana
    paling lama 15 tahun penjara. Kemudian Pasal 83 UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
    Perlindungan Anak sebagaimana yang dimaksud melakukan penjualan anak dengan pidana
    penjara paling lama 15 tahun penjara,” paparnya.
    Sementara barang bukti yang berhasil diamankan oleh penyidik yaitu 2 unit handphone, dan 1
    lembar hasil print out rekening BCA.
    AKBP Sigit mengaku pihaknya tengah mendalami kedua pelaku ini apakah sebelumnya pernah
    melakukan tindak pidana yang sama untuk dikirimkan ke tempat lain, atau pelaku-pelaku ini
    terkait dengan jaringan lainnya.
    “Termasuk mendalami uang Rp 1,5 juta itu oleh pelaku ini digunakan untuk apa saja. Tentunya
    sebagai pertanggung jawaban akan kami kejar barang bukti uang yang sudah dipakai atau
    dibelikan barang apa oleh pelaku,” katanya.
    Mantan Penyidik KPK ini, mengimbau kepada seluruh masyarakat Kota Cilegon maupun Banten
    umumnya untuk bijak dalam bermedia sosial dan jangan mudah percaya dengan tawaran
    pekerjaan yang ditawarkan melalui media sosial.
    "Kemudian peranan orang tua sangat penting terhadap setiap pilihan anaknya. Jadi sebagai
    orang tua ketika kita punya anak memilih untuk bekerja setidaknya orang tua ini punya peranan
    penting dalam menentukan pilihan anak, jangan sampai terjerembab dengan hal yang tidak
    jelas," tandasnya. (LUK/RUL)

  • Syafrudin Sedang Telusuri Penyunat BLT di Unyur

    Syafrudin Sedang Telusuri Penyunat BLT di Unyur

    SERANG, BANPOS – Warga Kelurahan Unyur, Kota Serang, Provinsi Banten diduga telah mendapat tindakan penyunatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp600 ribu pada Minggu (6/3) lalu. Penyunatan BLT ini bukan berbentuk pemotongan uang tunai secara langsung, namun berkedok pemaksaan dalam pembelian barang di toko terduga oknum pelaku, dengan diiringi ancaman akan dicoret dari daftar penerima BLT jika menolak.

    Kabar tersebut pun disayangkan oleh Walikota Serang, Syafrudin. Meskipun belum diketahui kebenarannya, namun jika terbukti terjadi penyunatan maka hal itu sangat dikecam, mengingat kondisi masyarakat tengah kesulitan.

    “Saya sayangkan ya, karena kan masyarakat sedang susah. Cuma saya belum tahu persis permasalahannya apa, isu itu benar apa hoaks. Ini belum saya teliti, sedang berjalan (penelusuran). Ya mudah-mudahan memang tidak terjadi,” ujarnya, Selasa (8/3).

    Syafrudin pun dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak memerintahkan dan mewajibkan BLT yang diberikan pemerintah, untuk dibelanjakan dalam bentuk sembako, apalagi memaksa untuk membeli di toko yang telah ditetapkan.

    “Kalau bantuan uang kemudian disuruh beli sembako, itu saya tidak perintahkan. Kalau uang ya uang, kalau mau dibelikan apa itu terserah korban banjir, bukan mengarahkan ke salah satu perusahaan untuk membeli itu, tidak,” tegasnya.

    Syafrudin pun mengatakan bahwa informasi secara konkret belum ia terima. Ia mengaku hanya mendengar informasi tersebut dari media sosial saja.

    “Jadi sangat saya sayangkan, mudah-mudahan ini tidak benar, karena secara konkret secara informasi yang tepat saya belum terima, karena ada di media-media sosial saja,” ucapnya.

    Ia pun mengungkap bahwa pihaknya tengah mendalami kasus yang dinilai merugikan warga penerima BLT. “Semua juga dipanggil oleh Pak Sekda dan didalami dengan Pak Asda, mudah-mudahan secepatnya ya ada informasi yang benar,” terangnya.

    Syafrudin menegaskan bahwa Pemkot Serang akan memberikan sanksi apabila oknum yang diduga melakukan penyunatan BLT ini berasal dari kalangan PNS.

    “Saya kira kalau untuk PNS, ya saya non-jobkan, pasti itu kalau untuk PNS yang punya jabatan. Kalau oknumnya dari masyarakat atau di luar PNS, itu urusannya dengan yang berwajib,” imbuhnya.

    Syafrudin pun menuturkan bahwa stok sembako Kota Serang sangat melimpah, jadi BLT yang diberikan pada penerima tidak boleh dipaksakan dibelanjakan sembako.

