Kategori: HEADLINE

  • Nasib Penyintas Banjir di Kota Serang di Ujung Tanduk

    Nasib Penyintas Banjir di Kota Serang di Ujung Tanduk

    SERANG, BANPOS – Status pemulihan pasca-bencana banjir bandang di Kota Serang akan dilaksanakan hingga 2 Juni mendatang. Dalam masa pemulihan tersebut, sejumlah hal akan dilaksanakan oleh Pemkot Serang, mulai dari pemulihan darurat infrastruktur, hingga pemberian bantuan bagi warga terdampak bencana dengan bantuan yang variatif. Namun, bagi beberapa penyintas tersebut diketahui nasibnya berada di ujung tanduk, terutama bagi yang memiliki lahan di area sempadan sungai.

    Sebelumnya, Pemkot Serang dan DPRD Kota Serang menggelar rapat koordinasi bersama dengan BNPB, terkait dengan bantuan bagi masyarakat penyintas banjir bandang. Informasi yang didapat, Pemkot Serang akan meminta bantuan kepada Pemprov Banten, Pemerintah Pusat dan Baznas untuk bisa memberikan bantuan kepada penyintas banjir yang rumahnya hanyut maupun rusak.

    Dari informasi yang didapat pula, bantuan yang akan diberikan dari dari Pemkot Serang, Pemprov Banten, Pemerintah Pusat dan Baznas akan bervariasi. Pemkot Serang mengklasifikasikan bantuan dengan melihat tingkat kerusakannya, dengan nominal bantuan diantara Rp5 juta hingga Rp17 juta.

    Adapun Pemprov Banten disebutkan akan memberikan bantuan sebesar Rp50 juta per rumah, pusat akan menggelontorkan sekitar Rp30 juta, dan Baznas sebesar Rp20 juta.

    Terdapat sekitar 158 rumah warga disodorkan dalam rapat koordinasi kemarin, yang mengalami kerusakan maupun hanyut. Akan tetapi, terjadi perdebatan dalam rapat koordinasi tersebut mengenai calon penerima bantuan.

    Pasalnya, didapati sejumlah rumah para penyintas bencana yang rusak maupun hanyut, melanggar aturan sempadan sungai. Mereka berada di area sempadan sungai, dan berpotensi tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

    Ada sejumlah opsi yang disampaikan oleh pimpinan dewan yang hadir pada saat itu, terkait dengan bantuan bagi penyintas yang rumahnya rusak maupun hanyut.

    Opsi itu yakni memindahkan masyarakat yang rumahnya rusak maupun hanyut, serta mereka yang berada di bantaran maupun sempadan sungai ke Rusunawa, yang diusulkan oleh Budi Rustandi. Sedangkan opsi lainnya yaitu merelokasi ke tanah tanah yang lebih aman, yang diusulkan oleh Ratu Ria Maryana.

    Saat dikonfirmasi, Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, membenarkan bahwa opsi memindahkan penyintas yang rumahnya berada di sempadan sungai ke Rusunawa diusulkan oleh pihaknya.

    “Namun tetap kita harus menunggu regulasi dari pemerintah. Karena selain dipindahkan, saya juga ingin agar ada uang kerohiman bagi mereka. Lalu rusunawa juga harus dalam kondisi yang siap digunakan,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/3).

    Menurutnya, pemerintah tidak bisa begitu saja meminta masyarakat yang berada di bantaran sungai untuk pindah ke Rusunawa, tanpa memberikan bantuan kepada mereka. Sehingga, pihaknya tengah mencari solusi agar pemindahan itu lancar tanpa melanggar aturan.

    “Jangan sampai kita menyuruh pindah, tapi tidak membantu. Gak bisa kita suruh pindah-pindah gitu saja. Makanya ini tetap harus dikaji, jangan sampai melanggar aturan dalam pemberian bantuannya,” terang Budi.

    Ia mengatakan, penertiban sempadan sungai dilakukan agar nantinya jika pemerintah ingin melakukan normalisasi sungai, tidak terganggu oleh keberadaan rumah warga.

    “Karena akan jadi susah apabila nanti saat ingin dinormalisasi, malah ada rumah warga di sempadannya. Lalu nanti jika sudah dapat dipindahkan, pemerintah harus benar-benar menjaga agar tidak dibangun kembali,” ungkapnya.

    Sementara Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, saat dikonfirmasi mengaku bahwa bencana banjir bandang yang kemarin terjadi, dapat menjadi momentum bagi Pemkot Serang untuk menertibkan sempadan sungai dari bangunan-bangunan.

    “Jika dulu kesulitan untuk melakukan penertiban di sempadan sungai, sekarang alam telah memberikan jalan. Ini merupakan kesempatan bagi Pemkot Serang untuk melakukan penertiban sempadan sungai,” ujarnya.

    Namun Ria menegaskan bahwa penertiban yang dilakukan, tidak boleh dengan cara penggusuran paksa. Sehingga, dirinya mengusulkan agar selain dipindah ke Rusunawa, Pemkot Serang juga harus bisa menyediakan lahan baru bagi masyarakat, untuk membangun rumah mereka.

    “Apalagi saya menemukan adanya rumah warga yang roboh dan hanyut berlokasi di sempadan sungai, namun memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Artinya secara hukum, mereka memiliki legalitas. Ini harus dipikirkan bagaimana agar mereka bisa mendapatkan tanah pengganti milik mereka jika akan direlokasi,” tuturnya.

    Menurut Ria, saat ini Pemkot Serang memiliki aset lahan yang tertidur dan tidak dikelola sama sekali. Sehingga Ria mengusulkan agar Pemkot Serang dapat menukarkan tanah milik warga penyintas bencana banjir itu, dengan tanah milik Pemkot Serang.

    “Sebagai contoh tanah bengkok, banyak yang tidak terawat dan terbengkalai begitu saja. Jadi lebih baik dimanfaatkan untuk masyarakat penyintas banjir kemarin. Karena jika tidak dilakukan, mereka tidak akan bisa mendapat bantuan untuk membangun kembali rumah mereka,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • WH-AA Kebut Proyek di Akhir Masa Jabatan

    WH-AA Kebut Proyek di Akhir Masa Jabatan

    SERANG, BANPOS – Hanya tinggal 2 bulan lagi masa jabatan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy (Aa) berakhir. Namun, menjelang purna tersebut justru digelontorkan dua proyek rumah sakit umum daerah (RSUD) senilai Rp139 miliar yang baru akan dikerjakan. Diketahui, pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuan sempat terbengkalai selama tiga tahun.

