Kategori: HEADLINE

  • Mulai April 2022, KTP Bakal Berbentuk Digital

    Mulai April 2022, KTP Bakal Berbentuk Digital

    SERANG, BANPOS – Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang saat ini berbentuk fisik akan digantikan dengan KTP berbasis digital yang bisa diakses melalui gawai dengan aplikasi Digital Id. Digitalisasi data diri ini dimaksudkan agar publik tidak perlu repot membawa dokumen berbentuk fisik lagi.

    Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Serang, Jajang Kusmara, mengungkapkan bahwa penerapan Digital Id ini ditarget bulan April mendatang. Secara bertahap, saat ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah melakukan uji coba digitalisasi ini sejak tahun lalu.

    “Uji cobanya masih berlangsung di 50 kabupaten/kota, yang dilakukan Kemendagri, berita soal itu dimuat Desember 2021 lalu,” ungkapnya, kemarin.

    Jajang menuturkan bahwa digitalisasi data diri ini akan mulai diberlakukan secara bertahap pada April mendatang. Dimana, KTP nanti tidak lagi berbentuk kartu seperti saat ini.

    “KTP yang sekarang berbentuk kartu, itu tidak akan ada lagi, akan hilang secara bertahap, diganti dengan namanya Digital Id,” tuturnya.

    Ia pun menjelaskan bahwa mekanisme penggunaan data diri digital akan menggunakan sistem scan barcode. Kata dia, data KTP akan ada di gadget, hampir seperti peduli lindungi.

    “Di dalamnya ada menu-menu, ada menu kartu keluarga, Akte, KTP, KIA, dan seterusnya. Caranya nanti scan barcode seperti peduli lindungi,” terangnya.

    Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa sasaran utama penggunaan aplikasi Digital Id ini adalah pengguna smartphone. Sehingga, bagi masyarakat yang tidak memiliki smartphone, tidak dipaksakan menggunakan Digital Id.

    “Rencananya mulai April sudah dilakukan secara bertahap, terutama bagi pengguna smartphone, yang ga punya smartphone ya ga dipaksa juga, karena kan ini secara bertahap,” ungkapnya.

    Diakhir ia mengatakan, penggunaan aplikasi Digital Id ini akan mengurangi limbah kertas, sisa dari percetakan. Dengan penerapan Digital Id nanti, blanko KTP sudah tidak menjadi masalah lagi, karena tidak dicetak lagi.

    “Jadi yang dicetak itu sebenarnya sudah berkurang ya, nantinya pengguna Digital Id ini harus memiliki arsip data diri secara digital, untuk menghindari resiko kehilangan smartphone-nya. Harus punya arsip, back up digital, jadi nanti bukti fisik KTP berganti dengan QR code,” tandasnya.

    Sebelumnya, Kemendagri tengah melakukan uji coba penerapan identitas digital di sejumlah kabupaten/kota. Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah mengatakan uji coba ini dilakukan di 50 kabupaten/kota.

    “Masih uji coba tahun ini. Misal yang saya ingat itu Salatiga, Dompu, Kota Bima, dan Kota Bandung,” katanya di Jakarta, Jumat (31/12).

    Dia mengatakan identitas digital ini berlaku baik yang sudah memegang e-KTP maupun baru wajib KTP. Di mana dengan adanya identitas digital ini tidak ada pencetakan fisik e-KTP. Nantinya e-KTP bisa diakses secara digital melalui kode verifikasi dan QR code.

    “Bukan cetak fisik, e-KTP dikirim ke HP. (Jadi nanti dikirim) Foto e-KTP dan QR code. Kode verifikasi untuk bisa membuka di HP masing-masing,” ucapnya.

    (MG-03/MUF/AZM)

  • KNPI Klarifikasi Soal Hibah, Tapi Disebut Nggak Nyambung

    KNPI Klarifikasi Soal Hibah, Tapi Disebut Nggak Nyambung

    SERANG, BANPOS – Dewan Pimpinan Daerah Komite Pemuda Nasional Indonesia (DPD KNPI) Provinsi Banten mengklaim telah mengembalikan sisa dana hibah pada tahun 2021 sebesar Rp400 juta, ke Kas Daerah. Namun klaim tersebut dinilai salah sambung, lantaran dugaan penyimpangan yang terjadi justru pada anggaran yang digunakan.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) KNPI Provinsi Banten, Ishak Newton, menyatakan bahwa pihaknya menepis jika dana hibah yang diterima oleh pihaknya telah terjadi penyelewengan, dan tengah digarap oleh Kejati Banten.

    Menurut Ishak, KNPI Provinsi Banten pada tahun 2021, menerima dana hibah dari Pemprov Banten sebesar Rp1 miliar. Anggaran tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan dari KNPI.

    “Benar bahwa secara kelembagaan organisasi KNPI Banten menerima dana hibah dari Pemerintah Provinsi Banten sebesar Rp1 miliar pada tahun 2021, yang diperuntukkan untuk menunjang kegiatan dan program KNPI Banten,” ujar Ishak dalam rilis yang diterima.

    Menurutnya, dari Rp1 miliar yang diterima oleh pihaknya, hanya sebesar 60 persen atau Rp600 juta yang digunakan. Sedangkan sisanya yakni Rp400 juta, diklaim telah dikembalikan ke Kas Daerah.

    Adapun untuk penggunaan Rp600 juta itu, Ishak menuturkan bahwa digunakan untuk kegiatan Bimbingan Teknis Kepemimpinan, Pembinaan Organisasi Kepemudaan (OKP), Buka Puasa Bersama, Peringatan Hari Sumpah Pemuda dan keperluan administrasi kesekretariatan lainnya.

    “Sebetulnya ada banyak lagi kegiatan dan program kerja yang dilaksanakan KNPI Banten. Namun kami tidak bergantung pada dana hibah, hanya sebagiannya saja yang tercover oleh anggaran dana hibah itu,” jelas Ishak.

    Dikembalikannya sisa dana hibah yang diterima oleh pihaknya ke Pemprov Banten menurutnya, merupakan niat baik dan kepedulian KNPI Banten kepada masyarakat di tengah situasi Covid-19, dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat.

    “Bukan kami (KNPI Banten) tidak membutuhkan anggaran maksimal. Akan tetapi kondisi covid ini harus menjadi perhatian bersama, termasuk kami,” terangnya.

    Ishak pun berharap, kepada para pemuda untuk tidak terbawa oleh isu miring, bersabar dan tetap berpandangan objektif atas persoalan yang ada.

    Akan tetapi, klarifikasi yang disampaikan oleh Ishak Newton justru dinilai salah sambung oleh HMI MPO Badan Koordinasi Jawa Bagian Barat (Badko Jabagbar). Sebab, dugaan penyelewengan yang terjadi bukan pada sisa anggaran, melainkan pada anggaran yang digunakan.