    “Kalau sembako itu sudah banyak ada dari mana-mana, malah stok kita di BPBD itu masih banyak. Bagi masyarakat yang kurang beras, masih banyak kita siapkan 51 ton untuk masyarakat yang terdampak. Silakan kalau umpama ada masyarakat yang sampai tidak makan, masih kita siapkan,” ucapnya.

    Diketahui, sempat beredar laporan mengenai dugaan penyunatan BLT di Kota Serang. Pelapor yang tidak diketahui namanya tersebut menerangkan bahwa setelah ia menerima bantuan senilai Rp600 ribu, ada oknum yang memaksanya untuk membelanjakan uang tersebut di tokonya.

    “Setelah mendapat bantuan Rp600 ribu dari pemerintah di Kelurahan Unyur, ketika mau keluar, si penerima bansos diminta oleh oknum yang menamakan calo untuk membelanjakan uang bansos menjadi sembako di tokonya. Bila tidak diikuti tidak akan didata kembali sebagai penerima bansos. Kemudian si penerima bansos mengiyakan dengan memberikan uang Rp400 ribu, dan dijanjikan sembakonya akan diantar ke rumah,” ujarnya.

    Setelah menunggu, si oknum tersebut tidak kunjung datang ke rumah si penerima bansos untuk mengantarkan sembako yang dijanjikan. Saat ia kembali ke kelurahan, penerima bansos hanya menerima lima karung kecil beras dan juga telur.

    “Setelah ditunggu tak kunjung datang sembakonya. Si penerima bansos berinisiatif mengunjungi kantor kelurahan, dan di sana penerima bansos menerima 5 karung kecil beras, dan telur 30 biji. Menurut laporan semua penerima bansos nasibnya sama,” tandasnya.(MG-03/DZH)

  • Polisi Rawan Digugat Soal Penjualan Barang Bukti Kasus Penimbunan Minyak Goreng

    Polisi Rawan Digugat Soal Penjualan Barang Bukti Kasus Penimbunan Minyak Goreng

    SERANG, BANPOS – Kepolisian Resort (Polres) Lebak disebut dapat dituntut perdata oleh tersangka kasus penimbunan minyak goreng (migor), lantaran menjual barang bukti yang kasusnya belum diputuskan inkrah oleh pengadilan.

    Praktisi hukum Banten, Ferry Renaldy, mengatakan bahwa barang bukti yang belum mendapatkan putusan dari pengadilan, tidak boleh dimusnahkan, hilang, apalagi dijual. Selama belum ada putusan dari pengadilan, penyidik bertanggung jawab atas keberadaan barang bukti tersebut.

    “Barang bukti itu harus benar-benar diamankan oleh penyidik. Kan namanya juga barang bukti. Jadi barang bukti itu kalau belum ada amar putusan yang tetap dan hakim belum menentukan apakah dimusnahkan, disita atau dikembalikan kepada penyidik, maka tetap harus dijaga,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/3).

    Menurutnya, hal tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga jika Polres Lebak berpegang pada Perkapolri, maka hal itu tidak kuat mengingat KUHAP merupakan aturan yang lebih tinggi.

    Secara sederhana, Ferry menggambarkan ketika perkara tersebut naik ke pengadilan, maka minyak goreng yang telah dijual itu harus menjadi barang bukti yang diadilkan dalam persidangan. Oleh karena itu, jika minyak goreng yang merupakan barang bukti dijual, maka penyidik tidak memiliki barang bukti yang dapat dibawa dalam pengadilan.

    “Pada prinsipnya jika memang tidak ada barang buktinya, apa yang akan disangkakan kepada terdakwa di pengadilan, mana barang buktinya. Kedua, itu kan menjadi suatu alat bukti bagi jaksa untuk membuktikan (kesalahan dari tersangka),” tuturnya.

    Bahkan menurut Ferry, tersangka kasus penimbunan minyak goreng tersebut dapat menggugat pihak Kepolisian secara perdata. Sebab, minyak goreng yang menjadi barang bukti tersebut masih merupakan milik tersangka.

    “Jika itu dijual oleh polisi tanpa ada putusan pengadilan, maka tersangka bisa melakukan gugatan perdata kepada pihak Kepolisian. Karena yang membeli itu kan tersangka, pakai uang tersangka. Jika memang itu disangka penimbunan, maka buktikan terlebih dahulu melalui pengadilan,” tegasnya.

    Ferry menegaskan, akan menjadi persoalan apabila dalam pengadilan, tersangka diputus tidak bersalah oleh pengadilan ataupun barang bukti diputuskan harus dikembalikan kepada tersangka. Sedangkan, Kepolisian sudah terlanjur menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau tidak terbukti tersangka melakukan penimbunan minyak bagaimana? Walaupun untuk kepentingan umum, seharusnya penyidik bisa lebih menghormati asas praduga tidak bersalah. Sampai ada putusan hukum yang inkrah, penyidik seharusnya tidak menjual minyak tersebut kepada masyarakat,” ucapnya.