    Informasi dihimpun dari LPSE Pemprov Banten, kedua proyek tersebut yakni, pembangunan RSUD Cilograng di Kabupaten Lebak sebesar Rp73,290 miliar (sesuai pagu) dan pembangunan RSUD Labuan di Kabupaten Pandeglang Rp67 miliar (sesuai pagu).

    Proyek RSUD Cilograng dikerjakan oleh PT. PP Urban dengan harga penawaran dan koreksi sebesar Rp71,768 miliar, sedangkan pembanguban RSUD Labuan oleh PT Himinda Citra Mandiri, dengan harga penawaran Rp64,240 miliar dan harga terkoreksi Rp64,231 miliar.

    Pengerjaan kedua proyek RSUD ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Gubernur Andika Hazrumy, Selasa (8/3).

    “Selama ini kan banyak warga kita di sana yang terpaksa harus berobat ke Sukabumi. Dengan keberadaan RSUD Cilograng nanti warga Ibu Bupati (Bupati Lebak Iti Jayabaya) tidak usah berobat ke Sukabumi lagi ya bu,” kata Andika dalam sambutannya kepada Bupati Lebak Iti Jayabaya yang hadir pada acara tersebut. Turut hadir Bupati Pandeglang Irna Narulita dan Sekretaris Daerah Provinsi Banten Al Muktabar.

    Andika mengatakan, pembangunan kedua RSUD tersebut sebagai hadiah bagi Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dari Pemprov Banten. Kehadiran RSUD tersebut disebut Andika akan dapat mendekatkan pelayanan kesehatan kepada warga Banten di dua daerah tersebut, sehingga visi-misi Pemprov Banten di bawah kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim dan dirinya sebagai wakil gubernur, yang menjadikan pembangunan kesehatan sebagai prioritas dapat terwujud.

    Menurutnya, bidang kesehatan merupakan agenda prioritas Pemprov Banten yang tertuang dalam RPJMD 2017-2022, dimana salah satu misi pembangunan daerah adalah meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan berkualitas. Program prioritas di bidang kesehatan saat ini antara lain adalah jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat banten, rekruitmen tenaga kesehatan penugasan khusus seperti dokter, dokter gigi, serta tenaga kesehatan lainnya.

    “Sebetulnya bahkan tahun ini kita akan membangun tiga rumah sakit, satu lagi yaitu RS Jiwa dan rehabilitasi Ketergantungan Obat yang akan dibangun di Kota Serang,” katanya.

    Terkait pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas pemprov Banten ini, Andika menyebut, Banten di antaranya telah berhasil meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH) yang pada tahun 2021 lalu angkanya mencapai 70,02 tahun atau sekitar 70 tahun 2 bulan.

    Adapun beberapa indikator penting lainnya yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan suatu daerah, kata Andika, antara lain ketersediaan fasilitas kesehatan, angka kesakitan atau morbiditas, pemberian ASI, Imunisasi dan penolong kelahiran.

    “Pembangunan RSUD ini diantaranya adalah untuk mengejar ketersediaan fasilitas kesehatan kepada masyarakat. Semoga dapat dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat,” kata Andika.

    Andika meminta aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan daerah dapat melakukan pendampingan hukum terhadap program-program pembangunan di Provinsi Banten sehingga apa yang direncanakan pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov Banten dalam tujuan untuk memberikan pelayanan yang masimal kepada msayarakat dapat terealisasi dengan baik dan benar.

    “Makanya saya juga berpesan nih kepada para kontraktor agar membangun sesuai spek, jangan ada pengurangan-pengurangan. Saya ingatkan kita di sini mendapat pendampingan hukum dari kejati dan kejari,” katanya.

    Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramuji Hastuti yang mendampingi Andika menyebut pembangunan kedua RSUD tersebut menelan anggaran miliaran rupiah dari APBD Banten.

    “Untuk RSUD Labuan pembangunannya saja Rp73 miliar,” katanya.

    Sementara itu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, meskipun sempat terbengkalai selama tiga tahun dalam pembangunannya. Akhirnya Pemprov Banten kembali melanjutkan pembangunan RSUD Labuan.

    “Pembangunan RSUD Labuan kembali dibangun, tentu saja hal ini menjadi harapan besar untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Pandeglang,“ katanya.

    Menurut Irna, saat ini Kabupaten Pandeglang hanya memiliki dua rumah sakit yaitu RSUD Berkah dan RSUD Aulia Menes saja. Tentunya dengan keberadaan kedua rumah sakit tersebut dinilai belum cukup untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

    “Dengan ditambahnya satu rumah sakti lagi, tentunya akan mampu meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat,“ ujarnya.

    “Terima kasih Pemprov Banten, terutama kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang sudah berkomitmen dan konsisten untuk memperjuangkan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Banten, khususnya Kabupaten Pandeglang. Kami berharap keberadaan RSUD Labuan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan serta memudahkan akses bagi masyarakat Pandeglang selatan yang membutuhkan pelayanan kesehatan,“ imbuhnya.(dhe/rus/pbn)

    Caption Foto : Wagub Banten, Andika Hazrumy saat peletakan batu pertama RSUD Labuan.

  • Termasuk Warga Lebak, 8 Korban Penembakan KKB Papua Diserahkan ke Keluarga

    Termasuk Warga Lebak, 8 Korban Penembakan KKB Papua Diserahkan ke Keluarga

    JAKARTA, BANPOS – Delapan korban peristiwa penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua telah diserahkan ke keluarganya masing-masing. Mereka diterbangkan ke wilayah asalnya.

    Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko mengungkapkan, penyerahan jenazah delapan korban itu dipulangkan setelah selesai proses identifikasi oleh pihak RSUD Mimika.

    “Delapan jenazah pekerja tower Palaparing Timur Telematika yang menjadi korban pembantaian oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Jenggeran, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak pada 2 Maret 2022, diterbangkan ke daerah masing-masing, hari ini,” kata Gatot kepada awak media, Jakarta, Selasa (8/3/2022).

    Sebelum dikembalikan ke keluarganya, Gatot menyatakan, pihak kepolisian juga menyelenggarakan prosesi penghormatan bagi delapan korban tersebut.

    “Kami juga telah melakukan prosesi penghormatan kepada delapan jenazah karyawan PTT sebagai bentuk penghargaan tanda jasa kepada para pahlawan pembangunan di tanah Papua,” ujar Gatot.

    Menurut Gatot, jenazah almarhum Renal Tentua Tagasye akan diberangkatkan ke Ambon Maluku, sementara jenazah Bili Galdi Balion akan diberangkatkan menuju Bandung, jenazah Ibo diberangkatkan ke Subang, jenazah Jamaluddin diberangkatkan ke Rangkasbitung, dan jenazah Sharil Nurdiansyah serta almarhum Eko Septiansyah akan diberangkatkan ke Jakarta Pusat.