    “Emang itu masalahnya? Anggaran dari dana hibah untuk KNPI yang dipermasalahkan kan Rp600 juta tersebut. Jadi salah sambung kalau KNPI gembar-gembor bersih, tapi faktanya tidak sesuai dengan permasalahan yang ada,” ujar Ketua HMI MPO Badko Jabagbar, Aceng Hakiki, Kamis (17/2).

    Maka dari itu, pihaknya pun mendukung penuh langkah hukum dari Kejati Banten, agar dapat segera melanjutkan pemeriksaan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada penggunaan anggaran dana hibah KNPI Provinsi Banten.

    “Sebagai organisasi perjuangan, HMI harus mampu hadir mendukung pemerintah dalam menuntaskan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengurus KNPI Banten terkait dugaan penyelewengan dana Hibah KNPI,” ungkapnya.

    Aceng pun berharap agar Kejati Banten bisa terus mengusut tuntas kasus tersebut, hingga didapati titik terang apakah benar-benar ditemukan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

    “Kami berharap Kejati Banten bisa terus mengusut tuntas, karena dana hibah KNPI ini seharusnya bisa disalurkan dengan transparan dan jelas. Sebab KNPI sebagai wadah pemuda dan pemudi generasi penerus bangsa harus bersih dari perkara korupsi,” tegasnya.

    (DZH/PBN)

  • Klaim Dirinya Masih Sekda Definitif, Al Muktabar Gugat WH

    Klaim Dirinya Masih Sekda Definitif, Al Muktabar Gugat WH

    SERANG, BANPOS – Setelah sembunyi cukup lama dan tidak menyatakan sikap tegasnya atas polemik dua sekda Banten, akhirnya Al Muktabar yang masih resmi menjabat Sekda Banten melakukan perlawanan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Rabu (16/2).

    Gugatan Al Muktabar kepada WH teregistrasi di PTUN Serang dengan, Perkara Nomor 15/G/2021/PTUN. SRG. Informasi dihimpun BANPOS dari berbagai sumber di KP3B menyebutkan, pokok perkara yang dipermasalahkan Al Muktabar adalah Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/ KEP.211- BKD/ 2021 tentang Pembebasan Sementara dari Jabatan Sekretaris Daerah, terhitung 23 November 2021.

    “Gubernur Banten (WH), dalam persoalan pemberhentian sementara Al Muktabar dari jabatanya adalah, patut diduga menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata sumber pegawai di KP3B yang meminta identitasnya dirahasiakan.

    Pelanggaran tersebut dianggapnya sangat fatal dan mendasar, menginggat jabatan Sekda di Provinsi berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Presiden. “Pengangkatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52/ TPA tahun 2019. Tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dalam jabatan sebagai Sekda, bukan keputusan gubernur, tetapi harus dari Presiden. Ini yang dilanggar,” terangnya.

    Selain itu adanya reguran lisan maupun tertulis yang disampaikan WH kepada Al Muktabar atas laporan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin yang menyatakan Al Muktabar mangkir dari pekerjaanya, padahal yang bersangkutan bekerja. “Ada tudingan pelanggaran disiplin pegawai dilakukan Al Muktabar. Ditambah lagi gubernur telah menunjuk Muhtarom yang menjabat sebagai Inspektur Banten menjadi Plt Sekda Banten, yang kemudian Al Muktabar dipaksa membuat surat pengunduran diri oleh Komarudin disaksikan oleh Muhtarom,” katanya.

    Atas prinsip-prinsip kemanusiaan dan peraturan perundang-undangan tersebut Al Muktabar merasa diperlakukan tidak etis, yang kemudian meminta keadilan lantaran harga dirinya direndahkan. “Apa yang terjadi sejak November 2021 hingga sebelum gugatan disampaikan ke PTUN Serang, telah dituangkan dalam isi gugatan, lengkap dengan bukti dan kronologis. Termasuk pernyataan Al Muktabar terkait bahwa Kepala BKD Provinsi Banten memperlihatkan Surat Keputusan Gubernur Banten tentang pemberhentian sementara sebagai Sekda Banten dirumah dinas gubernur,” terangnya.

    Dijelaskan juga dalam gugatan tersebut Al Muktabar menyatakan dirinya tidak pernah mengundurkan diri sebagai Sekda Banten, dan masih bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Tidak pernah ada prihal Al Muktabar mengundurkan diri sebagai Sekretaris Daerah Banten. Dia (Al Muktabar) sebagai ASN sangat berdedikasi dan bertanggungjawab, serta menjunjung tinggi Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatan sebagai Sekda,” ujarnya.

    Sementara itu, Al Muktabar dalam siaran persnya membenarkan atas gugatannya kepada WH yang dilayangkan melalui PTUN. Al Muktabar juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait polemik Sekda Banten.

    “Sebelumnya saya menghaturkan permohonan maaf kepada publik, khususnya masyarakat banten terkait dengan jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten yang selama ini telah bergulir di masyarakat, terpublikasi melalui berbagai media,” katanya.

    Al Muktabar juga mengaku tidak pernah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Sekda Banten, seperti ditudingkan oleh WH.

    “Hal mendasar yang perlu saya sampaikan pada kesempatan ini adalah, bahwa saya tidak pernah mengajukan surat pengunduran diri sebagai sekda provinsi banten. Mengundurkan diri adalah hal yang tidak mungkin saya lakukan, karena saya tidak mau lari dari tanggungjawab selaku aparatur sipil negara. Saya menjunjung tinggi surat keputusan bapak presiden tentang pengangkatan saya sebagai Sekda Provinsi Banten. Mandat tersebut saya laksanakan dengan sebaik-baiknya, dan tentu sebagai manusia biasa, saya memiliki berbagai kekurangan,” ujarnya.

    Namun dirinya mengakui pada bulan Agustus tahun 2021 lalu, menyampaikan surat resmi kepada permohonan pindah tugas ke tempat asal di Kemendagri, Jakarta. Namun sayangnya, Al Muktabar tak merinci alasan kepindahanya tersebut.

    “Dengan berbagai pertimbangan yang sangat berat dan mohon maaf fakta-fakta tersebut belum dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Sebagai bentuk penghormatan dan dedikasi saya kepada pimpinan, maka pada tanggal 22 Agustus tahun 2021 saya mengajukan permohonan pindah atau kembali ke kementerian dalam negeri. Dengan surat tersebut dimaksudkan agar saya masih dapat bertugas untuk menyelesaikan tanggung jawab saya sebagai sekda, sambil menunggu proses lebih lanjut. Akan tetapi surat tersebut disalahartikan, sehingga disebut surat pengunduran diri, saya harus katakan ini tidak benar, surat pindah dan surat pengunduran diri adalah dua hal yang berbeda sesuai peraturan perundangan,” ungkap Al Muktabar.