    Senada disampaikan oleh praktisi hukum lainnya, Muhammad Halim. Ia mengatakan bahwa penjualan barang bukti yang masih dalam ranah penyelidikan dan belum ada keputusan pengadilan, dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Menurutnya, hukum itu harus berdiri sendiri tanpa memandang kepentingan, sehingga tidak ada alasan untuk dimanfaatkan.

    “Ya, kalau saya melihat dari pemberitaan ada penjualan barang bukti minyak goreng yang masih dalam proses penyelidikan kepolisian, dan tujuannya untuk meringankan beban masyarakat. Tapi dalam hal ini saya berpandangan, tetap wilayah hukum itu harus netral dan tidak bisa ditawar oleh kepentingan apapun,” ujarnya.

    Menurut Halim, Polres Lebak harus memiliki dasar hukum yang kuat ketika mengambil kebijakan untuk menjual barang bukti tersebut kepada masyarakat. Sehingga, tidak bisa didasarkan pada alasan kepentingan masyarakat.

    “Iya, walaupun ada pertimbangan darurat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetap saja harus jelas dasar hukumnya, jadi tidak serta-merta serba boleh begitu saja. Misalnya ada instruksi khusus dari lembaga di atas dan disepakati oleh pihak pengadilan dan kejaksaan, sehingga itu nantinya jadi dasar hukum, kebijakan itu” tuturnya.

    Jebolan Magister Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung ini menyebutkan bahwa berdasarkan KUHAP, penjualan barang bukti kepada masyarakat harus berdasarkan putusan pengadilan, dan penjualan pun harus melalui lelang.

    “Coba lihat Pasal 45 ayat 1 Poin a dan b di KUHAP, kemungkinan bisa dilakukan jika barang itu susah disimpan atau cepat rusak, itu ada keterangannya dan harus ada keputusan dari penyidik atau pengadilan, dan prosesnya harus proses lelang dulu dan disaksikan oleh tersangkanya,” jelas Halim.

    Jika memang Kepolisian menjual barang bukti itu dengan alasan mendesak, Halim menuturkan bahwa seharusnya tetap berpegang pada ayat 2 dan 3 pada Pasal 45, maka seharusnya dilakukan dengan cara lelang.

    “Uang hasil penjualan itu nanti sebagai pengganti barang bukti yang sudah dijual. Dan juga barang itu jangan semuanya dijual, tapi harus disisihkan sebagai bukti nanti di pengadilan. Jadi intinya, upaya baik apapun tetap harus mengacu pada aturan yang ada sehingga wibawa hukum tetap terjaga,” ungkap Halim.

    Terakhir, Halim mengungkapkan jika barang bukti yang dapat diperjualbelikan itu merupakan barang bukti tidak termasuk pada benda yang terlarang, “Kalau barang buktinya barang-barang dari terlarang, tidak bisa dilakukan ini. Coba lihat Poin 4 di Pasal itu. Jadi intinya upaya apapun harus miliki dasar hukum kuat,” tandas kandidat Doktor tersebut.

    Sebelumnya, akademisi dari Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar (Unma) Banten, Holil saat dihubungi BANPOS mengatakan, bahwa yang namanya pemanfaatan barang atau sesuatu yang masih dalam kerangka penyidikan atau pengawasan hukum, itu tentu dalam prosedurnya harus diperkuat oleh keputusan yang mengikat.

    “Itu harus ada kejelasan aturannya. Misalnya keputusan tetap dari pengadilan. Karena kalau yang namanya BB, apapun itu jenisnya, itu jelas sudah masuk dalam ranah pengawasan hukum, atau diikat oleh aturan. Dan upaya apapun harus menunggu keputusan hukum yang sah dahulu,” jelasnya.

    Menurut Holil, dalam hal ini hukum tidak melihat urgensi kepentingan yang lain. Tambahnya, jika kita melihat asal BB itu adalah dari kasus dugaan pelanggaran hukum yang masih dalam lingkar penyidikan.

    “Intinya, disini jelas ada proses tengah dilakukan penegakan hukum, Jadi kejelasannya harus menunggu keputusan pengadilan secara resmi. Kalaupun ada pengecualian yang lain, tentu itu harus melibatkan semua unsur penegakan hukum yang terlibat, atau dengan berita acara yang disepakati bersama. Tapi, jangan sampai justru mengganggu jalannya perkara yang tengah berjalan. Dalam hal ini jangan sampai penegakan hukum menjadi lunak akibat sesuatu kepentingan dan berujung mengganggu proses hukum,” paparnya.

    (WDO/DZH/PBN)