    Kemudian jenazah almarhum Bona Simanulang akan diberangkatkan menuju Palu, Sulawesi Tengah, dan jenazah Bebei Tabuni akan diberangkatkan menuju Ilaga, Kabupaten Puncak.

    (MUF/ENK)

  • Barang Bukti Penimbunan Minyak Goreng Dijual, Akademisi Pertanyakan Aturan

    Barang Bukti Penimbunan Minyak Goreng Dijual, Akademisi Pertanyakan Aturan

    LEBAK, BANPOS – Barang bukti (BB) dugaan penimbunan minyak goreng sebanyak 1600 liter dijual oleh pihak kepolisian dengan harga murah dalam Operasi Pasar (OP) di halaman Mapolsek Rangkasbitung, Senin (7/3). Namun, akademisi mempertanyakan terkait kejelasan aturan penjualan BB tersebut, dikarenakan belum ada keputusan pengadilan resmi.

    Sebanyak 1.600 liter minyak goreng kemasan yang dijual seharga Rp27.500 per dua liter tersebut merupakan minyak goreng yang disita polisi dari kasus dugaan penimbunan di Desa Cempaka, Kecamatan Warunggunung beberapa waktu lalu.

    “Barang buktinya separuh untuk kepentingan penyidikan, dan separuh lagi kami distribusikan ke masyarakat dengan harga murah,” kata Kapolres Lebak AKBP Wiwin Setiawan kepada wartawan.

    Ribuan liter minyak goreng tersebut dijual setelah polisi berkoordinasi dengan pihak kejaksaan dan pihak terkait lainnya.

    “Hasil koordinasi semua pihak sepakat untuk didistribusikan ke masyarakat. Uang hasil penjualan nanti akan kita bicarakan, apakah itu dikembalikan ke negara,” kata Wiwin

    Sementara, Kasihumas Polres Lebak, Iptu Jajang Junaedi menambahkan, Migor yang dijual kepada warga masyarakat Lebak itu dilakukan secara dijatah. “Adapun mekanisme penjualannya warga saat akan belanja kita berikan kupon antrian dengan maksimal pembelian minyak sebanyak 4 liter/2 botol kemasan per orang,” kata Jajang.

    “Selain di Rangkasbitung, rencananya kegiatan Pasar minyak goreng murah akan dilaksanakan di wilayah Lebak selatan guna pemerataan memenuhi kebutuhan masyarakat di sana,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, Akademisi dari Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar (Unma) Banten, Holil saat dihubungi BANPOS mengatakan, bahwa yang namanya pemanfaatan barang atau sesuatu yang masih dalam kerangka penyidikan atau pengawasan hukum, itu tentu dalam prosedurnya harus diperkuat oleh keputusan yang mengikat.

    “Itu harus ada kejelasan aturannya. Misalnya keputusan tetap dari pengadilan. Karena kalau yang namanya BB, apapun itu jenisnya, itu jelas sudah masuk dalam ranah pengawasan hukum, atau diikat oleh aturan. Dan upaya apapun harus menunggu keputusan hukum yang sah dahulu,” jelasnya.

    Menurut Holil, dalam hal ini hukum tidak melihat urgensi kepentingan yang lain. Tambahnya, jika kita melihat asal BB itu adalah dari kasus dugaan pelanggaran hukum yang masih dalam lingkar penyidikan.

    “Intinya, disini jelas ada proses tengah dilakukan penegakan hukum, Jadi kejelasannya harus menunggu keputusan pengadilan secara resmi. Kalaupun ada pengecualian yang lain, tentu itu harus melibatkan semua unsur penegakan hukum yang terlibat, atau dengan berita acara yang disepakati bersama. Tapi, jangan sampai justru mengganggu jalannya perkara yang tengah berjalan. Dalam hal ini jangan sampai penegakan hukum menjadi lunak akibat sesuatu kepentingan dan berujung mengganggu proses hukum,” paparnya.

    Sementara itu, Ketua Fraksi PPP Lebak, Musa Weliansyah mengaku setuju dengan langkah Polres Lebak tersebut. Menurut Musa, apa yang dilakukan Polres itu tiada lain adalah untuk membantu meringankan beban kebutuhan masyarakat.

    “Kalau saya setuju-setuju saja. Jadi, apa yang dilakukan Polres Lebak dalam kegiatan OP itu sangat bagus, karena itu terobosan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang kini masih kesulitan mendapatkan minyak goreng,” ujarnya.

    Menurut anggota legislatif Lebak yang getol mengkritisi persoalan sosial ini, jika BB tersebut disimpan terlalu lama, jelas akan mubazir dan tidak bisa dimanfaatkan.

    “Iya, itu minyak goreng yang jadi sitaan barang bukti pengungkapan kasus beberapa waktu lalu jika disimpan juga akan kadaluarsa, kan itu ada ekspayernya. Jadi saya setuju itu dimanfaatkan untuk membantu masyarakat dengan dijual murah secara mekanisme OP,” terangnya.

    Hanya saja, upaya itu harus dilakukan secara transparan dan dilakukan sesuai aturan,” Itu harus ada berita acara dan dilakukan transparan. Termasuk uang dari penjualannya juga harus disetor ke kas negara. Tapi itu OP itu disaksikan oleh semua instansi hukum, seperti Kejari, PN Rangkasbitung, Dandim termasuk Disperindag Lebak,, jadi tidak masalah,” terangnya.

    Senada, Pegiat Sosial di Lebak, Uce Saepudin juga berpandangan sepakat dengan upaya pemanfaatan BB dari pengungkapan kasus untuk tujuan membantu masyarakat.

    “Kalau saya setuju saja, karena itu buat kepentingan masyarakat juga. Apalagi saat ini masyarakat lagi butuh minyak goreng yang sedang langka. Hanya mungkin dalam prosedurnya harus diperkuat aturan yang mengikat, juga hasil penjualannya tetap untuk dikembalikan ke kas negara. Dan saya rasa pihak polres juga sudah memahami itu, dan juga itu pelaksanaannya diketahui semua lembaga hukum juga,” tutur Uce.