    Selanjutnya pada 24 Agustus 2021 pimpinan menunjuk Plt Sekda Banten, Muhtarom. Bagi Al Muktabar hal itu merupakan sebuah pelanggaran.

    “Dengan basis surat perintah tugas (plt sekda), ini banyak mengundang perdebatan publik, sementara sekda definitifnya dengan dasar surat keputusan presiden masih ada. Dengan telah ditunjuknya Plt sekda, maka saya tidak dapat lagi menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai sekda. Dalam peristiwa ini, kembali lagi untuk menghormati jalan pikir pimpinan, saya mengajukan cuti tahunan, terhitung 1 September 2021 dan setelah cuti saya melapor untuk kembali aktif sebagai ASN, dan ada berbagai hambatan yang secara lebih detail belum dapat disampaikan pada kesempatan terbatas ini,” terang Al Muktabar.

    Adapun jabatan Plt Sekda Banten akan berakhir pada tanggal 24 Februari 2022 mendatang. Al muktabar mengaku masih mengklaim dirinya sebagai Sekda Banten devinitif.

    “Saya menjamin tidak ada kekosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, karena surat keputusan bapak presiden terhadap sekda devinitif sampai hari ini masih berlaku,” kata al Muktabar.

    Plt Kepala Biro Hukum Banten, Hadi hingga berita ini diturunkan tidak merespon pesan tertulis dan telpon BANPOS.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum dihubungi melalui telpon genggamnya, mengatakan langkah Al Muktabar yang melaporkan WH ke PTUN merupakan catatan negatif di pemerintahan.

    “Kalau Al Muktabar ini merasa sakit hati, dan melakukan gugatan misalnya ke PTUN, ini kan bisa jadi preseden buruk. Makanya sekali lagi , gubernur segera sampaikan kepada publik, biar persoalan sekda ini tak menghambat kepentingan masyarakat kedepannya,” katanya.

    Oleh karena itu poitis PDI P ini meminta Al Muktabar dan WH menyampaikan kepada masyarakat atas polemik jabatan Sekda yang diisi oleh dua orang.

    “Selama ini masyarakat dibuat bingung dengan adanya dua sekda. Saya pribadi sampai sekarang belum mendapatkan kejelasan pasti maupun mendapatkan penjelasan langsung dari Pak Al Muktabar dan Pak Wahidin selaku gubernur, kenapa ada Plt Sekda, sementara Sekda Devinitifnya masih ada. Iya kita kan tahu kalau Pak Al Muktabar itu diangkat berdasarkan SK Presiden, dan sampai sekarang saya tahu persis SK Pemberhentian Sekda (Al Muktabar) belum ada, dan sekarang Pak Gubernur menunjuk Pak Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten,” katanya.

    Ia menjelaskan, secara de jure atau pada prinsipnya, Sekda Banten yang masih resmi adalah Al Muktabar, sementara de facto atau pada prakteknya, WH telah menunjuk Muhtarom sebagai Plt. “Saya tidak berpihak pada siapapun. Hanya ingin ada kejelasan saja. Banyak sekali masyarakat bertanya ke saya menyampaikan apa yang saya tahu. Makanya saya minta agar Pak Al Muktabar dan Pak Gubernur menyampaikan pendapat maupun alasanya,” katanya.

    Diakuinya, akibat adanya polemik dua sekda ini suasana pemerintahan terlihat terganggu. “Saya tidak mau karena persoalan jabatan sekda menganggu kepentingan masyarakat. Proses pembangunan jadi terhambat. Apalagi saya mendapat informasi kalau Mendagri (Tito Carnavian) berkirim surat ke gubernur (WH) agar menempatkan kembali Pak Al Muktabar sebagai Sekda Banten, tapi sampai sekarang belum dijawab oleh gubernur. Kalau memang informasi itu benar adanya kenapa bisa seperti ini,” ungkapnya.

    Barhum berharap dengan adanya keterbukaan WH maupun Al Muktabar atas jabatan Sekda Banten, proses penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. “Kalau memang Al Muktabar sudah resmi tidak lagi sebagai sekda dan penunjukan Plt Sekda Banten (Muhtarom) sampaikan kepada publik oleh gubernur apa saja aturan yang membenarkan itu, sampaikan saja ke masyarakat. Kalau benar, tentu saya juga akan mendukung langkah gubernur,” jelasnya.

    Namun jika langkah WH menunjuk Muhtarom sebagai Plt salah , dan berujung pada upaya gugatan oleh Al Muktabar, maka hal tersebut sangat disesalkan.

    Sementara itu, Gubernur Banten WH mengungkapkan ada dua alasan dirinya menyetujui pengunduran Al Muktabar, meskipun sampai saat ini Presiden Jokowi belum mengeluarkan SK tentang Pemecatan Al Muktabar sebagai Sekda Banten, Pernyataan WH tersebut diungkapkan pada tayangan BANTENPodcast di Youtube berdurasi 36 menit 23 detik dengan pembawa acara Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad.

    Ikhsan dengan santai menanyakan kepada WH tentang pokok persoalan yang mengakibatkan Al Muktabar mundur. Pertanyaan tersebut dilontarkan Ikhsan menginggat selama ini masyarakat masih bertanya-tanya.

    “Sampai kemarin, Pak Al Muktabar tidak mau memindahkan status kepegawaian ke pemprov (dari Kemendagri),” kata WH menjawab peranyaan Ikhsan.

    Dikatakan WH, status kepegawaian itulah yang menjadi alasan pertamanya. Karena dengan tidak mau berpindah sebagai pegawai pemprov, komimtmen Al Muktabar untuk memajukan Provinsi Banten diragukan.

    “Saya menilai ada pertanggungjawaban moral. Kalau seorang yang sudah menyatakan diri. Disumpah menjadi pegawai (ASN) dimanapun, dimana ia berada konsekwensinya harus dipindahkan (status kepegawaian). Apalagi dia (Al Muktabar) disini jabatanya tinggi, harus menunjukan dan memberikan contoh kepada staf maupun yang lainnya. Karena itu suatu keharusan sebagai pegawai. Kalau memang Pak Al memiliki keinginan yang kuat dan termotivasi bahwa dia siap untuk mengabdikan ke Banten, selesaikan. persoalan ini (status kepegawaian) ujarnya.

    Dari sikap keras kepala Al Muktabar yang tetap keukeuh menjadi pegawai Kemendagri, dengan sumber gaji dari APBN dan Tunjangan Kinerja (Tukin) dari APBD Banten ini diakui WH sidah dipantaunya selama dua tahun lebih.