    (CR-01/WDO/PBN)

  • Aksi Pemulihan Bencana Pascabanjir Harus Matang

    Aksi Pemulihan Bencana Pascabanjir Harus Matang

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Kota Serang telah menetapkan status bencana banjir yang terjadi pada Selasa lalu menjadi transisi pemulihan selama 60 hari ke depan. Pemulihan tahap pertama akan difokuskan pada perbaikan infrastruktur dan pembersihan sampah yang menumpuk. Menanggapi hal itu, DPRD Kota Serang mendesak agar proses transisi berjalan dengan matang dan terencana dengan baik

    Asda II Kota Serang, Yudi Suryadi, mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan monitoring terhadap kondisi pasca banjir di lapangan. Pihaknya pun tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk membantu pembenahan pasca banjir tersebut.

    “Penurunan alat berat itu kami meminjam dari Provinsi, khususnya untuk melakukan pembersihan setelah banjir. Karena beko milik kita juga digunakan untuk membantu di daerah Cilowong,” ujarnya saat diwawancara di Puspemkot Serang, Senin (7/3).

    Ia menuturkan bahwa beberapa daerah pun turun ke Kota Serang untuk membantu membersihkan sampah yang menumpuk sisa dari banjir kemarin. Salah satunya yakni Kota Tangerang Selatan.

    “Kami memang salut, salah satunya kepada Tangsel yah yang turun membantu membersihkan sampah-sampah sisa banjir. Namun memang jika dilihat, sampah itu sangat menggunung sehingga kami menggerakkan DLH untuk langsung mengangkut sampah itu,” ucapnya.

    Menurut Yudi, pembersihan sampah dan perbaikan darurat infrastruktur umum menjadi salah satu prioritas yang akan dilakukan oleh Pemkot Serang, dalam masa transisi pemulihan sesuai dengan Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022.

    “Pemulihan yang dilakukan meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat,” katanya.

    DPRD Kota Serang mendorong agar Pemkot Serang dalam menyalurkan bantuan pasca-bencana banjir, dapat dilakukan secara matang dan terencana. Apalagi untuk pemberian bantuan bagi rumah yang hanyut maupun rusak akibat bencana banjir.

    Anggota Komisi IV pada DPRD Kota Serang, Amanudin Toha, mengatakan bahwa pemberian bantuan bagi para penyintas bencana banjir yang rumahnya rusak maupun hanyut, harus dilakukan oleh Pemkot Serang. Sebab, hal itu merupakan tanggungjawab bagi Pemkot Serang untuk memulihkan tempat tinggal para penyintas.

    “Kita kan ada anggaran pembangunan untuk rumah tidak layak huni (RTLH), gunakan itu untuk membantu mereka para penyintas bencana. Lalu ada pula dana tak terduga (DTT) yang juga dapat disalurkan kepada mereka untuk membangun kembali rumah,” ujarnya.

    Akan tetapi, perencanaan dalam memberikan bantuan juga harus diperhatikan. Sebab, terdapat beberapa penyintas bencana banjir yang rumahnya rusak maupun hanyut, memiliki lokasi rumah di sempadan sungai.

    “Jadi kalau diberikan bantuan, lalu mereka membangun lagi di sempadan sungai, kan tetap melanggar aturan. Kita harus benar-benar jeli dalam memberikan bantuan,” ungkapnya.

    Hal itu pun menurutnya seperti buah simalakama. Maka dari itu, di masa pemulihan saat ini, pihaknya mendorong agar selain memberikan bantuan, perlu adanya koordinasi lanjutan agar ada solusi bagi para penyintas bencana yang rumahnya hanyut dan rusak, namun memiliki lokasi di sempadan sungai.

    “Jangan sampai kita seperti memakan buah simalakama. Kita juga harus ada solusi agar mereka tidak lagi menempati sempadan sungai untuk menjadi tempat tinggal,” tegasnya.

    Menanggapi hal itu, Asda II Pemkot Serang, Yudi Suryadi, mengungkapkan bahwa pihaknya memang tengah mendata secara teliti masyarakat terdampak bencana banjir, untuk dapat diberikan bantuan. Salah satunya dengan menginstruksikan OPD-OPD terkait dalam peristiwa banjir pekan lalu.

    “Kami pada waktu itu perintahkan ke Perkim, supaya rumah-rumah (roboh) ini tugasnya mereka dapat didata. Biar satu pintu dalam penanganannya,” ujarnya.

    Selain itu, ia juga meminta kepada OPD lainnya untuk dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya baik DPUTR, Perkim, Dinsos dan Dindikbud. Khusus pada Dindikbud, diminta untuk melakukan pendataan jumlah sekolah yang terendam banjir dan terdampak.

    “Nah Dindik ini seperti contoh sekolah-sekolah yang tergenang, berapa sekolah, ada laporan,” ucapnya.

    Begitupun dengan asesmen laporan-laporan, disesuaikan dengan tupoksi OPD terkait. Seperti halnya BPBD, yang melakukan asesmen lapangan untuk mendapatkan data yang valid.

    “Kalau data rumah roboh saat ini memang masih bergerak, karena baik laporan yang dari Lurah ke Camat, kami harus validasi, kadang-kadang hanya terendam saja, pengen dibantu,” tandasnya.

    Sebelumnya, Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa ada Sabtu (5/3) lalu, Pemkot Serang telah menurunkan level tanggap darurat bencana tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan. Hal itu berdasarkan Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022.

    “Sudah diturunkan levelnya dari tanggap darurat menjadi pemulihan. Surat keputusannya sudah saya tandatangani kemarin melalui Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022,” ujar Syafrudin.

    Syafrudin mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” tuturnya.(MUF/DZH/PBN)

  • Perbaikan Gedung ‘Tulang Lunak’ DPMPTSP Kota Serang Ditarget Kelar Seminggu

    Perbaikan Gedung ‘Tulang Lunak’ DPMPTSP Kota Serang Ditarget Kelar Seminggu

    SERANG, BANPOS – Meskipun sempat mengalami ambruk akibat hujan deras yang terjadi pada Jumat lalu, DPUTR Kota Serang selaku OPD yang berwenang dalam membangun gedung DPMPTSP, PeDe alias percaya diri jika satu minggu kedepan gedung ‘tulang lunak’ itu sudah dapat digunakan.

    Hal itu disampaikan oleh Kabid Cipta Karya pada DPUTR Kota Serang, Iphan Fuad. Menurutnya, saat ini pihaknya telah melakukan perbaikan pada gedung DPMPTSP yang ambruk itu.

    “InsyaAllah satu minggu ini sudah selesai semua. Setelah clear semuanya pasti kami akan serah terima di bulan ini juga,” ujarnya, Senin (7/3).

    Iphan mengaku, seharusnya gedung yang akan digunakan sebagai tempat pelayanan itu diserahterimakan pada awal bulan ini. Akan tetapi, cuaca yang terjadi mengganggu proses pembangunan sehingga sejumlah pekerjaan belum dilakukan perawatan.

    “Jadi pada saat provisional hand over (PHO), ada beberapa kekurangan-kekurangan, termasuk adanya kebocoran. Karena beberapa hari ini cuaca cukup ekstrem dan kami terkendala dengan kondisi air hujan. Makanya kami selesaikan dulu, baru setelah perawatan dan benar-benar selesai kami akan serahkan,” ucapnya.

    Terkait dengan ambruknya plafon pada gedung DPMPTSP, disebabkan karena tidak kuat menahan air hujan yang cukup banyak.

    “Selain itu ada penyumbatan juga di saluran pembuangan (air hujan). Jadi ada sisa-sisa pekerjaan yang terlewat untuk dibersihkan oleh pelaksana. Sehingga terjadi genangan dan roboh,” katanya.

    Kebocoran yang terjadi di beberapa titik atap gedung pun dikarenakan tersumbatnya saluran pembuangan air, sehingga air yang tergenang pun masuk melalui celah genting.

    “Kemudian memang ada limpasan yang masuk ke bangunan. Tapi kami sudah minta perbaikan ke pelaksana, dan tinggal pemeliharaan,” jelasnya.

    Sebelumnya, Plt. Sekretaris DPMPTSP Kota Serang, Sugiri, mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini masih belum melakukan serah terima bangunan tersebut. Diakui, banyak kekurangan yang terjadi sehingga saat ini kontraktor masih melakukan perawatan.

    “Memang di dalam gedungnya pun juga masih ada yang bocor. Tapi kami belum menerimanya, kami akan menerima jika gedung itu sudah benar-benar selesai keseluruhan, tidak ada yang bocor dan benar-benar rapih,” ujarnya.

    Terkait kanopi yang ambruk, Sugiri mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPUTR selaku OPD yang melakukan pengerjaan pembangunan tersebut.

    “Tadi sudah koordinasi, Alhamdulillah tadi dari DPUTR sudah datang ke sini. Kontraktor dan pengawasnya juga sudah datang untuk melihat kondisi bagian gedung yang ambruk,” tutur Sugiri di ruang kerjanya.

    (DZH/PBN)

  • Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    SERANG, BANPOS – Usai polemik jabatan Sekda Banten, Pengamat Tata Negara, Yhanu Setyawan meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten harus semakin fokus mengejar ketertinggalan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    “Harmoni penyelenggaraan pemerintahan diperlukan utk mengejar capaian pembangunan yang tertuang dalam RPJMD dan sebagai peta jalan untuk mewujudkan tujuan dari pembentukan Provinsi Banten,” kata Yhanu Setiawan, Senin (7/3/2022).

    Menurut Yhanu, polemik jabatan Sekda merupakan ujian kedewasaan para pemimpin birokrasi. Ujian itu telah dilalui.

    “Mereka mendapat apresiasi dari masyarakat atas permintaan masing-masing pihak yang berkonflik untuk saling meminta maaf dan berkomitmen untuk sama-sama membangun Banten,” katanya yang juga Dosen di Universitas Lampung (Unila).

    Katanya, situasi beberapa bulan ke belakang yang relatif terbaca adanya disharmoni, sepatutnya menjadi pelajaran, agar semua pihak kembali bekerja sesuai tugas, fungsi dan  kewenangannya sebagaimana diatur oleh  peraturan perundangan-undangan.

    Rangga Galura Gumelar, Pengamat Komunikasi Media yang juga Dosen FISIP Untira mengatakan, Pemprov Banten perlu memperhatikan aspek komuniasi organasi dan interpersonal dalam menjalankan pemerintahan, komunikasi organisasi yang saling membangun, menguatkan dan menegaskan visi pelayanan kepada masyarakat.

    Sedangkan pada sisi komunikasi interpersonal  agar tidak saling memelintir informasi sehingga tidak mengundang intrepretasi yang berlebihan, bahkan menimbulkan kecurigaan yang berujung saling menjatuhkan.

    Menurut Rangga, saat ini para pejabat di Pemprov, terutama kepala daerah, sekda dan eselon dua agar menyaring informasi dan tidak melempar informasi kepada masyarakat dalam sebuah pendekatan yang dapat menyudutkan pemerintah secara kelembagaan dan secara personal.

    Jangan terjebak pada diksi dan narasi yang di dalamnya memiliki kepentingan pribadi ataupun golongan. Dalam konteks ini sudah saatnya media berperan sebagai implementasi kekuatan kedaulatan rakyat turut membangun dan memberikan informasi positif yang dapat menguatkan peran dan fungsi pemerintahan. 

    “Kegaduhan-kegaduhan yang selama ini terjadi, hendaknya tidak terulang kembali,” kata Rangga.

    PBN/ENK

  • Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    BANJIR yang terjadi di Banten, khususnya di Kota Serang, dinilai sebagai bentuk enggannya pemerintah untuk belajar dari sejarah. Pasalnya, kalimat langganan banjir, siklus hujan tahunan, dan kalimat-kalimat yang menggambarkan peristiwa itu sebagai peristiwa normal untuk terjadi di waktu-waktu tertentu, kerap dilontarkan oleh pemerintah.

    Seorang penyintas Banjir di Kampung Benggala Tengah, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Danie Abdullah mengisahkan bahwa banjir serupa pernah terjadi di wilayah itu pada tahun 1974. Dia mendapat menceritakan banjir itu dari orangtuanya yang ikut mengalami banjir besar tersebut.

    “Orang-orang tua di Benggala menjadi saksi waktu banjir pada tahun 1974 yang parahnya sama dengan banjir tahun 2022. Artinya, tak menutup kemungkinan banjir serupa bisa terjadi di masa depan,” kata Danie yang juga merupakan ketua RT di lingkungannya.

    Sekretaris Yayasan Saung Hijau Indonesia (SAHID), Ridho Ali Murtadho, menyayangkan bahwa hingga saat ini, pemerintah baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi yang enggan belajar dari sejarah.

    “Jika memang bahasanya adalah ini kerap terjadi, maka jangan dibuat sebagai alasan untuk membuat peristiwa itu sebagai peristiwa yang normal. Harusnya mencari solusi untuk bagaimana kejadian ini tidak kembali terulang, bukan berlindung dibalik kata langganan, siklus dan lain sebagainya,” ujar Ridho.

    Menurutnya, pemerintah saat ini seolah-olah bergerak berkebalikan dari upaya pengantisipasian bencana langganan tersebut. Sebab, yang dilakukan oleh pemerintah justru merubah tata ruang yang seharusnya menjadi pencegah terjadinya banjir, menjadi perumahan dan industri.