    “Tunjangan disini, gaji dari sana (pusat). Ini kan bukan masalah tunjangan dan gaji tapi pada soal komitmen. Dia tidak mau memindahkan status kepegawaian disini karena saya melihat secara psikologis, apa dia (Al Muktabar) bersungguh-sungguh. Apa betul-betul ingin mendedikasikan, mengabdikan dirinya untuk Banten. Apakah kalau soal tunjangan disini, apakah hanya ingin mencari tunjangan. Ini yang menjadi banyak pertanyaan saya. Saya ikhlaskan diri saya untuk masyarakat, saya korbankan waktu dan tenaga saya secara otomatis, saya tinggalkan dari DPR RI menjadi gubernur,” ungkapnya.

    Dan alasan kedua yang diungkapkan oleh WH, adalah, Al Muktabar dalam bekerja sangat lamabat, ditambah tidak mendukung program-progam dirinya sebagai gubernur.

    “Kinerja. Masalah kinerja sangat terjadi pelambatan pada pelayanan administrasi, baik dalam pengelola keputusan maupun suporting dalam keputusan kepala daerah (gubernur). Ini 2 hal ini,” katanya.

    Namun sebenarnya lanjut WH, ada banyak alasan yang membuat dirinya tak nyaman bekerja dengan Al Muktabar. Akan tetapi pihaknya tak ingin menympaikan secara detail lagi.

    “Tapi banyak hal yang tidak bisa saya sampaikan. Tapi dua hal ini menjadi catatan saya. Itu saja masyarakat bisa menilai secara objektif . Dan saya sebagai User, tentunya ini menjadi persoalan,” ujarnya.

    (RUS/ENK)

  • Dugaan Korupsi SMKN 7 Tangsel Seperti Hilang Ditelan Bumi

    Dugaan Korupsi SMKN 7 Tangsel Seperti Hilang Ditelan Bumi

    SERANG, BANPOS – KPK telah melakukan proses penyelidikan dugaan mark up atau pengelembungan pembelian harga lahan SMKN 7 Tangerang Selatan (Tangsel) APBD Banten tahun 2017 yang merugikan keuangan negara Rp10,5 miliar. Namun, setelah tiga bulan berjalan, kasus tersebut belum menunjukkan kemajuan berarti. Padahal sebelumnya pada November 2021, tersiar kabar telah ada sejumlah nama tersangka yang diduga terlibat dalam mark up pembelaian lahan sekolah tersebut.

    Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada dihubungi melalui pesan tertulisnya, Selasa (15/2) mempertanyakan kinerja KPK yang belum juga mengumumkan hasil penyelidikannya kepada masyarakat terkait dengan dugaan korupsi pembelian lahan SMKN 7 Tangsel.

    “Justru mempertanyakan langkah yang diambil oleh KPK,” katanya.

    Dikatakan Uday kasus dugaan mark up pembelian lahan sekolah ini saat ini seperti ditelan bumi. Karena itu, Uday menilai wajar jika masyarakat mempertanyakan kinerja KPK.

    “Dengan timbul tenggelamnya perkara ini membuat publik jadi bertanya-tanya.
    Kasus itu kan dilaporkan 20 Desember 2018. Hasil audit BPK (badan pemeriksa keuangan) atas permintaan KPK sudah di meja pimpinan KPK,” ujarnya.

    Apalagi beberapa waktu lalu, KPK sempat melakukan penggeledahan sejumlah tempat dengan mengamankan barang bukti pendukung atas dugaan mark up lahan SMKN 7 Tangsel.

    “Menjelang akhir tahun 2021 sempat dilakukan penggerebekan sejumlah tempat bahkan menyita kendaraan roda empat dan sejumlah alat elektronik milik para pihak terkait. Tapi sejak itu hilang ditelan bumi,” katanya.

    Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dihubungi melalui pesan tertulisnya mengaku belum ada kelanjutan atas progres penyelidikan dugaan mark up lahan SMKN 7 Tangsel. “Nanti dikabari kalau ada,” ujarnya.
    Bahkan Ali belum bersedia menyebutkan apakah ada tersangka baru lagi dalam penyidikan pembelian lahan sekolah tersebut. “Nanti akan disampaikan jika penyidikan sudah cukup,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Frd sebagai tersangka dalan dugaan tindak pidana korupsi mark up atau penggelembungan harga pembelian lahan SMKN 7 Tangsel) sekitar Rp10,6 miliar pada APBD Banten tahun 2017.

    Tak hanya Frd, lembaga rasuah itu juga menetapkan Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) AP dan kuasa pemilik tanah bernama Ags.

    Diketahui Frd merupakan Ketua Forum Pemuda Betawi (FPB) di Tangsel, juga Ketua WH (Wahidin Halim) Network yang merupakan, kelompok relawan pendukung Pasangan Calon (Paslon) Gubernur Banten Pilkada 2017 Wahidin Halim-Andika Hazrumy (Aa) di Kota Tangsel.

    Frd diduga merupakan orang kepercayaan AS yang merupakan adik kandung dari WH. Frd membeli lahan SMKN 7 Tangsel dari pemilik pertama hanya Rp7,3 miliar, yang kemudian dibeli oleh Pemprov Banten sebesar Rp17,9 miliar. Sehingga ada selisih Rp10,6 miliar.

    Sementara AP saat ini menjabat sebagai Sekretaris Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Banten.(RUS/ENK)

  • Dugaan Korupsi BPRS CM Dituding Libatkan Oknum Anggota DPRD Cilegon

    Dugaan Korupsi BPRS CM Dituding Libatkan Oknum Anggota DPRD Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Upaya Kejaksaaan Negeri (Kejari) Cilegon mengungkap dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) tahun 2017-2021, mendapat banyak dukungan. Kejari diminta untuk mengusut kasus itu hingga tuntas tanpa pandang bulu.

    Salah satu dukungan datang dari anggota Komisi III DPRD Kota Cilegon Edison Sitorus. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mendesak agar orang-orang yang ikut terlibat bisa diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    “Peraturan harus dijalankan, jangan pandang bulu. Mau itu (Anggota) dewan, mau itu pegawai BPRS, ya harus diusut. Dengan dia menandatangani kredit itu, ada konsekuensi ketika dia tidak melakukan kewajibannya,” ujar Edison kepada BANPOS saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (15/2).

    Menurutnya, kasus di BPRS CM merupakan dari adanya sejumlah transaksi pinjam-meminjam yang mekanismenya tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Masalah menjadi lebih besar ketika kesepakatan soal pembayaran dilanggar karena adanya penundaan pembayaran yang menyebabkan kredit macet.

    “Ketika dia delay (menunda) bayar, ada konsekuensinya dan kita harus mendorong seperti itu (Penegakan hukum). Jadi jangan pandang bulu, kan sebenarnya (anggota) dewan-dewan terdahulu juga banyak yang terlibat disana,” ungkapnya.

    Ia pun merasa aneh lantaran kredit macetnya mencapai 42 persen dari total aset yang dimiliki oleh BUMD milik Pemkot Cilegon itu.