    “Kita bisa lihat banyak sekali kavling-kavling yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Pada akhirnya, air yang seharusnya bisa tertahan, meluncur bebas ke Kota Serang yang merupakan dataran rendah,” tuturnya.

    Apalagi Pemprov Banten membangun Banten International Stadion (BIS) yang berada di Kecamatan Curug. Padahal menurutnya, Kecamatan Curug termasuk daerah resapan air dan pencegah terjadinya banjir.

    “Mungkin pak Gubernur sengaja membangun BIS untuk menjadi bukti kemegahan Banten. Namun percuma saja jika pembangunannya justru menjadi petaka bagi Kota Serang dan sekitarnya. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak pernah mau belajar dari sejarah bencana yang pernah terjadi,” ungkapnya.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengatakan bahwa pihaknya sudah berkali-kali meminta agar sungai Cibanten dapat segera dinormalisasi. Namun ternyata, permintaan dari pihaknya tidak kunjung dilakukan, hingga terjadilah banjir pada Selasa lalu.

    “Saya sudah berkali-kali meminta agar Cibanten ini segera dilakukan normalisasi. Tapi ternyata tidak dilakukan juga. Padahal dari tahun-tahun sebelumnya saya sudah tegaskan, banjir ini karena terjadi pendangkalan di sungai Cibanten,” ujarnya.

    Budi mengatakan, sebenarnya pemerintah pun sudah tahu bahwa pendangkalan sungai merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Akan tetapi, normalisasi sungai yang merupakan upaya untuk menyelesaikan masalah pendangkalan malah tidak kunjung dilakukan.

    “Kalau seperti ini, kita berkali-kali diingatkan dengan adanya banjir, namun permasalahannya tidak kunjung diselesaikan. Artinya ada yang salah dalam menangkap pelajaran dari setiap bencana yang terjadi,” tegasnya.

    Terpisah, Bupati Pandeglang, Irna Narulita, juga meminta agar sungai Ciliman dan Cilemer untuk dapat dilakukan normalisasi. Hal itu dikarenakan kedua sungai tersebut mengalami pendangkalan, sehingga mengakibatkan banjir terjadi di Pandeglang.

    “Saya mohon bantuan dari Kepala Balai agar segera menormalisasi sungai Ciliman dan Cilimer, karena untuk sungai kewenangannya ada di Pemerintah Pusat,” kata Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat meninjau lokasi Banjir di Kecamatan Patia beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, BWSC3 mempunyai tugas untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai, sehingga untuk melakukan normalisasi memiliki kewenangan. “Dengan adanya normalisasi dapat meminimalisir terjadinya banjir karena sudah tidak ada lagi pendangkalan, sehingga masyarakat kami bisa lebih nyaman tinggal disini,” ungkapnya.

    Sementara itu, Camat Patia, Entus Maksudi mengatakan, ada sekitar kurang lebih lima desa di wilayah Kecamatan Patia, terendam banjir. “Yang paling parah itu ada tiga desa yaitu Desa Idaman, Surianen dan Desa Babakan Ciawi,” katanya.

    (MG-01/DHE/DZH)

  • Menolak Banjir dengan Doa

    Menolak Banjir dengan Doa

    DALAM menghadapi bencana banjir yang terjadi saat ini di sejumlah daerah di Provinsi Banten, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, meminta para tokoh alim ulama mendoakan Provinsi Banten agar terhindar dari segala malapetaka, bencana alam serta wabah penyakit.

    “Permohonan ini saya sampaikan mewakili Pemerintah Provinsi dan masyarakat Banten mengingat kita di Banten, khususnya di Serang, baru saja mengalami musibah banjir yang skalanya besar dan pertama dalam sejarah,” kata Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat menghadiri peringatan Isra Mi’raj di Ponpes Jami’atul Ikhwan, Tunjungteja, Kabupaten Serang, Kamis (3/3) malam.

    Andika mengulas, banjir di Kota Serang dan sekitarnya yang terjadi pada Selasa (1/3) lalu disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi, yang dalam catatan ilmu cuaca disebut sebagai hujan besar siklus 200 tahunan.

    Akibatnya, Bendungan Sindangheula yang menampung air untuk aliran Sungai Cibanten yang melintasi Kota Serang menjadi kelebihan kapasitas. Kapasitas maksimal Bendungan Sindangheula sebesar 9 juta kubik, namun akibat hujan intensitas tinggi yang terjadi mengakibatkan volume air di bendungan tersebut menjadi 11 juta kubik.
    “Nah, kelebihan 2 juta kubiknya itu mengalir secara alami ke aliran Sungai Cibanten,” imbuhnya.

    Aliran air yang meningkat tersebut pun mengalir ke badan Sungai Cibanten yang mengalami penyempitan, sehingga tidak mampu mengalirkan secara aman kelebihan volume air di Bendungan Sindangheula ke muara sungai di perairan laut Kota Serang.

    “Jadi kemarin banyak yang bilang Bendungan Sindangheula jebol. Bukan jebol itu, tapi kelebihan kapasitas yang sebetulnya jika aliran sungainya tidak mengalami penyempitan, banjir tidak akan terjadi,” kata Andika.

    Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Banten telah mendorong agar Pemerintah Pusat melalui BBWSC3 sebagai pihak yang berwenang atas Sungai Cibanten, untuk menormalisasi badan Sungai Cibanten.

    “Kami sedang menunggu DED (detail enginering design) dari BBWSC3, nanti tiba pelaksanaanya, kami Pemprov Banten akan mendorong Pemkot Serang untuk melakukan penertiban DAS (daerah aliran sungai) di Cibanten,” papar Andika.

    Sebelumnya saat meninjau Bendungan Sindangheula, Kepala BBWSC 3 I Ketut Jayada menerangkan kepada Andika dan Syafrudin, bahwa pada malam hari sebelum terjadinya banjir di Kota Serang tersebut, wilayah Kota Serang dan wilayah hulu aliran Sungai Cibanten di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang diguyur hujan deras dengan intensitas tinggi dan di luar kebiasaan.

    “Curah hujannya mencapai 243 mm dengan durasi yang sangat lama, dan (hujan) ini yang disebut dengan hujan kala ulang yang siklusnya 200 tahunan. Ini luar biasa sekali,” kata Ketut.

    Akibat curah hujan yang luar biasa tinggi tersebut, Bendungan Sindangheula mengalami kelebihan volume air sebanyak 2 juta kubik dari kapasitas maksimumnya yang sebesar 9 juta kubik. Kelebihan volume air sebesar 2 juta kubik itu lah, kata Ketut, yang kemudian secara alami mengalir ke sungai Cibanten.

    “Masalahnya Sungai Cibanten kondisinya mengalami penyempitan dan sedimentasi sehingga tidak mampu secara aman mengalirkan kelebihan daya tampung Bendungan Sindangheula yang sebesar 2 juta kubik tersebut ke wilayah hilir Sungai Cibanten di perairan laut di Kota Serang dan Kabupaten Serang,” paparnya.

    Pada kesempatan itu Ketut meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat memperlakukan sungai bukan sebagai halaman belakang sehingga kemudian tidak memperdulikan kondisi sungai.
    “Nanti kalau sudah kita tata, mari kita jaga sungai bersama-sama. Jadikan sungai itu sebagai beranda, sebagai teras depan rumah sehingga kita ingin mempercantik dan menjaganya terlihat baik,” kata Ketut.

    (RUS/ENK)

  • Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    SUDAH enam hari dilewati pasca-bencana banjir terjadi di Kota Serang dan sekitarnya pada 1 Maret lalu. Banjir yang diakibatkan oleh meluapnya sungai Cibanten karena bendungan Sindangheula melebihi kapasitas itu menelan sebanyak lima korban jiwa. Bendungan yang dibangun untuk jadi penyangga itu telah berubah menjadi sumber petaka?

    Bendungan Sindangheula yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang ini mulai dibangun pada tahun 2015 lalu. Pembangunan bendungan itu dilakukan untuk mengendalikan banjir yang kerap kali terjadi di daerah yang dilalui oleh sungai Cibanten dan anak-anak sungainya, hingga 50 meter kubik per detik.

    Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 lalu, bendungan Sindangheula memakan anggaran hingga Rp458 miliar. Megaproyek tersebut dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk dan PT Karya Hutama (Persero) selama empat tahun.

    Berdasarkan data yang dikutip dari situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Sindangheula direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 9.26 M kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 Hektare. Selain itu, bendungan itu ditargetkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 Meter kubik per detik dan punya kapabilitas mengurangi debit banjir sebesar 50 M kubik per detik.

    Namun pada kenyataannya, seperti disampaikan Walikota Serang, Syafrudin, Bendungan Sindangheula justru menjadi sumber petaka bagi Kota Serang. Karena menurutnya, bendungan Sindangheula yang seharusnya mereduksi banjir di Kota Serang, justru malah mengakibatkan banjir yang terjadi semakin parah.

    Hal itu pun dibenarkan oleh para relawan yang tergabung dalam Relawan Banten, saat menggelar konferensi pers di Rumah Singgah Fesbuk Banten News (FBN) pada Minggu (6/3). Dalam konferensi pers tersebut, relawan Banten menyinggung terkait kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan Bendungan Sindangheula yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) dan juga peran pemerintah pasca banjir.

    Juru bicara Relawan Banten, Nana, mengungkap beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir di Serang pada Maret 2022 ini.

    “Ya kalau dibilang penyebab banjir banyak faktor ya, mulai ada perubahan tata guna lahan di hulu, ada penambangan di tengah, kemudian setelah Bendungan Sindangheula ada penyempitan yang diakibatkan oleh bangunan,” ujarnya.

    Nana juga menuturkan bahwa hal-hal tersebut perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah, agar bencana semacam ini dapat diminimalisir.

    “Itu yang harus dievaluasi oleh pemerintah, sehingga masyarakat tau, siapa tau juga penyebab banjir itu juga disebabkan oleh masyarakat, misalnya membuang sampah atau juga mereka melakukan hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya kali Cibanten,” tuturnya.

    Nana pun mengungkap bahwa sejak tahun 1974 tidak pernah ada banjir separah yang terjadi saat ini. “Tapi yang pasti sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sedahsyat ini, justru terjadi setelah bangunan Bendungan Sindangheula ada,” ungkapnya.

    Nana pun menganggap wajar apabila banyak masyarakat yang menilai bahwa ada yang salah dari tata kelola Bendungan Sindangheula. “Barangkali wajarlah kalau banyak orang kemudian mencurigai ada sesuatu yang salah dari pengelolaan Bendungan Sindangheula, yang operatornya adalah BBWSC3 gitu. Itu gak salah, karena memang sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sebesar dan sedahsyat hari ini,” paparnya.

    Ia pun dengan tegas meminta pengelola Bendungan Sindangheula dapat menekan resiko adanya kelebihan kapasitas air di bendungan tersebut. “Kalau memang kapasitasnya katanya hanya 9 juta, bagaimana caranya agar over capacity dari Bendungan Sindangheula itu tidak lagi jadi masalah,” terangnya.

    Ia pun menyarankan agar Bendungan Sindangheula dapat menggunakan sistem yang diterapkan di Bendungan Katulampa, yang dapat memberi informasi mengenai banyaknya volume air yang dilepas.
    “Mereka pasti taulah metode yang paling aman untuk itu, ya kita belajar dari Bendungan Katulampa, ya walaupun di Jakarta banjir tapi kan sudah ada sistem yang dibangun, sehingga Katulampa memberi informasi bahwa hari ini dia melepas air sebanyak sekian, nah kawasan terdampaknya dimana, nah itu yang kita butuhkan,” imbuhnya.

    Pihaknya pun sangat menyayangkan tidak adanya peringatan dari pemerintah dan pengelola Bendungan Sindangheula mengenai kapasitas air yang dilepas, sehingga terjadilah banjir.

    “Kan ketika kejadian, tidak ada peringatan apapun yang disampaikan pemerintah, apakah itu dari pemerintah kota, pemerintah provinsi, maupun dari Bendungan Sindangheula sendiri,” katanya.

    Ia pun menekankan bahwa pasca-banjir, pemerintah masih harus memperhatikan keadaan masyarakat terdampak banjir. “Setelah banjir ini, kita masih punya permasalahan-permasalahan krusial, ada orang yang kehilangan rumah, kehilangan mata pencaharian, itu juga harus diurus bukan dibiarkan,” tandasnya.

    Branch Manager ACT Banten, Ais Komarudin, mengatakan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang adalah banjir besar pertama yang menyebabkan ribuan unit rumah warga terendam banjir. Ia pun menolak bahwa ada langganan dalam kejadian bencana.

    “Semacam stereotip lah, bencana itu bukan langganan, itu asumsi atau bahasa-bahasa yang tidak perlu sebetulnya terucap. Kalaupun dianggap langganan kenapa terjadi lagi. Harusnya ketika persepsi bahwa itu adalah langganan maka harus dipersiapkan mengantisipasinya gitu,” ucap Ais melalui pesan yang dikirim via whatsapp, Minggu (6/3).