    “Kredit macetnya sampai 40 persen atau Rp44 miliar dari aset yang dimiliki oleh BPRS sendiri yaitu Rp105 miliar, makanya saya aneh itu,” akunya.

    Dengan adanya pengusutan dan berbagai penyitaan yang dilakukan Kejari Cilegon, ia berharap kedepan BPRS CM bisa jauh lebih baik lagi dan manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat Kota Cilegon. Karena, perushaaan pelat merah itu berjalan menggunakan uang rakyat Cilegon yang seharusnya tidak dipermainkan untuk kepentingan oknum-oknum tertentu.

    “Itu namanya penggelapan, pinjem nggak bayar itu namanya penggelapan. Mereka punya uang tapi niatan bayar ngga ada ngga mau. Itu saya rasa harus ditegakkan harus dijalankan itu peraturan jangan pandang bulu. Kalau tidak membayar ada konsekuensi diambil hartanya,” terangnya.

    Anggota DPRD Kota Cilegon ini mendukung Kejari Cilegon agar mengusut sampai tuntas kasus yang ada di BUMD milik Pemkot Cilegon ini.

    “Kejaksaan sudah benar, saya setuju banget karena apa, untuk mempertanggungjawabkan di dunia daripada dia mempertanggungjawabkan di akhirat,” tandasnya.

    Diketahui, kasus ini bermula dari adanya pembiayaan bermasalah dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cilegon ini menyusul besarnya Non Performing Financing (NPF) atau kredit macetnya mencapai Rp44 miliar.

    Kemudian, penyidik Kejari Cilegon menggeledah kantor BPRS-CM yang berlokasi di komplek perkantoran Sukmajaya, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Kamis (6/1) silam. Penggeledahan tersebut dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi di BUMD milik Pemkot Cilegon ini. Hasil penggeledahan ditemukan benda (barang) atau dokumen yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, dan terhadap benda atau barang atau dokumen dilakukan penyitaan sebagaimana Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Kasus dugaan korupsi ini telah masuk di tahap penyidikan. Kejari belum memastikan berapa kerugian negara dalam perkara tersebut. Hingga saat ini Kejari Cilegon juga belum menetapkan tersangka terkait dengan kasus tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, pasca adanya penyitaan sejumlah aset milik Manager Marketing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) berinisial TT oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon. Korps Adhyaksa kini akan kembali memburu aset – aset milik pejabat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon ini yang ada kaitannya dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemberian fasilitas BPRS CM tahun 2017 – 2021.

    Diketahui aset-aset yang disita oleh Kejari Cilegon pada Kamis (10/2) lalu yaitu barang bergerak dan tidak bergerak yang terdiri dari delapan bidang tanah dan bangunan yang berada di Kota Cilegon, satu unit tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang, tiga unit mobil dan empat unit motor.

    Kepala Seksi Intelijen Kejari Cilegon Atik Ariyosa membenarkan barang yang disita Kejari beberapa waktu lalu merupakan milik Manajer Marketing PT BPRS CM. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan penelusuran terhadap aset-aset para pejabat BPRS CM yang lain terkait tindak pidana tersebut.

    “Bahwa aset tersebut milik Manajer Marketing BPRS CM dan keluarga yang bersangkutan,” kata Ari sapaan akrabnya kepada awak media saat ditemui di kantornya, Senin (14/2).

    (LUK/ENK)

  • Kalau Bisa Tanpa Sekda, Mungkin Banten Tetap OK Tanpa Gubernur

    Kalau Bisa Tanpa Sekda, Mungkin Banten Tetap OK Tanpa Gubernur

    SERANG, BANPOS – Pernyataan Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, yang menyatakan bahwa tanpa adanya Sekda, birokrasi di Banten tetap bisa berjalan dinilai dapat berimbas pada pembangunan opini public. Salah satunya adalah bahwa tanpa gubernur pun, Pemprov Banten tetap bisa berjalan.

    Hal itu disampaikan oleh Anggota DPRD Provinsi Banten, M. Nizar. Ia menyesalkan pernyataan dari Komarudin, yang melontarkan rencana itu. Nizar pun mendesak agar Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), mengklarifikasi pernyataan tersebut.

    “Pertama, saya menginginkan agar pak WH me-review kembali atas apa yang disampaikan oleh Kepala BKD, pak WH harus melakukan tinjauan. Karena, BKD itu adalah tolok ukur untuk Reformasi Birokrasi di Banten,” ujar Nizar kepada awak media, Selasa (15/2).

    Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang ngawur dan tidak mendasar. Ia pun sangat menyayangkan pernyataan itu.

    “Kami sangat menyayangkan apa yang disampaikan oleh Komarudin, bahwa statemen yang disampaikan kalau tanpa Sekda saja, birokrasi bisa jalan. Ini kan logika yang ngawur,” ungkapnya.

    Bahkan, Nizar menuturkan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Komarudin, berpotensi membangun opini publik bahwa tanpa Gubernur pun, Pemprov Banten dapat tetap berjalan.

    “Kalau kita mau bilang begitu, kita sama saja dengan melogikakan bahwa tanpa gubernur, provinsi juga bisa jalan. Karena ada kepala-kepala OPD yang akan menjalankan semua roda pemerintahan. Jadi seharusnya dia berbicara terkait dengan norma dan aturan yang ada,” tandasnya.

    Sebelumnya, Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa Pemprov Banten memutuskan untuk mengosongkan jabatan Sekda, karena berlarut-larutnya proses pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda di Kemendagri.

    Padahal, sudah hampir enam bulan sejak Al Muktabar mengajukan cuti yang diiringi dengan permohonan pindah tugas dari Pemprov Banten ke Kemendagri.

    “Setelah berakhirnya masa jabatan Plt Sekda akhir bulan ini, pemprov berencana akan mengosongkan jabatan Sekda hingga adanya Pj Gubernur nantinya,” ujar Komarudin, Senin (14/2).

    Menurut Komarudin, alasan dikosongkannya jabatan Sekda bukan hanya karena belum jelasnya pemberhentian Al Muktabar, namun juga untuk menghindari adanya kritikan dari berbagai kalangan terkait penunjukan Plt Sekda.

    Menurut Komarudin, pengosongan jabatan Sekda itu pun tidak akan berimbas pada jalannya roda pemerintahan. “Toh dengan adanya Plt Sekda juga tidak bisa menjadi ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintahan Daerah),” ucapnya. (DZH/ENK)

  • Barikade 98 Kecam Arogansi Dewan, Menyoal Pengusiran Dirut PT Krakatau Steel

    Barikade 98 Kecam Arogansi Dewan, Menyoal Pengusiran Dirut PT Krakatau Steel

    SERANG, BANPOS – Aktivis 98 yang tergabung dalam Barikade 98 Provinsi Banten, mengecam arogansi anggota Komisi VII DPR RI yang mengusir Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim, saat rapat dengar pendapat di DPR RI. Bahkan, Barikade 98 siap memperkarakan pimpinan sidang yang melakukan tindak pengusiran ke Badan Kehormatan (BK) DPR RI.

    Ketua Barikade 98 Provinsi Banten, Ali Suro, mengaku kaget dan heran dengan tindak pengusiran terhadap Direktur Utama PT Krakatau Steel. Menurutnya, tindakan tersebut sangat arogan dan tidak mencerminkan sebagai seorang wakil rakyat.

    “Seharusnya, dewan mengayomi, mengawasi, dan juga memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi mitra kerja. Saya mengecam tindakan pengusiran itu. tindakan tersebut sangat tidak pantas dilakukan wakil rakyat,” tegasnya, Selasa (15/2).

    Ali Suro mengatakan, seharusnya para wakil rakyat mempelajari secara substansi persoalan yang disampaikan mitra kerja. Jika dipandang ada hal yang perlu dievaluasi, maka sebagai wakil rakyat sangat sah melakukan pengawasan dan koreksi.

    “Bahkan, dengan berbekal aspirasi dari masyarakat, dewan sebaiknya memberikan solusi dan kritik konstruktif untuk kemajuan mitra kerja,” ucapnya.

    Ia mengatakan, rapat dengar pendapat merupakan sarana untuk mendalami setiap persoalan dan program kerja. Selanjutnya, disampaikan beberapa saran yang sekiranya dapat memajukan mitra kerja.

    “Kalau main usir, bagaimana mereka bisa mendapatkan substansi dari hasil pertemuan dengan mitra kerja. Kalau tidak mendapatkan substansi, lalu masukan dan kritikan apa yang akan disampaikan kepada mitra kerja,” jelasnya.

    Dalam pandangan Ali Suro, PT Krakatau Steel dibawah kepemimpinan Silmy Karim, sudah menunjukkan banyak perbaikan. Mulai dari bersih-bersih di lingkungan PT Krakatau Steel, hingga memberikan kontribusi postif terhadap negara melalui keuntungan usaha.

    “Paling tidak, perlu ada pengakuan atas upaya yang sudah dilakukan Silmy. Mengapa? Supaya muncul pejabat-pejabat BUMN yang memiliki kinerja sepeti Silmy,” ungkapnya.

    Diakhir, Ali Suro mengaku upaya yang akan dilakukan Barikade 98 juga dilakukan untuk mempertimbangkan pelaporan tindakan pimpinan sidang kepada Badan Kehormatan DPR RI.

    “Hal itu dilakukan supaya tidak terjadi kejadian serupa di kemudian hari,” tandasnya. (MUF)

  • Aset Pejabat BPRS Cilegon Mandiri Terus Diburu oleh Kejari

    Aset Pejabat BPRS Cilegon Mandiri Terus Diburu oleh Kejari

    CILEGON, BANPOS – Pascapenyitaan sejumlah aset milik Manager Marketing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) berinisial TT oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon. Korps Adhyaksa kini akan kembali memburu aset – aset milik pejabat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon ini yang ada kaitannya dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemberian fasilitas BPRS CM tahun 2017 – 2021.

    Diketahui aset – aset yang disita oleh Kejari Cilegon pada Kamis (10/2) lalu yaitu barang bergerak dan tidak bergerak yang terdiri dari delapan bidang tanah dan bangunan yang berada di Kota Cilegon, satu unit tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang, tiga unit mobil dan empat unit motor.

    Kepala Seksi Intelijen Kejari Cilegon Atik Ariyosa membenarkan barang yang disita Kejari beberapa waktu lalu merupakan milik Manajer Marketing PT BPRS CM. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan penelusuran terhadap aset – aset para pejabat BPRS CM yang lain terkait tindak pidana tersebut. “Bahwa aset tersebut milik Manajer Marketing BPRS CM dan keluarga yang bersangkutan,” kata Ari sapaan akrabnya kepada awak media saat ditemui di kantornya, Senin (14/2).

    Penyitaan aset – aset tersebut kata Ari merupakan benda yang seluruh atau sebagian diperoleh dari hasil dugaan tindak pidana dan benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. “Yang mana tindak pidana tersebut yaitu BPRS CM dalam perkara korupsi pada pemberian fasilitas pembiayaan oleh PT BPRS CM sejak tahun 2017 sampai tahun 2021,” tuturnya.

    Hingga saat ini, Kejari Cilegon belum menetapkan tersangka dalam perkara tersebut. Pihaknya mengaku bahwa kasus tersebut masih dalam penyidikan dan pihaknya masih mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi.

    Mantan Kasi Intelijen Kejari Lampung Barat ini melanjutkan untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu diharapkan bisa membuat terang tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. “Sampai dengan saat ini, kami sampaikan belum ada ditetapkan satupun tersangka. Kami baru mengumpulkan seluruh alat bukti untuk mendukung perkara ini,” ungkapnya.

    “Sampai saat ini, saya diberitahu baru 19 saksi yang diperiksa,” tambahnya.

    Sementara itu di bagian lain, saat BANPOS mendatangi rumah yang disita Kejari Cilegon di Lingkungan Barokah, RT 01/RW 13, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang. Terlihat pada bagian depan rumah terpasang pita berwarna merah muda dan putih bertuliskan Kejaksaan. Kemudian pada pintu rumah juga terpasang stiker merah muda yang bertuliskan ‘Tanah dan Bangunan Ini Telah Disita Penyidik Kejaksaan Negeri Cilegon’.

    Menurut warga sekitar bahwa rumah tersebut merupakan milik Manajer Marketing BPRS-CM berinisial TT. Rumah tersebut sudah kosong sekitar dua mingguan. “Sudah dua mingguan kosong tapi suka ada yang kesini ambil baju,” ujarnya.

    Diketahui TT sendiri, menurut warga sekitar sudah menempati rumah tersebut sekitar dua tahunan. “Ada sekitar dua tahunan,” ujarnya.

    Ia juga tidak mengetahui saat penyegelan terjadi di rumah tersebut. “Nggak liat pas ada yang menyegel, tahunya sudah disegel. Ini mah segelnya merah kan biasanya kuning kalau polisi mah,” tutupnya.

    Diketahui, kasus ini bermula dari adanya pembiayaan bermasalah dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cilegon ini menyusul besarnya Non Performing Financing (NPF) atau kredit macetnya mencapai Rp44 miliar.