    Selain curah hujan yang tinggi, menurutnya pembangunan-pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

    “Benar curah hujan cukup tinggi, tapi ada sebab-akibat kenapa bencana banjir ini menimpa Kota Serang yang notabene belum pernah mengalami begitu. Ini tidak bisa ditarik langsung di event kejadiannya, pasti ada sebab akibat. Mungkin ada pembangunan-pembangunan yang tidak aware dengan AMDAL, juga mungkin ada beberapa ketidaksadaran masyarakat terkait sanitasi dan lain sebagainya begitu,” terangnya.

    Dalam hal ini, Ais mengatakan bahwa tidak ada yang bisa disalahkan. Namun Pemerintah harus mengevaluasi dan berupaya agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi. Salah satu caranya yaitu memberikan edukasi bagi masyarakat akan mitigasi bencana.

    “Pemerintah harusnya bisa mengantisipasi ini karena kan memang diberikan otoritas, anggaran, dan lain sebagainya. Dan masyarakat juga harus beredukasi tentang mitigasi bencana sehingga mengantisipasi supaya tidak terjadi bencana seperti yang kita alami saat ini,” ujar Ais.

    Pemerintah pun diminta untuk membangun kesadaran masyarakat dan penguatan mitigasi, baik mitigasi struktural berupa pembangunan infrastruktur maupun mitigasi non struktural pembangunan SDMnya, sebagai upaya meminimalisir jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan bencana yang terjadi.

    “Bencana itu tidak bisa ditolak, yang bisa dilakukan adalah meminimalisir terjadinya korban dan kerugian. Caranya bagaimana? Membangun kesadaran masyarakat juga kesiapan pemerintah penguatan mitigasi. Mitigasi itu ada mitigasi struktural, infrastruktur yang dibangun dan mitigasi non struktural yaitu capacity building terhadap masyarakat tentang wearnes, tentang kesiapsiagaan dan lain sebagainya begitu. Nah ini harus dibangun oleh pemerintah dan pemerintah punya otoritas punya anggaran untuk itu,” tuturnya.

    Peristiwa serupa mungkin akan terjadi lagi apabila penyebabnya belum ditemukan. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan assessment untuk mencari akar permasalahannya.

    “Ini sangat mengejutkan karena memang tidak pernah terjadi sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan terulang lagi kalau tidak ditemukan penyebabnya. Maka tugas pemerintah melakukan deep assessment, analyze dijalankan hingga ketemu akar permasalahannya dimana dan diperbaharui lagi,” ujarnya.

    Ais pun mengatakan bahwa hingga masa tanggap darurat usai, ACT berkomitmen tetap hadir untuk membantu siapa saja yang memerlukan bantuan.

    “ACT totalitas untuk bisa membantu sampai hari ini walaupun tanggap darurat itu sudah dicabut, kita tetap terus beroperasi. Biasa kita sering tag line kita tuh ‘datang pertama pulang terakhir’,” pungkasnya.

    Kerugian Banjir

    Di sisi lain, selain korban jiwa, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Serang itu juga mengakibatkan kerugian materil yang sampai saat ini belum dapat dihitung total nominalnya. Kerugian materil yang diakibatkan oleh banjir tersebut meliputi rumah rusak, rumah hanyut, jembatan rusak, tanah longsor hingga kerusakan barang milik warga mulai dari alat elektronik hingga perlengkapan hidup sehari-hari.

    Berdasarkan data yang dirilis oleh BPBD Kota Serang saja, tercatat sebanyak 83 titik banjir terjadi di Kota Serang. Ketinggian banjir pun terjadi dalam rentang 20 cm hingga 5 meter. Dari 83 titik banjir tersebut, sebanyak 4.872 rumah, 1.811 KK, dan 11.951 jiwa terdampak akibat banjir itu.

    Di sisi lain, tercatat sebanyak 9 rumah hanyut, 7 rumah roboh dan empat rumah mengalami rusak berat. Data tersebut masih dapat bertambah, mengingat Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi dan Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, menemukan adanya rumah warga yang hanyut, roboh maupun rusak berat yang tidak masuk ke dalam data.

    Pada 1 Maret lalu, Walikota Serang mengumumkan penetapan kondisi siaga bencana alam banjir di Kota Serang hingga 5 Maret. Penetapan status siaga bencana banjir itu pun digaungkan lantaran banjir yang terjadi merupakan banjir terparah dalam sejarah Kota Serang. Namun pada saat ini, Pemkot Serang menurunkan level tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan.

    “Sudah diturunkan levelnya,” ujar Asisten Daerah bidang Pemerintahan atau Asda 1 Kota Serang, Subagyo, Minggu (6/3).

    Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022, Pemkot Serang menjadikan sejumlah pertimbangan dalam menurunkan level ketimbang mencabut status siaga bencana.

    Pertimbangan tersebut yakni keadaan darurat bencana banjir masih berlangsung. Kendati banjir sudah mulai surut, namun diperlukan kewaspadaan terhadap ancaman banjir di kemudian hari, mengingat Kota Serang masih masuk ke dalam wilayah dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

    Selanjutnya, dengan dialihkannya status bencana dari siaga menjadi transisi darurat ke pemulihan, penanganan keadaan darurat harus dilakukan secara cepat, tepat dan terpadu sesuai dengan standar dan prosedur pada masa transisi darurat ke pemulihan.

    Status transisi darurat ke pemulihan ini ditetapkan oleh Pemkot Serang selama 60 hari, dimulai sejak 6 Maret hingga 2 Juni 2022. Pemulihan yang dilakukan oleh Pemkot Serang meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat.

    Selanjutnya yakni pemulihan utilitas pendukung agar dapat berfungsi kembali, seperti perbaikan komunikasi, kelistrikan, air bersih, air minum, gas dan limbah atau sanitasi. Pemkot Serang pun akan berfokus pada perbaikan lahan pertanian dengan memberikan bantuan bibit pangan.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” kata Syafrudin saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah instansi dan lembaga kemasyarakatan pun mulai menutup posko mereka di lapangan. Namun mereka tetap membuka posko bantuan bagi para penyintas bencana banjir Kota Serang di markas instansi maupun lembaga masing-masing.

    Saat ini, hanya posko di Lingkungan Kenari, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen saja yang masih dibuka. Sebab, kondisi di sana cenderung masih belum kondusif. Relawan dari berbagai daerah pun menyasar lingkungan Kenari untuk menyalurkan bantuan mereka.

    (MG-02/MG-03/DZH/ENK)