    Kemudian, penyidik Kejari Cilegon menggeledah kantor BPRS-CM yang berlokasi di komplek perkantoran Sukmajaya, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Kamis (6/1) silam. Penggeledahan tersebut dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi di BUMD milik Pemkot Cilegon ini. Hasil penggeledahan ditemukan benda (barang) atau dokumen yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, dan terhadap benda atau barang atau dokumen dilakukan penyitaan sebagaimana Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Kasus dugaan korupsi ini telah masuk di tahap penyidikan. Kejari belum memastikan berapa kerugian negara dalam perkara tersebut. Hingga saat ini Kejari Cilegon juga belum menetapkan tersangka terkait dengan kasus tersebut.

    (LUK/PBN)

  • Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    SERANG, BANPOS – Semua pihak diminta untuk menyiapkan diri dan selalu siap siaga jika terjadi bencana aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda dan keberadaan zona megathrust Selatan Jawa di sebelah Selatan Provinsi Banten.

    Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam siaran persnya, Senin (14/2) mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan sebagai bentuk mitigasi terhadap bencana gempa dan tsunami, termasuk pengecekan dan pembangunan infrastruktur pengungsian.

    “Perlu adanya pemahaman bersama tentang persoalan ini. Gempa bisa terjadi kapan saja dan memiliki potensi tsunami,” ungkap Gubernur WH dalam Rapat Koordinasi Forkopimda terkait Penanganan Bencana di Provinsi Banten secara virtual.

    “Di Provinsi Banten dari Kabupaten Lebak hingga Serang. Di Kota Cilegon kini sudah banyak berdiri industri petrokimia yang semakin meningkatkan risiko,” tambahnya.

    Dikatakan, kewaspadaan dan sosialisasi bersama perlu ditingkatkan sebagai bentuk mitigasi bencana. Bagaimana kebijakan Provinsi, Kabupaten dan Kota terhadap penerapan aturan konstruksi tahan gempa, sistem peringatan dini, serta respon sejak dini terhadap kemungkinan yang terjadi.

    “Masyarakat juga perlu mendapatkan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan. Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang harus sungguh-sungguh memperhatikan masyarakat atas hal ini,” kata WH.

    Ditambahkan, pembangunan infrastruktur pengungsian perlu dipercepat seperti pembangunan shelter, jalur evakuasi, rambu-rambu, serta gudang logistik. Pemprov Banten siap kembali membangun infrastruktur pengungsian dengan dukungan penyediaan lahan dari Kabupaten/Kota.

    “Pemprov Banten menyiapkan bantuan sosial, penyiapan dana, pembangunan rumah tahan gempa, hingga menyiapkan regulasi,” ungkapnya.

    Gempa dan longsor sering terjadi, kalau diikuti tsunami tingkat bahayanya lebih besar. Ini bukan ancaman tapi mitigasi terhadap potensi bencana,” pungkas WH.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengapresiasi atas kewaspadaan yang sudah terbangun dan diikuti langkah-langkah di Provinsi Banten. “Hanya saja ancamannya meningkat sehingga perlu ditingkatkan langkah-langkahnya,” ungkapnya.

    Diperlukan koordinasi untuk kolaborasi aksi nyata di lapangan, mencegah kerugian sosial ekonomi dan jiwa apabila terjadi gempa bumi dan tsunami. Menguatkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintah Daerah, pihak terkait, dan masyarakat untuk kesiapan mencegah kerugian.

    “Upaya persiapan untuk mencegah risiko,” katanya.

    Menurutnya, ada 12 langkah untuk penguatan mitigasi gempa bumi dan tsunami di Provinsi Banten. Yakni, identifikasi potensi bahaya, identifikasi jumlah penduduk, identifikasi sumber daya, menyiapkan rencana dan sarana evakuasi, pelaksanaan aturan bangunan tahan gempa, sosialisasi/edukasi, gerakan tes siaga bencana, latihan evakuasi diri, jaringan komunikasi, pusat kendali (command centre), rencana operasi darurat, serta tata ruang wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami.

    “Secara umum kewaspadaan Pemprov Banten dan Kabupaten/Kota sudah lebih siap dibanding wilayah lain. Pertemuan hari ini agar ditindaklanjuti dengan langkah konkrit, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) bersama, pengecekan shelter, jalur, dan rambu pengungsian,” jelas Dwikorita.

    Dalam rapat virtual yang dipandu oleh Plt Sekda Banten Banten Muhtarom itu diikuti Bupati Pandeglang Irna Narulita, Walikota Cilegon Helldy Agustian, Forkopimda Provinsi Banten, perwakilan Kabupaten Serang, Kota Serang, Kepala OPD Provinsi Banten, serta Kepala BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota serta para pejabat lainnya baik vertikal maupun pemerintah daerah.

    Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengungkapkan hal mengerikan jika terjadi bencana alam berupa tsunami atau gempa Megathrust di Kota Cilegon.

    Ia mengatakan, berbeda dengan daerah lain, Kota Cilegon yang memiliki luas 17,5 kilometer didominasi industri yakni sekitar 60 persen. Hal ini membuat Kota Cilegon terbilang punya dampak berbahaya jika terjadi bencana alam. “Ini kan lari kemana juga bakal kena, artinya kita mau bilang Cilegon ini berbeda dengan daerah lain, 30 persen industri kimia ada di pinggir pantai, artinya ini berbahaya,” tuturnya.

    “Idealnya dari titik bencana ke lokasi berapa menit? 40 menit masih keburu, kalau diilustrasikan tsunami itu datang 80 menit, tapi kalau datangnya tsunami 30 menit ngga ke kejar, itu prediksi terburuk,” sambungnya.

    Oleh karena itu, pihaknya akan kembali melakukan koordinasi dengan pihak industri. Pasalnya, apabila terdapat tsunami setinggi 8 meter atau gempa dengan kekuatan 8,7 magnitude apakah akan berdampak pada konstruksi bangunan industri di Kota Cilegon. “Apakah ini akan berdampak pada industri? konstruksi bangunan industrinya seperti apa? ini yang harus kita tanyakan juga,” ujarnya.

    Politisi Partai Beringin Karya (Berkarya) ini menyampaikan, bahwa sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendapatkan informasi melalui BMKG bahwa Cilegon memiliki potensi tsunami setinggi 8,7 meter. Saat itu juga, Pemkot Cilegon bersama instansi terkait termasuk para industri langsung melakukan apel siaga bencana dan menggelar tsunami drill. “Hari ini gubernur mengumpulkan kami, agar kami bisa melihat perkembangan secara langsung, BMKG telah membuat satu buku yang notabene sudah dilaporkan ke presiden, laporan mitigasi bahaya terburuk,” ungkapnya.

    Sementara, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan BMKG, bahwa penting diadakannya Rakor sebagai antisipasi ancaman bencana alam yang terjadi. Karena ancaman tersebut sifatnya kongkuren bukan hanya daerah namun berkaitan dengan Provinsi dan pemerintah pusat.

    “Ada dua ancaman yang kemungkinan terjadi baik erupsi GAK maupun Megathrust Selat Sunda, apapun itu bentuknya bencana perlu kita antisipasi dengan melakukan mitigasi bencana,” kata Irna saat Rakor yang dilaksanakan secara virtual diruang pintar Gedung Setda.

    Menurutnya, hampir sekitar 60 persen masyarakat Pandeglang belum memiliki rumah tahan gempa, tentunya yang sudah terbangun tidak dapat rubah. Untuk itu, yang belum terbangun harus menggunakan metode rumah tahan gempa.

    “Rumah di sempadan pantai terus kami edukasi, ada 6 Kecamatan pesisir yang kami cemaskan yaitu Labuan, Carita, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu dan Sumur, ini perlu kami petakan lebih jauh terkait ancaman yang dapat terjadi,” ujarnya.

    Irna juga menyampaikan, sejauh ini mitigasi bencana terus dilakukan secara pentahelix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat dan media bersatu padu berkoordinasi.

    “Dari 6 kecamatan pesisir Sumur yang harus menjadi perhatian khusus karena dengan dengan patahan. Disana ada kurang lebih 25 jiwa penduduknya, 11.125 tinggal di pesisir pantai tersebar di 7 Desa,” terangnya.

    “Saya tidak mau masyarakat kami menjadi korban, untuk itu kami terus melakukan mitigasi hingga pemasangan tanda jalur evakuasi yang kini mulai pada hilang dan membangun kembali sarana komunikasi penyebarluasan informasi,” sambungnya.

    Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, agar logistik bisa segera didistribusikan saat terjadi bencana, tahun ini akan dibangun 8 lumbung sosial yang dibangun di beberapa titik atas kolaborasi Pemda dan Kementerian Sosial.

    “Disana tersedia logistik, sanitasi, genset dan lainnya, karena pelajaran kemarin butuh waktu lama tiba di lokasi bencana untuk mendistribusikan logistik,” ungkapnya.

    (DHE/RUS/PBN)

  • Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    SERANG, BANPOS – Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Komarudin, dinilai telah mencatat sejarah sebagai satu-satunya BKD yang melakukan pengosongan jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Sebab sejauh ini di Indonesia, baik di Kota/Kabupaten maupun Provinsi, tidak ada Kepala BKD yang pernah melakukan pengosongan jabatan Sekda kecuali Komarudin.

    Hal itu menyusul rencana pengosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, akibat habisnya masa jabatan Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Banten, Muhtarom, pada akhir Februari ini, yang disampaikan oleh Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin.

    Komarudin menyatakan, pilihan Pemprov Banten untuk mengosongkan jabatan Sekda, karena berlarut-larutnya proses pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda di Kemendagri. Padahal, sudah hampir enam bulan sejak Al Muktabar mengajukan cuti yang diiringi dengan permohonan pindah tugas dari Pemprov Banten ke Kemendagri.

    “Setelah berakhirnya masa jabatan Plt Sekda akhir bulan ini, pemprov berencana akan mengosongkan jabatan Sekda hingga adanya Pj Gubernur nantinya,” ujar Komarudin, Senin (14/2).

    Menurut Komarudin, alasan dikosongkannya jabatan Sekda bukan hanya karena belum jelasnya pemberhentian Al Muktabar, namun juga untuk menghindari adanya kritikan dari berbagai kalangan terkait penunjukan Plt Sekda.

    Menurut Komarudin, pengosongan jabatan Sekda itu pun tidak akan berimbas pada jalannya roda pemerintahan. “Toh dengan adanya Plt Sekda juga tidak bisa menjadi ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintahan Daerah),” ucapnya.

    Pernyataan Komarudin pun menuai kritik dari publik hingga akademisi. Mereka menilai bahwa Komarudin tidak taat aturan, bahkan terkesan bodoh jika mengosongkan jabatan Sekda.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pernyataan Komarudin terkait rencana pengosongan jabatan Sekda, diduga merupakan pernyataan karena frustasi dan emosional.

    “Aturan perundang-undangan jelas mengatur dan mengantisipasi terkait jabatan Sekda baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Aturan dimaksud adalah Perpres 3 Tahun 2018 Jo Permendagri 91 Tahun 2019,” ujarnya.

    Ia pun mempertanyakan landasan hukum yang mana yang digunakan oleh Komarudin, dalam statemennya terkait pengosongan jabatan Sekda. Menurutnya, hal itu menambah statement blunder yang disampaikan oleh pimpinan OPD yang mengurus bagian kepegawaian itu.

    “Padahal saat ini Sekda Banten yang legitimate, yakni yang memegang SK Presiden yang jelas belum dicabut malah dibilang hilang. Jika hilang, tentunya harus ada dokumen pendukung yang menguatkan argumen hilang tersebut,” tegasnya.

    Statemen Komarudin tersebut pun torehan baru dalam catatan sejarah kepegawaian Indonesia. Sebab, baru kali ini ada Kepala BKD yang berani mengambil kebijakan untuk mengosongkan jabatan Sekda.

    “Dan Kepala BKD Provinsi Banten akan dicatat dalam sejarah di Indonesia, sebagai pejabat yang menyampaikan statement yang menurut kami blunder,” ungkapnya.

    Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa sampai saat ini, Komarudin terus menerus mempertontonkan kebodohan kepada masyarakat. Menurutnya, pernyataan untuk mengosongkan jabatan Sekda merupakan pernyataan yang niretika.

    “Ini sebuah ketidaktahuan terhadap aturan perundangan dan ketidakmampuan menata fungsi dan peran birokrasi secara baik. Apa dasar kewenangan kepala BKD mengatakan hal tersebut, karena kewenangan mengosongkan jabatan Sekda adalah kewenangan Presiden melalui Mendagri,” ujarnya.

    Menurut Ikhsan, kalaupun itu merupakan sebuah usulan, semestinya memang atas dasar perintah atau usulan Gubernur, untuk disampaikan kepada Mendagri. Ia pun aneh dengan dasar hukum yang digunakan oleh Komarudin, dalam menghilangkan otoritas Sekda yang memiliki peran dan tanggung jawab strategis dalam struktur pemerintahan.

    “Bagaimana bisa menghilangkan otoritas dan kewenangan Presiden yang mengangkat sekda dan apa dasar aturannya mengosongkan jabatan Sekda yang secara definitif masih ada,” ucapnya.

    Ia menegaskan, Sekda yang memegang SK Presiden, yakni Al Muktabar, masih dan belum dicabut atau diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden hingga saat ini. Ia pun menegaskan bahwa sebaiknya, yang dikosongkan ialah jabatan Kepala BKD yang terus membuat kegaduhan.

    “Sebaiknya Gubernur mengosongkan jabatan Kepala BKD karena selalu membuat gaduh dan tidak paham aturan sehingga menjadi beban buat Gubernur dan Pemprov Banten,” tandasnya.

    (RUS/DZH/PBN)